Anda di halaman 1dari 4

Asa Agung Priwantoro

08/265063/SP/22638
Politik International

World Borderless dan The End of Nation-State sebagai Dampak dari


Globalisasi
Globalisasi, merupakan salah satu istilah yang sering didengungkan diberbagai negara dalam
satu dekade terakhir selain istilah Global Warming, sama-sama menggunakan kata global, yang
berarti menyeluruh. Sehingga globalisasi jika dimaknai secara harfiah berarti proses menjadi
global, mengglobalkan bermacam hal baik materil maupun immaterial. Dan menurut Anthony
Giddens, globalisasi merupakan kekuatan yang tidak terbendung, mengubah segala aspek
kontemporer dari masyarakat, politik, dan ekonomi. Namun banyak para pengamat yang skeptis
terhadap globalisasi, mereka mengatakan bahwa globalisasi hanya bersifat parsial karena hanya
berkembang di wilayah yang menjadi pusat perekonomian dunia yaitu Amerika Serikat, Jepang
dan Eropa.1 Dan kawasan lain hanya menjadi korban dengan masih berada dalam posisi
keterbelakangan, sehingga globalisasi masih menguntungkan negara-negara maju. Terlebih
dengan hilangnya batas negara. Negara yang miskin maupun sedang berkembang mau tidak mau
meliberalisasi perekonomiannya sehingga memaksa negara bersaing dan mensejajarkan dirinya
dengan negara lain dalam bidang ekonomi. Karena dalam konsep globalisasi yang menuntut
adanya inklusifitas suatu negara, intervensi terhadap suatu negara sangat mungkin berpengaruh
terhadap eksistensi kedaulatan negara, khususnya intervensi dalam bidang ekonomi.

Globalisasi dimasa seperti ini sudah tidak dapat dihindari lagi, berlandaskan pada teori
keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo, dinyatakan bahwa suatu negara
dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan
salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kini dunia mengalami
transformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dapat berpengaruh pada konstelasi
masyarakat dan politik suatu negara. Beberapa bukti bahwa globalisasi telah mempengaruhi
suatu nation-state, seperti, masyarakat Bluder Hoof 2, dibagian luar Kota New York. Masyarakat
ini awalnya puritan dan menolak teknologi namun akhirnya mereka menyadari bahwa tanpa
teknologi, mereka tidak bisa maju. Dan yang kemudian terjadi adalah bahwa mereka masih bisa
berusaha dan masih bisa mempertahankan identitas mereka, tapi mereka juga memanfaatkan
1
. Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalisasi adalah Mitos, hal 4.

2
. Bluder Hoof merupakan komunitas di utara kota New York. Mereka merupakan para pelarian dari Nazi
(Jerman) tahun 1920-an.

1
Asa Agung Priwantoro
08/265063/SP/22638
Politik International

teknologi. Begitupula dengan pemerintah China, walaupun hanya merubah sistem


perekonomiannya saja yang menjadi Liberal, dan sistem politiknya tetap pada Komunisme,
namun disesuaikan dengan ekonomi Liberal, dan kini mereka menjadi salah satu negara yang
kekuatan ekonominya ditakuti oleh Amerika Serikat. Bahkan di Indonesia pun juga telah terkena
dampak globalisasi, seperti dalam privatisasi sumber daya air yang diatur dalam UU No. 7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam undang-undang ini terdapat beberapa pasal yang
memberikan peluang privatisasi sektor penyediaan air minum, dan penguasaan sumber-sumber
air (air tanah, air permukaan, dan sebagian badan sungai) oleh suatu badan usaha maupun
individu.

Dengan berkembangnya globalisasi disadari kedaulatan suatu negara mulai mereduksi.


Dalam ekonomi global, institusi-insitutsi keuangan dan kerjasama global lainnya melakukan
aktivitasnya tanpa ikatan nasional. Bahkan kini mereka mampu mendayagunakan pemerintah
untuk merubah atau membubarkan setiap aturan-aturan nasional dalam aktivitas mereka. Istilah
ini mengandaikan pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam kancah ekonomi global, seperti
yang dikehendaki TNCs (Trans National Corporations) dengan menggunakan kesepakatan WTO
(World Trade Organisation) dan difasilitasi oleh lembaga keuangan global seperti IMF dan
World Bank.

Sebagai tambahan, diluar bidang ekonomi, hal serupa terjadi pada globalisasi dalam bidang
sosial budaya, kini masyarakat dunia menyatakan sebagai suatu global society. Kewarganegaraan
tidak lagi mengikat, semangat kebersamaan tidak lagi dapat dikotak-kotakan hanya berdasarkan
wilayah maupun negara, tetapi terdapat kebersamaan yang tercipta yang lebih jauh lebih global
dengan ikatan yang bersifat universal, seperti demokrasi, kemanusiaan dan lingkungan hidup.

Sehingga dapat saya katakan bahwa lima tahun yang akan datang, globalisasi semakin
mengaburkan sekat-sekat antar negara dan keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian
internasional akan semakin erat. Meluasnya pasar bebas maupun semakin kuatnya otoritas
lembaga-lembaga internasional, semacam IMF dan World Bank, juga ditambah kemajuan
teknologi dan komunikasi, menjadi kondisi yang tidak dapat dihindari. MNCs (Multi National
Corporations) akan semakin tersebar diberbagai negara, terlebih MNC yang bergerak dalam
bidang raw material, semacam Exxon, Chevron, dan sejenisnya, bahkan Pertamina pun yang

2
Asa Agung Priwantoro
08/265063/SP/22638
Politik International

berasal dari Indonesia kini mulai memasuki pasar internasional. Perusahaan seperti mereka
semakin memiliki kekuatan politik yang semakin diperhitungkan dalam suatu negara, dan tidak
heran jika terkesan mendikte negara. Jika pemerintah memutuskan mengenakan pajak atau
peraturan yang tidak mereka sukai, mereka akan mengancam untuk berpindah kewilayah lain
Karena selalu ada negara lain yang dengan senang hati menerima pajak penghasilan dari mereka,
berikut lapanagan kerja dan penanaman modal asing.3

Akan tiba saatnya ekonomi yang didominasi oleh pasar dengan hak milik yang terjamin,
investasi jangka panjang dan berbagai inovasi yang dapat menimbulkan revolusi dalam hidup
manusia. Dan pemerintah nantinya hanya berperan sebagai pelindung lapisan masyarakat yang
paling bawah melalui berbagai bentuk, seperti memberi insentif kesejahteraan sosial ekonomi
(welfare program) dan tidak menghalangi masuknya pasar. Karena hingga saat ini perusahaan
telah menjadi sarana utama pembawa manfaat globalisasi yang membantu peningkatan standar
hidup diberbagai negara. Memang saat ini tampaknya memang belum terbagi dengan rata, tetapi
jika dibandingkan dengan beberapa abad yang lalu sangat tampak bahwa standar penghidupan
menjadi lebih tinggi. Hal ini terdengar pragmatis, tetapi globalisasi memberikan kita kebebasan
untuk memilih, yang mana hal itu merupakan syarat yang harus ada dalam prinsip demokrasi.
Dan globalisasi mendukung keutamaan moral yang bernilai. Globalisasi membuat orang menjadi
lebih mapan, concern terhadap kerusakan lingkungan hidup, kesengsaraan, dan ketidakadilan, 4
yang nantinya memungkinkan diwujudkannya negara yang sejahtera.

Melihat hal diatas sebenarnya masyarakat tidak perlu takut dengan adanya globalisasi,
inklusifitas yang terjadi jangan dijadikan momok menakutkan sebagaimana dikatakan para anti-
globalisasi, tetapi hal ini sebaiknya dijadikan peluang bagi suatu negara dalam membangun
bangsa. Globalisasi membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional
secara kompetitif, oleh karena itu sebaiknya pembangunan didalam suatu negara yang sedang
berkembang harus segera dilaksanakan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada agar
nantinya bisa masuk dalam integrasi global secara elegan dan percaya diri. Selain peningkatan
kualitas sumberdaya, peran perusahaan juga tidak dapat diabaikan. Mereka menyebabkan

3
. Joseph Stiglitz. 2007. Making Globalization Works. hal.276.

4
. Martin Wolf, Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan, hal.64

3
Asa Agung Priwantoro
08/265063/SP/22638
Politik International

barang-barang dari negara berkembang bisa mencapai pasar-pasar di negara maju. Dan Stiglitz
memberikan beberapa saran bagi korporasi, bahwa, agar mereka bisa mendatangkan lebih
banyak manfaat terhadap negara, khususnya negara berkembang, mereka harus konsisten dengan
program CSR (Corporate Social Responsibility), meningkatkan corporate governance agar
mereka tetap konsisten dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas, dan mengurangi ruang
lingkup korupsi. 5
Daftar Pustaka:

Hirst, Paul dan Thompson, Grahame. 2001. Globalisasi adalah Mitos. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Stiglitz, Joseph E. 2007. Making Globalization Works. Bandung: Mizan.
Wolf, Martin. 2004. Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

5
. Stiglitz, op.cit, hal.289.

Anda mungkin juga menyukai