Anda di halaman 1dari 2

Asal usul imlek/ konyen/guo nian

Asal-usul Hari Raya Imlek atau Sin Cia berasal dari negara Tiongkok. Tradisi ini sudah dimulai jauh
sebelum ajaran Tao, Khonghucu ataupun agama Buddha muncul dan berkembang di sana. Di Tiongkok,
dikenal empat musim, yakni musim semi (Chun), musim panas (He), musim gugur (Shiu) dan musim
dingin (Tang). Siklus keempat musim tersebut secara indah diilustrasikan sebagai perjalanan hidup umat
manusia yang diawali dengan lahir (semi), tumbuh menjadi dewasa (panas), usia lanjut (gugur) dan
meninggal (dingin), yang pada hakikatnya menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan di dunia ini tidak
kekal adanya. Untuk itu, seharusnya mereka hidup berdampingan, saling menghormati dan saling
mengasihi.

Dahulu kala di Provinsi Hokkian, saat musim dingin sering dilanda hujan besar dan badai salju, sehingga
beberapa daerah dataran rendah sering mengalami kebanjiran, sehingga penduduk mengungsi ke
dataran yang lebih tinggi. Sebagai bekal, mereka membuat semacam kue yang terbuat dari beras dengan
sedemikian rupa, sehingga tahan lama dan tidak basi. Kue tersebut hingga sekarang menjadi tradisi
setiap menjelang Sin Cia. Kue keranjang dibuat dalam berbagai ukuran dan disusun dalam keranjang dan
disebut kue keranjang.

Kue-kue yang dihidangkan biasanya lebih manis daripada biasanya. Diharapkan, kehidupan di tahun
mendatang menjadi lebih manis. Di samping itu, dihidangkan pula kue lapis sebagai perlambang rezeki
yang berlapis-lapis.
Kue mangkok dan kue keranjang juga merupakan makanan yang wajib dihidangkan pada waktu
sembahyang menyambut datangnya Tahun Baru Imlek. Biasanya kue keranjang disusun ke atas, dengan
kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini sebagai simbol kehidupan manis yang kian
menanjak dan mekar seperti kue mangkok. Ada juga makanan yang dihindari dan tidak dihidangkan,
misalnya bubur. Bubur tidak dihidangkan, karena makanan ini melambangkan kemiskinan.

Tradisi menyambut Sin Cia biasanya sudah dimulai 15 hari sebelum Sin Cia, di mana ibu-ibu rumah
tangga sudah mempersiapkan diri dengan membersihkan/mengecat rumahnya, sedangkan ritualnya
dimulai seminggu sebelum hari H, yaitu tanggal 24 bulan 12 (Imlek) dengan mengadakan upacara
sembahyang di hadapan altar Dewa Dapur (Caokun Kong).

Konon menurut cerita, setiap akhir tahun mulai dari tanggal 25 bulan 12 hingga tanggal 5 bulan 1
(Imlek), Caokun Kong akan naik ke sorga untuk melaporkan baik dan buruknya perbuatan dari keluarga
pemilik altar dan kepada yang sembahyang, akan memohon kepada Caukun Kong agar seisi keluarganya
dilaporkan hal-hal yang baik saja. Untuk itu, biasanya dalam sembahyang tersebut disajikan makanan
berupa manisan-manisan.
Kemudian, satu hari menjelang Sin Cia pada pagi hari, diadakan upacara sembahyang kepada para
leluhur di hadapan altar sembahyang di setiap rumah. Jika tidak memiliki altar leluhur, maka akan
disediakan satu meja di pintu muka rumah sebagai altar untuk upacara. Dan pada malam harinya,
seluruh anggota keluarga biasanya akan berkumpul di rumah orangtua ataupun yang dituakan atau juga
di rumah makan untuk makan malam bersama. Setelah makan malam, berbagai acara dilakukan untuk
menyambut detik-detik tahun baru, seperti bakar petasan, atraksi barongsai serta sembahyang di
kelenteng-kelenteng (vihara).
Pada esok hari, tanggal 1 tahun 1 (Imlek) akan berkumandang salam “Sin Chun Kiong Hi, Thiam Hok
Thiam Siu, Ban Shu Ju I” yang disampaikan ketika menjumpai sanak keluarga dan handai tolan. Salam di
atas (dialek Hokkian) artinya “Salam bahagia di musim semi yang baru, semoga bertambah rezeki dan
panjang usia, semoga segala yang dicita-citakan dapat tercapai.”

Pada hari itu, anak-anak atau cucu-cucu akan mengenakan baju baru, kemudian menyampaikan ucapan
selamat kepada ayah bundanya atau kakek neneknya. Mereka akan mendapatkan ang pao (bungkusan
merah) berisikan uang yang diterima dengan penuh suka-cita. Rangkaian perayaan Sincia akan
diteruskan dengan upacara Keng Thi Kong (Sang Pencipta) yang diadakan malam tanggal 8 bulan 1.
Sembahyang ini untuk menyatakan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Thian) atas segala
keberuntungan, keselamatan dan kebahagiaan yang diperoleh sepanjang tahun yang lalu, dan mereka
bermohon agar pada tahun yang baru ini akan diperoleh hal yang sama. Tujuannya adalah sujud
kepadaNya dan memohon kehidupan yang lebih baik di tahun yang baru dimasuki.

Untuk upacara sembahyang Keng Thi Kong ini, sengaja disiapkan seperangkat meja yang bentuknya
tinggi, yang melambangkan menjunjung tinggi kepada Tuhan. Sajiannya berupa buah-buahan, manisan
dan sayur-sayuran (tidak boleh disajikan makanan berupa daging dari barang bernyawa/hewan
sembelihan). Buah-buahan yang umumnya disajikan adalah pisang mas (melambangkan hati yang jujur
untuk mencapai keberhasilan), jeruk bali (melambangkan upaya untuk mencapai kesuksesan) dan
sepasang tebu yang melambangkan keluarga yang hidup di dalam keharmonisan lahir dan batin.
Demikian pula kue yang disajikan, biasanya kue mangkok yang berarti mekar rezekinya dan kue kura
panjang usianya bagaikan kura-kura.

Rangkaian terakhir perayaan Sincia adalah Cap Go Meh, yaitu pada tanggal 15 bulan 1 malam hari
(Imlek), yaitu pesta di malam bulan purnama yang pertama pada tahun yang baru. Biasanya pada malam
tersebut, gadis-gadis pingitan berbondong-bondong ke luar rumah untuk cuci mata di bawah sinar
rembulan, diiringi bunyi petasan dan cahaya bunga-bunga kembang api.

Anda mungkin juga menyukai