TF-6102
TUGAS MAKALAH
PRINSIP KESELAMATAN PLTN
Disusun oleh:
Angga Kautsar
23309010
BAB I
PENGENALAN PLTN
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang
dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian
dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapat
dirasakan sampai sekarang.
Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah
memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat
manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara
luas dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan,
sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang
hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik nuklir untuk non energi.
Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat ini sudah
berkembang dan dimanfaatkan secara besar-besaran dalam bentuk Pembangkit Listrik
Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik
yang relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.
Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara
komersial sejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan
satu unit PLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian
mencapai daya 5 Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled
Reactor (GCR + Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100 Mwe.
Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara sedang
berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit PLTN yang tersebar di 31 negara
dengan kontribusi sekitar 18 % dari pasokan tenaga listrik dunia dengan total pembangkitan
dayanya mencapai 351.000 Mwe dan 36 unit PLTN sedang dalam tahap kontruksi di 18
negara.
Dalam pembangkit listrik konvensional, air diuapkan di dalam suatu ketel melalui
pembakaran bahan fosil (minyak, batubara dan gas). Uang yang dihasilkan dialirkan ke
turbin uap yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin selanjutnya
digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga akan dihasilkan tenaga listrik.
Pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, minyak dan gas mempunyai
potensi yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan masalah transportasi bahanbakar
dari tambang menuju lokasi pembangkitan. Dampak lingkungan akibat pembakaran bahan
fosil tersebut dapat berupa CO2 (karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida) dan Nox (nitrogen
oksida), serta debu yang mengandung logam berat. Kekhawatiran terbesar dalam
pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil adalah dapat menimbulkan hujan asam dan
peningkatan pemanasan global.
PLTN berperasi dengan prinsip yang sama seperti PLK, hanya panas yang
digunakan untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran bahan fosil, tetapi
dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisil (uranium) dalam suatu reaktor nuklir.
Tenaga panas tersebut digunakan untuk membangkitkan uap di dalam sistem pembangkit
uap ( Steam Generator) dan selanjutnya sama seperti pada PLK, uap digunakan untuk
menggerakkan turbingenerator sebagai pembangkit tenaga listrik. Sebagai pemindah panas
biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi.
Proses pembangkitan listrik ini tidak membebaskan asap atau debu yang
mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan atau melepaskan partikel yang
berbahaya seperti CO2, SO2, Nox ke lingkungan, sehingga PLTN ini merupakan
pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari
pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen
bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN sebelum dilakukan
penyimpanan secara lestari.
Jenis reaktor yang paling banyak dibangun saat ini adalah tipe Pressurized Water
Reactor dan Boiling Water Reactor. Perbedaannya adalah fasa pendingin pada siklus
pendingin primer. Untuk BWR pada siklus pendingin primer, pendingin berupa air ringan
mendidih menjadi uap yang selanjutnya digunakan untuk memutar turbin. Pada PWR
pendingin dengan tekanan tinggi dijaga dalam keadaan fasa cair yang selanjutnya melalui
steam generator memanaskan pendingin sekunder menjadi uap untuk memutar turbin.
Bagian-bagian dari PLTN yang utama antara lain teras reaktor, moderator, sistem
pendingin dan pengungkung. Teras reaktor terdiri dari bahan bakar, batang kendali dan
sistem pemantauan reaktivitas. Bahan bakar untuk tipe reaktor PWR maupun BWR adalah
uranium diperkaya 2-5 persen. Moderator dan pendingin reaktor adalah air ringan (H2O).
Moderator berfungsi untuk memperlambat neutron cepat hasil reaksi fisi sehingga akan
menjadi neutron thermal yang akan bereaksi dengan bahan bakar.
Teras reaktor memiliki potensi bahaya yang berasal dari energi panas dari reaksi
berantai dan bahaya radioaktif. Penyediaan sistem pengungkungan fisik terhadap material
radioaktif dalam reaktor dan sistem yang akan terus menjaga keutuhan pengungkung fisik
harus diimplemetasikan dalam desain dan direalisasikan dalam desain dan pembangunan
PLTN. Implementasi dari sistem keselamatan tersebut adalah berbentuk penghalang ganda
dan pertahanan berlapis.
BAB II
KECELAKAAN NUKLIR
Sumber potensi bahaya dalam reaktor nuklir adalah kandungan produk fissi yang
ada dalam bahan bakar reaktor. Produk fissi yang terkandung dalam bahan bakar nuklir
mempunyai beragam sifat radioaktif baik dalam tingkat aktivitas maupun panjang umur
waktu paronya. Sifat fisik produk fissi dapat berupa gas, bahan mudah menguap dan
padatan.
Konsep multiple barriers disebut juga dengan penghalang ganda. Bertujuan untuk
menghalangi penyebaran zat radioaktif dari bahan bakar ke lingkungan bebas. Dalam
desain PLTN tipe reaktor ringan yang banyak beroperasi pada saat ini terdapat empat
penghalang fisik untuk mencegah penyebaran zat radioaktif. Penghalang tersebut adalah:
1. Matriks bahan bakar (fuel matrix)
2. Kelongsong bahan bakar (fuel cladding)
3. Bejana reaktor (reactor pressure vessel)
4. Sungkup reaktor (reactor containment) dan struktur pendukungnya.
5. Gedung reaktor (reactor building)
Sistem pertahanan berlapis, secara umum dapat diartikan sebagai suatu sistem yang
harus menjaga keutuhan penghalang fisik dalam berbagai kondisi operasi reaktor. Kondisi
operasi reaktor secara umum dibagi menjadi dua kondisi yaitu kondisi operasional dan
kondisi kecelakaan. Kondisi operasional terdiri dari operasi normal dan kejadian operasional
terantisipasi sedangkan kondisi kecelakaan terdiri dari kecelakaan dasar desain (DBA) dan
kecelakaan melampaui dasar desain (BDBA).
Sistem pertahanan berlapis harus mampu mempertahankan keutuhan penghalang
fisik dengan melakukan tindakan pencegahan maupun mitigasi terhadap segala kejadian
yang muncul dari kondisi-kondisi di atas kecuali BDBA. Sistem pertahanan berlapis terdiri
dari lima lapis yaitu:
A. Lapisan 1: Pencegahan operasi abnormal dan menghindari terjadinya kegagalan.
Lapisan ini dimulai sejak pemilihan tapak, desain, perakitan dan kontruksi
hingga komisioning dan dilanjutkan dengan tahap operasi daya. Tapak reaktor nuklir
untuk PLTN dipilih sedemikian rupa sehingga semua faktor lingkungan di sekitar
tapak tidak membawa pengaruh negatif terhadap keselamatan nuklir. Lingkungan
sekitar tapak juga diperhitungkan kemampuannya untuk menerima limbah reaktor
baik dalam kondisi normal maupun kecelakaan, dapat mendukung pembebasan zat
radioaktif dalam manajemen kecelakaan, dan mampu menyerap dan mengambil
energi panas yang dikandung reaktor setelah reaktor dipadamkan.
Desain reaktor nuklir harus mampu mempertimbangkan berbagai kejadian
yang mengancam keselamatan reaktor, termasuk kecelakaan dasar desain.
Komponen sistem dan struktur yang dipilih harus mempunyai karakteristik yang
sesuai dan dapat memenuhi persyaratan spesifikasi unjuk kerja. Teknologi yang
akan diterapkan dalam desain harus sudah teruji baik dalam pengalaman maupun
pengujian khusus. Untuk PLTN yang akan dibangun di Indonesia, disyaratkan desain
tersebut telah proven technology.
B. Lapisan 2: Pengendalian kondisi abnormal dan deteksi kegagalan.
Fitur ini bertujuan untuk mengendalikan kondisi operasi yang abnormal
kembali ke kondisi normal dengan aman. Selain itu fitur ini juga akan mampu
melakukan deteksi dini terhadap kegagalan sehingga dampaknya dapat diatasi
secara lebih awal. Bentuk dari lapisan ini adalah sistem proteksi yang dapat
membatasi kondisi operasi sehingga berada pada batas aman. Juga dilakukan
pengawasan terhadap sistem, struktur, dan komponen secara teliti sehingga setiap
ada kelainan akan terdeteksi dengan cepat. Untuk menghindari human error,
personil pengoperasi reaktor harus terdidik dan terlatih sesuai dengan kompetensi
yang disyaratkan. Tanggung jawab keselamatan harus jelas, sehingga tidak akan
menimbulkan kesalahan tindakan dan salah interpretasi terhadap kondisi
operasional.
C. Lapisan 3: Pengendalian kecelakaan dasar desain
Fitur ketiga ini akan berperan jika terjadi suatu kecelakaan dasar desain, yaitu
kecelakaan yang sudah diperhitungkan pada saat mendesain reaktor. Bentuk dari
sistem keselamatan ini adalah sistem keselamatan teknis dan prosedur kecelakaan.
Sistem tersebut antara lain sistem reactor trip, sistem pendinginan teras darurat,
sistem pendinginan panas sisa, pengambilan radioaktifitas pasca kecelakaan dan
keutuhan sungkup reaktor.
D. Lapisan 4. Pengendalian kondisi kecelakaan parah
Fitur ini berupa tindakan pelengkap yang mnyempurnakan tindakan
penanganan kecelakaan serta manajemen kecelakaan. Dilakukan untuk
mengendalikan kecelakaan tidak berkembang menjadi lebih parah, termasuk mitigasi
akibat kecelakaan parah.
E. Lapisan 5: Tindakan tanggap darurat nuklir di luar tapak.
Fitur ini adalah suatu tindakan lebih lanjut untuk melindungi kelangsungan
hidup manusia apabila sistem proteksi mengalami kegagalam. Tindakan yang
dilakukan diantaranya melindungi penduduk dengan penyelamatan, evakuasi,
sheltering, dan food controling. Fitur ini selain dilakukan oleh organisasi pengoperasi
dan badan pengawas juga melibatkan pemerintah dan sistem penanggulangan
bencana nasional dan daerah.
BAB V
KESIMPULAN
PLTN memiliki potensi bahaya radiasi dan panas di terasnya. IAEA sebagai badan
tenaga atom nasional telah mengeluarkan suatu skala kecelakaan nuklir. Berdasar dari
keparahan dan dari kecelakaan tersebut. Untuk itu diperlukan sistem keselamatan yang
akan menjamin keselamatan pengoperasian PLTN dan menjamin keselamatan pekerja,
masyarakat dan lingkungan. Terdapat dua sistem keselamatan utama dari PLTN yaitu
penghalang ganda dan pertahanan berlapis. Sistem penghalang ganda berupa penghalang
fisik yang mengungkung zat radioaktif tetap di dalam instalasi dari mulai bentuk fisik bahan
bakar sampai gedung reaktor. Sementara penghalang berlapis adalah suatu sistem untuk
menjaga keutuhan penghalang fisik. Sistem ini lebih kepada suatu filosofi keselamatan yang
menyeluruh dimulai dari tahap desain, konstruksi dan pengoperasian reaktor. Termasuk
manajemen dan personil pengoperasi.
Daftar Pustaka
• Matsuno, Yoshiaki. Basic Concept of Nuclear Power Plant Safety. JAEA, 2009
• Aoki, Tadao. Case Study of Nuclear Events in Japanese NPP. JAEA. 2009