Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia pada saat ini sangat ketergantungan dengan konsumsi energi final dengan
bentuk bahan bakar minyak atau bbm. Sekitar 65 persen kebutuhan konsumsi energi
Indonesia dalam bentuk bbm. Konsumsi energi yang tinggi memunculkan masalah dengan
pengurangan sumber minyak bumi dan gas bumi yang lebih cepat akibat konsumsi yang
berlebihan dibandingkan dengan laju penemuan cadangan baru. Dalam jangka waktu yang
tidak lama cadangan energy bbm Indonesia habis, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan
energy dalam negeri akan tergantung pada sumber energy impor.1
Pemerintah pusat Indonesia mempunyai solusi atas permasalahan tersebut yakni
perlunya upaya diversifikasi dan konservasi energi. Diversifikasi energy mempunyai arti
bahwa penganekaragaman pemakaian enegri dengan meningkatkan pemanfaatan teknologi,
pada contohnya yakni tenaga nuklir surya, biomassa, angin, energy air dan panas bumi.
Pada konservasi energi adalah meliputi pemanfaatan energy yang efisien dan menerapkan
menejemen energi dalam semua sektor yaitu industri, transportasi, rumah tangga dan
komersial.2
Kebijakan Energi Nasional (KEN) merupakan salah satu langkah yang diambil
pemerintah dalam rangka perubahan paradigma pengelolaan energi nasional, yang
menempatkan sumber daya energi sebagai modal dalam pembangunan nasional.
Rancangan KEN menetapkan sasaran sebagai berikut:3
a. Tercapainya elastisitas energy lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 yang
diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi
b. Tercapainya penurunan intensitas energy sebesar 1 (satu) persen pertahun pada
tahun 2025
c. Tercapainya rasio eletrifikasi sebesar 85% pada tahun 2015 dan mendekati
100% pada tahun 2020
d. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85%
e. Tercapainya bauran energi primer yang optimal pada tahun 2025 pangsa
teknologi nuklir mencapai paling sedikit 25% dan pada tahun 2050 paling
1
Lemhannas RI, Pengembangan Teknologi Nuklir Guna Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka
Meningkatkan Ketahanan Energi Nasional, Jakarta: Jurnal Kajian Lemhannas RI Edisi 16, Lemhannas RI,
2013, hlm. 11
2
Lemhannas RI, Ibid
3
Lemhannas RI, Ibid
2

sedikit 40%. Mengurangi penggunaan minyak bumi menjadi lebih kecil dari
25% pada tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% pada tahun 2050
Energi nuklir merupakan salah satu energy potensial yang berguna dalam menekan
penggunaan energy fosil. Pengembangan nulklir sendiri mengingat bahwa energi tersebut
mempunyai kelebihan yakni bahan bakar yang ekonomis, energi yang dihasilkan sangat
besar dan tidak mempunyai efek gas rumah kaca serta hujan asam. Indonesia sampai saat
ini belum berhasil dalam membangun PLTN, meskipun kenyataannya energi nuklir adalah
sumber potensial, berteknologi tinggi, ekonomis dan merupakan sumber energi alternatif
yang layak untuk diperhitungkan dalam perencanaan energi jangka panjang bagi
Indonesia.4
Terkait dengan energi nuklir selama ini pihak pemerintah masih memikirkan
tentang bahaya dari nuklir tersebut. Mendirikan PLTN merupakan pilihan yang sulit karena
menyangkut penerimaan masyarakat dalam hubungannya dengan resiko kecelakaan yang
fatal, limbah yang berbahaya, penyalahgunaan nuklir dan perlu penanganan secara khusus,
adanya pendapat mengenai bahaya ketergantungan teknologi terhadap nuklir serta dalam
pendirian PLTN membutuhkan biaya yang relatif tinggi dibanding dengan energi alternatif
lainnya.5
Mengenai pencemaran lingkungan dan efek terhadap kesehatan nuklir sangat
berpotensi menimbulkan hal tersebut, dikarenakan nuklir didapatkan dari hasil
penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah dan limbah radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan. Kesalahan sedikit saja dapat menimbulkan bencana dalam skala
luas karena pelepasan zat-zat radioaktif menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara
genetik yakni dapat terjadi mutasi terhadap sistem reproduksi manusia dimana dapat
berpengaruh terhadap keturunannya. Efek kedua yakni somatik yang menyebabkan
leukemia, kanker, katarak, keguguran bahkan kematian.6
Pembangunan PLTN sebagai sumber energi alternatif memang harus ditinjau secara
matang. Sehubungan dengan berbahayanya zat radioaktif yang digunakan selama proses
berlangsung, tidak terkecuali bagi limbahnya. Pernyataan yang dikeluarkan oleh
greenpeace bahwa limbah nuklir dapat dikategorikan menurut tingkat keradioaktifannya
dan berapa lama hal tersebut berbahaya.7 Limbah dari nuklir tersebut juga dapat
4
Lemhannas RI, Ibid
5
Haryoto Kusnoputranto, Energi Nuklir dan Dampaknya Terhadap Lingkungan dan Keseharan Masyarakat,
Jakarta: Jurnal FKM, UI, 1996, hlm. 2
6
Haryoto Kusnoputranto, Ibid
7
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memperkirakan setiap tahun industri energi nuklir menghasilkan
apa yang disebut sebagai “limbah tingkat rendah dan sedang” (LLIW atau Low and Intermediate-Level
Waste) setara dengan 1 juta barel (200.000 m3) dan sekitar 50.000 barel (10.000 m3) limbah tingkat tinggi
3

mengandung radioaktif selama ratusan ribu tahun dan memancarkan radiasi berbahaya
dalam jumlah besar.8
Perlu diwaspadai mengenai PLTN yang akan didirikan untuk mencukupi kebutuhan
energi di Indonesia. Salah satu kasus yang paling terkenal adalah kasus PLTN Chernobyl di
negara Ukraina pada 26 April 1986, Kecelakaan pada PLTN yang menyebabkan meltdown
pada reaktornya dan menyebabkan menyebarknya pencemaran redioaktif 100 kali lebih
tinggi dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Negasaki Jepang. Chernobyl
tercatat dalam sejarah sebagai bencana nuklir sipil terburuk di dunia. Pada saat bencana
terjadi, 56 orang meninggal dan sekitar 600.000 orang terpapat radiasi dengan tingkat yang
tinggi. Tidak hanya itu diketahui bahwa kontaminasi radioaktif menyebar ke tempat sejauh
Skotlandia.9
Tidak terlepas dari hal tersebut bahwa negara Indonesia telah mengakomodir
tentang energi nuklir tersebut yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997
Tentang Ketenaganukliran selanjutnya disebut sebagai UU Ketenaganukliran. Pasal 1
angka I menyebutkan mengenai definisi ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan
dengan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Adanya UU
Ketenaganukliran mempunyai pertimbangan bahwa ketenaganukliran meyangkut
kehidupan dan keselamatan orang banyak, oleh karena itu harus dikuasai oleh negara yang
pemangfaatannya bagi pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
adil dan mamkmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Demi keselamatan, keamanan, ketentraman, kesehatan pekerja dan
anggota masyarakat dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pemanfaatan tenaga
nuklir dilakukan secara tepat dan hati-hati serta ditujukan untuk maksud damai dan
keuntungan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Adanya pertimbangan tersebut dan besarnya resiko terhadap energi nuklir tersebut
maka terdapat kemungkinan untuk dapat terjadi kecelakaan nuklir sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 15 UU Ketenaganukliran yakni mengenai setiap kejadian atau
rangkaian kejadian yang menimbulkan kerugian nuklir. Pasal 1 angka 16 UU
Ketenaganukliran yang menjelaskan mengenai kerugian nuklir. Dalam hal ini kerugian

(HLW). Angka-angka in tidak termasuk bahan bakar nuklir terpakai, yang merupakan limbah tingkat tinggi.
Penyimpanan yang aman dan terjaga dari limbah berbahaya harus dijamin selama periode ini. Tidak heran
bahwa solusi penanganan limbah nuklir sampai sekarang belum ditemukan. dalam Jurnal Greenpeace,
Tenaga Nuklir: Pengalihan Waktu yang Berbahaya, Jakarta: Greenpeace Internasional, 2009, hlm. 4
8
Jurnal Greenpeace, Ibid
9
Jurnal Greenpeace, Ibid
4

nuklir adalah setiap kerugian yang dapat berupa kematian, cacat, cedera atau sakit,
kerusakan harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan
oleh radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat mudah meledak, atau sifat
bahaya lainnya sebagai akibat kekritisan bahan bakar nuklir dalam instalasi nuklir atau
selama pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat tindakan preventif dan kerugian
sebagai akibat atau tindakan untuk pemulihan lingkungan hidup.
Pada Bab VII terkait dengan pertanggungjawaban UU ketenaganukliran terhadap
kerugian nuklir belum jelas mengenai pertanggungjawaban terhadap masyarakat atau
lingkungan, meskipun secara jelas disebutkan mengenai definisi dari kerugian nuklir
tersebut. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah dalam pasal 39 ayat (1) dan (2)
UU Ketenaganukliran yang menyebutkan bahwa:
(1) Hak menuntut ganti rugi akibat kecelakaan nuklir kadaluwarsa apabila tidak
diajukan dalan waktu 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak diterbitkan
pernyataan Badan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
(2) Apabila kerugian nuklir akibat kecelakaan nuklir melibatkan bahan nuklir yang
dicuri, hilang atau ditelantarkan, maka jangka waktu untuk menuntut ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari saat terjadinya kecelakaan
nuklir dengan etentuan jangka waktu itu tidak boleh melebihi 40 (empat puluh)
tahun terhitung sejak bahan nuklir dicuri, hilang atau ditelantarkan
Pada pasal tersebut secara jelas menyebutkan mengenai tenggat waktu yang dibutuhkan
dalam menuntut ganti rugi jika terjadi adanya kerugian nuklir yang menimpa masyarakat
atau lingkungan yang terpapar adanya radiasi akibat nuklir.
Mengenai penjelasan adanya kerugian nuklir maka secara relevan jika dihubungkan
dengan Undang-Undang lebih khusus mengatur mengenai perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut
sebagai UU PPLH. Hal tersebut terkait dengan limbah nuklir yang terdapat akibat dari
sisa-sisa PLTN.10 Dalam Pasal 3 UU PPLH mencantumkan bahwa salah satu tujuan
dibuatnya undang-undang tersebut untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan menjamin
keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia. Jika dikaitan dengan adanya nuklir maka
perlu diingat bahwa seperti yang diutarakan sebelumnya, bahwa nuklir merupakan bahan
radioaktif yang sangat berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat yang
terpapar radiasinya dan menghasilkan limbah yang juga berbahaya.
10
Pengolahan kembali menghasilkan lebih banyak limbah berbahaya. Bahan bakar nuklir yang terpakai
diproses kembali, artinya plutonium dan uranium yang tak terpakai dipishkan dari limbah, dengan maksud
untuk dipergunakan kembali dalam PLTN, dalam Jurnal Greenpeace, Ibid
5

Pada Pasal 1 angka 21 UU PPLH menjelaskan mengenai Bahan berbahaya dan


beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Selanjutnya pada Pasal 1 angka 22 menyebutkan limbah bahan berbahaya dan beracun,
yang selanjutnya disebut sebagai limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3. Penggunaan nuklir dalam PLTN merupakan bahan zat radioaktif yang
berbahaya untuk itu dalam UU PPLH nuklir merupakan kategori dalam B3, dan limbah
dari nuklir merupakan limbah B3.
Permasalahan yang terjadi dalam hal masa kadaluarsa mengenai penyelesaian
sengketa jika terjadi kerugian nuklir terhadap lingkungan atau masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pasal 87 ayat (1) UU PPLH menyebutkan bahwa, setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum
berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian
pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.
Menyambung pada permasalahan yakni tenggat kadaluwarsa dalam pengajuan
gugatan terdapat dalam Pasal 89 UU PPLH yakni sebagai berikut:
(2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluarsa tidak berlaku terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan serta menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3

Permasalahan yang akan dikaji merupakan hal yang penting terkait dengan kerugian nuklir
yang teramat besar dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat. Waktu
gugat bagi pihak yang mengalami kerugian nuklir terdapat dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat
(2) UU Ketenaganukliran mengalami kontra terhadap ketentuan pada Pasal 89 ayat (2) UU
PPLH. Dalam menjaga salah satu tujuan hukum yakni adanya kepastian hukum bagi
masyarakatnya maka diperlukan penelitian lebih lanjut.

Bedasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjawab dalam penelitian ini. Maka
penulis bermaksud menulis sebuah penelitian dengan judul “ANALISIS YURIDIS
6

MASA TENGGAT KADALUWARSA PENGAJUAN GUGATAN AKIBAT


KECELAKAAN NUKLIR”

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah korban akibat dari kecelakaan nuklir masih dapat mengajukan gugatan
walaupun tenggat waktu kedaluwarsa telah melebihi yang ditetapkan oleh UU
Ketenaganukliran?
2. Bagaimana prosedur pengajuan gugatan jika terjadi kecelakaan nuklir dihubungkan
dengan UU PPLH?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pemahaman tentang pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir dengan
tenggat waktu kedaluwarsa melebihi yang ditetapkan oleh UU Ketenaganukliran.
2. Mengetahui prosedur hukum yang jelas mengenai pengajuan gugatan jika terjadi
kecelakaan nuklir dihubungkan dengan UU PPLH.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun penulisan ini mempunyai manfaat :
1. Manfaat Teoritis
Merupakan kegunaan hasil penelitian dalam pengembangan teori atau manfaat
keilmuan tertentu.11 Berikut merupakan manfaat teoritis tersebut,
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dalam bidang
disiplin ilmu hukum bagi mahasiswa tentang pengajuan gugatan dengan tenggat
waktu kedaluwarsa melebihi yang ditetapkan oleh UU Ketenaganukliran.
b. Memberikan saran dan digunakan sebagai literatur serta menjadi pandangan pada
seluruh elemen Pemerintah pusat maupun daerah juga masyarakat untuk terus
mematuhi aturan atau perundang-undangan khususnya yang terkait dengan
permasalahan pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir.

2. Manfaat Praktis

11
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Program Sarjana Strata Satu (S-1), Unesa Press,
Surabaya, 2014 hlm 13
7

a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai bahan masukan
yang terkait analisis yuridis masa tenggat kedaluwarsa pengajuan gugatan akibat
kecelakaan nuklir, sehingga memudahkan menyelesaikan masalah antara pemerintah
dengan pihak yang dirugikan akibat kecelakaan nuklir.
b. Bagi Pejabat Terkait
Penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan bagi Pemerintah Pusat pada
umumnya dan khususnya Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam
menjalankan perundang-undangan yang terkait dengan pengajuan gugatan akibat
adanya kecelakaan nuklir yang terjadi pada lingkungan dan masyarakat.
c. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu contoh permasalahan hukum yang
terjadi di masyarakat yang harus diketahui oleh para akademisi untuk kemudian
dipecahkan sehingga menambah keilmuan bagi para akademisi
8

1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

BAGAN 1
KERANGKA BERPIKIR

WAKTU PENGAJUAN GUGATAN


KECELAKAAN NUKLIR

UU UU

KETENAGANUKLIR PPLH

Pasal 39 ayat (1) dan (2) Pasal 89 ayat (2)

30 Tahun dan 40 Tahun Tidak ada masa


kedaluwarsa

Permasalahan dalam penelitian ini berfokus terhadap masa pengajuan gugatan yang
diajukan akibat adanya kecelakaan nuklir yang dialami baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap masyarakat dan/atau lingkungan hidup yang terpapar oleh radiasi
radioaktif. Meskipun Indonesia belum mempunyai PLTN yang digunakan sebagai sumber
energi yang baru, peraturan yang ada telah mengakomodir hal tersebut.
Seperti penjelasan sebelumnya bahwa nuklir adalah bahan sangat berbahaya
mengandung zat radioaktif seperti uranium dan plutonium, jika terpapar maka dapat
mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan dan butuh waktu yang sangat lama untuk
memastikan bahwa lingkungan tersebut menjadi aman setelah terpapar nuklir.
UU Ketenaganukliran telah mengatur mengenai kecelakaan nuklir dan
mengakibatkan kerugian nuklir terhadap lingkungan dan masyarakat, namun adanya pasal
39 ayat (1) dan ayat (2) memberi batasan waktu pengajuan gugatan terhadap pihak yang
merasa dirugikan akibat adanya kecelakaan nuklir, yakni 30 tahun bagi kecelakaan nuklir
dan 40 tahun jika disertai dengan adanya pencurian, penelantaraan bahan nuklir. Dalam UU
Ketenaganukliran masih belum jelas mengenai siapa saja dan bagaimana untuk
mengajukan gugatan serta kepada siapa gugatan ditujukan.
9

UU PPLH memberikan arti yang berbeda dengan undang-undang sebelumnya


mengenai waktu gugatan terhadap kecelakaan nuklir yang berakibat pada lingkungan dan
masyarakat. Nuklir dapat digolongkan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena
memenuhi definisi yang disebutkan sebelumnya. Bahkan PLTN mempunyai limbah yang
juga turut diatur dan masuk dalam kategori limbah B3 tersebut. Pasal 89 ayat (2) UU PPLH
tidak memberikan batas waktu mengenai pengajuan gugatan kerugian akibat kecelakaan
nuklir tersebut.
Pemerintah pusat telah mengatur mengenai nuklir dan pemanfaatannya sebagai
sumber energi baru pengganti energi fosil yang selama ini mayoritas digunakan oleh
masyarakat. Namun perlu ada keselarasan diantara undang-undang yang saling terkait,
untuk menjamin adanya kepastian hukum pada masyarakat sehingga tidak menjadi
ketimpangan antara satu aturan dengan aturan yang lain ketika aturan tersebut
diaplikasikan dalam prakteknya.

1.6 METODE PENELITIAN


1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dikaji penelitian ini menggunakan penelitian


hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya tentang analisis yuridis masa
tenggat kedaluwarsa pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir. Penelitian hukum yang
dilakukan dengan meneliti data berupa bahan-bahan hukum. Penelitian merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi hukum, yang harus dilakukan
secara metodologis, sistematis dan konsisten.12

2. Pendekatan Penelitian

Pembahasan terhadap pokok permasalahan dalam penelitian ini didasarkan pada


pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan undang-undang (statute
approach). Peneliti menggunakan dua pendekatan tersebut agar mendapatkan hasil
penelitian terbaik karena setiap metode pendekatan mempunyai fungsi yang berbeda:

12
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012 hal 42
10

1. Pendekatan Konseptual (conceptual approach)


Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran jelas mengenai analisis
yuridis masa tenggat kedaluwarsa pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir.
Dilakukan dengan cara menelaah produk-produk hukum teori-teori, doktrin atau
pendapat para ahli hukum yang bersangkut paut dengan permasalahan
2. Pendekatan Perundang-Undangan ( statue approach )
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah semua produk-produk hukum.13
Produk-prodok hukum adalah regulasi dan undang-undang yang terdapat sangkut
paut atau yang mengatur tentang analisis yuridis masa tenggat kedaluwarsa
pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir.

3. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum


Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan dalam mengkaji, meneliti dan
menganalisis secara yuridis masa tenggat kedaluwarsa pengajuan gugatan akibat
kecelakaan nuklir yaitu bahan hukum primer dan sekunder.
a. Bahan Hukum Primer, terdiri atas :.
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Perdata
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209
3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3676
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059

b. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer, yang terdiri atas penjelasan undang-undang, literatur-literatur,
seminar, jurnal, makalah-makalah dan artikel-artikel dan berbagai tulisan lainnya
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, serta hasil penelitian lapangan yang
langsung dilakukan oleh peneliti secara langsung. Penelitian lapangan dilakukan di

13
Bhader Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV.Mandra Maju, Bandung, 2008, hal 92
11

Kantor Satpol PP Kabupaten Bojonegoro, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh


fakta lapangan dan nantinya akan digunakan sebagai bahan hukum pendukung dan
dikomporasikan dengan bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan
sehingga diperoleh studi kepustakaan yang valid antara teori hukum, Peraturan
Perundang-undangan dan fakta yang ada dilapangan.

4. Teknik Memperoleh Bahan Hukum


Teknik yang diterapkan dalam memperoleh bahan hukum yang diperlukan dalam
penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sehingga terkumpul bahan hukum yang
diperlukan, untuk selanjutnya di analisis oleh peneliti. Studi kepustakaan (library
research) serta studi dokumen merupakan salah satu teknik yang dilakukan peneliti di
Pusat Dokumen dan Informasi Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Surabaya, Perpustakaan Universitas Negeri Surabaya, Perpustakaan Kota Surabaya,
buku koleksi pribadi penulis, Kantor BATAN, LSM Greenpeace.
a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat yakni :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Perdata
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209
3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3676
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang berfungsi memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, yaitu :
1) Kepustakaan yang berkaitan dengan Ketenaganukliran
2) Kepustakaan yang berkaitan dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup
3) Kepustakaan yang berkaitan dengan Keperdataan
4) Bahan hukum yang didapat dari penelitian lapangan melalui wawancara terarah
(directive interview), yaitu teknik wawancara dimana peneliti telah
12

mempersiapkan pertanyaan lebih dahulu sebagai pedoman dalam wawancara


terhadap nara sumber yang dianggap mengetahui segala informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Pihak-pihak yang menjadi sumber dalam
memperoleh data adalah:
1) Badan Tenaga Atom Nasional
2) Lembaga Swadaya Masyarakat Greenpeace

5. Teknik Analisis Bahasan Hukum


Teknik analisis mengenai bahasan penulisan penelitan ini menggunakan metode
Analisis kualitatif yaitu dengan menganalisis dan menguraikan data dalam bentuk
kalimat yang baik dan benar. Sehingga mudah dibaca, diberi arti atau diinterprestasikan
kemudian dari analisis bahan hukum tersebut ditarik kesimpulan yang diuraikan baik
secara induktif maupun deduktif.14 Setelah penarikan kesimpulan maka selanjutnya
bahan hukum dapat digambarkan dengan jelas dalam bentuk deskriptif mengenai
analisis yuridis masa tenggat kedaluwarsa pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir.

6. Definisi Konseptual
Batasan-batasan dalam penelitian ini untuk memudahkan penulis dalam
melakukan penelitian dan menjelaskan konsep secara singkat, jelas dan tegas.
1. Analisis Yuridis
Analisis dalam bahasa Indonesia memiliki arti penyelidikan terhadap suatu peristiwa
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dan yuridis merupakan hukum sehingga
dapat disimpulkan bahwa analisis yuridis adalah penyelidian terhadap suatu peristiwa
hukum untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2. Kadaluwarsa
Kedaluwarsa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sudah habis jangka
waktu tentang tuntutan atau jatuh tempo.
3. Gugatan
Gugatan merupakan mengadukan perkara, menuntut atas janji yang sebelumnya telah
ada

4. Kecelakaan Nuklir
14
Abdulkdir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm
91
13

Kecelakaan nuklir adalah setiap kejadian atau rangkaian kejadian yang menimbulkan
kerugian nuklir
14

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN


Penulisan Skripsi ini dibagi menjadi empat Bab secara berurutan dan saling
berkaitan. Berikut ini uraian singkat pokok-pokok bahasan yang akan dibahas pada tiap-
tiap babnya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitain, kerangka pemikiran, metode penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian umum terkait judul penelitian yang
nantinya digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai analisis terhadap analisis yuridis masa
tenggat kedaluwarsa pengajuan gugatan akibat kecelakaan nuklir.

BAB IV: PENUTUP

Penutup merupakan bagian terakhir dan sebagai penutup dalam penulisan skripsi
ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab
sebelumnya dan juga berisikan saran-saran dari pembahasan yang ada. Dengan
demikian bab penutup ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini
sekaligus merupakan rangkuman atau rangkaian jawaban atas permasalahan
yang dikaitkan dalam penulisan skripsi ini
15

Anda mungkin juga menyukai