MODUL PERKULIAHAN
W582100005
Manajemen
Energi
Terbarukan
Abstrak Sub-CPMK
Pada modul ini dibahas secara Setelah mempelajari materi yang diberikan
umum pengembangan EBT, anda diharapkan memahami kondisi
kondisi energi dan pembangkit pengembangan EBT, kondisi energi dan
listrik, serta potensi EBT di pembangkit listrik, serta potensi EBT di
Indonesia Indonesia
01
Chandrasa Soekardi, prof.Dr.Ir
Fakultas TEKNIK Magister Teknik Mesin
Daftar isi
1. Gambaran umum.........................................................................................3
2. Kondisi Energi Indonesia..............................................................................4
3. Pembangkit tenaga listrik di Indonesia........................................................5
Data Pembangkit tenaga listrik Indonesia tahun 2020.....................................7
Data Pembangkit tenaga listrik Indonesia tahun 2021.....................................8
4. Pengembangan EBT di Indonesia.................................................................9
Realisasi............................................................................................................9
5. Potensi Energi Baru Terbarukan di Indonesia............................................10
Manajemen energi.......................................................................................11
Daftar Pustaka................................................................................................12
Energi dapat dikelompokkan menjadi energi tak terbarukan dan energi terbarukan. Bahan
bakar fosil, seperti : minyak, batu bara dan turunannya, serta gas merupakan sumber
energi yang tidak terbarukan, karena sumbernya terbatas dan dapat habis dengan cepat.
Energi terbarukan, seperti energi : panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran
dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, merupakan energi yang
dapat digunakan untuk keperluan berbagai sistem pembangkit tenaga, tanpa
mengkibatkan berkurangnya secara besar-besaran sumbernya.
Indonesia memiliki potensi kekayaan alam dan sumber energi yang besar, baik energi
yang sifatnya dapat diperbaharui maupun energi yang tidak dapat diperbaharui seperti
minyak bumi, gas alam, batubara dan kandungan energi nuklir pada uranium dan thorium,
yang apabila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik akan mampu mencukupi kebutuhan
energi masyarakatnya.
Energi tak terbarukan (konvensional) sudah lama digunakan sebagai sumber energi
bahkan menjadi mayoritas dalam neraca energi nasional. Namun, degan semakin
menipisnya cadangan sumber energi konvensional dan meningkatnya konsumsi energi
setiap tahun mendorong untuk ditinjaunya kembali kebijakan energi untuk meningkatkan
penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) dan mengurangi ketergantungan kepada
energi fosil.
Energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) memiliki keunggulan yaitu energi
tersebut tidak akan pernah berhenti atau habis selama siklus alam masih berlangsung,
ramah lingkungan dan dapat meminimalisir polusi lingkungan. Sedangkan non renewable
energy merupakan energi yang akan habis jika dipakai terus menerus dan menghasilkan
polusi jika digunakan, walaupun dapat menghasilkan energi yang lebih besar dari pada
renewable energy dengan konsentrasi yang lebih sedikit.
Ke depan energi yang digunakan haruslah memiliki dua keunggulan yang dimiliki dua
jenis energi tersebut (renewable energy dan non renewable energy) yaitu ramah
lingkungan dan menghasilkan energi yang besar.
Langkah itulah yang kini sedang diperjuangkan untuk menjaga kestabilan dan ketahanan
energi di Indonesia di tengah semakin menurunnya pasokan non renewable energy yang
dimiliki dan meningkatnya permintaan terhadap energi itu sendiri khususnya untuk
keperlluan di bidang komersial, industri, transportasi dan rumah tangga serta ditambah
tantangan global yang dihadapi Indonesia.
Dari data tentang penggunaan energi, saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada
energi yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam
sebagai sumber kebutuhan energi.
Dewan Energi Nasional (DEN) mengukur nilai ketahanan energi Indonesia dengan
menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Proces) yang meliputi 20 indikator
ketahanan energi.
Aspek availability terdiri dari : Cadangan dan sumber daya migas, cadangan dan sumber
daya batu bara, impor minyak mentah, impor BBM/LPG, cadangan BBM/LPG Nasional,
cadangan penyangga energi, pencapaian energi mix (TPES; Total utama pasokan energi)
dan DMO (Domestic Market Obligation) gas dan batu bara.
Aspek affordability: harga gas bumi, harga BBM/LPG, harga listrik dan produktivitas
energi.
Aspek acceptability: peranan EBT, efisiensi energi dan intensitas GRK (gas rumah kaca).
Nilai ketahanan energi Indonesia tahun 2014 dengan di hitung menggunakan metode
AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah 5,82, nilai tersebut dikategorikan masih
tergolong rendah. Ditambah permintaan energi di Indonesia masih didominasi oleh energi
fosil. (Dewan Energi Nasional, 2014)
Pada tahun 2015, energi fosil menyumbang 93,7 % dari total kebutuhan energi nasional
(1.357 juta barel setara minyak). Sisanya, 6,2 % dipenuhi dari EBT.
Dari jumlah persentase energi fosil tersebut, minyak bumi menyumbang 43 %, gas alam
22 %, dan batubara 28,7 %.
Hampir separuh dari minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri harus diimpor, baik
dalam bentuk minyak mentah (crude oil) maupun produk minyak.
Dengan kondisi tersebut, ketahanan energi Indonesia tentu menjadi sangat rentan
terhadap gejolak yang terjadi di pasar global.
Tahun 2016 kapasitas pembangkit listrik di Indonesia mencapai 90,15% dengan kapasitas
terpasang 59 GW. Sekitar 74% diantaranya berada di wilayah Jawa Bali, 15% di wilayah
Sumatera, 3% di wilayah Kalimantan dan sisanya di wilayah Pulau lainnya (Sulawesi,
Maluku, NTB-NTT, dan Papua).
Dilihat dari segi input bahan bakar, pembangkit berbahan bakar batubara dan gas
mempunyai pangsa yang paling tinggi, yaitu masing-masing sebesar 47% dan 26%,
diikuti kemudian oleh pembangkit berbahan bakar minyak dengan pangsa sekitar 15%.
Hal tersebut menunjukan pangsa pembangkit BBM masih tergolong tinggi.
Namun dibalik dominasi pemakaian energi fosil, ada peningkatan pangsa pembangkit
berbahan bakar energi terbarukan, seperti PLTP (panas bumi), dengan pangsa mendekati
2% (1,6 GW), serta PLTA (air) dengan pangsa dikisaran 6% (4 GW).
Disamping itu, pembangkit listrik energi terbarukan lainnya (PLTS, PLTSa, PLTMH, PLTU
Biomassa) juga sudah mulai banyak beroperasi sekitar (2 GW) atau sebanyak 4% dan
jika ditotalkan pada tahun 2016 maka kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit energi
terbarukan di Indonesia mencapai sekitar 7.722 MW.
Pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil adalah pembangkit listrik yang membakar
bahan bakar fosil seperti batubara, gas alam, atau minyak bumi untuk memproduksi
Di banyak negara, pembangkit listrik jenis ini memproduksi sebagian besar energi listrik
yang digunakan.
1). Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada produksi listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahan bakarnya menggunakan bahan bakar
fosil yaitu batu bara. Pembangkitan listrik Indonesia mencapai 73.736 megawatt (MW)
atau 73,74 gigawatt (GW) hingga November 2021. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) masih menjadi kontributor pembangkitan terbesar dengan 36,98 GW atau 50%
dari total pembangkitan listrik.
2). Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) berkontribusi 12,41 GW atau 17%
dari total pembangkitan. Lalu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas atau Mesin Gas
(PLTG/MG) menghasilkan 8,54 GW (11%).
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) memanfaatkan tenaga gas sebagai penggerak
turbin pada generator, yang kemudian akan mengubahnya menjadi energi listrik. Bahan
bakar yang digunakan pada PLTG akan terbakar bersama dengan gas yang nantinya
akan tersaring melewati filter udara untuk menggerakan turbin generator. Sumber energi
ini memiliki tekanan yang cukup kuat dan mampu menghasilkan energi listrik dalam skala
besar.
2). Sebagai sumber daya alam yang paling banyak ditemukan, air merupakan energi yang
berpotensi untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
memanfaatkan arus atau aliran deras air pada bendungan untuk memutarkan turbin air
dan menggerakkan generator. Jenis pembangkit listrik ini memanfaatkan energi murni
sehingga menjadikannya sebagai pilihan yang hemat dan ramah lingkungan. PLTA juga
bersifat dapat diperbarui atau renewable energy. Umumnya, jenis pembangkit listrik ini
dipasang tepat di sebelah sumber air yang cukup besar seperti bendungan, waduk, atau
sungai. Efisiensi PLTA di Indonesia saat ini berada di kisaran 80% hingga 100% dan telah
ada sejak zaman Belanda, tepatnya tahun 1925. Tercatat bahwa PLT Air / Minirohidro /
Mikrohidro telah menghasilkan daya sebesar (6.096 MW) dalam penggunaanya samai
saat ini.
3). Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memanfaatkan pembelahan inti uranium
dalam reaktor nuklir untuk menghasilkan daya listrik. Pembangkit listrik ini mengubah
energi panas (thermal) menjadi energi mekanik dimana panas yang dihasilkan berasal
dari satu atau lebih reaktor nuklir. Berdasarkan data yang sudah diverifikasi, hingga Juni
2020 kapasitas terpasang Pembangkit Listrik PLT Panas Bumi menghasilkan daya
sebesar (2.131 MW) yang telah di gunakan.
Sedangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) baru mencapai sekitar 10.426 MW setara
14,71% dari total kapasitas terpasang,
Sedangkan data pada bulan November 2021 Pembangkitan listrik Indonesia mencapai
73.736 megawatt (MW) atau 73,74 gigawatt (GW), di mana :
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menghasilkan 36,98 GW (50%)
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) berkontribusi 12,41 GW (17%)
Pembangkit Listrik Tenaga Gas atau Mesin Gas (PLTG/MG) menghasilkan 8,54
GW (11%)
Kebijakan Energi Nasional pada tahun 2014 adalah target pencapaian energi sebagai
berikut :
- Pada Tahun 2025 peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23% dan pada
tahun 2050 paling sedikit 31% sepanjang keekonomian terpenuhi.
- Pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% dan pada tahun 2050 menjadi
kurang dari 20%.
- Pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% dan pada tahun 2050 minimal 25%.
- Pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% dan pada tahun 2050 minimal 24%.
Realisasi
Hasil implementasi yang telah dilakukan untuk mewujudkan targetan tersebut di atas,
sampai saat ini dalam perincian sumber energi secara keseluruhan di semua sektor,
minyak bumi masih menjadi tumpuan utama masyarakat Indonesia dengan persentase
sebesar 43%.
Ini artinya pemanfaatan energi terbarukan masih belum maksimal sampai dengan saat ini
dan belum bisa menutupi pertumbuhan konsumsi energi sampai 3,2% dan konsumsi
listrik sekitar 6% setiap tahunnya, sedangkan bauran energi terbarukan bertambah 0,36
% per-tahun. Hal ini akan membuat sulit untuk mencapai target 23% pada tahun 2025.
Selain itu tarif listrik dari energi fosil (batubara) yang murah karena harga batu bara dunia
yang rendah dan ketergantungan kepada sumber energi berbasis minyak dikarenakan
subsidi yang diberikan, serta komponen-komponen teknologi energi terbarukan yang
mahal dikarenakan harus mengimpor dari luar negeri dan terbatasnya industri energi
terbarukan di Indonesia.
Keterbatasan infrastruktur juga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab
pembatasan akses masyarakat terhadap energi khususnya energi terbarukan, ditambah
tantangan global yang dihadapi oleh Indonesia, sehingga penggunaan potensi sumber
daya energi nasional yang ada belum efisien dan masih sangat rendah bila dibandingkan
dengan potensi yang dimiliki.
1. Panas Bumi, sumber daya 12.386 MW, cadangan 16.524 MW, kapasitas terpasang
1.643 MW
4. Bioenergi, sumber daya 32.654 MW - 1.656 MW (Off Grid), kapasitas terpasang 131,4
MW (On Grid)
12. Energi Pasang Surut (Arus), sumber daya 4.800 MW (Potensi Praktis) - -
Manajemen energi
Daftar Pustaka
1. Godfrey Boyle, 2004, Renewable Energy –Power for a Sustainable Future, Second
edition., Oxford Univeristy Press, United Kingdom.
3. Saputra, M. dan Pribadyo. (2015). Studi Analisis Potensi Energi Angin Sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Angin Di Kawasan Meulaboh. Jurnal Mekanova, Vol 1(1).
5. Wan Nik, W.M.N.B., et. al. (2008). OCEAN WAVE ENERGY POTENTIAL AND
EXTRACTION TECHNOLOGIES. 6th Marine Technology Conference, Indonesia.
6. Wan Nik, W. B., et. al. (2008). Study on the Use of Ocean Wave as Renewable
Energy. 3RD BRUNEI INTERNATIONAL CONFERENCE ON ENGINEERING AND
TECHNOLOGY.
7. https://www.dunia-energi.com/hingga-juni-2021-kapasitas-pembangkit-listrik-
indonesia-mencapai-73-341-mw-komposisi-pltu-mencapai-47/
8. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/26/kapasitas-pembangkitan-
listrik-indonesia-capai-7374-gw-pada-2021-pltu-mendominasi