I. PENDAHULUAN
Saat ini Indonesia menghadapi tantangan dalam
hal ketahanan di bidang energi. Dalam buku Outlook
Energi Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan
Energi Nasional (DEN) pada tahun 2014, dinyatakan
bahwa Ketergantungan terhadap energi fosil,
terutama minyak bumi dalam pemenuhan konsumsi
di dalam negeri masih tinggi, yaitu sebesar 96%
(minyak bumi 48%, batubara 30%, dan gas 18%)
dari total konsumsi energi nasional. Artinya, bauran
A. Kemanan Energi
World Energy Council mendefinisikan keamanan
energi sebagai indikator keefektifan manajemen
suplai energi primer dari sumber domestik maupun
eksternal, reliability infrastruktur energi, dan
kemampuan perusahaan energi untuk memenuhi
permintaan saat ini dan masa mendatang.
B. Ekuitas Energi
World Energy Council mendefinisikan ekuitas
energi sebagai indikator tingkat aksesibilitas dan
keterjangkauan harga energi yang disuplai ke seluruh
penduduk di suatu negara.
C. Sustainabilitas Lingkungan
World
Energy
Council
mendefinisikan
sustainabilitas energi sebagai indikator pencapaian
efisiensi energi, baik dari sisi suplai maupun
permintaan, serta perkembangan suplai energi dari
sumber terbarukan.
III. KONDISI ENERGI INDONESIA
Kondisi ketahanan energi di Indonesia dapat
dikatakan rapuh dibandingkan dengan negara lain.
Berdasar metodologi Indeks Trilema Energi dari
Dewan Energi Dunia (World Energy Council),
Indonesia berada pada peringkat 69 dari 129 negara
dalam hal ketahanan energi. Ditambah lagi, saat ini
Indonesia masih belum memiliki cadangan strategis
dan cadangan penyangga energi. Indonesia hanya
mengandalkan cadangan operasional untuk energi,
yaitu ketersediaan stok bahan bakar minyak untuk
18-21 hari.
Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa potensi energi fosil
Indonesia yang terbesar berasal dari batubara.
Batubara Indonesia sampai dengan 2013 mencapai
sebesar 31,36 miliar ton, sedangkan sumber daya
batubara mencapai 120,53 miliar ton dengan rincian
sumber daya terukur sebesar 39,45 miliar ton,
terindikasi sebesar 29,44 miliar ton, tereka sebesar
32,08 miliar ton dan hipotetik sebesar 19,56 miliar
ton (DEN, 2014). Gambar 3.1 menunjukkan bahwa
sebagian besar dari sumber daya maupun cadangan
batubara yang dapat ditambang berada di wilayah
Sumatera dan Kalimantan, terutama Sumatera
Selatan dan Kalimantan Timur.
Kemudian,
dalam
hal
ketenagalistrikan,
penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya
dilakukan PLN, tetapi juga dilakukan oleh pihak
swasta, yaitu Independent Power Producer (IPP),
jumlah itu, 9,5 juta ton gula dan 12,7 milyar liter
etanol dipakai untuk konsumsi domestik, sementara
sisanya diekspor. Pada 2005, konsumsi biofuel Brazil
mencapai 13 milyar liter. Jumlah itu berarti
mengurangi 40% dari total kebutuhan bensin.
Produksi etanol tumbuh 8,9% per tahun.
Biodiesel dari singkong dan jarak pagar juga
berkembang pesat di Brazil. Jarak pagar ditanam di
jutaan hektar lahan. Ini tak terlepas dari langkah Liuz
Inacio Lula da Silva, presiden Brazil yang ketika
berkuasa langsung menjadikan biodiesel sebagai
prioritas utama, dengan meluncurkan A Biodiesel
Programme. Pada 2003, Brazil mengkonsumsi solar
38 miliar liter (dimana 6 miliar liternya berasal dari
pasar impor). Dengan beragamnya bahan baku
biodiesel, Brazil diperkirakan berpotensi menjadi
pemain terkemuka biodiesel dunia.
V. PEMBAHASAN DAN ANALISIS UNTUK
KETAHANAN ENERGI INDONESIA
Dalam rangka meningkatkan ketahanan energi
dalam 35 tahun ke depan, tentunya diperlukan
kemandirian dan diversifikasi energi, terutama
karena Indonesia 96% masih bergantung dari energi
fosil, dimana 48% dari minyak bumi yang statusnya
sebagai net importer. Kemandirian energi bertujuan
menyediakan sendiri konsumsi energi, sedangkan
diversifikasi energi bertujuan untuk menyiapkan
pengganti ketika kemungkinan minyak bumi akan
habis dalam 12 tahun lagi dan gas bumi 33 tahun lagi.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
batubara diprediksi akan habis 75 tahun lagi, namun
anehnya 75% produksi malah dijadikan komoditas
ekspor. Hal ini sangat disayangkan ketika batubara
dijual ke luar, padahal apabila diinvestasikan untuk
pembangunan dalam negeri yang masih berkembang
ini, nilai gunanya akan jauh lebih besar. Pada aplikasi
ketenagalistrikan misalnya, untuk meningkatkan
rasio elektrifikasi secara cepat, diperlukan
pembangkit uap dari batubara. Penyebab pengusaha
batubara pada umumnya menjual ke luar negeri
adalah karena kurangnya permintaan batubara dalam
negeri. Sebenarnya ini efek dari belum masifnya
pembangunan infrastruktur pemanfaatan batubara,
sebagai akibat dari dana anggaran yang tidak
bertambah, atau cenderung menurun di tahun 2015.
REFERENSI
[1] BPPT (2014). Outlook Energi Indonesia.
[2] DEN (2014). Outlook Energi Indonesia.
[3] http://www.indonesiainvestments.com/id/bisnis/komoditas/batu-bara/item236
[4] APBN Indonesia 2015
(www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/bibfin.pdf)
[5] World Energy Council. World Energy Trilemma 2014
(https://www.worldenergy.org/data/trilemma-index/)
[6] http://print.kompas.com/baca/2015/03/05/KetahananEnergi-Indonesia-Rapuh
[7] International Energy Agency (2014). World Energy
Outlook. (www.iea.org/textbase/npsum/weo2014sum.pdf)
[8] https://andri0204.wordpress.com/2013/10/16/panas-bumisebagai-sumber-energi-masa-depan/
[9] http://writingcontesttotal.bisnis.com/artikel/read/20150402/404/418661/energi
-panas-bumi-energi-yang-berlimpah-di-indonesia-namunbelum-dimanfaatkan-secara-optimal
[10] Sanyal, S. K. (2010). Future of Geothermal Energy. ThirtyFifth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering.
Stanford, California.
[11] http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5665&c
oid=1&caid=58&gid=5
[12] http://www.esdm.go.id/berita/323-energi-baru-danterbarukan/3055-perkembangan-biofuel-di-beberapanegara.html?tmpl=component&print=1&page=