Anda di halaman 1dari 19

PKN STAN 2017

Pemilihan
Sumber Energi
Terbarukan untuk
Pengembangan
Pembangkit
Listrik
Menggunakan Analytic Hierarchy
Process: Studi Kasus Indonesia

Lukman Arif Sandi


154060006563
9A ALIH PROGRAM 19
Untuk Memenuhi Tugas
Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Sistem Informasi Manajemen
Program Diploma IV Akuntansi Alih
Program
Januari 2017

Abstrak
Saat ini, sekitar 93,2% dari pembangkit listrik Indonesia tergantung pada bahan bakar fosil.
Ketergantungan ini, dalam jangka panjang, bukan pilihan yang aman. Sumber energi terbarukan dapat
berkontribusi untuk sistem pembangkit listrik yang berkelanjutan, tapi diversifikasi rantai pasokan
bahan bakar merupakan proses yang kompleks. Oleh karena itu, makalah ini adalah dua tujuan.
Pertama, meninjau berbagai sumber daya terbarukan yang potensial, dan kedua mengembangkan
model penilaian untuk memprioritaskan opsi sumber energi terbarukan. Lima sumber utama termasuk
diantaranya, tenaga air, surya, angin, biomassa (termasuk biogas dan sampah kota) dan panas bumi.
Potensi pembangkit listrik mereka, bersama dengan kemungkinan kekurangan juga dibahas. Selain
itu, dengan menggunakan pendekatan multi-perspektif berdasarkan proses hirarki analitik atau
analytic hierarchy process (AHP), model penilaian dikembangkan. Model AHP yang digunakan
empat kriteria utama, teknis, aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, serta dua belas sub-kriteria.
Dari review ditemukan bahwa sumber daya terbarukan memiliki cukup potensi untuk
mengembangkan sistem listrik yang berkelanjutan. Selanjutnya model AHP memprioritaskan sumber
daya, tenaga air diikuti oleh biomassa. panas bumi, surya dan angin. Model ini juga menunjukkan
bahwa setiap sumber daya cenderung ke arah kriteria tertentu; surya ke arah ekonomis, biomassa
terhadap sosial, tenaga air terhadap teknis, dan angin menuju aspek lingkungan. Selain melaporkan
Model AHP untuk pertama kalinya dalam konteks Indonesia, penilaian dilakukan dalam penelitian ini,
dapat melayani para pengambil keputusan untuk merumuskan kebijakan energi jangka panjang
bertujuan untuk keberlanjutan

Kata Kunci: Pembangkit Listrik, Energi Terbarukan, Listrik, Indonesia, AHP

Pemilihan Sumber Energi Terbarukan untuk


Pengembangan Pembangkit Listrik
menggunakan Analytic Hierarchy Process:
Studi Kasus Indonesia
A. Pendahuluan

Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di
Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup
masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang
teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik yang
dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan. Kondisi geografis negara
Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusatpusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya
marginal pembangunan sistem suplai energi listrik (Ramani,K.V,1992), serta terbatasnya
kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam
skala nasional.
Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak
bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama
penghasil energi listrik di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran akan usaha untuk
melestarikan lingkungan, menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari altematif
penyediaan energi listrik yang memiliki karakter;
-

dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi fosil, khususnya minyak


bumi

dapat menyediakan energilistrik dalam skala lokal regional

mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, serta

cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan hasil produksinya tidak
merusak lingkungan hidup disekitarnya.

Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di atas adalah sistem konversi
energi yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air,
biomas dan lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan
untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber-sumber daya energi terbarukan
dewasa ini telah meningkat dengan pesat, khususnya di negara-negara sudah berkembang,
yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya, serta mempunyai dukungan finansial yang
kuat. Oleh sebab itu, merupakan hal yang menarik untuk disimak lebih lanjut, bagaimana
peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber daya energi terbarukan ini di negaranegara sedang berkembang, khususnya di Indonesia.
2

Untuk pembangunan berkelanjutan dari produksi listrik, maka mencapai bahan bakar
diversifikasi menjadi benar-benar penting. Para peneliti telah menggolongkan sistem listrik
sebagai masalah sosio-teknis dan techno-institution yang kompleks. Jadi setiap pengambilan
keputusan dalam sistem kelistrikan telah menjadi proses yang kompleks. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini, adalah untuk meninjau potensi berbagai sumber daya terbarukan
untuk produksi listrik di Indonesia, dan menggunakan pendekatan multi-kriteria untuk
peringkat sumber daya terbarukan. Peringkat ini diyakini dapat memberi masukan bagi para
pembuat kebijakan dalam merancang strategi untuk mengembangkan sistem pembangkit
listrik yang berkelanjutan.

B. Potensi Sumber Daya Energi Terbarukan di Indonesia


Besarnya potensi energi terbarukan di Indonesia adalah sebagai berikut:

Target diversifikasi energi Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Panas Bumi
Terdapat beberapa laporan studi mengenai resource dan reserve tenaga panas bumi di
Indonesia yang menyajikan angka-angka yang berbeda. Salah satunya RE4I (Renewable
Energy for Indonesia) Indonesia diestimasikan memiliki potensi energi 29 GW tersebar pada

285 lokasi ekuivalen dengan 40% cadangan panas bumi dunia. Pemerintah baru
menggunakan sekitar 4-5% dari kapasitas tersebut.

(Sumber: Perusahaan Listrik Negara [PT PLN (Persero)]


Ready for Exploration or on Bidding Stage - 2590MW
Exploration Stage 985MW
Ready for Exploitation 940MW
Construction Stage 117.5MW
Production Stage - 1201MW
2. Tenaga Air
Potensi tenaga air di Indonesia menurut Hydro Power Potential Study (HPPS) pada tahun
1983 adalah 75.000 MW, dan angka ini diulang kembali pada Hydro power inventory study
pada tahun 1993. Namun pada laporan Master Plan Study for Hydro Power Development in
Indonesia oleh Nippon Koei pada tahun 2011, potensi tenaga air setelah menjalani screening
lebih lanjut adalah 26.321 MW, yang terdiri dari proyek yang sudah beroperasi (4.338 MW),
proyek yang sudah direncanakan dan sedang konstruksi (5.956 MW) dan potensi baru
(16.027 MW).
Menurut RE4I, potensi tenaga air di Indonesia adalah sebagai berikut:
Indonesia has an estimation of 75,670MW of hydropower potential and an addition of
770MW of mini- or micro-hydropower for development. 95% of the hydropower
potential is not utilized.
A 2007 grant from the United Nations Development Program allowed Indonesia to
create an Integrated Microhydro Development Program to accelerate hydropower
development. The program focused on removing investment barriers and fostering

technical capacity.
Feed-in Tariffs (FiTs) for hydropower projects generating less than 10MW are currently
regulated under MEMR Regulation No. 04/2012 and vary from IDR656/kWh for plants
interconnected to a medium voltage grid to IDR1,050/kWh for plants interconnected to
a low voltage grid.
To meet electricity demand, a total of 5.7GW new additional hydropower plant has been
planned for the next 10 years and 20% expected to be developed by IPP.

3. Tenaga Surya
Program Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 1.000 pulau/lokasi adalah program
pengembangan energi surya dengan teknologi fotovoltaik oleh PLN disiapkan melalui
program pembangunan PLTS di lokasi/pulau yang memiliki kendala ekspansi/akses jaringan
dan kesulitan transportasi. Lokasi ini pada umumnya berada di wilayah/pulau kecil yang
terluar maupun yang terisolasi.
PLTS ini akan dikembangkan berupa PLTS terpusat/terkonsentrasi (skala utilitas) dengan
mode hybrid dengan kapasitas diberikan pada Tabel 4.2. Komponen pembangkit PLTS hybrid
disesuaikan dengan potensi energi primer dimasing-masing lokasi dan mempertimbangkan
sebaran penduduk pada geografi yang sangat luas dan sulitnya menjangkau daerah terpencil.
Dengan mode hybrid diharapkan sistem dapat beroperasi secara optimum. Konfigurasi
hybrid tidak saja direncanakan pada lokasi-lokasi yang baru akan berlistrik, tetapi juga
menempatkan dan mengoperasikan PLTS bersama-sama dengan PLTD dan atau jenis
pembangkit lain pada lokasi yang sudah memiliki listrik (PLTD) dalam suatu mode hybrid.
Pengembangan PLTS tersebut dimaksudkan untuk melistriki (meningkatkan rasio
elektrifikasi) daerah terpencil secepatnya, mencegah penambahan penggunaan BBM secara
proporsional akibat penambahan beban kalau seandainya dilayani dengan diesel, dan
5

menurunkan BPP pada daerah tertentu yang ongkos angkut BBM sangat mahal, seperti
daerah sekitar puncak pegunungan Jayawijaya Papua.
Disamping itu dengan keluarnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit
Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik akan mempercepat pengembangan PLTS dengan
melibatkan pengembang swasta.
Potensi energi surya menurut RE4I adalah sebagai berikut:
Indonesia offers significant solar power resources with 4.8kWh/m2 per day, but has
yet to develop strong market.
Current installed capacity is mostly solar home systems and utility-scale solar
photovoltaic (PV) plants.
The feed-in Tariff (FiT) for solar energy is at US$0.25/kWh.
The GoI shown desire to attract foreign solar cell manufacturers to Indonesia to create
jobs for local Indonesians and also drive interest in solar power writ large that could
lead to export opportunities.

(source:Perusahaan Listrik Negara [PT PLN (Persero)]

4. Biomassa
Pemerintah mendorong pengembangan biomassa dan biogas dengan terbitnya Peraturan
Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit
Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas oleh PT Perusahaan Listrik
Negara (Persero). Dalam rangka pengembangan ini, diperlukan kerjasama dengan Pemerintah

daerah untuk menyediakan lahan serta regulasi mengenai harga bahan bakar biomassa jangka
panjang.
Pengembangan pembangkit biomassa memerlukan kepastian dalam pasokan bahan bakar
biomassa. Oleh karena itu sebelum dilakukan pembangunan pembangkit biomassa, pasokan
bahan bakar biomassa harus sudah dipastikan mengenai sumbernya maupun harga jangka
panjang.49
Dalam tahap awal pertumbuhan PLT Biomassa ini, PLN lebih memberi kesempatan kepada
swasta untuk menjalin kerjasama dengan pemilik perkebunan. Hal penting lainnya dalam
pengolahan energi biomassa menjadi listrik adalah pemahaman tentang teknologi konversi,
yang disesuaikan jenis biomassa yang akan digunakan. Meskipun tersedia berbagai jenis
teknologi, namun untuk mencapai output energi yang maksimal dari suatu bahan bakar
nabati, diperlukan pemahaman yang baik tentang kesesuaian jenis biomassa dan jenis
teknologi. PLT Biomassa mempunyai peluang yang menarik untuk dibangun di daerah
isolated atau pulau-pulau kecil yang masih tergantung dengan PLTD. Meskipun jauh dari
perkebunan besar, sumber bahan bakar biomassa dapat ditanam di lokasi terpencil tersebut.
Penanaman pohon sebagai sumber biomassa, selain bermanfaat sebagai sumber energi, juga
berguna untuk memperbaiki kualitas lahan.
5. Angin
Potensi energi angin di Indonesia telah teridentifikasi di beberapa lokasi terutama di wilayah
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Maluku. Beberapa pengembang telah mengusulkan
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di beberapa lokasi seperti: Sukabumi,
Sidrap, Bantul dan Jeneponto. Salah satu hal yang perlu dicermati dalam masuknya PLTB ke
sistem adalah stabilitas sistem menerima masuknya unit PLTB.
PLTB yang merupakan pembangkit dengan sumber energi intermittent, menghasilkan energi
listrik dalam jumlah yang fluktuatif. Dalam pengoperasiannya, dibutuhkan pembangkit
cadangan sebagai pembangkit pendukung untuk mengantisipasi ketika terjadi penurunan
kecepatan angin dibawah batasan desain turbin. Sehingga, untuk setiap daerah dengan
karakter sistem berbeda, dibutuhkan kajian yang berbeda juga untuk menilai kelayakan
proyek PLTB, terutama skala besar.

(source:Perusahaan Listrik Negara [PT PLN (Persero)]

Potensi energi angin menurut RE4I adalah sebagai berikut:


Wind energy development program in Indonesia up to 2020 are 200MW which are
currently still under procurement.
Offshore wind is providing more investment opportunities due to Indonesias
lengthy coastlines and consistent ocean breezes.
The Goverment of Indonesia is developing Feed-in Tariff (FiT) for wind energy.
C. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu bentuk model pendukung
pengambilan keputusan dengan multi kriteria. Model AHP ini mulai dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika yang bekerja pada University of Pittsburgh di
Amerika Serikat, pada awal tahun 1970-an. Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki
(Saaty, 1993). Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah
tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level
terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode
yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
a.Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada
subkriteria yang paling dalam.
8

b.

Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai


kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
c.Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process Menurut Saaty (1993) dalam
(Tantyonimpuno, 2006), meliputi:
a. Problem Decomposition (Penyusunan Heirarki Masalah)
Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari persoalan
yang utuh menjadi beberapa unsur/komponen yang kemudian dari komponen tersebut
dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak
dapat dipecah agi sehingga didapat beberapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki
merupakan langkah penting dalam model analisis hierarki.
b. Comparative Judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan)
Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang
kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierarki tertentu dalam kaitannya
dengan tingkat di atasnya dan memberikan xxx bobot numerik berdasarkan perbandingan
tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam matriks yang disebut pairwise comparison.
c. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas)
Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hirarki dan elemen
alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk
mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada setiap local priority.
Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis
dinamakan priority setting.
d. Logical Consistensy (Konsistensi Logis);
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah objek-objek yang serupa dapat
dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut
tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Konsistensidata didapat dari rasio konsistensi (CR) yang merupakan hasil bagi antara
indeks konsistensi (Ci) dan indeks random (Ri).
Ada pun aksioma yang berlaku dalam AHP adalah sebagai berikut:
a. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus bisa
membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus
memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B
lebih disukai dari A dengan skala 1/x.
b. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam
skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama
lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan
9

tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu cluster (kelompok elemenelemen) yang baru.
c. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria
tidak dipengaruhi oleh alternatif- alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara
keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model
AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan antara elemen-elemen alam satu level
dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.
d. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan
lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai
seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang
diambil dianggap tidak lengkap.

10

D. Data dan Estimasi


Estimasi Potensi Energi terbarukan di Indonesia yang digunakan diperoleh dari RE4I adalah
sebagai berikut:

Data yang digunakan mengadopsi data yang digunakan dalam penelitian Ahmad (2014) yang
berjudul: Selection of renewable energy sources for sustainable development of electricity
generation system using analytic hierarchy process: A case of Malaysia.

11

Untuk data geothermal (panas bumi, maka menggunakan judgement karena keterbatasan
data. Dalam laporan Assessment 2014, Clean Energy Solution Center menyatakan: The
available levelised cost of energy (LCOE) estimates suggest that the small
hydroelectricity LCOE ranges widely from $40 to $410/MWh in Indonesia.
IRENA (2013a) estimates the LCOE for large hydroelectricity in Indonesia as
$39/MWh, where no other estimate is available to compare to this value. The
LCOE for biomass electricity ranges from $52 to $230/MWh, where BREEs
AETA model derives Indonesias biomass LCOE as $91/MWh. BREEs AETA
model provides Indonesias geothermal LCOE as $57/MWh, where the
available sources suggest Indonesias geothermal LCOE to be from $20 to
$193/MWh. It appears from the available data that geothermal electricity is
the most economic renewable electricity in Indonesia.

12

E. Kriteria Pemilihan Sumber Energi Terbarukan untuk Pembangkit Listrik


Kriteria yang digunakan mengadopsi kriteria yang digunakan dalam makalah ini mengadopsi
penelitian Ahmad (2014) sebagai berikut:

13

F. Model AHP untuk Pemilihan Sumber Energi Terbarukan untuk Pembangkit Listrik

To identify the best renewable resource for electricity gen

Goal
Dengan mempertimbangkan keempat kriteria, dengan dua
belas sub-kriteria, maka model
AHP untuk pemilihan Sumber Energi Terbarukan untuk Pembangkit Listrik adalah sebagai
berikut:
Criteria

Technical

Subcriteria

Maturity
Effeciency
Leadtime

Economical

Social

CO
Technology Cost Public Acceptanc
Job
creation
Im
Operational Life
La
Resource potential
Feed-in Tarif ffRate

Alternati
ves

Hydropower

Solar

Wind

Dalam paper ini, dari model tersebut, penulis menambahkan panas bumi sebagai alternatif.

14

G. Hasil AHP dan Pembahasan


Dari data dan estimasi yang ada, dan hasil pembobotan dan analisis hirarki proses
menggunakan aplikasi Expert Choice, maka bobot untuk masing-masing sub-kriteria adalah
sebagai berikut:

Dari hasil tersebut, maka pembobotan untuk kriteria adalah sebagai berikut:

Dengan demikian, kriteria yang paling berpengaruh adalah economical, hal ini dikarenakan
pemilihan energi terbarukan amat ditentukan dari resource potential yang dimiliki suatu
negara dan tarif yang akan dikenakan kepada konsumen. Kriteria selanjutnya yang paling
penting adalah technical, efesiensi dan kematangan teknologi pembangkit listrik menjadi
faktor yang menentukan. Kriteria ketiga yang menentukan adalah evironmental, karena emisi
CO2 menjadi perhatian seluru dunia terutama terkait perubahan iklim (climate change).

15

Untuk peringkat energi terbarukan di Indonesia, menurut hasil AHP adalah sebagai berikut:

Tenaga air (hydro power) menjadi pilihan terbaik bagi Indonesia untuk mengembangkan
pembangkit listrik untuk keberlangsungan kelistrikan nasional. Hal ini dikarenakan potensi
sumberdaya yang melimpah, mengingat sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari
perairan. Pilihan terbaik kedua adalah Biomass, dengan potensi pertanian dan peternakan
yang besar yang dimiliki Indonesia, serta kekayaan alam hayatinya, maka pengembangan
pembangkit listrik tenaga biomass ini layak untuk dikembangkan. Yang ketiga, panas bumi,
dengan wilayah Indonesia yang berada dalam wilayah cincin api, panas bumi menjadi energi
terbarukan yang potensial di Indonesia.
Sensitivity Graph dari model AHP yang diolah menggunakan Expert Choice adalah sebagai
berikut:

Dari sensitivity graph dapat terlihat, bahwa hydropower unggul dalam seluruh aspek kriteria,
kecuali aspek sosial. Aspek sosial biomass sangat tinggi karena akan meningkatkan
perekonomian, terutama sektor pertanian dan peternakan, juga mengurangi sampah dan
limbah dari sektor tersebut karena akan termanfaatkan melalui pembangkit listrik biomass ini.
16

H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analytical hierarcy process yang dilakukan untuk memilih sumber daya
energi terbarukan terbaik untuk pengembangan listrik nasional, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi baru dan
terbarukan seperti tenaga matahari (surya), angin, biomassa, energi air (hidro) dan
panas bumi (geothermal), termasuk yang berbahan dasar limbah (pembangkit
listrik berbasis limbah/ sampah). Namun saat ini, penggunaan energi terbarukan di
indonesia masih sekitar 6,8 persen dari keseluruhan listrik nasional. Indonesia
masih bergantung pada pemanfaatan energi fossil, seperti minyak dan batu bara,
yakni sebesar 93,2%.
2. Potensi energi terbarukan dapat dinilai dari berbagai aspek, diantaranya ekonomi,
teknis, lingkungan dan sosial.
3. Aspek ekonomi menjadi faktor paling menentukan dalam pemilihan sumber daya
energi terbarukan, diikuti dengan aspek teknis, aspek lingkungan, dan aspek
sosial;
4. Untuk Indonesia, hasil AHP menunjukkan bahwa tenaga air (hydro power)
merupakan pilihan terbaik untuk menjadi prioritas pengembangan listrik nasional,
diikuti dengan biomass, panas bumi, tenaga surya dan tenaga angin.
5. Masing-masing energi terbarukan memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu,
hasil dari model AHP ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah Indonesia
dalam mengembangkan listrik nasional dan menjaga keberlangsungannya.
6. Model AHP ini masih dapat dikembangkan dengan perolehan data yang lebih
lengkap dan andal, serta konfirmasi terhadap para ahli di berbagai bidang,
terutama yang berkaitan dengan sumberdaya energi, teknik, ekonomi, dan sosial.

17

I. Referensi
Ahmad, S., & Tahar, R. M. (2014). Selection of renewable energy sources for sustainable
development of electricity generation system using analytic hierarchy process: A case
of Malaysia. Renewable energy, 63, 458-466. Elsevier.
Bisnis.com. 13 Juni 2016. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Masih Besar.
http://industri.bisnis.com/read/20160613/44/557309/potensi-energi-terbarukanindonesia-masih-besar (diakses 17 Januari 2017).
Calder, W. (2014). Asia-Pacific Renewable Energy Assessment. Energy.
Lins, C., Williamson, L. E., Leitner, S., & Teske, S. (2014). The first decade: 20042014: 10
years of renewable energy progress. Renewable Energy Policy Network for the 21st
Century. http:// www. ren21. net/ Portals/ 0/ documents/ activities/ Topical, 20.
PLN, PT. (2015). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), 2015-2024.
Renewable Energy for Indonesia (RE4I). http://there4i.org/ (diakses 18 Januari 2017).

18

Anda mungkin juga menyukai