DI BIDANG PENDIDIKAN
Oleh : Prof. Supardi
A. PENDAHULUAN
Setiap guru yang telah senior merasakan bahwa kenaikan pangkat dari IIIa
ke Pembina/IVa sangat mudah, cepat dan lancar tanpa dituntut persyaratan
yang dapat memberatkan guru, akibatnya sangat banyak guru yang
menduduki pangkat/jabatan tersebut. Sedangkan untuk menduduki Pembina
Tk.I/gol. IVb harus memunyai nilai kredit pengembangan profesi. Mengapa
banyak guru Pembina/gol. IVa usulan kenaikan pangkatnya banyak yang
belum berhasil? Karena karya ilmiah (KTI) yang diusulkan belum memenuhi
syarat, antara lain: (a)banyak KTI yang tidak asli, jiplakan, bukan buatan
sendiri, (b) KTInya berisi uraian yang terlalu umum, tidak berkaitan dengan
permasalahan atau kegiatan nyata yang dilakukan guru dalam
mengembangakan profesinya, (c) sistematika tulisannya tidak mengikuti
sistematika karya ilmiah.
Apakah untuk naik ke Pembina Tk I/IVb melalui pengembangan profesi
sangat berat? Sebenarnya tidak asalkan mau berusaha, belajar, dan menulis
sesuai dengan profesinya sebagai guru. Apakah KTI merupakan satu-satunya
kegiatan pengembangan profesi? Tidak, KTI bukan merupakan satu-satunya
kegiatan pengembangan profesi guru. Namun, karena berbagai alasan yang
antara lain belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian
dari kegiatan selain KTI, maka kegiatan pengembangan profesi sebagian
terbesar dilakukan melalui KTI. Apa saja jenis KTI itu? KTI itu ada 7 jenis,
yaitu penelitian, kajian ilmiah hasil gagasan sendiri, ilmiah populer, makalah
seminar, Buku pelajaran/modul, diktat pelajaran, dan Hasil terjemahan. Dari
ketujuh jenis KTI itu, hasil penelitian yang mempunyai nilai kredit tertinggi,
maka guru cenderung memilih jenis ini untuk kenaikan pangkatnya walaupun
banyak yang belum menguasai cara/metode penelitiannya.
Sebagai contoh; ada seorang guru menghadapi masalah proses
pembelajaran di klas: siswa sulit memahami pokok bahasan pada pelajaran
tertentu, sebagian besar siswa prestasi belajarnya rendah, tidak berani
mengeluarkan pendapat, dan motivasi/minat belajar kurang. Timbul
pertanyaan pernahkah guru mencari upaya untuk mengatasinya? Apa yang
harus dilakukan guru? Apa tidak perlu dicari akar masalahnya? Apa guru
tetap mengajar seperti biasanya dan masalah itu diabaikan? Tentunya tidak,
dan ternyata umumnya guru sudah berupaya untuk mengatasinya dengan
berbagai cara/metode/pendekatan melalui perubahan cara mengajar seperti
metode/pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning), Quantum learing,
cooperative learning, tutor sebaya, local material learning, dan lain-lain.
Hasilnya menunjuk kan ada perubahan ke arah perbaikan Hal ini memberi
gambaran bahwa guru tersebut sudah melakukan kegiatan pengembangan
profesi, namun belum ditulis secara sistematis sehingga tidak punya bukti
untuk diusulkan kenaikan pangkat melalui pengembangan profesi. Ada pula
guru yang sepulang mengikuti Diklat, langsung mencoba metode mengajar
yang baru saja diperolehnya, dan hasilnya memberikan kepuasan baik prestasi
belajar, suasana belajar maupun keberanian bertanya, dan menambah percaya
diri guru. Guru tersebut sudah melakukan kegiatan ilmiah, sudah
melaksanakan pengembangan profesiya, namun lagi-lagi tidak ada bukti
tertulis yang terdokumensi yang harus disampaikan waktu akan mengusulkan
kenaikan pangkat.
Pada waktu melihat prestasi siswanya rendah guru sudah berpikir
bagaimana cara mengatasinya. Untuk itu, berdasarkan hasil diklat yang
diikutinya, mereka ingin mencoba menerapkan melalui penelitian. Apakah
hasil belajar siswa yang diajar dengan metode belajar yang selama ini
dilakukan lebih jelek dibandingkan dengan metode baru yang diperoleh
waktu diklat. Untuk mencoba guru tersebut tidak memahami jenis penelitian
apa yang tepat digunakan untuk mengatasi masalah itu? Guru belum semua
menguasai berbagai jenis penelitian. Jenis penelitian yang sering digunakan
guru dalam mengatasi masalah pembelajaran adalah penelitian tindakan kelas,
penelitian deskriptif, penelitian korelasional, dan penelitian eksperimen. Jenis
pendekatan penelitian yang paling tepat untuk merealisasi kegiatan guru
dalam membandingkan dua metode pembelajaran terhadap hasil belajar
adalah melalui penelitian eksperimen.
Apakah penelitian eksperimen itu? Apa tujuannya? Bagaimana cara
melakukan yang benar? Bagaimana menulis laporan hasil penelitiannya agar
memenuhi syarat dan dapat nilai kreditnya?. Marilah kita belajar bersama
untuk memahami dan kemudian melaksanakan secara hati-hati dan terarah.
Penelitian eksperimen (Experimental Research) kegiatan penelitian yang
bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/tindakan/treatment
pendidikan terhadap tingkah laku siswa ata menguji hipotesis tentang ada-
tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain.
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah
untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu
kelompok tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan
perlakuan yang berbeda. Misalnya, suatu eksperimen dimaksudkan untuk
menilai/membuktikan pengaruh perlakuan pendidikan (pembelajaran dengan
metode pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika pada siswa
SMU atau untuk menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh perlakuan
tersebut bila dibandingkan dengan metode pemahaman konsep. Tindakan di
dalam eksperimen disebut treatment, dan diartikan sebagai semua tindakan,
semua variasi atau pemberian kondisi yang akan dinilai/diketahui
pengaruhnya. Sedangkan yang dimaksud dengan menilai tidak terbatas pada
mengukur atau melakukan deskripsi atas pengaruh treatment yang dicobakan
tetapi juga ingin menguji sampai seberapa besar tingkat signifikansinya
(kebermaknaan atau berarti tidaknya) pengaruh tersebut bila dibandingkan
dengan kelompok yang sama tetapi diberi perlakuan yang berbeda.
B. MEMPERSIAPKAN EKSPERIMEN
Marilah kita mempersiapkan penelitian eksperimen secara baik. Sebelum
peneliti melaksanakan treatment/perlakuan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Sebagai ilustrasi seorang guru akan mengadakan percobaan
tentang keampuhan dua metode mengajar dalam bidang Matematika, Mana di
antara dua macam metode yang dapat memberikan prestasi belajar lebih baik
(metode pemahaman konsep atau metode pemecahan soal). Karena,
ditemukan selama guru menggunakan metode pemahaman konsep prestasi
belajar siswanya belum menggembirakan.
1. Langkah awal dijumpai ada problem terhadap prestasi belajar matematika
yang selama ini diajarkan melalui metode pemahaman konsep. Seorang
guru matematika waktu mengikuti diklat mendapat metode baru yaitu
metode pemecahan soal“ muncul pertanyaan: manakah di antara dua
metode pembelajaran Matematika yang dapat menumbuhkan prestasi
belajar lebih baik?
2. Tujuannya: Untuk mengetahui apakah metode pemecahan soal lebih baik
dalam mengembangkan kecakapan matematika dibandingkan dengan
pemahaman konsep (Untuk mengetahui pengaruh metode pemecahan soal
terhadap prestasi belajar matematika). Guru juga dapat mengetahui sikap
siswa terhadap metode pembelajaran tersebut.
3. Langkah berikutnya, mencari dasar teori yang berkaitan dengan variabel
penelitian (metode pembelajaran pemecahan soal dan pemahaman konsep,
serta prestasi belajar). Diupayakan adanya kerangka pemikiran yang
mengarah pada simpulan bahwa metode pemecahan soal lebih baik dalam
menanamkan pemahaman matematika dibandingkan dengan metode
pemahaman konsep.
4. Selanjutnya, perlu dikemukakan hipotesisnya: “Metode pemecahan soal
lebih baik dibandingkan metode pemahaman konsep dalam meningkatkan
prestasi belajar matematika”. Hipotesis ini diperlukan untuk pedoman
peneliti dalam merancang lebih lanjut.
5. Langkah awal bagian metode penelitian adalah melakukan pengukuran
kepada dua kelompok yang siswanya mempunyai kesamaan kemampuan
/IQ dalam matematika. Dari dua kelompok yang sudah mempunyai
kesamaan itu dipilih secara random untuk menentukan mana kelompok
kontrol dan mana yang akan ditugaskan sebagai kelompok eksperimen.
6. Menentukan siapa guru yang akan ditugasi untuk mengajar pada masing-
masing kelopok tersebut. Bilamana telah mendapatkan guru yang
memiliki kualitas yang sama, dipilih secara random untuk ditugaskan ke
kelompok eksperimen/kontrol. Kalau gurunya sama/satu orang, wajib
menjaga obyektivitas dalam menerapkan kedua metode tersebut.
7. Persiapkan materi ajar dan rincian tindakan yang akan dilakukan pada
metode yang telah ditetapkan untuk kedua kelompok tersebut.
Sesudah memahami langkah-langkah tersebut, kita perlu melihat kembali hal
hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum eksperimen dilakukan. Kalau
semua komponen tersebut sudah dipersiapkan dengan baik dan lengkap
barulah mencoba menyusun rancangan/desain eksperimennya.
1) Kesesaatan Tipe S
Ciri khusus dari kesesatan adalah adanya fluktuasi subjeks sampling pada
suatu penugasan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok
pembanding/kontrol pada suatu eksperimen. Kejadian ini kemungkinan
muncul karena dalam salah satu atau kedua kelompok itu terhimpun beberapa
orang dalam segi perimbangan menguntungkan salah satu dari kelompok.
Misalnya, dalam suatu eksperimen yang ingin diketahui pengaruh metode
terhadap hasil belajar matematika pada suatu kelas di sekolah dasar, mungkin
sekali secara kebetulan pada kelas pembanding terhimpun siswa yang
memiliki IQ yang tinggi dan rajin belajar.Setelah proses eksperimen berakhir,
diadakan tes kepada kedua kedua kelompok secara bersamaan. Setelah
diadakan analisis statistik dengan menggunakan uji t diperoleh kesimpulan
bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara metode A dan metode B terhadap
hasil belajar matematika pada siswa kelas tertentu pada SD tersebut. Mengapa
demikian? Hal ini dapat disebabkan hasil belajar dari kedua kelompok
eksperimen (kontrol dan eksperimen) bukan disebabkan oleh pengaruh
metode, tetapi karena adanya perbedaan subyek (S) yang ditugasi pada kedua
kelompok tersebut. Maka dalam pelaksanaan eksperimen, distribusi subyek
yang akan ditugasi pada kelompok-kelompok eksperimen harus
diseimbangkan, hal ini agar mendapatkan perhatian bagi para peneliti
eksperimen pembelajaran.
2) Kesesatan Tipe G
Pada suatu eksperimen dapat terjadi adanya variabel-variabel luar yang
mempengaruhi satu atau beberapa kelompok siswa dalam suatu kegiatan
eksperimen, tetapi tidak menyangkut seluruh kelompok yang digunakan.
Dalam suatu eksperimen bidang pembelajaran seorang guru yang ditugasi
untuk mengajar dengan metode CTL (eksperimen), sedemikian baiknya
sehingga memberikan pengaruh yang sangat sistematis terhadap prestasi
belajar siswa, dan sebaliknya di kelas lain, diajar oleh guru yang kurang
mempunyai motivasi mengajar, kurang menguasai bahan ajar, dan bahkan
kurang disiplin. Demikian pula kalau dalam suatu kelompok eksperimen
terdapat siswa yang nakal, dan sering mengganggu teman waktu pelajaran
sedang berlangsung, akan mempengaruhi hasil eksperimen pada kelas
tersebut. Kalau hal ini terjadi maka kesesatan tipe G telah memengaruhi
eksperimen, dan hasil eksperimen tersebut akan tercemari.
3) Kesesatan Tipe R
Ada pola eksperimen yang dilakukan terhadap beberapa eksperimen yang
dilakukan secara serentak dengan menggunakan sample dari bermacam-
macam sub-populasi. Pada eksperimen tersebut disebut Replikasi.
Berdasarkan pada istilah inilah kesesatan tipe R ini muncul.
Pada eksperimen-eksperimen yang menggunakan metode mengajar yang
dilakukan beberapa kali umumnya dikerjakan seorang guru. Akan tetapi, guru
lain juga dapat mereplika (mengulangi dalam keadaan yang sama) setelah
memahami apa yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kesesatan tipe R ini
terjadi bilamana variabel luar memberikan pengaruh secara sistematis
terhadap satu replikasi, tetapi tidak memberikan pengaruh pada replikasi yang
lain. Metode mengajar yang pernah diberikan sebelumnya mungkin
memberikan landasan yang sangat menguntungkan bagi metode yang sedang
dicobakan, dan tidak demikian halnya yang ada pada kondisi sebaliknya.
Metode yang akan dicobakan ternyata sudah biasa diberikan, sehingga
siswa pada sekolah itu akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada sekiranya mereka diajarkan dengan metode lain. Kalau eksperimen
ini dilaksanakan pada suatu sekolah, maka perbedaan pengaruh variabel yang
diobservasi dapat dianggap bebas dari kesesatan R itu. Tetapi kalau ditinjau
dari segi banyaknya replikasi pada suatu eksperimen yang diadakan di
beberapa sekolah, mungkin terjadi kesesatan tipe ini dan berpengaruh terhadap
rerata dari variabel yang dieksperimenkan.
E. PELAKSANAAN EKSPERIMEN
Sesudah mempersiapkan desain/rancangan eksperimen serta berusaha
mengantisipasi berbagai kesesatan yang mungkin dapat mengganggu
pelaksanaan dan hasil eksperimen, maka apa yang harus dilakukan agar
eksperimen terssebut dapat berjalan dengan baik? Namun, sebelum ke
pelaksanaannya perlu dikaji ulang, apakah materi yang akan diajarkan sudah
disiapkan dengan baik? Apakah kedua kelompok eksperimen sudah
dipersiapkan sesuai prosedur penelitian eksperimen? Dan, guru yang akan
melaksanakan sudah dipersiapkan secara memadai dan memiliki kualitas yang
seimbang? Kalau semuanya sudah dikaji barulah kita memperhatikan langkah
berikut ini:
1. Selama 4 bulan (kalau ini rencana eksperimennya) kelompok A sebagai
kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok
kontrol. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda.
Kelompok A dengan metode pemecahan soal, sedangkan kelompok B
dengan metode pemahaman konsep (umpama ini yang direncanakan).
2. Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar
kesesatan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik siswa
maupun guru pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.
3. Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang terjadi
berdasarkan pedoman observasi yang telah dipersiapkan, misalnya aspek
perhatian siswa, keberanian siswa berpendapat, kondisi kelas, kedisiplinan
siswa dan lain-lain.
4. Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah 4 bulan), diadakan tes akhir
eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang
diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama.
5. Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan diskripsikan
sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua
kelompok tersebut dianalisis dengan statistik uji t. Kalau kesimpulan
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana
Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada
kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode
pemecahan soal lebih efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
matematika yang berarti hipotesis kerjanya diterima.
Bagaimana kalau hasil eksperimen ternyata menolak hipotesis kerja? Apakah
penelitian itu kemudian tidak berarti dan tidak dapat diajukan untuk
mendapatkan kredit pengembangan profesi? Kalau diajukan apakah tidak
dapat dinilai sehingga hasil penelitian itu tidak bermanfaat? Kita tidak bisa
langsung menjawab ya atau tidak. Perlu dikaji secara hati-hati dengan
menggunakan dasar berpikir ilmiah/logika. Coba marilah kita diperhatikan
beberapa asumsi berikut untuk direnungkan:
1. Dasar penyusunan hipotesis apakah sudah menggunakan dasar teori serta
temuan ilmiah yang relevan? Jawabannya sudah, kalau sudah kita ke alur
berikutnya.
2. Bilamana riset itu merupakan penelitian eksperimen, apakah persiapan
eksperimen sudah dilakukan secara ilmiah menurut dasar-dasar penelitian
eksperimen? Jawabannya sudah; baik yang menyangkut penetapan kedua
kelompok kontrol dan eksperimen), maupun penetapan pelaksana
eksperimen. Kalau sudah, marilah ke pertanyaan berikutnya.
3. Kalau demikian, apakah kondisi-kondisi pada kedua kelompok
eksperimen tersebut sudah diperhatikan dengan baik dan seimbang?
Jawabannya sudah, waktu masuk sekolah, lingkungan kelas, peralatan/
alat peraga serta bahan ajar yang akan diberikan dan komponen lain yang
terkait. Kalau demikian perlu kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
4. Penyebabnya ada kemungkinan peneliti kurang memperhatikan adanya
kesesatan tidak konstan yang ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya
adanya siswa yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen,
atau adanya tindakan guru pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang
serius dalam bertugas, atau di suatu kelas terhimpun siswa yang memiliki
dasar kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan.
Misalnya pelajaran matematika, di suatu kelas terhimpun siswa yang
IQnya bagus-bagus dan tidak demikian pada kelas yang lain. Kalau hal ini
jawabannya tidak dan masalah itu sudah diperhatikan serta sudah
dilaksanakan guru pelaku eksperimen/peneliti, maka peneliti perlu
mengajukan pertanyaan berikutnya.
5. Kemungkinan peneliti waktu menyusun alat evaluasi belajar hasil
eksperimen tidak memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya.
Artinya ketepatan dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau
tingkat keterandalannya belum diperhatikan, belum mencakup seluruh
materi pelajaran. Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak
dilakukan bersamaan, sehingga siswa pada salah satu kelas mendapatkan
bocoran dari kelas lain. Kalau jawabannya juga tidak, maka lanjutkan ke
pertanyaan yang ke-6.
6. Jika demikian ada kemungkinan cara analisis datanya tidak tepat, tidak
mengikuti teknik analisis statistik eksperimen sesuai dengan pola yang
digunakan. Mulai koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai
penggunaan pada analisis dengan teknik statistiknya harus benar,
kesalahan tanda koma saja dapat mengakibatkan dari ada perbedaan
menjadi tidak ada atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah
dilakasanakan dengan statistik dan prosedur analisis yang tepat dan
hati-hati oleh peneliti. maka tinggal kemungkinan/ alternative atau asumsi
terakhir.
7. Kalau keenam hal di atas sudah dilaksanakan dengan baik, hati-hati dan
juga tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu
adanya kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk
mengatasi/ menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi
kesesatan ini Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian
besar siswa pada sore hari mengikuti les tambahan, banyak dibimbing
saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin belajar telah
tertanam pada sebagian siswa, alat/media belajar lengkap atau sebaliknya
pada kelompok lain banyak anak yang malas belajar dan faktor lain yang
dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.
Untuk itu, bilamana hasil penelitiannya menolak hipotesis dan peneliti
mampu memberi alasan/bahasan yang logis dan argumentasi yang jelas, dan
kuat maka hasil penelitian tersebut tetap dapat diajukan dan bahkan mungkin
mempunyai nilai/kredit atau dapat diusulkan/diajukan untuk kenaikan jabatan/
pangkat pengembangan profesi. Justru kalau hasil penelitian menolak,
hipotesisnya dibangun dengan mempunyai dasar kuat dan data lapangan yang
dihasilkan secara faktual memang mendukung adanya, maka akan dapat
menumbuhkan pemikiran baru, konsep baru yang dapat mengarah ke
pembentukan teori baru kalau penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil
penelitian tersebut dilakukan. Akibatnya, diperolehnya konsep baru, preposisi
baru akan dapat mengembangkan teori baru dan meninggalkan teori lama.
Memang jarang dijumpai adanya peneliti yang demikian atau peneliti tidak
berani menyampaikan hasil penelitiannya bilamana hasil analisis tidak
menerima hipotesis kerjanya, karena peneliti belum mampu memberikan
alasan yang mendasar atas ditolaknya hipotesis tersebut.
Sesudah memahami bagaimana mempersiapkan/menyusun rancangan
eksperimen, melaksanakan serta faktor apa yang harus dikendalikan agar tidak
mengganggu hasil eksperimen, perlu mempelajari beberapa jenis eksperimen
mana yang paling sesuai bagi guru yang akan mencoba metode pembelajaran
dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa. Dipersilahkan membaca bagian
selanjutnya.
F. DESAIN EKSPERIMEN
Apakah desain eksperimen itu? Desain eksperimen adalah suatu rancangan
percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga
informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang
akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain
sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil
jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan
dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan
yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas.
Untuk meneliti pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar
matematika, misalnya, maka perlu dipersiapkan rancangan/proposal
penelitian. Untuk itu, perlu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Persoalan apa yang menjadi pusat perhatian peneliti sehingga harus
melakukan penelitian dengan penelitian eksperimen?
b. Bagaimana mempersiapkan kelompok eksperimen dan kontrol?
c. Karakteristik metode pembelajaran yang akan dibandingkan?
d. Variabel tergantung (dependent) apa yang menjadi pusat perhatian peneliti
dan apa instrumen pengukurnya?
e. Apa teori dasar yang harus dipersiapkan?
f. Berapa lama eksperimen akan dilakukan?
g. Metode analisis apa yang tepat digunakan?
h. Bagaimana mengurangi kesesatan pada kedua kelompok?
Pertanyaan di atas memberi gambaran bahwa suatu desain untuk mengerjakan
suatu eksperimen perlu dipikirkan selengkap dan serinci mungkin.agar dapat
dipakai pegangan dalam pelaksanaannya.
Dalam penelitian eksperimen kita tidak terkonsentrasi pada satu jenis
desain/ pola eksperimen saja, ada tiga desain yang disajikan, guru dapat
memilih alternatif mana yang paling tepat untuk mencoba suatu tindakan
tertentu bilamana kondisi siawa/kelas/sekolah mengalami masalah. Setiap
pola/desain eksperimen mempunyai kelemahan dan kebaikannya, namun
peneliti harus mampu memilih desain eksperimen yang dapat dilaksanakan
dan paling minim mengandung resiko kelemahan.
Sebenarnya lebih dari 8 (delapan)desain eksperimen yang dapat kita
pelajari, namun berikut ini hanya disampaikan beberapa desain eksperimen
yang sering digunakan guru dalam memperbaiki hasil belajar siswa, yaitu:
1) Treatments by Levels Designs,
2) Treatment by Groups Designs, dan
3) Matched Subjects Designs
Untuk mendapatkan gambaran yang agak jelas berikut ini diuraikan secara
singkat ketiga desain eksperimen tersebut.
1. Treatment by Levels Designs.
Desain ini memberikan dasar-dasar pengamatan stratifikasi yang lebih
baik. Kita sadari bahwa pada setiap kelompok/kelas selalu dijumpai adanya
siswa yang masuk kelompok tinggi dan rendah, ada anak-anak yang pandai
dan kurang pandai, maka melalui desain ini stratifikasi itu perlu mendapat
perhatian dalam menentukan kelompok kontrol dan eksperimen. Kondisi
semacam ini dalam pelaksanaan suatu eksperimen perlu diperhatikan agar
tidak banyak mengganggu hasil akhir eksperimen.
Untuk itu, dalam persiapan eksperimen, peneliti harus menentukan dua
kelompok yang di dalamnya terdistribusi siswa yang berkemampuan yang
seimbang. Walupun demikian bukan berarti bahwa desain ini sudah terbebas
dari kesesatan, masih juga dapat terjadi bilamana tidak memperhatikan
pelaksana/guru pelaku tindakan baik di kelompok eksperimen atau di
kelompok kontrol. Pengulangan juga terjadi kalau tidak diperhatikan
kemungkinan pengulangan metode pada kedua kelompok itu. Disamping itu,
juga perlu diperhatikan variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil
eksperimen, maka persiapan perlu dilakukan sebaik-baiknya.
2. Matched Group Designs
Desain eksperimen ini merupakan desain yang paling banyak digunakan
para guru dalam menguji keampuhan suatu metode pembelajaran
dibandingkan metode lain. Data untuk persiapan dengan desain eksperimen ini
dapat diperoleh dari dokumen atau memberikan pretest kepada siswa yang
akan dijadikan subyek penelitian. Persoalan pokok yang perlu dipikirkan lebih
awal pada grup matching adalah faktor-faktor yang harus diseimbangkan agar
grup-grup yang mengikuti eksperimen dapat berjalan pada kondisi
eksperimental tanpa dipengaruhi faktor ekstrane. Prinsipnya semua faktor
yang dipandang dapat memengaruhi/mengotori pengaruh tindakan/treatment
harus di-matched/jodohkan sebelum tindakan atau eksperimen dilakukan.
Misalnya prestasi belajar, dan inteligensi dipandang akan berpengaruh pada
hasil eksperimen, maka kedua faktor itu harus di-matched.
Cara melakukan matching dapat melakukan dengan menguji perbedaan
grup-grup yang dicoba akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dengan analisis t-test. Bilamana ada perbedaan antara kedua kelompok
itu eksperimen tidak dapat diteruskan, berarti kedua kelompok itu harus
menujukkan adanya kesamaan.
3. Matched Subjects Designs
Desain ini berlandaskan pada adanya matched subjects pada dua
kelompok yang dipersiapkan untuk eksperimen. Pada matched groups, yang
dipakai dasar adalah menjodohkan kedua kelompok itu dengan perhitungan
seluruh subyek yang ada pada tiap kelompok, sedang matched subjects yang
dijodohkan tiap-tiap subyek pada kelompok yang satu dengan subyek pada
kelompok yang lain. Pada matched subjects dapat dijodohkan dengan system:
a) nominal pairing, b) ordinal piring, atau c) combined pairing. Nominal
pairing yang dipasang-pasangkan umpama jenis kelamin, jenis pekerjaan
orang tua, sedang orninal pairing yang dipasang-pasangkan adalah intelegensi,
prestasi belajar, atau tingkat pendidikan, Pada pelaksanaannya sangat
tergantung pada pelaku eksperimen, sistem apa yang akan dipakai.
Desain ini mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan desain lainnya dalam mendeteksi perbedaan pengaruh
tindakan/treatment, apalagi kalau mampu memperhatikan faktor-faktor lain
yang dapat mencemari hasil eksperimen.
G. LAPORAN PENELITIAN
Kegiatan paling akhir dan sering tertunda-tunda serta menjemukan adalah
menyusun laporan hasil penelitian. Agar tidak tertunda dan tetap segar untuk
menyusun laporan dapat dimulai sejak peneliti melaksanakan kegiatan
eksperimennya. Apa yang harus ditulis awal, penelitiannya saja baru mulai?
Kalau kita memperhatikan materi yang akan ditulis pada laporan hasil
penelitian itu, harus ingat pada rancangan/proposal penelitian yang sudah
disusun awal. Rancangan penelitian yang sudah lengkap dan terstruktur secara
sistematis, akan memberikan bahan dasar laporan yang sangat berharga dan
mengurangi beban waktu penyusunan laporan. Tiga bab dari lima bab pada
laporan sudah ada di rancangan/proposal penelitian, walaupun masih perlu
dipertajam, disempurnakan dan dilengkapi sesuai dengan apa yang akan
dilaksaknakan peneliti. Maka sambil melaksanakan eksperimen guru/peneliti
dapat mengawali menyusun laporan pada bab pendahuluan, kajian teori dan
pustaka, serta bab metode penelitiannya.
Bab atau bagian baru dan lebih membutuhkan pemikiran dan belum ada di
proposal adalah bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan.
Bab ini baru dapat ditulis kalau kegiatan pengumpulan data, kegiatan
eksperimennya sudah selesai. Semua data dari proses sampai hasil akhir
eksperimen harus disajikan pada bagian ini. Cara menyajikan dapat dalam
bentuk tabel, grafik, skema atau bagan, dan bertujuan untuk mempermudah
pembaca memahmi makna yang disampaikan peneliti. Hasil analisis data
didasarkan pada hasil yang diperoleh dari tes materi pelajaran serta angket
pada ahkir pelajaran/eksperimen.
Untuk menyusun laporan penelitian, guru diharapkan memahami
sistematika penulisan yang sudah ditetapkan, seperti yang terlampir pada
bagian akhir dari hand-out ini. Pada prinsipnya sistematika pembhasan
mengandung tiga bagian pokok yaitu, bagian awal, bagian inti dan bagian
pendukung. Agar karya ilmiah jenis penelitian ini memenuhi syarat untuk
dinilai angka kreditnya, diwajibkan ada pengesahan dari kepala sekolah dan
perpustakaan sekolah dari guru pengusul.
H. PENUTUP
Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dapat dilaksanakan
oleh guru disamping penelitian tindakan kelas. Kalau dilakukan dengan hati-
hati dan cermat besar kemungkinan akan mendapatkan kepuasan tersendiri,
baik dalam bidang akademik maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh. Guru
sering sekali memperoleh ilmu baru, mendapat metode baru yang dapat
dicobakan untuk mendapatkan gambaran secara jelas perbedaan yang
diakibatkan, terlebih kalau mampu mengendalikan variabel pengganggu
pelaksanaan eksperimen. Untuk itu mempelajari berbagai jenis penelitian
sangat penting dalam mengantarkan guru dalam meningkatkan/
mengembangkan profesinya secara nyata dalam menghayati berbagai
masalah yang dihadapi kesehariannya di kelas. Dengan penguasaan penelitian
eksperimen akan dapat melengkapi tugas guru dalam upaya mengantarkan
para siswanya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik. Selamat mencoba
untuk melakukan penelitian eksperimen yang sesuai dengan disiplin ilmu
yang sedang ditekuni dan kembangkan.
Jakarta, awal 2007
DAFTAR PUSTAKA
Montgomery, D C., 1976., Design and Analysis of Experiment, John Wiley &
Sons, New York