Masalah kedua, terkait dengan jumlah pemilih, terdapat perbedaan antara KPU Kota dengan Panwas. Perbedaan
tersebut terkait dengan masalah jumlah pemilih di daerah perbatasan. Masalahnya mereka berdomisili di daerah
Kabupaten Limapuluh Kota tapi mereka memiliki KTP Kotamadya Payakumbuh. Masalah itu timbul karena
peraturan perundangan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah tidak mengatur masalah penduduk
perbatasan. Karena yang menjadi patokan adalah KTP, maka ketika ada pemilihan di Kabupaten Limapuluh Kota
mereka terdaftar sebagai pemilih di Kabupaten tersebut. Hal itu terjadi karena mereka mempunyai dua KTP, yakni
KTP Kota Payakumbuh dan KTP Kab. Limapuluh Kota. Wilayah perbatasan tersebut adalah wilayah antara Kota
Payakumbuh Utara dengan Kabupaten Limapuluh Kota yakni Api-Api yang statusnya tidak jelas. Pejabat Provinsi
pun tidak berani mengambil keputusan yang tegas dengan batas wilayah itu, dan masalah tersebut diserahkan ke
Kabupaten Limapuluh Kota dan Kotamadya Payakumbuh. Namun, di tingkat kabupaten dan kota tidak dibicarakan
secara tuntas. Hal itu karena wilayah administratif bisa dibagi, akan tetapi wilayah kesukuan tidak bisa dibagi.
Karena orang-orang tersebut berdomisili di Payakumbuh, mereka mengaku orang Payakumbuh, walaupun secara
administratif masuk ke Kabupaten Limapuluh Kota. Untuk mengatasi masalah ini maka telah bertemu pihak KPUD,
Panwas, Muspida Kota Payakumbuh dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Limapuluh Kota. Hasilnya adalah
bahwa penduduk di Api-Api tidak boleh menggunakan hak pilihnya untuk
Pilkada Kota Payakumbuh.
Konflik antar Anggota Partai Pendukung Calon dengan Panwas pada Masa Kampanye
Sebelum tahap kampanye dimulai banyak partai-partai pendukung pasangan calon tertentu yang melakukan
pelanggaran yakni menempel atributatribut calon seperti poster, dan spanduk. Persiapan dari calon incumbent
relatif sudah berjalan lebih dahulu, sementara pasangan calon yang lain baru memulai. Pendukung dari pasangan
incumbent menggunakan kesempatan tersebut untuk menyebar poster, alat-alat peraga. Secara umum itu
dianggap sebagai pelanggaran. Hal ini karena masuk dalam kategori kampanye yang sifatnya mengajak,
memberitahu sehingga orang tertarik untuk memilih. Melihat pelanggaran-pelanggaran tersebut Panwas mengkaji
pelanggaran-pelanggaran itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait penyelenggaraan
Pilkada. Namun menurut Ketua Panwas, hal tersebut sulit dijangkau karena menurut UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Pasal 116 dinyatakan bahwa yang masuk pada kategori kampanye seperti yang
diatur dalam Pasal 75 (2) yakni kampanye diluar dari waktu yang telah diatur KPUD. Rentang waktu antara tahap
pendaftaran pemilih hingga tahap kampanye cukup panjang yakni sebulan. Waktu sebulan ini digunakan oleh para
calon dan partai pendukungnya dengan aktivitasnya masing-masing. Selain itu, terjadi juga konflik antara tim
kampanye pasangan Josrizal- Syamsul Bahri. Konflik itu terjadi saat berlangsungnya kampanye arak-arakan
yang dilakukan oleh pendukung dan partai pengusung pasangan tersebut. Pawai tersebut melanggar Pasal 78 (J)
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang melarang melakukan kampanye arak-arakan dengan
pawai. Pihak kepolisian mengambil tindakan untuk memecah arak-arakan tersebut dan diarahkan ke 4 (empat)
arah, sehingga tidak berkonvoi panjang. Arak-arakan hanya sekitar 20 – 30 mobil, arak-arakan tidak sempat
masuk kota karena diblokir.
Namun sewaktu kasus ini diproses secara hukum, “ternyata kasus ini tidak bisa didekati dengan pasal 116 UU No.
32 Tahun 2004 yakni pasal tentang kampanye di luar jadwal”. Sehingga langkah yang diambil Panwas adalah;
“pertama; tindakan preventif dalam arti memberikan pemahaman, sosialisasi, kesadaran pada pasangan calon
untuk tidak melakukan hal-hal itu. Pasangan calon dan timnya diundang ke kantor Panwas kemudian dijelaskan
aturan main pilkada. Kedua; menggunakan pendekatan persuasif. Apabila masih ada indikasi mengarah pada
terjadinya pelanggaran, maka diberitahu, ditelpon, disurati agar tidak melakukan kembali. Apabila hal ini juga tidak
berpengaruh, maka Panwas sebatas menertibkan semua atributatribut
pasangan calon atau partai pengusungnya.” Disinyalir, pada masa kampanye ini pasangan calon Josrizal-Syamsul
Bahri juga banyak menggunakan fasilitas dan memoblisasi staf Pemerintah Kota untuk kepentingan kampanye.
Tapi kritik dari partai pendukung pasangan calon lain tidak diperhatikan. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh
salah satu fungsionaris partai Golkar dengan mangatakan; “Tapi kritik dari pendukung calon pasangan lain tidak
mendapat tanggapan yang semestinya baik dari aparat kepolisian, demikian juga dengan Panwas yang tidak
banyak berbuat atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masa kampanye”.29 Sepengakuan Ketua Panwas,
bahwa memang instruksi tertulis tidak ada tapi desas desus di masyarakat memang itu dikondisikan, terutama
pada kampanye terakhir.”
Konflik antara Pemantau Pilkada dengan KPU Kota dan Panwas Kota
Sampai pada saat pelantikan terhadap pasangan calon terpilih dilakukan tanggal 22 September 2007, namun
tahapan Pilkada Payakumbuh belum sepenuhnya sempurna dilalui. Satu hal yang belum dijalankan KPUD adalah
pengumuman hasil audit dana kampanye pasangan calon kepala daerah kepada publik. Padahal, pengumuman ini
mutlak dilakukan sesuai dengan pasal 84 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Akibatnya,
sejumlah lembaga yang pernah memantau jalannya Pilkada Payakumbuh menilai, KPUD telah mengabaikan
peraturan. Menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 83 dan 94, sumbangan dana
kampanye yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta, mesti
disampaikan pasangan calon kepada KPUD satu hari setelah dan sesudah masa kampanye berakhir.
Selain itu, KPUD mesti mengumumkan pula laporan sumbangan dana setiap pasangan calon kepala daerah
kepada masyarakat, melalui media massa. Pengumuman ini menurut Pasal 83 ayat 7 UU Nomor 32 tahun 2004
dilakukan KPUD satu hari setelah menerima laporan dari pasangan calon. Namun sampai 5 minggu setelah
pemungutan suara KPU Kota belum menmpublikasikan, seperti yang disitir oleh Ketua Panwas kota bahwa;
“namun sampai sekarang, KPUD belum juga mengumumkannya. Sehingga publik tidak tahu, apakah calon kepala
daerah sudah menyerahkan laporan dana kampanyenya? Atau KPUD yang memang belum menyampaikan
melalui media massa? Karena itu, kami harap
KPUD tidak lengah.”
Selain itu, pasca penghitungan suara, konflik yang melibatkan KPU Kota dengan Panwas Kota terkait dengan
penyampaian informasi kegiatan Pilkada kepada publik. Diatur dalam UU No. 22 tahun 2007, juga UU No. 32
Tahun 2004, dan PP No. 6 Tahun 2005 bahwa KPUD harus menyampaikan informasi kegiatannya kepada publik,
tapi yang menjadi permasalahan adalah; bagaimana mekanisme yang ditempuh untuk menyampaikan kegiatannya
kepada publik? bagaimana format penyampaian informasinya? Mempublikasinya dimana? menyangkut materinya,
materi apa yang dilaporkan ke publik? Yang dimaksud dengan publik tersebut publik yang mana? Terabaikannya
penyampaian informasi kegiatan ke publik ini oleh KPU Kota membuat Panwas tidak bisa menindaklanjuti, karena
tidak jelas standar/ukuran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.