Anda di halaman 1dari 2

ASAL USUL SUNAN AMPEL

Sunan ampel nama aslinya adalah sayyid ali rahmatullah, panggilan akrapnya
raden rahmat. Ayahnya bernama syeh ibrahim As-samarqandi dan ibunya
bernama candrawulan putri raja campa. Raden rahmat mempunyai saudara
bernama sayyid ali murtolo sebagai kakak kandung, dengan panggilan akrabnya
raden santri. Sedang candrawulan (ibu sunan ampel) telah mempunyai saudara
perempuan bernama anarawati di peristrikan brawijaya raja majapahit.

Jika kita tinjau dari urutan nasab ayahnya, maka raden rahmat adalah keturunan
seorang ulamak besar dari samarwan, sebuah kota dekat bukhoro. Di mana sejak
dulu daerah samarqan dan bukhoro dikenal banyak ulamaknya dan penduduknya
hampir seratus persen beragama islam. Hal ini dapat dibuktikan adanya makam
imam bukhori, seorang ulamak ahli hadits yang terkenal di seluruh dunia.

Adapun asal mula ayah raden rahmat memperistrikan putri raja campa adalah
atas perintah ayahnya syeh jamaludin jamadil kubro (kakek raden rahmat) untuk
berdakwah ke negara negara asia, yang akhirnya beliau tiba di negari campa dan
berhasil meng-islam-kan raja campa, kemudian beliau diambil sebagai menantu
dengan putrinya candrawulan.

SUNAN AMPEL BERDARAH CINA

Penelitian: Sunan Ampel Berdarah Cina

Surabaya, NU Online

Hasil penelitian dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Drs H
Sjamsudduha dalam penelitian sejak 1971 menyimpulkan bahwa Sunan Ampel yang
merupakan "guru" para wali itu ternyata keturunan Cina. Dalam penelitian itu disebutkan,
ibu Sunan Ampel berasal dari Campa, Cina.
"Ada sejarahwan yang bilang Campa itu Jeumpa di Aceh Utara, lalu saya melakukan
penelitian ke Aceh, ternyata Jeumpa itu kerajaan pra Islam dan bukan pelabuhan yang
mempunyai hubungan dagang dengan Pasai atau Jawa, karena itu Campa itu bukan
Jeumpa, apalagi peneliti Aceh sendiri menyebut Campa itu di Indocina," katanya di
Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan hal itu dalam bedah buku "Sunan Ampel, Guru Para Wali di Jawa dan
Perintis Pembangunan Kota Surabaya" yang ditulisnya sejak 1971 dalam bentuk skripsi
dan akhirnya diterbitkan sebagai buku dalam rangka "Festival Internasional Ampel 2004"
pada 27 Juni - 27 Juli 2004 dengan 19 rangkaian kegiatan.
Menurut Sjamsudduha, ayah Sunan Ampel sendiri bernama Ibrahim yang berasal dari
Arab, sedangkan nama ibunya beragam, diantaranya Retna Sujinah, Retna Dyah Siti
Asmara, Darawati, Dewi Candrasasi atau Dewi Candrawulan, namun semua sumber
sepakat bahwa ibu Sunan Ampel adalah seorang putri bangsawan Campa.
Buku yang ditulis berdasarkan bukti tertulis seperti Babad Tanah Jawi, telaah interteks,
dan telaah teori serta tesis itu, katanya, juga menumbangkan teori Prof Dr Slamet
Mulyono bahwa Sunan Ampel itu merupakan "aktor intelektual" runtuhnya Kerajaan
Majapahit dan lunturnya ajaran agama Hindu Jawa.
"Profesor Slamet Mulyono menilai runtuhnya Majapahit itu tak lepas dari komunitas
muslim Cina di bawah pimpinan Sunan Ampel yang menyerang Majapahit dengan
memanfaatkan fanatisme agama, tapi hasil penelitian saya justru meragukan kesimpulan
itu, karena Majapahit runtuh pada 1527 dan bukan 1478, sedangkan Sunan Ampel sendiri
wafat pada 1484," katanya.
Selain itu, katanya, teks-teks yang ada justru menemukan penyebab keruntuhan Kerajaan
Majapahit adalah pemberontakan Raja Keling yang merupakan bawahan Kerajaan
Majapahit yang terletak di sekitar Kediri.
Dalam bukunya itu, Sjamsudduha juga mengupas ajaran Sunan Ampel yang berfaham
Ahlussunnah wal Jamaah dalam akidah (keimanan), bermadzhab Imam Syafi’i dalam
fiqh (hukum Islam), dan mengajarkan Thariqat Naqsyabandiyah dalam tasawuf.
Selain itu, Sunan Ampel yang bernama kecil Raden Rahmat itu berjuang dengan cara
dakwah, pendidikan kepesantrenan, pembangunan kota Surabaya, dan pendidikan kader
dakwah.
“Masjid Ampel yang sudah mengalami renovasi berkali-kali itu merupakan pusat
perkembangan bagi kampung-kampung di Surabaya, karena itu Sunan Ampel adalah
peletak dasar dan perintis dari perkembangan kota Surabaya," katanya.
Sementara itu, guru besar Universitas Negeri Malang (UNM) Prof Dr Abdul Mustopo
menilai penelitian Sjamsudduha cukup penting dan karenanya harus dilanjutkan peneliti
lain, karena masih banyak manuskrip tentang Sunan Ampel yang belum diungkap.
"Misalnya, Sunan Ampel itu pernah mondok di Malaysia," katanya.(mkf/an)

Anda mungkin juga menyukai