Makalah Demensia Revisi
Makalah Demensia Revisi
PENDAHULUAN
1
tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang
hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa
saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk
mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup
sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah seminar klinis dengan
memfokuskan pada salah satu topik klinis yaitu demensia.
BAB II
ISI
A. Definisi
Menurut Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri Jerman pada
tahun 1893. Kraepelin menyebutkannya dengan istilah “dementia praecox”.
Istilah dementia praecox berasal dari bahasa Latin “dementis” dan “precocious”,
mengacu pada situasi dimana seseorang mengalami kehilangan atau kerusakan
kemampuan-kemampuan mentalnya sejak dini. Menurut Kraepelin, “dementia
praecox” merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu
dalam tubuh. Dementia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran,
perasaan, dan tingkah laku. Menurut orang awam istilah ini disebut suatu
kepikunan yaitu istilah deskripsi umum bagi kemunduran kemampuan intelektual
hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Demensia terjadi
secara sangat perlahan selama bertahun-tahun; kelemahan kognitif dan behavioral
yang hampir tidak terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan
menunjukkan hendaya yang jelas (Small dalam Davison dkk, 2006). Hal yang
sama juga dikemukakan oleh Pudjonarko (2010) bahwa demensia sering dianggap
proses yang normal pada orang tua, karena merupakan proses penuaan karena
Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran
fungsi intelektual. Sedangkan menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa
demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkah laku.
3
Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi
otak yang melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai
objek atau wajah, dan kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak.
Keadaan ini berhubungan dengan frustasi dan kehilangan semangat. Menurut
WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and
Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th
Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada
diantaranya:
B. Sebab-Sebab
1. Penyebab secara biologis
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau
cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson,
penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan
nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.
e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja
masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi
mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal
karena demensia senile mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada
kebanyakan penderita, besar kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah
yang ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal
yang seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air
pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan
dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemifsfer serebrum pad
penderita manula (http://www.scrib.com/doc/24799498/DEMENSIA).
f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela
(4) kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi
21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang
berkurang (defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin,
somatostatin, corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.
7
orang Afrika-Amerika dan orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan
Beevers dalam Durand dan Barlow, 2006), yang menjelaskan mengapa demensia
vaskular lebih sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup
yang kurang sehat seperti dikalangan orang-orang Afrika-Amerika yang sering
mengkonsumsi alkohol dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang
meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia
varskuler ( de la Monte, et all dalam Durand dan Barlow, 2006).
9
‘’lupa” bahkan “pikun” adalah hal yang wajar karena disebabkan oleh faktor
usia. Terkait ini seseorang tidak berusaha untuk menjaga memori yang
dimilikinya atau sekedar melakukan senam otak. Kecenderungan manusia
untuk malas berfikir misal melakukan hitungan sederhana tanpa menggunakan
kalkulator inilah salah satu faktor yang turut mempengaruhi kelemahan otak
untuk berfikir.
4. Sudut pandang psikologi islami
Berdasarkan tinjauan dari Al Qur’an, manusia dibekali kelebihan
untuk berpikir dimana hal tersebut terletak pada fungsi otak itu sendiri.
Bahkan Allah menjelaskan kedudukan manusia yang tidak mau menggunakan
otaknya untuk berfikir lebih rendah dari binatang ternak. (QS. Al A’araf: 7:
179). Penjelasan dari binatang ternak disini adalah sebuah kiasan yang bisa
diinterpretasikan dengan kemampuan berfikir manusia yang tidak manusiawi
(mengutamakan nafsu biologis semata), kemampuan berfikir manusia yang
sudah tidak logis, sistematis, disorientasi, bahkan kemunduran intelektual.
Dengan demikian sudah disinggung dalam Al-Qur’an bahwa otak yang telah
diberikan Allah SWT harus digunakan secara optimal.
D. Gejala
Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:
E. Onset
Onset muda demensia menunjuk kepada mereka yang mengembangkan
demensia sebelum usia 65 (previosly disebut 'pra-pikun' demensia); onset akhir
demensia mulai menunjuk kepada mereka yang mengembangkan penyakit setelah
11
berusia lebih dari 65 ('pikun' demensia).
Perbedaan antara awal dan akhir penyakit onset klinis masih memiliki
utilitas karena etiologi dan ciri-ciri orang dengan demensia berbeda antara onset
muda dan onset akhir, dan orang-orang dengan demensia diperkirakan
membutuhkan pendekatan yang berbeda. AD (Alzheimer Dieases) menyumbang
sekitar 60% dari semua kasus; penyebab umum lainnya pada orang tua termasuk
penyakit serebrovaskular (demensia vaskular (VAD)) dan demensia dengan badan
Lewy (DLB) akuntansi selama 15-20% dari kasus masing-masing. Dalam kasus
young onset, frontotemporal dementia (FTD) juga merupakan penyebab terbesar
ke dua setelah Alzheimer diaeses.
Penyebab demensia lainnya termasuk penyakit degeneratif lainnya
(misalnya, penyakit hungtington), penyakit prion (penyakit Creutzfeldt-Jakob
(CJD)) HIV dan beberapa beracun dan gangguan metabolisme (misalnya, alkohol
yang berhubungan dengan demensia). Demensia juga berkembang antara 30-70%
dari orang-orang dengan penyakit parkinson, namun tergantung pada durasi dan
usia (the british psychology & Gaskell. 2007)
F. Prevalensi
Alzheimer’s Disease International (ADI) 2008 memperkirakan bahwa ada
sekitar 30 juta jiwa di dunia yang mengalami demensia dengan 4,6 juta yang
memiliki kasus-kasus baru disetiap tahunnya. Jumlahnya akan meningkat lebih
dari 100 juta jiwa pada tahun 2050. Perkiraan ini diperoleh berdasarkan penelitian
pada populasi terperinci terhadap prevelensi demensia di Negara-negara yang
berbeda.
Tabel 1: rata-rata kemunculan dan prevalensi demensia berdasarkan
penelitian orang eropa di Negara maju
Kelompok Kemunculan tahunan per 100 Prevalensi (%)
usia Laki-laki – Perempuan Laki-laki - Perempuan
60-64 0.2 0.2 0.4 0.4
65-69 0.2 0.3 1.6 1.0
70-74 0.6 0.5 2.9 3.1
75-79 1.4 1.8 5.6 6.0
80-84 2.8 3.4 11.0 12.6
85-89 3.9 5.4 12.8 20.2
90+ 4.0 8.2 22.10 30.8
Prevalensi yang ditunjukkan pada laki-laki dan perempuan kedua-duanya
meningkat tiap 5 tahunnya setelah usia 65 tahun. Demensia kebanyakan
merupakan penyakit orang tua, tetapi 2 % darinya dialami oleh orang-orang di
bawah usia 65 tahun. Sedangkan pada Negara berkembang jumlah orang-orang
tua akan meningkat 200% dibandingkan pada Negara maju pada tahun 2020. Pada
prevalensi baru yang dipublikasikan tahun 2008 mengungkapkan bahwa
penaksiran yang dipaparkan mengarah kepada penaksiran yang terlalu rendah
pada prevalensi dan jumlah orang-orang yang mengalami demensia pada negara
maju.
Table 2: Perkiraan consensus ADI terhadap prevalensi demensia (%) oleh
Negara-negara WHO dan kelompok usia. A= Negara dengan
tingkat mortalitas paling rendah ; E= Negara-negara dengan
tingkat mortalitas paling tinggi (2008).
15
b. Non-Farmakologis (tanpa obat): hal ini bisa dilakukan oleh semua warga
senior tanpa ada pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif
maupun kuratif.
1. Reminisensi
2. Orientasi realitas
3. Stimulasi kognitif
4. Stimulasi sensorik
Dalam jurnal yang meniliti melalui efek dari terapi musik terhadap lansia
penderita demensia (Wall, & Duffy, 2010 ). Dalam jurnal tersebut dijelaskan
melalui kebiasaan mendengarkan music walaupun secara singkat akan sangat
17
bermanfaat untuk melatih ingatan para lansia penderitanya. Tingkat
kegelisahannya pun akan menurun, termasuk perilaku agresif verbal maupun non-
verbalnya.
3. Menjaga keselamatannya
H. Prevensi
Untuk deteksi dini terhadap gangguan demensia, tentunya kita harus
memahami terlebih dahulu fungsi kognitif pada dementia syndrome yang
berbeda dari proses normal penuaan. Strategi-strategi yang mungkin bisa
mencegah terhadap demensia diantaranya:
a. Pengkonsumsian alkohol.
b. Smoking.
c. Obesitas.
d. Hipertensi.
f. Luka kepala.
h. Depresi.
a. Bertambahnya usia.
b. Gen.
c. Jenis kelamin.
19
penanganan yang baik terhadap hipertensi sistolik juga mengurangi risiko
demensia (Clarke dalam Durand dan Barlow, 2006). Karena kemungkinan
perannya dalam perkembangan demensia, penanganan dan pencegahan yang baik
terhadap stroke mestinya mengurangi demensia yang terkait dengan penyakit
serebrovaskular. Upaya-upaya keselamatan yang menyebabkan perluasan reduksi
trauma kepala dan paparan neurotoksin mungkin juga ikut membantu usaha ini.
I. Kualitas Hidup
Penderita demensia sering terbangun dari tidur malamnya dan panik
karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Selain itu juga penderita demensia melakukan sesuatu yang kadang
mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan
dirinya sendiri maupun orang lain, misalkan mereka tiba-tiba menyalakan kompor
dan meninggalkan begitu saja, merasa mampu mengemudikan kendaraan dan
tersesat atau malah mengelami kecelakaan, atau juga menggunakan pakaiain
berlapis-lapis pada suhu yang panas. Penderita demensia rentan juga terhadap
depresi dan frustasi akibat ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari.
b. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam
menghadapi penderita.
J. Ayat Al-Qur’an
Beberapa dalil Al-Qur’an yang berkaitan mengenai demensia antaranya:
Q.S An Nahl ayat 70
“Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada
yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
21
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara
kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui
lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu
dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah.”
A. Kesimpulan
Para ahli sepakat mendefinisikan demensia sebagai gangguan fungsi
kognitif berupa kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang
melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh faktor
biopsikososioreligi. Prevalensi yang mengalami gangguan ini selalu meningkat
tiap 5 tahunnya dan negara-negara maju memiliki potensi prevalensi yang lebih
tinggi mengalami demensia dibandingkan negara-negara berkembang. Hal ini
disebabkan karena negara maju memiliki harapan hidup yang lebih tinggi
dibanding negara berkembang. Onset orang yang mengalami gangguan ini
cenderung pada orang-orang di atas usia 65 tahun, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan jika seseorang bisa mengalami demensia saat berusia masih muda.
Terapi-terapi yang dilakukan bisa berupa terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah dukungan dari
keluarga, manipulasi lingkungan dan penanganan pasien (berupa latihan &
rehabilitasi). Pada kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau
23
diobati karena bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini dan
dilakukan penatalaksanaan yang tepat.
B. Saran