Pedoman Pelayanan Ibu Hamil Dan Menyusui
Pedoman Pelayanan Ibu Hamil Dan Menyusui
Pedoman Pelayanan Ibu Hamil Dan Menyusui
7
Ind
p
Buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui merupakan
pedoman untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam
penanganan ibu hamil dan menyusui.
Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui diharapkan dapat memelihara
kesinambungan komitmen lintas sektor dan masyarakat dalam upaya mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak.
Hal ini akan sangat mendukung pelaksanaan upaya strategis dari tiap sektor dan
seluruh lapisan masyarakat dalam mencegah kematian ibu.
Pelayanan Farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelayanan lain
di rumah sakit, oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengarahkan kesatuan
pandang para apoteker menuju terwujudnya peningkatan mutu pelayanan sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan guna mencapai peningkatan derajat kesehatan
masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan menyusui.
Diharapkan buku Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui ini
dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam pelaksanaan pelayanan Farmasi. Kami
sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh tim yang telah memberikan
sumbangan pikirannya, sehingga tersusunnya pedoman ini. Semua saran-koreksi
membangun demi penyempurnaan pedoman ini tetap diharapkan.
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa
kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami
berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak
ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis
sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Di sisi lain,
banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat
memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui.
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat
pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses
biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk
senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-
obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya
senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.
Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi
efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat
lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama
trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.
Penulisan resep untuk masa kehamilan
Jika memungkinkan konseling seharusnya dilakukan untuk seseorang waktu
sebelum merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang risiko-risiko yang
berhubungan dengan obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh buruk
bahan kimia seperti rokok dan alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya
diberikan selama penatalaksanaan kehamilan karena penggunaan asam folat
mengurangi cacat selubung saraf. Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan
hanya jika keuntungan yang diharapkan bagi ibu hamil /dipikirkan lebih besar
daripada risiko bagi janin. Semua obat jika mungkin sebaiknya dihindari
selama trimester pertama.
Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi jika obat bercampur dengan
ASI secara farmakologi dalam jumlah yang signifikan. Konsentransi obat pada
ASI (misalnya iodida) dapat melebihi yang ada di plasenta sehingga dosis
terapeutik pada ibu dapat menyebabkan bayi keracunan. Beberapa jenis obat
menghambat proses menyusui bayi (misalnya phenobarbital). Obat pada ASI
secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas pada bayi walaupun dalam
konsentrasi yang sangat kecil pada efek farmakologi.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang
relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui
agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya.
Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil
dan menyusui, maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.
1.2 TUJUAN
1.3 SASARAN
1.4 GLOSSARY
2.1 KEHAMILAN
2.1.1 PROSES KEHAMILAN
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang
bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot
mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat
sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal
sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga
rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi
ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan
sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di
bagian dalamnya.
V (16 – 20 minggu) • tumbuh rambut di kelopak mata, alis dan kulit kepala.
• Hampir seluruh sistem di dalam tubuh sudah mulai
menjalankan tugasnya termasuk sistem saraf
• Alat kelaminnya sudah terbentuk dan berkembang
dengan baik
• Sel darah putih sudah terbentuk, kulit janin pun sudah
menebal dan tidak tembus cahaya.
• Bobotnya sekitar 425 g dan panjangnya 30 cm
VII (24 – 28 minggu) • Kulit dan tubuh janin yang kurus akan tampak berisi
• Paru-paru dan otaknya belum berkembang sempurna
namun saraf dan jaringannya sudah berfungsi
• Pada usia 33 minggu, kuku jari tangannya tumbuh
sempurna.
• Panjang sekitar 43 cm dengan bobot 2 kg.
VIII (28 – 32 minggu) • Bakal bayi mulai memproduksi hormon kortison yang
membantu menyempurnakan pembentukan paru-paru
agar siap bernafas saat dilahirkan.
• Di akhir bulan, kepalanya umumnya sudah benar-
benar masuk ke rongga panggul dan siap untuk
dilahirkan.
• Beratnya 2,75 kg dengan panjang sekitar 45-50 cm
IX (36 minggu) • Pada bulan ini normalnya bayi berada di posisi siap
untuk lahir.
• Vernix yang melindungi kulitnya dari cairan amnion
mulai larut.
• Janin di usia 39 minggu sudah dapat menjalankan
fungsi tubuhnya sendiri.
• Bobotnya sekitar 3 kg dan panjangnya sekitar 50 cm.
2.2 MENYUSUI
2.2.1 PROSES LAKTASI
A. Persiapan Psikologi
Langkah – langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara
kejiwaan untuk menyusui adalah :
• Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses
dalam menyusui bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan
menyusui adalah proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil
menjalaninya; bila ada masalah, dokter/petugas kesehatan akan
menolong dengan senang hati
• Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu
buatan/formula
• Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai
pengalaman menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga
lain
• Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan
dalam keluarga, ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya
dan bayi sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga
• Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas
kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya
dalam membantu ibu sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk
bertanya tentang masalah yang tengah dihadapinya
¾ KANDIDA/SARIAWAN
Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan bayi
setelah pengobatan antibiotik. Manifestasinya seperti area merah
muda yang menyolok menyebar dari area puting, kulit mengkilat,
nyeri akut selama dan setelah menyusui; pada keadaan yang parah,
dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak
nyaman, khususnya selama dan segera setelah menyusui
Bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang menonjol,
merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan.
Pada kasus-kasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih
mungkin terlihat merasakan nyeri dan menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
• Obati ibu dan bayinya
• Oleskan krim atau losion topikal antijamur ke puting dan
payudara setiap kali sehabis menyusui, dan seka mulut, lidah dan
gusi bayi setiap kali sehabis menyusui
• Anjurkan ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum
menyusui untuk mengurangi nyeri
¾ CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi
CMV di dalam darahnya. Organisme tersebut dapat dijumpai dalam
saliva, urin dan ASI. Janin mungkin sudah terinfeksi sejak di dalam
uterus. Masalah kongenital yang paling serius terjadi pada bayi yang
lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama kehamilan
Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas
pasif CMV pada bayi. Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV
melalui ASI akan terlindungi dari gejala infeksi nantinya dan dari
infeksi primer selama kehamilan.
Perawatan :
Bayi cukup bulan
Anjurkan supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti
seropositif selama kehamilan. Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi
akan mengarah pada infeksi CMV dan sero-konversi dari bayi tanpa
akibat yang merugikan.
Bayi preterm
Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu
yang terinfeksi CMV pada bayi prematur khususnya jika bayi
seronegatif. Segera ke neonatolog untuk evaluasi dan pembuatan
keputusan
¾ HEPATITIS B (HBV)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan)
dan ditularkan melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi
tubuh atau transfusi darah. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBV +
langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam rahim.
Perawatan :
• Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir.
Selain itu, bayi harus menerima imunoglobulin hepatitis B
(HBIG)
• Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV
¾ HIV/AIDS
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (5-
10%), persalinan (10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun
secara umum prevalensi HIV di Indonesia tergolong rendah (kurang
dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah dikategorikan
sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat
kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada
beberapa populasi tertentu (pada pengguna narkoba suntikan, PSK,
waria, dan narapidana).
Karena mayoritas pengguna narkoba suntukan yang terinfeksi HIV
berusia reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah
kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
Dengan intervensi yang tepat maka risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi sebesar 25-45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut
estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif
yang melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi
sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif setiap
tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko
terinfeksi HIV, segera melakukan VCT (Voluntary Counseling &
Testing) untuk mengetahui status serologis secepatnya.
Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk
mempertahankannya dengan menghindari paparan menggunakan
kondom setiap sanggama, melakukan perilaku hidup sehat, dan
melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan
hasil pemeriksaan di luar “masa jendela”).
Bila status serologisnya positif, dianjurkan untuk melaksanakan
profilaksis Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan
seksio sesarea, dan tidak menyusui/menghentikan menyusui
sedini mungkin/menggunakan susu formula (Exclusive Formula
Feeding)
Pemakaian susu formula harus memenuhi syarat AFASS dari
WHO : Affordable (Terjangkau), Feasible (Layak), Acceptable
(Dapat diterima), Safe (Aman), dan Sustainable (Berkelanjutan).
Apabila kelima syarat AFASS tidak dapat terpenuhi, maka ASI
tetap diberikan setelah melalui proses konseling mengenai
kemungkinan penularan infeksi.
Setelah persalinan, ibu dengan HIV positif dianjurkan
melanjutkan pengobatan ARV (ARV Terapi) sesuai Pedoman
Nasional Pengobatan ARV
Bayi dari ibu HIV positif perlu dijaga kesehatan dengan
pemberian nutrisi yang sesuai, dan diperikasa status serologisnya
pada usia 18 bulan
Pasangan seksual dari ibu HIV positif dianjurkan untuk
melakukan VCT dan anjuran yang sesuai.
BAB III
FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIK
PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
B. Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada
kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase
kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena
kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung,
aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita
hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan
karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang
dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi
oleh kehamilan.
Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan
mudah melewati membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya
kecil (< 200 Dalton) akan mudah melewati pori membran epitel susu. Obat
yang terikat dengan protein plasma tidak dapat melewati membran, hanya obat
yang tidak terikat yang dapat melewatinya.
Plasma relatif sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu obat yang bersifat basa
lemah di plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak terionisasi dan mudah
menembus membran alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di ASI obat yang
bersifat basa tersebut akan mudah terion sehingga tidak mudah untuk melewati
membran kembali ke plasma. Fenomena tersebut dikenal sebagai ion
trapping.
Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma
ibu. Rasio M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI ,
sebaliknya rasio M:P < 1 menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI.
Pada umumnya kadar puncak obat di ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu
meminum obat. Hal ini mungkin dapat membantu mempertimbangkan untuk
tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus
meminum obat yang potensial toksik terhadap bayinya maka untuk sementara
ASI tidak diberikan tetapi tetap harus di pompa. ASI dapat diberikan kembali
setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan
setelah 5 kali waktu paruh obat.
Rasio benefit dan risiko penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai
dengan mempertimbangkan :
1. Farmakologi obat: reaksi yang tidak dikehendaki
2. Adanya metabolit aktif
3. Multi obat : adisi efek samping
4. Dosis dan lamanya terapi
5. Umur bayi.
6. Pengalaman/bukti klinik
7. Farmakoepidemiologi data.
Farmakokinetika bayi.
Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga kinetika
obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang perlu
diperhatikan adalah bila efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari
banyaknya obat yang diminum, misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau
banyaknya ASI yang diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si
bayi meminum atau tidak meminum ASI menjadi lebih penting.
B. Farmakodinamika.
Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda.
Sedangkan farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari.
Kemungkinan sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh,
dari hasil penelitian bahwa sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI
UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan suatu
panduan yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil
dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak
aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak
merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya. Karena Perubahan
fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat
pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan
respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Mudah - mudahan buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan Farmasi bagi ibu hamil dan menyusui, sehingga dapat mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir serta meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan bayi di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
5. Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
8. Katzung B.G., Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. 1995, Prentice-Hall
International Ltd.
11. Anonim, 2005, Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk
Penggunaan Obat dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus
Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta
13. Riordan, Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui &
Laktasi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Penisilin kerja lama Hanya ada sedikit informasi tetapi tidak ada yang
Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan mengesankan peningkatan toksisitas
mensensitisasi janin
Ampisilin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan
mensensitisasi janin
Prodrug ampisilin : Sedikit informasi yang ada. Masuk akal untuk
Talampisilin, menghindari formulasi prodrug dan
pivampisilin, menggunakan ampisilin induk
bakampisilin
Amoksisilin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan
mensensitisasi janin
Amoksisilin dan asam Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan Hanya ada sedikit informasi. Paling baik
klavulanat mensensitisasi janin dihindari sampai ada laporan yang lebih
(Augmentin) berpengalaman
Penisilin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan Hanya ada sedikit informasi. Disediakan untuk
antipseudomonas : mensensitisasi janin terapi infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri
Karbenisilin, yang rentan
mezlosisilin,
azlisilin,
tikarsilin,
piperasilin
Penisilin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan
antistafilokokus : mensensitisasi janin
Flukosasilin dan
klosasilin
Sefalosporin oral : Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan Hanya ada sedikit informasi khususnya untuk
Sefaleksin, mensensitisasi janin obat yang baru diperkenalkan (sefiksim,
sefaklior, sefpodoksim)
sefradin
Sefalosporin injeksi Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan Informasi sedikit. Agen ini mungkin aman dan
mensensitisasi janin mungkin merupakan pilihan yang cukup masuk
akal untuk mengibati infeksi berat. Obat yang
mengandung rantai samping N-metiltiotetrazol
hendaknya dihindari atas dasar pemikiran teoritis
– yakni, gangguan pada metabolisme vitamin K
(sefamandol di Inggris)
Sulfonamid : Kemungkinan aman Hindari (dalam dua hari setelah Resiko lebih besar untuk obat yang lebig erat
Semua bentuk Pada trimester pertama; melahirkan); kernikterus terikat pada protein, misalnya sulfafurazol,
hindari dalam 2 hari daripada sulfametoksazol
setelah melahirkan
Trimetroprim Kemungkinan aman Risiko teoretis teratogenik dari antagonis asam
folat. Risiko anemia megaloblastik dapat diegah
degan asan folinat
Ko-trimoksasol Kemungkinan aman Kernikterus Banyak sekali pengalaman tentang keamanannya
(trimetoprim dan (tetapi lihat pada dalam trimester pertama
sulfametoksasol) sulfonamid di atas)
Tetrasiklin : semua Hindari Perubahan warna dan displasia Kemungkinan hepatotoksisitas pada ibu
bentuk gigi dan tulang; katarak
Aminoglikosida : Hindari Otoksisitas Sedikit alasan untuk menggunakannya. Pilihan
Streptomisin yang lebih baik dapat dibuat pada tuberkulosis
dan sepsis yang serius
Gentamisin, Hati - hati Ada kesan risiko teoritis Efektif pada sepsis serius; diperlukan pengujian
tobramisin, netilmisin, ototoksisitas yang teratur
amikasin
Spektinomisin Kemungkinan aman Alergi ; kemungkinan Disediakan untuk terapo ginire kalau ada masalah
mensensitisasi janin resistensi atau alergi penisilin
Asam fusidat Kemungkinan aman
Kuinolon : asam Hati - hati Banyak pengalaman mengesankan keamanannya.
nalidiksat Deposisi dalam tulang yang sedang bertumbuh
pada binatang tertentu dan di dalam gigi pada
anak kecil. Mengganggu DNA bakteri; risiko
bersifat teoritis pada manusia
Obat ynag baru-baru Hindari Tidak ada pengalaman pada kehamilan – lihat
ini dikembangkan : asam nalidiksat
Siprofloksasi
norfloksasin,
enoksasin, ofloksasin,
pefloksasin
Nitrofurantion Kemungkinan aman Risiko teoritis hemolisis pada defisiensi glukosa-
6-fosfat dehidrogenase. Penggunaan profilaksis
Vankommisin, Hati –hati Tidak ada data keamanan pada manusia.
teikoplanin Disediakan untuk terapi sepsis stafilokokus berat
Makrolida dan
linkosamida :
Eritromisin basa Kemungkinan aman Hepatotoksisitas pada ibu pada kehamilan
stearat lanjutan
Eritroimisin Hindari
estolat
Klaritomisin, Hindari Kolitis pseudomembranosa pada ibu. Hindari
azitromisin, linkomisin kecuali kalau tidak tersedia obat lain yang cocok
dan klindamisin
Metronidazol Hati - hati Risiko teoretis Tidak ada bukti tentang teratogenisitas pada
teratogenesis manusia. Keuntungan mungkin lebih besar dari
pada risiko pada sepsis anaerobik yang serius
Kloramfenikol Hindari Sindrom bayi kelabu Bukti yang sedikit tentang efek sakit pada janin
pada kehamilan awal. Ingat akan kemungkinan
diskrasia darah pada ibu. Biasanya pilihan yang
lebih aman dapat dibuat
Obat antituberkulosis :
Rifampisin
Hati – hati Perdarahan pascanatal Hindari pada ibu yang menderita penyakit hati.
Teratogenisitas dosis tinggi pada binatang.
Keuntungan mungkin lebih besar daripada risiko.
Hendaknya diberikan vitamin K pada ibu dan
neonatus
Obat antifungi :
Amfoterisin Hati – hati Informasi sedikit; keamanan belum pasti
Griseofulvin Hindari
Nistatin (topikal) Keungkinan aman Teratogenik pada
binatang
Obat antimalaria :
klorokuin Kemungkinan aman Keamanan terjamin dalam dosis rendah, kecuali
untuk laporan yang jarang tentang gangguan
pendengaran pada anak-anak
Acuan :
Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
LAMPIRAN 2
KONDISI INFEKSI UMUM PADA KEHAMILAN DAN TERAPI YANG DIANJURKAN
Acuan :
Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
LAMPIRAN 3
DAFTAR PILIHAN OBAT UNTUK KASUS-KASUS YANG SERING TERJADI
Acuan :
Rubin, Peter, 1999, Peresepan Untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates, Jakarta
LAMPIRAN 4
DAFTAR INDEK KEAMANAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN PETUNJUK
PENGGUNAAN OBAT
Acuan :
Keterangan :
Kategori A
Studi control untuk menunjukan resiko pada fetus ditrimester pertama gagal (tidak ada bukti
resiko pada trimester berikutnya) kemungkinan aman pada fetus
Kategori B
Pada studi reproduksi hawan tidak dapat menunjukan resiko pada fetus, pada studi control
wanita hamil / studi reproduksi hewan tidak menunjukan efek samping (selain dari penurunan
fertilitas) yang tidak dikonfimasikan pada studi control wanita hamil pada trimester pertama
(tidak ada bukti pada trimester berikutnya)
Kategori C
Studi pada hewan menunjukan efek samping pada fetus (teratogenik) / embriosidal atau yang
lainnya, tetapi belum ada studi control pada wanita hamil, obat harus diberikan hanya jika
keuntungan lebih besar dari resiko pada fetus.
Kategori X
Studi pada hewan atau manusia telah menunjukan ketidaknormalan fetus / terdapat bukti
terhadap resiko fetus berdasarkan pengalaman manusia / keduanya, penggunaan obat terhadap
wanita hamil tidak ada keuntungannya. Obat ini kontraindikasi dengan wanita hamil
Kode Signifikan :
1. Teratogenik pada manusia
2. Mungkin teratogenik pada manusia
3. Memiliki kemungkinan terjadi teratogenik pada manusia
4. Memiliki kemungkinan yang kecil untuk menyebabkan teratogenik pada manusia
5. Tidak teratogenik pada manusia
Kode Potensi :
1. Sering terjadi efek secara rutin
2. Kadang-kadang terjadi efek tetapi tidak rutin
3. Jarang terjadi efek
4. Tidak ada efek
Acuan :
1999, Laporan Penelitian Praktek Kerja Profesi di RSAB Harapan
Kita
LAMPIRAN 6
DAFTAR OBAT – OBAT YANG DIPERTIMBANGKAN KONTRAINDIKASI SELAMA
MENYUSUI
Ket. Kategori :
A : Relatif Aman C : Tidak diketahui
B : Membutuhkan Perhatian D : Kontraindikasi
Acuan :
Riordan, Jan, EdD, RN, IBCLC, FAAN, 1996, Buku Saku Menyusui & Laktasi,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.