Anda di halaman 1dari 4

Sopi

Dok Pos Kupang


Dion DB Putra
Senin, 3 Agustus 2009 | 10:16 WIB

Madu bukan sembarang madu. Paling cocok madu putih. Kalau di Pulau Timor madu putih itu
bisa diperoleh dari Polen, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) atau Oepoli, wilayah
Kabupaten Kupang yang dekat dengan Oekusi, Timor Leste.

Dan, sopi sebagai bahan utama bukan sopi kelas dua. Mutlak memilih sopi kepala. Di kalangan
penggemar sopi, mereka mengerti betul apa makna sopi kepala. Ada juga yang beri julukan BM
(bakar menyala). Itulah sopi terbaik.

Bila semua bahan sudah tersedia, langkah berikut adalah mencampurkannya secara proporsional.
Campuran sopi kepala, madu putih dan telur ayam itu lalu dimasukkan ke dalam wadah tofles
kaca atau kumbang. Rendamkan tangkur buaya atau anak rusa di dalamnya. Langsung diminum?
Oh jangan kawan. Jangan buru-buru karena kenikmatan sopi tergantung berapa lama direndam.
Prinsipnya terbalik dengan tagline kampanye salah satu pasangan capres pada pilpres yang baru
lewat, yakni Lebih Lama Lebih Baik. Semakin lama makin nikmat rasanya.

"Jika sudah tiba saatnya, minumlah satu sloki sebelum tidur. Niscaya penatmu hilang, tidur
nyaman, bangun pagi segar bugar, menyambut fajar dengan tawa," demikian kata berbunga sang
kawan yang punya resep. Beta iseng bertanya tentang manfaat tangkur buaya dan anak rusa. "Ah,
bung pura-pura tidak tahu. Itu barang untuk tambah vitalitas to?," kata si kawan sambil terbahak.

Tuan ingin coba resep ini? Silakan! Yang pasti penggemar sopi tidak sedikit jumlahnya. Mereka
bukan hanya orang kecil, kaum papa atau masyarakat biasa. Mereka tokoh dengan status sosial
tinggi di tengah masyarakat, punya kedudukan atau jabatan di lembaga pemerintahan serta
institusi publik lainnya.

Tentang sopi, moke, air kata-kata, siapa di antara penghuni Flobamora yang tidak kenal?
Munafik jika ada yang mengaku tidak tahu. Sopi itu bagian dari keseharian orang NTT. Minum
sopi atau moke itu tradisi warisan leluhur. Umur sopi jelas lebih tua daripada kepolisian. Istilah
moke dan sopi tentu lebih populer ketimbang miras (minuman keras) yang baru dipopulerkan
penegak hukum zaman sekarang.

Sopi merupakan salah satu menu pokok dalam ritual adat masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Hampir semua suku di sini mengenal sopi, piawai meracik dan menyuling sopi nomor wahid di
daerah masing-masing. Mereka tahu bedakan sopi yang bikin enak kepala dan sakit kepala. Tahu
takaran minum sopi yang sehat.

Tuan buat kenduri tanpa siapkan sopi artinya tidak lengkap. Satu sloki moke akan menambah
nafsu makan. Menambah semangat menari ja'i, gawi atau poco-poco. Buat acara sambut baru,
nikah atau syukuran kematian selalu mesti dengan sopi.
Bahwa tidak sedikit yang mabuk-mabukan karena menenggak sopi, itu soal ekses bukan
substansi alasan menghilangkan sopi dari beranda Flobamora. Mabuk itu terkait cara konsumsi.
Jangankan sopi, gula yang manis pun kalau over dosis akan membuat tuan sakit perut. Segala
sesuatu yang over dosis selalu berdampak buruk.

Dan sopi itu berdimensi ekonomis. Banyak keluarga di kampung NTT hidup dari berjualan moke
atau sopi. Mereka menyekolahkan anak dengan sopi. Memenuhi kebutuhan sehari-hari dari sopi
karena tidak ada sumber lain yang bisa diandalkan.  

Tetapi hal-hal semacam ini jarang dilihat aparat hukum. Jarang diselami dan diungkap lebih jauh
oleh mereka yang bertanggung jawab atas nasib marhaen, termasuk beta dan kawan-kawan yang
terpanggil sebagai jurnalis. Jurnalisme di sini belum sungguh melihat sopi dalam frame
kemanusiaan NTT secara utuh.

Sopi dilirik hanya saat polisi menggelar operasi miras. Sopi diparadekan insan media dengan
tanpa rasa sesal ketika mama, ina dan ama ditangkap polisi. Ketika ribuan liter sopi mereka disita
dan "diamankan" pihak berwenang.

Seperti peristiwa yang baru terjadi Senin 27 Juli 2009. Aparat dari Ditnarkoba Polda NTT
menyita 1.100 liter sopi asal Kisar, Maluku di Pelabuhan Tenau. Sopi itu milik dua perempuan
tangguh, Ny. Ida Tangawa dan Meri Toki. Ketika KM Maloli yang membawa Ida dkk berlabuh
di Tenau, polisi masuk kapal memeriksa barang penumpang. Polisi temukan ribuan liter sopi. Ida
dan Meri dibawa ke markas polisi. Mereka diperiksa lalu dipulangkan. Sopi diamankan. Ida dan
Meri yang tiga hari tiga malam berlayar dari Kisar pulang dengan tangan hampa.

Kepada polisi Ida dan Meri jujur berkata, sopi adalah sumber kehidupan mereka. Sikap polisi tak
goyah. Peristiwa yang dialami Ida dan Meri sekadar contoh kasus. Banyak orang NTT yang
berurusan dengan sopi nasibnya sama seperti mereka.

Salahkan polisi? Tentu tidak. Polisi cuma menjalankan tugas! Cuma sampai detik ini beta belum
menemukan esensi makna "diamankan". Diamankan untuk apa dan siapa? Dengan cara
bagaimana? Ah, tuan dan puan mungkin lebih tahu.

Kawan-kawanku polisi biasanya rajin betul beritahu wartawan kalau mereka tangkap penjual
miras. Mereka suka lupa beritahu lagi nasib miras sitaan. Mereka pun jarang menyisir "miras
lain" yang beredar di pertokoan. Secara diam-diam!

Dari dulu beta belum menemukan alasan untuk percaya operasi penertiban miras dapat
menimimalisir tindak kriminalitas. Operasi miras mengurangi pemakaian narkoba dan lainnya.
Efektivitas operasi itu patut dipertanyakan. Kegiatan berulang-ulang belum memberikan efek
nyata. Makin dilarang malah kian merambat. Makin kerap operasi, makin lancar pasokan sopi ke
berbagai kota.

Seorang rekan penggemar sopi kepala punya kerinduan kecil. Kalau miras lain seperti bir,
anggur, JR dan sebagainya memiliki agen penyalur berizin resmi dari pemerintah, mengapa sopi
atau moke tidak? Dia merindukan di berbagai kota NTT ada rumah sopi atau kedai moke. Modal
tradisi ada. Tinggal pengembangan saja, misalnya ambil format Pak Laru di Timor dengan
sentuhan manajemen profesional.

Agen resmi sopi dan moke justru memudahkan kerja polisi. Agen itulah yang bangun jaringan
bisnis dengan produsen sopi atau moke di berbagai pelosok NTT. Sopi yang dijual tentu
memenuhi syarat kesehatan dan aktivitas rumah sopi taat pada hukum. Bila ada yang mabuk dan
buat onar, polisi enteng menguber biangnya.

Ah, indah nian bila setiap kota di NTT punya rumah sopi berizin. Makin lengkap jika muncul
merk sopi lokal yang dipatenkan. Misalnya, sopi cap kembo atau moke cap wonge. Tuan dan
puan yang ingin mengecap sopi kepala tidak perlu pening meracik sendiri yang belum tentu
sedaap! Kalau kita di sini sejak lama mengimpor bir dan anggur, mengapa tidak suatu hari nanti
Flobamora mengekspor sopi kepala campur madu, telur dan tangkur buaya?
(dionbata@yahoo.com) 

http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/32244/editorial/berandakita/2009/8/3/sopi

Prof. I Gusti Bagus Arjana, M.S


Anda tadi menyinggung bahaya kultural di NTT adalah mabuk. Tapi minuman keras adalah bagian dari
budaya yang sulit dipisahkan dari berbagai acara adat. Apa pendapat Anda? Betul. Semua bangsa,
bahkan di luar negeri yang pernah saya ikuti, ada minuman beralkohol, tapi konsep ini muncul di
Amreika Serikat. Jadi sebenarnya tetap ada, cuma karena di negara-negara maju mengatasinya lebih
elegan. Artinya kesadaran orang tinggi, dari faktor pendidikan dan ekonominya bagus, dia menghadapi
kebiasaan seperti itu boleh dikatakan terkendali. Tapi masyarakat kita khususnya di kampung-kampung
melekat dengan itu. Saya lama di Maumere.

Di sana masyarakat mengenal dengan moke atau wair panas, itu tetap ada. Hampir semua suku bangsa
di bumi ini ada dan mengenal minuman beralkohol ini, hanya namanya yang berbeda. Tempat asal saya
Bali juga ada itu, tapi penggunaannya tergantung dari kesadaraan seseorang. Bila ingin menjerumuskan
dirinya sendiri berakibat kematian. Memang dulu ada upaya- upaya baik pemerintah maupun agama itu
sendiri juga melarang, tetapi tradisi minum-minuman ini memang sulit dan produksi- produksi lokal
inilah yang sulit dikendalikan. Makanya ada tindakan dari aparat polisi yang merazia miras itu. Sebab
merasahkan bila ada orang mabuk berada dalam suatu even tertentu.

Dalam kondisi ini apa peran pemerintah? Saya pikir peran pemerintah adalah menertibkan dan tugas
polisi adalah menegakkan hukum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah itu. Atau istilah sekarang
adalah tidak ada tebang pilih. Kalau mau razia ya razia semua. Jangan merazia pedagang kecil saja,
pengusaha besar juga harus ditindak bila melakukan pelanggaran.
http://jurnalis-ntt.blogspot.com/2008/08/ada-potensi-bahaya-lingkungan.html

Anda mungkin juga menyukai