Anda di halaman 1dari 19

anah Papua, Tanah yang Kaya, Surga Kecil jatuh Ke Bumi Begitulah syair lagu yang sering ku dengar

ketika sahabat saya memutarnya pada komputer kantor dan kini menjadi Salah satu Soundtrack atau Backround pada Film Di Timur Matahari. Benarkah Papua itu adalah surga kecil di bumi? Apabila orang dari luar entah dari daerah lain di Indonesia atauapun dari luar negeri datang ke Papua, sudah pasti akan terpesona dengan Keindahan alamnya yang eksotik, mulai dari Pantai hingga Hutan liarnya yang masih ada sebagaian belum terjamah tangan manusia serta kebudayaannya yang memiliki banyak ragam dari berbagai Suku yang ada, juga keramahan yang di dapat dari warga setempat, kesan inilah yang menjadi nilai lebih bahwa Papua itu layak di sebut surga kecil. Sebelum melanjutkan tulisan saya ini, saya ingin mengisahkan Adam dan Hawa sebelum berada di Bumi, terlebih dahulu Adam dan Hawa berada di Surga, kemudian di rayu/bisik Oleh Iblis, kemudian Hawa dan Adam Pun di turunkan ke Bumi. Begitu juga Papua (Baca:Papua Surga Kecil) yang Posisinya sudah jelas di Bumi, tidak mungkin tidak ada Hunian Iblis. lalu siapa Iblis yang ada di Bumi Papua ? Indonesia Kah? TNI/Polri? Asing? Pendatang? atau Oknum Papua Itu sendiri ? silakan Kompasianer Persepsikan sendiri. Papua yang memiliki keyakinan Kuat terhadap suatu agama, dan keramahan warganya harusnya menjadi zona aman Di Indonesia, dan jelas itu di harapkan oleh semua komponen masyarakat yang ada di Bumi Cenderawasih dan juga yang ada Di Indonesia. dalam tulisan saya ini tidak mengulas Isu Politik, atau Isu kekerasan yang ada di Papua, tapi disini saya menulis tentang perilaku konsumsi miras yang sudah melekat pada sebagain masyarakat di Papua yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Dulu pada kampung - kampung di Papua, belum mengenal Miras, adanya jalur transportasi, mendorong orang datang ke kampung untuk berdangan Miras, demi ingin merasakan pengaruh yang datang dari kota besar, orang di kampung tetap membelinya walau harganya ratusan bahkan ada yang menyetuh angka jutaan perbotol, terutama mereka yang masih usia muda. Kebiasaan mereka yang berkebun, berternak dan hidup tentram, menjadi rusak karena pengaruh miras yang di datangkan oleh pedagang dari kota - kota besar demi meraih keuntungan dan obsesi setinggi langit tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang ada. Sejak mengenal Miras, Banyak pemuda Papua, yang sulit bahkan tidak mau meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi minuman ber-alkohol, mengkonsumsi Miras berlebihan sudah tentu Mabok, karena kebiasaan mabok - mabokan, maka imej jelek pun menempel di bahu pemuda pemuda Papua, bahkan orang tua yang seharusnya jadi Panutan Pun ikut menkonsumsi Alkohol bersama kumpulan pemuda - pemuda papua yang berdampak pada Imej yang buruk, bahkan sampai - sampai ada yang mengatakan, mengkonsumsi miras pada acara - acara besar di sebut budaya. Hingga kini, kebiasaan mengkonsumsi miras belum juga di tinggalkan, sekalipun nilai jualnya tinggi, masih tetap saja laku keras, memang dulunya masyarakat di papua tidak mengenal miras, namun seiring perkembangan jaman yang serba modern ini, dan semakin maraknya perederan Miras di Papua, hingga perilaku konsmsi miras menjadi sebagian kehidupan sehari - hari, hingga

pada akhirnya banyak yang menilai bahwa konsumsi miras adalah bagian dari Budaya Papua. Sebagai Bukti maraknya konsumen miras bagi pemuda Papua pada era saat ini, dapat di lihat pada kehidupan malam di Papua, terutama di Ibukota Provinsi, yang sudah menyentuh berbagai kalangan, mulai dari pemuda, orang tua bahkan wanita pun sudah mengkonsumsinya. Perilaku konsumsi Minuman keras juga telah menyentuh anak - anak para penjabat, bahkan ada anak pejabat membuka pesta miras dengan mentraktir teman - temannya, di tambah lagi hiburan malam yang makin banyak berdiri, menambah kesan kehidupan konsumsi miras itu sudah menjadi hal biasa. Miras dapat menyebabkan Kanker yang lama, hingga perlahan mematikan masyarakat, dampak dari alkohol, di negara - negara Koloni atau negara - negara yang pernah di jajah dapat ditemukan, bahwa alkohol adalah salah satu mesin pembunuh untuk membunuh orang yang di jajah, para Penjajah (Kolonialisme) mematikan fisik dan fisikis orang yang di jajah, hal ini tentu di lakukan demi kepentingan kolonialisme seperti yang terjadi pada Suku Indian dan Aborigin yang menjadi Minoritas di tanah sendiri. Sebagai warga pendatang, tidak bisa menyangkal, tentang sejarah masuknya miras di Papua, karena pedangan dari luar papua, yang telah mengenalkan miras kepada masyarakat Pribumi. hingga ada kesan, bahwa orang Non-Papua datang ke Papua, untuk mengeruk kekayaan alam Papua dengan meniru cara - cara Kolonialisme. Kebiasaan Miras bagi sebagian masyarakat Papua (Baca:dampak Konsumsi miras) telah membunuh generasi muda dan karakter orang Papua, selain itu juga telah banyak menimbulkan Perkelahian antar Kelompok, Pembunuhan, KDRT, Pelecehan Seksual dan dampak buruk lainya, dan sangat di sayangkan ada juga beberapa pemuda yang mengatakan mereka menkonsumi miras untuk mendapatkan kepercayaan diri, padahal mereka telah mencapai pendidikan tinggi. Berbagai Upaya telah di lakukan Pemda untuk membuat peraturan daerah demi, menyusutkan peredaran miras, ternyata belum juga menyusutkan perederan miras di Papua, Apakah perda itu di buat untuk menambah pundi - pundi oleh sebagian oknum pejabat pemda Papua dan juga Oknum Kepolisian, walau sudah adanya Peraturan Daerah (PERDA) yang melarang perederan Miras, ternyata itu hanya Wacana. ibaratnya seperti melihat dengan menutup mata, karena sampai sekarang Perederadan Miras masih merajalela. Adanya konspirasi Bisnis menjadikan miras sulit di berantas di Bumi cenderawasih, itu terlihat dari peredaran miras yang sudah jelas terang - terangan di perjual belikan, walau perda telah di berlakukan. Pesan dalam Tulisan Untuk kawan - kawan generasi Pemuda Papua mulai dari Putra asli Papua dan Non Papua, untuk memerangi peredaran miras, Mari membuka hati dan pikiran soal dampak miras, karena miras adalah mesin pembunuh yang tak tampak di mata, berbagai dampak negatif dapat saja terjadi tanpa di kehendaki dari efek yang di akibatkan dari pengaruh miras. Saatnya generasi Muda Papua sadar diri dan bangkit untuk mendesak Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah yang Kongret untuk memberantas Perdagangan Miras sampai ke akar akarnya.

Manusia dan budaya tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling berkaitan erat. Dengan adanya manusia maka dengan mudah suatu budaya terbentuk. Terbentuk yang dimaksudkan disini adalah manusia menetapkan karakteristik, kegiatan-kegiatan dan objek-objek budayanya secara sendiri. Sebaliknya dengan adanya suatu budaya maka dengan mudah juga sekelompok manusia terbentuk dan terdidik mengikuti setiap komponen-komponen kebudayaan yang telah ditetapkannya sejak awal. Budaya dalam proses pengembangan selalu mengikat siapapun baik anak-anak, para pemuda-pemudi maupun para orang tua. Dengan adanya budaya maka setiap manusia yang hidup disuatu daerah tertentu selalu dituntut untuk selalu mematuhi, mentaati dan menjalankan setiap budaya yang telah ditetapkannya. Dalam kehidupan individu maupun kehdupan berkelompok budaya sangat berguna di antaranya budaya dapat menyadarkan kita siapa diri kita yang sebenarnya, budaya dapat membuat kehidupan di suatu tempat lebih baik dan juga budaya dapat mengharumkan nama daerah tersebut agar lebih dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat ditempat lain. Jadi dengan hadirnya budaya disuatu tempat dapat mengubah segalanya. Mustahil suatu tempat atau daerah bisa berubah dan maju kalau saja di tempat tersebut tidak belum mengenal yang namanya budaya.. Budaya tidak selamanya baik karena ada juga budaya yang buruk. Budaya yang baik selalu membawah kita kepada berbagai hal yang menyenangkan di antaranya membawah kita kepada kesuksesan, membawa kita kepada penerimaan (baik penerimaan dari orang yang ada d idalam negeri sendiri maupun orang yang berada di luar negeri) dan keberhasilan. Budaya yang buruk selalu membawa kita kepada berbagai hal yang tidak kita inginkan, di antaranya akan membuat nama baik daerah, tempat maupun negara kita rusak atau tercoreng dan membawah kita kepada kegagalan yang akhir-akhirnya membawah kita kepada suatu permasalahan. Dalam kehidupan yang berbudaya kita perlu mengetahui berapa macam budaya yang ada pada kita agar kita tidak salah pemahaman maupun penafsiran dalam penerapannya. Budaya menurut penulis sendiri dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu budaya natural dan budaya terapan. Kedua budaya inilah yang akan diulas dalam pembahasan kali ini. Penjelasan mengenai budaya natural akan dijelaskan lebih dulu kemudian selanjutanya akan diulas mengenai budaya terapan. Budaya natural adalah suatu kebiasaan, corak, adat istiadat manusia yang telah lama dilaksanakan secara terus-menerus disuatu daerah atau kawasan tertentu. Bisa juga budaya natural disimpulkan sebagai suatu budaya alami atau budaya murni yang telah berkembang dan bertumbuh disuatu daerah tertentu sejak adanya manusia. Budaya natural atau budaya alami telah cukup lama berkembang dalam kehidupan setiap masyarakat sehingga budaya tersebut sangat sukar untuk dilupkan maupun diubah. Bahkan banyak orang beranggapan khusunya mereka yang hidup masih serba tradisional bawah budaya naturallah yang mengatur tata cara hidup, kebebasan dan tingkah laku mereka. Negara kita negara Indonesia tercinta ini memiliki berbagai keanekaragaman budaya natural

sebagaimana bisa diketahui dengan adanya motto "Bhineka Tunggal Ika" yang artinya "berbeda-beda tetapi satu". Dengan pernyataan seperti ini bisa dilihat kalau bangsa kita memiliki berbagai keanekaragaman budaya natural yang berbeda-beda. Jumlah kepulauan Indonesia yang kira-kira mencapai 17.608 menandakan kekayaan budaya itu sangat nyata dan ada. Kekayaan budaya natural di negara kita dapat dilihat dari Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan dengan puluhan bahkan ratusan cagar budayanya yang semuanya berbeda dan unik. Kemudian dengan perbedaan dan keunikan ini menjadikan setiap daerah maupun setiap pulau yang ada disegani dan dihormati. Secara khusus Pulau Papua juga memiliki berbagai keanekaragaman budaya yang menjadikan Pulau Papua sebagai salah satu daerah yang disegani dan dihormati dalam unsur kebudayaan diseluruh Indonesia maupun dunia. Pada kesempatan kali ini penulis akan bahas panjang lebar mengenai Budaya Papua yang ada. Dengan pembahasan ini diharapkan dapat menambah wawasan maupun pemahaman tentang budaya Papua. Kita kembali ke konteks awal yang mengatakan bahawa dengan adanya suatu budaya haruslah ada manusia karena keduanya saling berkaitan erat. Di Papua berdasarkan letak geografisnya dibedakan menjadikan dua tempat yang pertama kawasan pesisir pantai yang didiami oleh masyarakat pantai atau yang biasa disebut dengan panggilan orang pantai dan yang kedua daerah pegunungan yang didiami oleh masyarakat pegunungan atau yang biasa dipanggil dengan orang pedalaman. Berdasarkan tempat hidupnya orang pantai didiami oleh berbagai macam suku beberapa diantaranya adalah (Suku Biak, Suku Serui, Suku Asmat, Suku Sarmi) dan masih banyak lagi. Lain halnya dengan orang pedalama, dari berbagai suku yang mendiami pegunungan beberapa diantaranya adalah (Suku Moni. Suku Dani, Suku Ekari, Suku Nduga, Suku Holani dan masih banyak lagi). Baik suku-suku yang mendiami pesisir pantai maupun suku-suku yang mendiami kawasan pegunungan memiliki ketidaksamaan budaya. Beberapa hal yang membuat ketidaksamaan budaya mereka adalah; karena faktor tempat tinggal. Seperti orang pantai hidup di daerah pesisir pantai dan orang pedalaman hidup di daerah dataran pegunungan. Faktor alam seperti orang pantai hidup daerah yang suhunya tidak terlalu dingin sedangkan orang pedalaman hidup di daerah pegunungan yang suhunya sangat dingin. Faktor pangan atau makanan yang dikonsumsi, seperti orang pantai dengan makanan pokok sagu, papeda dan ikan sedangkan orang pedalaman dengan makanan pokok ubi , keladi dan pisang. Walaupun terdapat berbagai perbedaan tetapi tetap membuat mereka bersatu. Dari sekian banyak budaya yang ada dua di antaranya akan dijelaskan pada pembahasan kali ini. Kedua budaya natural inilah yang pada umumnya berkembang dimasyarakat Papua. 1. Budaya tari-tarian Masyarakat pantai memilki bebagai macam budaya tari-tarian yang biasa mereka sebut

dengan istilah Yosim Pancar (YOSPAN), yang di dalamnya terdapat berbagai macam bentuk gerak seperti ; (tari gale-gale, tari balada cendrawasih, tari pacul tiga, tari seka) dan tarian sajojo dan masih banyak lagi. Lain halnya dengan tarian yang biasa dibawakan oleh masyarakat pegunungan yaitu tarian panah dan tarian perang. Tarian yang dibawakan oleh masyarakat pantai maupun masyarakat pegunungan pada intinya dimainkan atau diperankan dalam berbagai kesempatan yang sama seperti; dalam penyambutan tamu terhormat, dalam penyambutan para turis asing dan yang paling sering dimainkan adalah dalam upacara adat. Khususnya tarian panah biasanya dimainkan atau dibawakan oleh masyarakat pegunungan dalam acara pesta bakar batu atau yang biasa disebut dengan barapen oleh masyarakat pantai. Tarian ini dibawakan oleh para pemuda yang gagah perkasa dan berani. Dengan budaya tarian Yospan maupun budaya tarian panah yang unik, kaya dan indah tersebut para orang tua sejak dahulu berharap budaya yang telah mereka wariskan kepada generasi berikut tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. Para pendahulu yaitu para orang tua berharap juga budaya tari-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya. Mereka juga berharap dengan tidak adanya mereka budaya Papua yang kaya tersebut semakin maju, semakin dikenal baik oleh orang di kalangan dalam negeri sendiri maupun dikenal di kala ngan luar negeri dan juga semakin berkembang kearah yang lebih baik yang intinya dapat tetap mengakat derajat, martabat dan harkat orang Papua. Namun semua harapan tinggallah harapan karena sebagaimana budaya tarian yang dulunya para orang tua agungkan, sanjung dan hormati telah dilupakan secepatnya oleh para generasi berikutnya. Masuknya berbagai budaya tarian baru dari dunia Barat membuat para putra-putri Papua lupa dengan budaya tari-tarian sesungguhnya yang telah cukup lama mendarah daging dalam kehidupan mereka. Berbagai tarian yang masuk dan berkembang dari dunia Barat di antaranya adalah tarian dancer, tarian too phat, tarian pantomin, tarian paranawe dan tarian lainnya yang intinya tarian ini mengarah kepada perkembangan dunia. Dengan memerankan tarian dari dunia Barat membuat para pemuda-pemudi Papua yang dulunya mengagungkan dan memuja tarian daerah mereka lupa diri dan besar kepala. Dengan kesombongan mereka membuat nama mereka termasyur dan terkenal padahal dibalik semua ketenaran mereka dengan nyata-nyata telah melanggar berbagai norma adat yang telah cukup lama diatur dan ditetapkan.

2. Budaya Perkawinan Perkawinan merupakan kebutuhan yang paling mendesak bagi semua orang. Dengan demikian masyarakat Papua baik yang di daerah pantai maupun di daerah pegunggungan menetapkan peraturan itu dalam peraturan adat yang intinya agar masyarakat tidak melanggar dan tidak terjadi berbagai keributan yang tidak diinginkan. Dalam pertukaran perkawinan yang

ditetapkan orang tua dari pihak laki-laki berhak membayar mas kawin sebagai tanda pembelian terhadap perempuan atau wanita terebut. Adapun untuk masyarakat pantai berbagai macam mas kawin yang harus dibayar seperti; membayar piring gantung atau piring belah, gelang, kain timur (khusus untuk orang di daerah selatan Papua) dan masih banyak lagi. Berbeda dengan permintaan yang diminta oleh masyarakat pegunungan di antaranya seperti; kulit bia (sejenis uang yang telah beredar dimasyarakat pegunungan sejak beberapa abad lalu), babi peliharaan, dan lain sebagainya. Dalam pembayaran mas kawin akan terjadi kata sepakat apabila orang tua dari pihak laki-laki memenuhi seluruh permintaan yang diminta oleh orang tua daripada pihak perempuan. Sama dengan budaya tarian, budaya perkawinan juga diharapkan dapat berkembang dan bertumbuh di masyarakat umum dengan baik dan benar agar tidak terjadi kepunahan budaya. Namun apa yang terjadi pada zaman yang serba modern dan serba teknologi ini masyarakat Papua terlebih khusus para pemuda-pemudi tidak peduli lagi dengan budaya yang telah ditetapkan sejak lama. Budaya perkawinan yang dipopulerkan sampai saat ini adalah budaya kawin lari. Budaya kawin lari adalah salah satu cara yang dilakukan agar pihak dari pada orang tua laki-laki terhindar dari pembayaran mas kawin. Budaya kawin lari adalah budaya kotor yang berasal dari luar Papua. Budaya kawin lari dulunya bukanlah budaya Papua, namun pengaruh era globalsasi yang kian maju dan modern membuat orang Papua melupakan budaya mereka yang sesunguhnya. Dengan berkembangnya budaya kawin lari di kalangan masyarakat terutama orang Papua sendiri membuat nilai keaslian budaya Papua yang dulunya sangat dihargai dan dihormati telah luntur begitu saja. Kemudian setelah lunturnya budaya tersebut apakah kita orang Papua masih dikatakan sebagai suatu golongan atau kumpulan masyarakat yang masih menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi budaya kita. Padahal nyata-nyata budaya dari luar telah megotorinya dengan berbagai budaya yang tidak benar. Untuk tetap menjaga, melindungi dan tetap melestarikan warisan kekayaan dari pada leluhur kita haruslah ada tindakan yang diambil supaya budaya tersebut tidak mengalamai kepunahan. Untuk tetap melestarikannya haruslah dibuat berbagai macam kegiatan yang intinya agar memajukan, melestarikan dan mempopulerkan budaya Papua kepada siapapun. Banyak kegiatan yang dapat kita laksanakan untuk tetap menjaga budaya Papua yang kaya, tiga diantaranya adalah dengan menampilkan Festival budaya seperti yang dilaksanakan oleh SMA YPPK Adhi Luhur pada saat ini, pentas seni dan tari yang dalam acara ini dipamerkan atau ditunjukan kepada pihak asing maupun kepada pihak dalam sendiri tentang kekayaan taritarian Papua dan yang terakhir menyosialisasikannya melalui berbagai media. Dengan melaksanakan berbagai macam hal diatas sedikit menjadikan budaya Papua tetap berkembang. Kesadaran masyarakat Papua tentang pentingnya melaksanakan berbagai kegiatan untuk tetap menjaga dan menstabilkan budaya Papua sangat minim. Dan salah satu Kabupaten yang telah

menjadi wadah dalam memperkenalkan budaya Papua kepada orang di luar baik kepada para turis maupun kepada para pengunjung adalah Kabupaten Puncak Jaya, tepatnya di daerah Lembah Baliem. Daerah ini punya suatu budaya atau tradisi yang setiap tahunnya harus dilaksanakan secara terus-menerus yaitu budaya perang. Budaya ini telah dibawahkan sejak 20 tahun kebelakang, pada pementasan budaya perang ini diwajibkan bagi para pemuda yang gagah perkasa untuk ambil bagian di dalamnya.(sumber.suara perempuan papua. No. 04. tahun IV, 22-29 Agustus 2007) Beberapa yang telah dijelaskan di atas merupakan budaya natural sedangkan pada pembahasan berikut ini akan dijelaskan mengenai budaya terapan. Budaya terapan adalah suatu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan dan dilakukan oleh sekelompok orang di suatu tempat yang kemudian menyebar ke suatu daerah yang sama sekali tidak pernah mengenal tentang budaya atau tata cara tersebut. Budaya terapan selalu identik pada tata cara hidup yang telah lama dilakoni dan dijalani. Sama halnya dengan budaya natural budaya terapan juga ada yang baik dan ada juga yang buruk. Daerah Papua sendiri banyak budaya terapan yang telah merajalela yang semuanya sama sekali tidak pernah dikenalkan oleh para pendahulu terhadap mereka. Dan dengan masuknya berbagai budaya terapan dari luar membuat otak dan pikiran dari pada orang Papua rusak. Dari sekian banyak budaya terapan yang telah merajalela di Papua dua di antaranya adalah budaya korupsi dan budaya minuman keras.

1. Budaya Korupsi Budaya korupsi adalah salah satu budaya yang telah cukup lama merajalela di Papua. Padahal kalau mau diamati budaya korupsi bukanlah budaya Papua yang sebenarnya. Bukti bahwa budaya korupsi bukan merupakan budaya Papua dapat dilihat dari berbagai cara hidup di antaranya adalah kebiasaan masyarakat Papua makan bersama atau yang biasa disebut dengan acara bakar batu. Saat diadakannya bakar batu biasanya seluruh undangan yang datang diwajibkan untuk menikmati hidangan masakan yang ada tanpa membedakan suku, ras, maupun marganya. Dengan kebersamaan seperti ini dapat terlihat kalau sifat keegoisan tidak terlihat pada orang Papua. Kalau begitu budaya korupsi pada awalnya bukanlah budaya Papua yang sesungguhnya tetapi berbagai budaya terapan dari luar yang masuk sehingga semua itu diikuti dan ditiru oleh orang Papua. Bukti bawah korupsi merupakan suatu budaya dari luar yang terpopuler dapat dilihat dari berbagai macam kasus korupsi yang kian hari kian merajalela. Di antaranya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Nabire Drs. Anselmus Petrus Youw yang beberapa saat lalu mendapat berbagai dana bantuan saat terjadi gempa bumi. Sebagaimana dana miliaran rupiah yang diberikan untuk dana pembangunan dilenyapkan begitu saja tanpa sepengetahuan. Kemudian sama halnya dengan dana Otonomi Khusus (OTSUS) yang menurut situs. (http://www.provinsipapua.com/)sebagaimana dikatakan pada tahun 2006 dan Otsus yang lenyap tanpa sepengetahuan adalah 90% yang hasilnya dipaparkan langsung oleh

Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu sendiri pada akhir tahun lalu. Dengan memperhatikan dua bukti kalau Papua telah terjerumus ke dalam budaya korupsi yang sebenarnya tidak boleh dilakukan, menjadi pertanyaan buat kita kia-kira salah siapa sehingga budaya korupsi begitu cepat merajalela ke seluruh daerah Papua. Dengan mudah saya akan menjawab semua itu adalah salah dari pada setiap orang yang melanggarnya dan secara garis besar semua itu salah kita sendiri karena kemauan kita menerima berbagai budaya dari luar. Melihat berbagai kasus korupsi yang kian hari kian merajalela seiring dengan perkembangan zaman, haruslah ada tindakan yang diambil agar dapat membendung arus korupsi di daerah Papua. Berbagai hal yang dapat kita para pelajar lakukan adalah berdoa dan belajar secara sungguh-sungguh agar ke depannya saat kita menjadi seorang pemimpin kejujuran dan kebenaran dalam kepemimpinan kita dapat ditanamkan.

2. Budaya Mengkonsumsi Minuman Keras Sangat baik kalau kita mengkonsumsi minum-minuman yang dapat memberikan kesehatan dalam kehidupan kita tetapi apa jadinya kalau kita mengkonsumsi berbagai minum-minuman yang mengandung alkohol. Kasus inilah yang telah menjadi budaya dan tradisi di masyarakt Papua. Dulunya minuman yang dianggap minuman keras dan dikonsumsi oleh orang Papua adalah minuman sejenis saguer atau yang biasa mereka sebut dengan minuman bobo. Minuman ini kalau dikonsumsi dapat menggaggu kesehatan namun tidak terlalu berdampak terhadap kesehatan kita. Tetapi berbeda dengan berbagai minuman keras yang masuk dari luar Papua seperti Mansion House, Bir Bintang, Kawat Duri dan minuman lainnya yang tergolong dalam minuman keras yang dapat mengganggu kesehatan bahkan sampai dapat membuat nyawa seseorang lenyap apabila dikonsumsi terlalu berlebihan. Minuman-minuman keras seperti ini awalnya tidak pernah diketahui oleh orang Papua, namun perkembangan zaman yang kian modern membuat budaya minum khususnya untuk minuman keras telah berkembang luas dikalangan seluruh masyarakat. Bahkan menurut beberapa orang budaya minuman telah dimasukan kedalam layaknya budaya makan-minum di kehidupan sehari-hari. Bukti kalau budaya minuman keras telah membabi buta di Papua dengan berbagai pengamatan yang betul secara fakta. Seperti kalau diamati khususnya pada malam hari di terminal Taman Gizi terdapat banyak orang berkeliaran sambil mengahabiskan puluhan bahkan ratusan botol minuman, yang mengkonsumsi minuman tersebut bukan saja kaum pria namun ada juga kaum wanita. Selain di Taman Gizi di berbagi tempat-tempat hiburan seperti di perempatan Nabarua, di daerah Sanoba, di daerah Kalibobo dan masih banyak lagi tempattempat hiburan yang tersembunyi. Dengan banyaknya tempat-tempat hiburan serta taman untuk para peminum menghabiskan minuman pasti setiap kita akan bertanya apakah tidak ada langkah yang diambil oleh

pemerintah maupun para masyarakat agar hal-hal seperti ini tidak membabi buta terus sampai kepada generasi yang berikutnya. Ada berbagai hal yang dapat kita buat agar budaya minuman tidak merajalela dan berkembang ke masyarakat umum dengan semaunya di antaranya adalah mengkampanyekan anti minuman keras, mensosialisasikan dampak yang dapat ditimbulkan dari mengkonsumsi minuman keras, sosialisasi yang kita lakukan dapat melalu berbagai media seperti media elektronik, media masa dan media lainnya. Selain melakukan kegiatan seperti yang telah disebutkan di atas ada satu cara lagi yang paling ampuh agar budaya mengkonsumsi minuman keras bisa hilang bahkan lenyap dari bumi Papua, cara itu adalah dengan membuat suatu Peraturan Daerah (PERDA) yang intinya dalam Perda tersebut berisi penolakan minuman keras. Dalam hal ini yang berhak bahkan punya wewenang unutk menetapkan Perda adalah Pemerintah Daerah. Tetapi yang menjadi pertanyaan buat kita kenapa sampai saat ini Perda tentang larangan minuman keras belum diberlakukan. Dengan ketidakseriusan pemerintah dalam hal-hal seperti ini khususnya untuk kota Nabire apakah kota tempat kita berpijak dan tinggal ini masih bisa aman, tentram dan kondusif dari berbagai hal dan gangguan yang tidak diinginkan. Salah satu daerah yang perlu kita contohi khususnya dalam hal penolakan minuman keras adalah kota Manokwari. Daerah ini karena dipimpin oleh seorang yang takut akan Tuhan sehingga pada saat ini berbagai Perda tentang penolakan minuman keras diberlakukan kemudian berbagai operasi dijalankan yang intinya menolak masuknya minuman keras dari daerah luar. Menggunakan berbagai cara seperti itu membuat saat ini kota Manokwari dikenal sebagai salah satu kota yang paling aman, tentram dan kondusif di Provinsi Papua. Penguraian singkat tentang budaya natural maupun budaya terapan melalui lembaran kertas ini diharapkan khususnya untuk para pemuda-pemudi yang masih di bangku pendidikan agar tetap setia dan rela mempertahankan kebudayaan yang telah dianut dan diterapkan. Kita sebagai orang berpendidikan pasti tahu mana hal yang baik dan mana hal yang jahat, dengan demikian mari kita sama-sama tetap menjaga dan memajukan apabila kita nilai budaya yang kita miliki adalah budaya yang benar kemudian mari kita buang jauh-jauh dan musnahkan apabila budaya yang telah kita anut dan lestarikan sejak lama adalah budaya yang salah dan tidak benar. Bukti besar yang dapat terlihat kalau kita mencintai dan menghormati ciptaan Tuhan adalah menjaga dan melestarikan kebudayaan yang kita miliki.

Minuman keras (Miras) menjadi salah satu masalah di atara banyak masalah di tanah Papua. Alkohol telah dan sedang membunuh orang Papua seperti masalah lainnya yang juga membunuh. Dengan mengonsumsi alkohol yang berlebihan membuat orang tidak sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadar itu, apa saja dapat dilakukan, termasuk seks bebas. Bisa mati ditabrak mobil di jalan raya, dibunuh orang di pasar, bisa juga mati karena berlebihan alkohol, dan bahkan mati karena seks bebas yang dikendalikan oleh alkohol. Perlu tahu saja bahwa angka kematian orang Papua saat ini tinggi. Sementara angka kelahiran sungguh sedikit. Hampir setiap saat orang Papua banyak yang mati karena alkohol, terutama anak-anak usia produktif. Belum lagi mati karena faktor lain. Orang Papua seakan lahir sekarang untuk mati besok. Kalau tidak lahir sekarang besok tetap mati. Itulah kenyataannya. Dalam diskusi dengan sejumlah Tokoh Agama (Toga), Tokoh Masyarakat (Tomas), Tokoh Adat (Todat), Tokoh Pemuda (Toda), Akademisi, Aktivis LSM dan Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Nabire, Ruben Edowai mengatakan, dalam beberapa bulan ini saja, sudah sebanyak 365 orang dari suku Mee meninggal dunia di Nabire. Ini bukan mengada-ada, tapi data yang kami temukan di lapangan, katanya seperti dikutip PapuaPos, 20 Mei 2007. Lalu bagaimana di Jayapura, Timika, Sorong, Merauke, Biak, Serui, Fak-fak, Wamena, Pegunungan Bintang, Enarotali, Puncak Jaya dan lainnya? Wacana Candu Bisakah kita menerima ketika mengatakan alkohol sebagai candu masyarakat? Entalah. Tetapi, yang jelas di dunia ini apa lagi yang bukan candu? Semuanya cantu? Tidak tahu! Sebenarnya pengertian tetang candu tidak begitu dijelaskan secara detail. Makna candu kadang sama dengan ketagihan, sesuatu yang sangat disukai atau sesuatu yang menjadi kegemaran. Tetapi candu sebenarnya adalah nama getah dari buah Papaver somnifera, yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri merangsang rasa kantuk serta menimbulkan rasa ketagihan bagi yang sering menggunakannya (Hasan Halwis, 2001) Kecanduan itu datang dari suatu proses yang perlahan menggerakkan kita untuk terlibat di dalammya. Setelah kita terbiasa dengan kegiatan tersebut dan menjadi kegemaran kita baru disebut sebagai kecanduan. Hanya saja candu kadang bermakna negatif, dibandingkan kata kegemaran atau hobi, atau kebiasaan. Minuman keras adalah candu. Pemahaman ini bertitik tolak dari realita dan tidak bisa dipungkiri. Ada beberapa teman dalam pembicaraan mengatakan hidup tanpa minum alkohol rasanya kurang. Ucapan itu sepertinya sudah membenarkan alkohol (minuman keras) sebagai candu. Banyak teman mengakui dengan minum alkohol (mabuk) membuat mereka percaya diri, berani tampil di depan umum untuk mengekspresikan diri, tentang bakatnya yang terpendam. Ataupun berani untuk membuat kegaduhan, bahkan ada yang menjadi berani untuk melakukan ataupun terlibat dalam kasus pemerkosaan, perkelahian dan pembuhuhan. Ini mebenarkan pengakuan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Drs. Daud Sihombing SH, Dari catatan polisi pada setiap laporan akhir tahun, semua kejadian kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan, teror dan seterusnya berawal dari miras. Miras ini membuat orang menjadi pemalas, bermental santai tetapi ingin mendapat untung besar, dan semangat belajar para siswa sekolah pun menurun (baca: Kompas, 17 November 2003). Hal itu terjadi karena seorang alkoholik nalar sudah tidak akan berfungsi sebagai manusia normal barangkali seperti orang kelainan jiwa alis gila.

Tradisi Minum Kalau sedikit kita buka lembaran sejarah, kebiasaan minum alkohol muncul di kalangan orang Papua melalui kontak orang-orang kulit putih dari Eropa, Melayu dan orang Timor dari Tidore Ternate. Masalah alkoholisme juga ditemukan di antara masyarakat luar Papua. Bedanya masalah alkoholisme di kalangan orang bukan asli Papua tidak begitu terlihat. Sebab mereka minum di dalam rumah atau bar-bar. Sedangkan kebanyakan dari orang Papua asli lebih terlihat mengkonsumsi alkohol di jalan-jalan, taman-taman terbuka yang terlihat oleh umum. Barang kali mereka tidak tahu menempatkan diri dan tidak memahami untuk apa mereka mengkonsumsi alkohol. Bila kita melirik sejarah Papua, terutama di kalangan orang pegunuangan Papua mereka tidak sama sekali mengenal minuman beralkohol. Tidak ada tradisi pesta minuman keras, karena tidak ada bahan untuk produk alkohol. Kecuali derah pesisir pantai Papua mereka yang lebih dahulu sudah melakukan kontak dengan orang luar Papua. Mereka sudah mengenal minuman beralkhohol dari pohon kelapa ataupun aren yang disebut sagero (saguer/bobo). Seorang aktivis Aborigin, Charles Perkin menuliskan, bahwa orang Aborigin sering minum dalam pertemuan-pertemuan tradisional, tidak sebagai minuman-minuman yang sengaja melanggar tata cara minum sebagimana mestinya. Mereka justru memenuhi sindrom kasihanilah saya kalau mereka di perbolehkan memperlihatkan tata cara minum yang tidak dapat diterima umum (Baca: Rutih Hardjono, 1992). Hal yang sama juga terjadi di kalangan para pecandu alkohol di Papua. Kadang minum hanya untuk mecari perhatian, ataupun untuk melampiaskan emosi. Dengan demikian mereka terlihat sebagai manusia yang tidak dewasa menyelesaikan masalah. Konspirasi Bisnis Miras Ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mecari keuntungan dari minuman keras produk impor. Orang gila harta! Mereka inilah penyebab sulitnya Miras dihentikan atau diberantas dari agen-agen pemasara dan peredaran atau jalur urat pasar Miras. Kalau urat ini putus mungkin akan mengurangi orang menjadi pecandu Miras. Di seluruh Papua Miras diperdagangkan tanpa upaya membumi hanguskan. Ini terjadi karena ada konspirasi (persekongkolan) antara pihak keamanan, pemerintah dan pengusaha Miras. Mereka bersekongkol, bekerja sama (secara diam-diam) mencari keuntungan. Pengusaha bar, diskotik membutuhkan minuman keras. Ada pejabat yang juga punya diskotik atau bar, dan ada pejabat atau DPR kita sebagai penikman bar, bir, bor (3b). Bagi pemerintah daerah, Miras dilihat sebagai komoditas penghasil uang. Pendapatan daerah lebih besar didapat dari Miras. Sedangkan pihak keamanan mendapat uang pelicin dari masuknya minuman keras ke Papua. Jadinya kita hanya baku tipu soal operasi Miras. Walaupun Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura (Kapolresta) Djonsoe perna mengatakan bahwa Dengan adanya ketertiban seperti itu agar daerah ini menjadi aman dan kondusif bebas dari minuman keras. Sudah cukup orang mati gara-gara minuman keras, ketegasan ini harus kita terapkan kembali (baca: Harian Bisnis Papua, Edisi Jumat, 6 Juli 2007 Hal. 2). Ungakapan itu diragukan, karena seolah-olah hanya Miras Ilegal yang merusak orang Papua. Padahal, Miras Legal dan Ilegal sama-sama membunuh dan merusak orang dan bangsa Papua. Memang polisi selalu melakukan sweeping di pelabuhan-pelabuhan, misalnya seperti di

Jayapura setiap penumpang yang tiba dengan Kapal Putih. Namun ini rupanya upaya untuk mengamankan bisnis Miras Legal, agar Pajak yang dibayarkan kepada Penguasa tetap lancar, aman, tepat waktu dan tidak berkurang. Aparat polisi juga kadang mengharapkan sedikit ongkos rokok dari jual-beli Miras di tengah-tengah masyarakat Papua. Selain itu, operasi Miras dilakukan untuk menyembunyikan fakta adanya persekongkolan. Barangkali agar tidak dicurigai masyarakat sebagai lahan bisnis. Aparat mendapat uang saku dari pekerjaan itu. Oleh karenanya, setiap upaya pejabat untuk membatasi peredaran Miras Ilegal nampaknya sebagai upaya mencari makan dan operasi perlindungan terhadap peredaran Miras Legal (www.Papuapost.com, 17 Juli 2007) Secara terselubung, polisi juga bertujuan untuk memupuk tindak kriminal di tengah-tengah masyarakat Papua agar tercipta citra buruk bahwa bangsa Papua adalah bangsa biadab yang perlu dididik oleh bangsa lain yang beradab. Larangan peredaran Miras Ilegal tidak akan memperbaiki kondisi buruk Bangsa Papua. Karena itu tugas Bangsa Papua saat ini adalah bagaimana melepas ketergantungan terhadap Miras. Politik Miras membuat pejabat untung sendiri dan meminabobokan mereka di atas uang. Membuat mereka tidak kritis, bahkan semakin kerdil dalam berpikir soal penyakit sosial yaitu kemiskinan dan kasus Miras yang mengancam nyawa dan mental rakyatnya. Seharusnya ada proteksi, mengeluarkan peraturan daerah, baik mengenai minuman keras maupun terhadap arus budaya luar, yang mengacam masa depan identitas etnik kultural, ekonomi, sosial, hukum dan politik Papua. Walaupun ada peraturan tentang penjualan Miras, namun nampaknya proteksi terhadap Miras tidak berjalan baik, bahkan tidak dilakukan dengan sungguh-sunggu. Alasanya barangkali karena Miras memiliki pasokan devisa cukup besar. Mereka seoalah-olah mebalik fakta, bahwa alam Papua adalah kaya-raya. Bisa datangkan uang kalau dikelolah dengan baik. Tidak mengekploitasi alam untuk diri senediri. Sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh militer, elit Papua dan pengusaha dalam mengeploitasi alam Papua untu kebutuhan mereka sendiri. Pemerintah daerah kita memilih melakukan spekulatif dalam membangun Papua tanpa memikirkan proteksi terhadap hal-hal kecil, mendasar yang merusak, misalnya seperti soal Miras, lunturnya adat dan budaya dsb. Pemerintah melegalkan Miras, mebolekan perdaganan Miras. Di Jayapura, semakin banyak pasokan Miras, semakin banyak orang alkholik. pendapatan daerah besar (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006). Pasokan retribusi dari Miras setiap tahun untuk Jayapura terus meningkat. Pada tahun 2002 -2003 pasokan retribusi pemerintah daerahnya sebesar Rp 1. 400.000.000 (Satu Miliar Empat Ratus Juta Rupiah), tahun anggaran 2006 mengalami peningkatan menjadi Rp 3.000.000.000 (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006). Itu baru Jaya Pura, bagaiman dengan kota lainnya di Papua? Pemberantasan Hanya Wacana Itulah sebanya, pemberantasan alkoholime hanya menjadi wacama menarik diantara kita yang punya tingkat pemahaman dan nalar baik. Dengan menghilakang angapan kolot, bahwa Alkohol hanyalah suatu masalah di kota-kota besar dan tidak di kota-kota kecil ataupun di perkampungan yang terpencil. Justru di tempat-tempat terpencil saat ini masalah alkohol sangat kritis. Tingkat penganguran sangat tinggi, di antara generasi mudahnya terjadi kebosanana yang amat sangat, dan sekolah-sekolah setempat tidak dapat menampung minat kaum mudah. Mengkonsumsi tanpa mengetahui efek samping dan dampak sebagai pembunuh jiwa manusia sehat.

Mengapa demikian? Orang yang alkoholisme tetap terlihat seperti kelainan jiwa, sakit jiwa, sebagai akibat melemah atau matikanya syaraf ingatan. Disanalah kaum perubah dan sasaran diskusi menjadi tempat pilihan. Tidak hanya diskusi tetapi, kemudian menjadi wujutnyata, karya bagi pembebasan manusia dari keterbelengguhan jiwa. Pecandu alkohol di Papua terus bertambah. Sudah sangat mejarah kalangna muda dan tua tanpa memandang perbedaan sex. Alkoholisme menyebakan meningkatnya tingkat kriminalitas di kota maupun di perkampuangan. Dan saat ini pembunuhan bermotif alkohol semakin gencar untuk melakukan tindakan genosida di Papua. Ada beberapa kasus, misalkan pada tahun 1999, seorang intelek Papua, Obet Badii, Dosen Filsafat Fajar Timur yang dibunuh oknum tertentu. Untuk menghilangkan jejek, pembunuh lalu menumpahi minuman beralkohol dibagian mulutnya. Padahal yang sebenarnya ia tidak biasa mengonsumsi minuman beralkohol. Kita juga masih ingat untuk kepentingan membeli alkohol Arnol Ap seorang tokoh intelek mudah dijual oleh temannya yang sudah terjangkit penyakit alkoholisme. Alkohol Membunuh Alkohol (Minuman Keras) memang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tetapi, alkohol juga membawa dampak buruk. Salah satu masalah utama yang saat ini sedang dihadapi orang Papua adalah alkoholisme atau sering disebut kecanduan alkohol (alkoholik). Ini tidak berarti semua anggota masyarakat Papua alkoholik, tetapi alkohol sudah meradang bagaikan penyakit kanker yang lama kelamanan membunuh. Banyak orang Papua mati karena mengonsumsi minuman keras. Minuman keras telah membunuhan baik membunuh secara fisik maupun karakter sebagai orang Papua. Membunuh secara fisik karena (1) minuman keras bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, lifer dan lainnya; (2) oknum tertentu bisa mebunuh kita setelah dia minum sampai mabuk; (3) setelah mabuk kita bisa saling membunuh karena mudah terprovokasi; (4) hanya untuk mendapatkan uang untuk membeli minuman keras kita bisa menjual atau menyerahkan teman kita untuk dibunuh oknum tertentu. Secara psikis alkohol aka mmembunuh pola pikir kita. Kita tidak akan pandai untuk berpikiran kritis, kita tidak akan mengerti mengapa tidak ada hukum yang ketat tetang minuman keras di Papua? Padahal minuman keras itu membuat kita tetap pada peradaban yang rendah, tidak membuat kita maju, ujung-ujungnya kita tetap ingin dibuatnya bodok. Dalam sejarah suku Aborigin di Australia misalnya, suku itu menjadi minoritas dari segi kualitas maupun kuantitas karena diminabobokan dengan alkohol. Miras dan Penyakit Menular Di Papua, sekalipun di kampung, saat ini alkohol menjadi masalah sangat kritis. Padahal dulu orang kampung tidak tahu Miras. Adanya jalur transportasi mendorong orang datang ke kampung berdagang Miras. Walaupun harganya mahal, mencapai ratusan ribu/botol. Namun, laku keras, mereka ingin merasakan pengaruh yang datang dari kota besar, seperti Miras. Mereka, terutama kelompok muda meninggalkan kebun, ternak dan kebiasaan hidup tentram di kampung. Mereka mengimpikan kota. Ingin sama seperti orang kota. Mereka berbondong datang ke kota tanpa tujuan apapun, sekedar jalan-jalan datang hidup berfoyafoya di kota yang baru berkembang. Kehadiran mereka memadati ruang-ruang aktifitas sosial masyarakat kota yang baru berkembang, seperti di pasar, terminal, pelabuhan.

Sementara mereka tidak punya pengetahuan tetang keadaan dan kondisi kehidupan di kota. Mereka juga belum memiliki skill untuk kerja di kota. Dampaknya, di kota banyak pengganguran dan kriminalitas meningkat. Karena mereka yang datang dari kampung memperbanyak jumah penganguran, menjadi sangat tinggi. Di antara generasi mudahnya terjadi kebosanana yang amat sangat. Sementara sekolahsekolah dan wadah kepemudahan setempat tidak dapat menampung minat kaum mudah. Karena mengalami sok berat alkohol menjadi fokus utama dalam kehidupan penduduk asli. Mereka mengkonsumsinya tanpa mengetahui efek samping dan dampaknya sebagai pembunuhan terhadap jiwa dan fisiknya yang sehat. Hingga kini Miras sudah meradang bagaikan penyakit kanker yang lama kelamanan secara perlahan mematikan masyarakat. Dampak dari alkohol, dinegara-negara koloni atau negara-negra yang dijajah dapat ditemukan, bahwa alkohol itu salah satu alat untuk mebunuh orang yang dijajah. Para penjajah (kolonialisme) mematikan fisik dan fisikis orang yang dijajah. Tentu dilakukan demi kepentingan politik (menguasai) dan ekonomi (barang). Hal seperti ini perisi terjadi di Australia Pemerintah Ingris terhadap penduduk asli (Aborigin) juga di koloni Ingris lainnya di Amerika terhadap suku Asli Indian. Indian dan Aborigin keduanya menjadi suku menoritas di tanyanya sendiri dinegeri mereka. Menyadari akan bahayanya Miras masa depan anak cucu, ratusan perempuan Mimika yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Mimika (JPM) menggelar demo menolak peredaran minuman keras (Miras) di Mimika, Papua. Ratusan perempuan itu membawa puluhan poster dan spanduk, antara lain bertuliskan "Miras Jahat", "Jangan Bunuh Anak Cucu Kami dengan Miras", dan "Miras Bukan Adat Orang Papua". "Banyak kekerasan terjadi karena Miras (TEMPO Interaktif,Jum'at, 02 Maret 2007). Dalam konteks Papua Secara fisik telah banyak orang yang mati, karena mengonsumsi minuman keras. Mereka terserang berbagai penyakit, ada yang mati karena dibunuh sewaktu mabuk. Adalagi yang hanya karena ingin mabuk mebunuh sesamanya. Orang mabuk, terlihat kasar, lepas kendali dari kontrol diri sebagai manusia normal. Mereka seolah-olah terlihat berani melakukan apa saja. Kegaduan dan perkelahian pun bisa terjadi, bahkan sampai kehilangan atau menghilangkan nyawa manusia. Sekali pun dia rekan seperjuanganya atau bahkan seetnis-kultural atau bahkan keluarganya sendiri, dijual atau dibunuhnya. Sehingga konflik terjadi karena ada propokasi oleh pihak-pihak tertentu. Kematian satu orang, rohnya seperti meminta koraban dan memakan korban jiwa lebih dari satu. sebelum berdamai dengan dikeluarkan uang bermiliaran rupiah. Melalui motif alkohol terjadi tindakan genosida di Papua. Menurut Martin Sardi, dalam sebuah rengan memperintati hari HAM dikatakan genosida karena terjadi pembunuhan terhadap intelektual dan pemimpin, sehingga membuat rakyat mereka tidak teratur. Kacau balau, karena tidak ada pemimpin. Ada bebrapa kasus, misalkan pada tahun 1999, seorang tokoh terpelajar Papua Obet Badii, Dosen Filsafat Fajar Timur yang di bunuh oknum tertentu. Untuk menghilangkan jejek, pembunuh lalu menumpahi minuman beralkohol dibagian mulutnya. Padahal yang sebenarnya ia tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Arnol Ap seorang tokoh intelek mudah dijual oleh temannya seharga 4000 ribu untuk beli minuman keras. Penjabat Gubernur Papua, Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si berkomitmen, bahwa dirinya tidak akan menerbitkan perijinan masuknya minuman keras (Miras) ke Papua, dalam upaya pencegahan tingginya kasus tindak kriminal. Di Papua, namun karena tingginya angka kasus HIV/AIDS dan peredaran gelap Narkoba di Papua, yang berawal dari pengkonsumsian

Miras. Karena Miras dalah pemacu tindakan kriminal, yang juga sebagai pemacu peredaran gelap Narkoba yang berujung pada kasus HIV/AIDS. Akibat pengkonsumsian Miras dalam jumlah yang banyak, dapat berdampak buruk pada tingkat kesadaran seorang manusia. Sehingga demikian, apabila seseorang telah dalam keadaan diluar kendali atau mabuk, maka dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Sedangkan kaitannya dengan HIV/AIDS, seseorang dalam kondisi yang mabuk, sebagian besar melakukan hubungan seks yang tidak aman atau tidak memakai pelidung (kondom). Hal demikian, tentunya menjadi pemicu penyebaran HIV/AIDS di Papua, yang setiap tahunya meningkat secara terus menerus. Menurut penelitian yang dilakukan, sebagian besar pengkonsumsi Narkoba, sebelumnya mengkonsumsi Miras. Dengan demikian, maka Miras adalah pemicu berbagai tindak kejahatan yang seharunya diberantas. "Saya tidak berniat untuk mengeluarkan ijin-ijin Miras, karena itu juga merupakan salah satu upaya kita untuk menekan angka-angka tingkat kejahatan, peredaran Miras, Narkoba, dan kasus HIV/AIDS di Papua," ("http://www.papua.go.id/berita.php/id" 12 May 2006). Penderita HIV/AIDS sudah semakin tinggi di Papua. Ada indikasi terjadi karena pengaru minum alkohol yang mendorong keinginan sex semakin besar dan melampiskan nafsu birahinya dengan meniduri sembarangan wanita. Melakukan ganti-ganti pasangan. Sulit di ketahui sekalipun gadis yang ditidurunya adalah penderita HIV/AIDS (ODHA) yang barangkali memperdagangkan tubuhnya. Di Papua dagangan sepeti itu, bukan hanya di tempat-tempat penampuangan PSK yang dapat terkontrol bila keketahui ODHA. Malahan orang dengan ODHA mendagangkan tubunya di rumah makan (tersedia kondom), dan bahkan ditempat-tempat umum, pusat keramaian (terminal, stasiun, pasar dsb). Dan ini menjadi sasaran pria hidung belang, terutama mereka yang mabuk pata, tidak tahu diri. Ini sangat berbahaya. Apalagi sekarang jumblah ODHA yang sudah terdata mencapai kurang lebih 3.377 jiwa. Kebanyakan dari mereka adalah, anak mudah, masih usia produktif. Namun usia mereka sudah terbatas, kasarnya tinggal tunggu waktu. Keadaan itu membuat setiap individu harus hati-hati dan lebih waspada. Sebab kalau itdak berapa tahun kedepan barang kali etnis dan kultural orang Papua bisa punah. Bisa tinggal sejarahnya, mengenai kepunaannya. ( Pace mace kalu cinta Papua, stop mabuk sudah!) Dengan begitu sangat besar ancaman terhadap kepunaan bagi ras Papua yang semakin menjadi minoritas di atas tanah airnya (Papua tercinta). Minoritas disini karena keterbelangana, minuman keras merusak karakter, pola pikira dan jiwa orang Papua. Juga menjadi minoritas dalam kuantitas, jumbalah penduduk tidak berkembang maju, saat ini kuran lebih 1,3 juta jiwa berbading lurus dengan penduduk bukan asli Papua. Jumblah itu termasuk ODHA. Secara fisikis, terkait dengan mental dan cara berpikir orang Papua. Orang Papua saat ini sulit bersanging dengan masyarakat lain dari luar Papua yang seolah-olah nampak lebih maju dalam berpikir. Saat ini di Papua secara sosial ekonomi mereka mejadi tetap miskin dan minoritas di negerinya sendiri. Bisa jadi karena karakter Papua yang sebenarnya adalah pekerja keras. Hidup melawan lebatnya hutan, derasnya sungai dsb, kini menjadi malas. Adanya kontak dan masuknya budaya negarif, seperti Miras dan lainnya merubah kebiasaan hidup orang Papua. Sekarang ada kelompok anak muda lebih doyan kumpul-kumpul sambil minum-minum minuman keras. Atau menjadi pengikut anak orang kaya yang dengan banyak uang mentraktir Miras

sebagai rasa keakuan (egonya) biar dihormati. Sebagaiman terjadi di kota tempat saya menulis tulisan ini. Ada anak pejabat yang sukanya mentraktir minuman keras berkartonkarton biar dia mendapat pengakuan dari temam-teman bahkan kakak yang bisa saja di permainkan dengan Miras. Anekan! Kebiasaan mabuk pata membuat kemungkinan besar pikiran dan nalar tidak akan bekerja baik, karena alkohol yang berlebihan dan terus menerus mereka konsumsi akan melemahkan syaraf-syara otak manusia. Manamungkin akan konsetrasi dalam belajar. Mengapa demikian? Orang yang alkoholik terlihat seperti orang kelainan jiwa, sakit jiwa sebagai akibat melemahnya saraf. Dengan begitu kebiasaan mabuk bagi orang Papua baik dikalangan muda Papua maupun pejabat akan berbahaya bagi masa depan Papua. Menghambat kemajuan di Papua kalau tidak ada keinginan atau kerinduan untuk meninggalkan kelakuan buruknya, seperti, mabuk-mabuk, free sex dan sebagainya. Perbuatan itu tidak terpuji oleh agama dan bukan merupakan budaya Papua. Dalam kasus keterbelanganan yang dialami orang Aborigin, Justice Muirhead, mantan pemimpin dari Penilitian pada kematian Aborogin di dalam tahanan, mengatakan bahwa kaum Aborigin tidak akan keluar dari lingkaran kemiskinan dan Alkholisme terkecuali ada usaha dari mereka sendiri. (Rutih Hardjono, 1992). Di belahan dunia masyarakat asli, seperti Indian di Amerika, Aborigin di austrlia, termasuk juga Papua menjadi puna. Salah satunya karena minuman keras yang mengakibtkan kematian fisik dan bahkan fisikis menjadi orang terlelakang di negerinya sendiri. Dalam hal minuman keras ini, kita (orang Papua) harus menyadari sendiri terutama dimulai dari individu, keluarga dan kemudian kolektifitas kita dalam melakukan aksi menentang Miras terhadap diri kita dan terhadap generasi Papua. Ataupun membentuk tim pemberantas Miras, seperti misalnya di Asutralia, kenyatakan bahayanya minuman keras mendorong Muirhead untuk menekankan, bahwa Australia harus membentuk suatu tim khusus untuk menangani masalah alkholisme di sana. Lebih lanjut tuturnya, Alkoholisme merupakan salah satu tragedy yang terbesar di negeri ini (Australia). ( The Raal Black Economy, Rutih Hardjono, 1992). Begitu juga dengan di Papua, alkohol sangat berbahaya, membunuh tradisi masyarakat asli Papua yang unik dan kaya. Seperti dikemukakan, Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem, bahwa kebudayaan Papua saat ini memiliki masalah pewarisan. Sebab, potensi budaya hanya tersimpan pada orang tertentu, terutama orang tua. "Orang muda cenderung meninggalkan akar budaya dan mengikuti tren global,"(Tempo). Dimana saat ini orang Papua sedang mengalami transisi budaya, degradasi kepemimpinan dan moral. Kalau terus terjadi dalam beberap tahun ini kita tidak akan mempunyai pemimpin yang berpegang pada budaya dan adat mengenai upacara-upacara, seni tari, musik, dan sastra tradisional suku-suku di Papua. makanan tradisional, benda budaya, dan obat tradisional, yang harus dijaga, dirawat dan dikembangkan. Generasi Papua Harus Sadar Generasi muda Papua harus menyadari sendri akan bahaya alkohol. Untuk itu harus dimulai dari dan kolektifitas kita. Seperti pernah dikatakan juga oleh Justice Muirhead, bahwa kaum Aborigin tidak akan keluar dari lingkaran kemiskinan dan alkoholisme, terkecuali ada usaha dari mereka sendiri. Kenyataan itu mendorong Muirhead untuk menekankan, bahwa Australia harus membentuk suatu tim khusus untuk menangani masalah alkholisme. Lebih lanjut tuturnya, Alkoholisme merupakan salah satu tragedi yang terbesar di Australi ( baca: , Rutih Hardjono, 1992. Alkohol sangat membunuh tradisi dan nyawa masyarakat asli seperti yang terjadi di Papua,

Aborigin dan suku-suku asli lain di dunia. Dalam situasi seperti itu, saat ini orang Papua harus sadar bahwa kita sedang mengalami transisi budaya, degradasi kepemimpinan dan moral. Dalam beberapa tahun ke belakang ini, bisa jadi kita tidak akan mempunyai tetua adat lagi dengan warisan kebudayaan, ilmu pengetahuan mengenai upacara-upacara dan otoritas suku di belakang mereka. Lagi pula saat ini, tentu ada yang sudah dimakan usia bahkan ada yang telah meninggal. Sedangkan banyak dari kita jarang atau bahkan tidak pernah belajar dari mereka. Kita lebih cenderung membuka mata terhadap budaya dan tradisi luar, namun tidak dewasa untuk menyikapinya. Dengan mentah-mentah menelan kebudayaan luar tanpa menyaringnya. Kadang kita terima tanpa bisa membedakan mana yang baik dan mana yang dapat merusak. Ada contoh, banyak di antara kita menjadi alkoholik karena tidak mengetahui manfaat dan dampak dari alkohol. Jadi, kini anak muda Papua harus sadar dengan bahaya ini. Minuman keras itu membunuh fisik (tubuh) kita dan mental (cara berpikir) kita. Alkohol itu menbunuh dan mari kita lawan bersama. Cara kita melawa adalah tidak mengonsumsi. Kalau Anda tidak beli dan tidak minum maka Anda sedang melawan minuman keras dan menyelamatkan dirimu dan bangsamu Papua. Langkah Harus Konkret Pro kontra mengenai mengenai ijin penjualan Miras di tanah Papua masih terus terjadi. Ada pihak yang mengatakan walaupun aturan diperketat namun Miras sekarang sudah bisa diracik sendiri oleh masyarakat Papua. Sehingga aturan yang ketat sekalipun bukan menjadi solusi. Solusinya, kita harus sadar kalau Miras berbaya dan kita harus berhenti mengkonsumsinya. Pemerintah sendiri keliharanya tidak serius menagnai kasus Miras. Buiktinya Miras masih dibiarkan beredar di Papua. Ada kelas Miras yang legal dan ilegal. Inilah bukti ketidak seriusan itu. Seangdainya pemerintah punya peduli terhadap masa depan orang Papua seharusnya melarang segalah jenis Miras masuk di Papua. Sedangkan bagi pihak yang memperdagangkan, mengkonsumsi dikenahi hukuman. Pemerintah daerah di Papua harusny menyatakan pereang terhadap minuman keras. Seperti yang dilakukan di Oksibil, Ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang Papua, Jumat (17/8), ditandai dengan pemusnahan minuman keras yang dilakukan Bupati setempat Wellington Wenda bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama. Bupati dalam sambutannya mengatakan, pihaknya bersama DPR saat ini sedang merancang peraturan daerah tentang larangan memasukkan Miras ke daerah tersebut. "Kami perang dengan Miras, karena itu, akan merusak generasi muda di daerah ini," tegas Bupati sesaat setelah detik-detik proklamsi yang digelar di lapangan Oksibil, Jumat . (Oksibil, CyberNews. Jumat, 17 Agustus 2007 ). Bukan karena hari besar, 17 Agustus atau Natal dsb, tetapi secara konsisten akan memerangi Miras dengan mengilegalkannya. Inipekerjaan rumah itu sangat sulit dan bahkan termasuk pekerjaan berat. tidak mungkin mampu diselesaikan oleh pihak tertentu saja. Apalagi sampai tuntas, itu tidak mungkin. Lihat saja sampai saat ini masala itu masih terjadi. Untuk mendapatkan perubahan ke arah yang lebih baik, tidak mungkin terjadi tanpa tidak ada keterlibatan semua pihak; pemerintah; aparat keamana; lembaga sosial/swadaya; agama dan masyarakat adat. Itulah sebanya, seharunya semua pihak di atas, bukan menjadikan Miras sebagai komuditas uang (many policy).

Untuk itu kabupaten lain kiranya bisa mengikuti jejak Kabupaten Manokuari yang telah mengeluarkan Perda yang melarang peredaran Miras. Perda yang kontroversi di daerah tersebut ternyata luar biasa. Nyaris tidak ada lagi pemabuk yang tertidur di pinggir jalan dan aksi pemalakan yang dilakukan pengonsumsi Miras. Kabarnya, ibu-ibu rumah tangga pun mulai dienakkan dengan Perda tersebut, kekerasan dalam rumah tangga menurun drastis dan uang belanja yang diterima dari suami mereka pun bertambah. (Pikiran Rakyat Rabu, 22 Agustus 2007). Selain itu Papua membutuhkan orang yang memiliki hati dan otak melahirkan ide pencerahan dan pemimpin teladan dalam perubahan melalui melaukan proteksi dari bergagai penyaikit sosial dan budaya dari luar, terutama soal Miras yang masuk ke Papua dan mengancam etnis dan kultural untuk sebuah perubahan bagi Papua yang lebih baik tanpa ketertindasan dan kebelengguan dari berbagai penyakit sosial. Serta Papua menantikan orang yang punya hati dan otak untuk melakukan pembinahan yang bersifat perkembangan otak (intelektual), karakter dan pembinahan hati menyangkut pembentukan diri pribadi. Basis utama pembinaan ini dimulai dari keluarga, kemudian di sekolah dan gereja dengan begitu ada harapan bagi kemerdekaan setiap individu (orang Papua) dari berbagai persoalan hidup terutama minuman keras yang membelenggu, menjadikan orang Papua seperti seolah-olah tidak berbudaya. Dengan begitu kita telah melakukan pekerjaan besar untuk menentukan masa depan orang Papua yang lebih baik. Semoga. [MS] Mati Akibat Minuman Keras: Klik

Editor : Yermias Degei

Anda mungkin juga menyukai