Anda di halaman 1dari 10

Tugas Ujian

FISIOLOGI NYERI PADA PERSALINAN

Oleh

Sumono Nurhadi Putranto

G0004205

Penguji :

dr.A.Laqif, Sp.OG (K)

KENPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi

Nyeri adalah rasa sensorik yang tidak menyenangkan dan berhubungan

dengan pengalaman emosi yang berpotensi menimbulkan kerusakan jaringan.

Dari keterangan tersebut dapat dipaparkan bahwa nyeri merupakan gangguan

persepsi dan bukan merupakan gangguan sensasi. Nyeri dipengaruhi oleh 3

level komponen, yakni komponen discriminative sensorik (misalnya lokasi,

intensitas, dan kualitas), komponen motivasional affective (misalnya depresi

dan ansietas), dan komponen kognitif elavuatif (misalnya pikiran tentang

penyebab nyeri).1 Nyeri selalu bersifat subjektif, dan persepsi nyeripun dapat

dipengaruhi oleh permasalahan yang sedang dihadapi ataupun oleh karena

faktor lain yang berhubungan dengan penyebab-penyebab nyeri. Korelasi

antara nyeri dan penyebab-penyebab nyeri sangatlah rumit.2

B. Patofisiologi Nyeri

Secara neurofisiologi dan neurokimia, nyeri dipahami sebagai suatu

mekanisme tubuh untuk menyampaikan informasi yang berbahaya bagi tubuh.

Telah banyak diketahui tentang inflamasi akut, yang umumnya diakibatkan

oleh proses yang terjadi di system syaraf. Dan sebaliknya, masih sedikit

informasi yang membahas tentang patofisiologi penyebab sindrom nyeri yang

menetap (persistent pain syndrome). Namun, saat ini banyak ahli memahami

bahwa nyeri menetap dicetuskan oleh bermacam-macam tipe mekanisme dan

ciri-ciri klinis tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan nyeri. Nyeri

2
menurut lokasinya diklasifikasikan menjadi nyeri nosiseptif, neuropatik,

psikogenik, campuran, dan idiopatik. Meskipun klasifikasi ini terlalu

sederhana, namun cukup berguna dalam menentukan assesment dan terapi

nyeri.1

1. Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif tejadi oleh karena stimulasi pada reseptor sensorif

spesifik yang disebut nosiseptor (reseptor nyeri) yang terletak di jaringan.

Pada nyeri nosiseptif, jalur saraf normal dan intak. Nosiseptor terdapat

pada organ visera dan somatic.2

Nyeri nosiseptif diduga merupakan aktifitas normal sistem saraf

sensoris oleh karena rangsangan yang berbahaya, dimana proses ini

meliputi tranduksi, transmisi, dan persepsi.1 Nyeri nosiseptif biasanya

localized (umumnya berasal dari nyeri somatic, baik pada kulit, tendon,

atau berasal dari ligament) atau juga dapat diffuse (umumnya berasal dari

nyeri visceral, misalnya nyeri jantung atau pada kapsul hepar). Nyeri ini

bersifat tajam, menggerogoti, berdenyut, konstan, dan spasmodic dengan

variasi intensitas. Nyeri nosiseptif berespon baik dengan pemberian

analgetik opioid.2

2. Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik terjadi oleh karena adanya kerusakan pada sistem

saraf pusat ataupun perifer. Nyeri ini timbul akibat adanya luka, kompresi,

atau oleh karena infiltrasi pada sistem saraf, misalnya pada post herpetic

3
neuralgia atau nyeri sciatic (sciatic pain). Luka yang terjadi pada system

saraf dapat menimbulkan reaksi abnormal terhadap stimulus, sehingga

terjadi hiperexcitable. Nyeri neuropatik memiliki beberapa karakteristik

yakni dapat menyerupai nyeri somatic. Nyeri neuropatik dideskripsikan

sebagai perasaan tidak nyaman berupa sensasi terbakar atau tersengat

listrik. Sindrom nyeri neuropatik biasanya berhubungan dengan referred

pain, berupa allodynia (nyeri yang diiduksi oleh stimulus yang tidak

berbahaya, misalnya terpapar cahaya), hiperpathia (sensasi nyeri yang

berlebihan, biasanya berhubungan dengan reaksi emosi).1,2 Nyeri ini

kurang berespon pada pemberian analgesic opioid, dan akan memerlukan

terapi adjuvant untuk meredakan nyeri.2

3. Nyeri Psikogenik

Nyeri psikogenik adalah nyeri yang terjadi tanpa adanya faktor

fisik yang berperan. Hal ini merupakan bukti adanya proses psikopatologi.

Nyeri ini tidak berespon terhadap pemberian analgesic.2

Memang terdapat hubungan yang sangat kompleks antara psikis

dan persepsi terhadap nyeri. Pengamatan yang dilakukan terhadap pasien,

menunjukkan bahwa nyeri menetap yang dialami oleh seorang pasien

dapat menyebabkan gangguan pada mood (baik depresi maupun

kecemasan), pembelaan ego (defens mechanism) yang lemah.1

Pada kondisi tertentu, beberapa pasien sejak awal memiliki

psikososial premorbid dan comorbid atau dengan kata lain, pasien

4
memiliki kecenderungan gangguan pada kejiwaannya (psychiatric

disorders). Gangguan ini, sedikit banyak memiliki peranan terhadap

pengalaman nyeri dan pencetus nyeri yang erat kaitannya dengan hal-hal

yang bersifat menyedihkan. Pada pasien-pasien dengan gangguan

kepribadian (sebagai contohnya kepribadian premorbid), pemberian terapi

pada permasalahan psikiatrik yang sedang dihadapi pasien, secara

bersamaan dapat meredakan nyeri yang sedang dialami.1

Sangat penting untuk mengevaluasi sisi psikologis dan psikiatris

pasien dalam meng-assesment nyeri, terutama pada pasien dengan nyeri

menetap ataupun pasien-pasien dengan nyeri akut yang sangat. Oleh

karena itu diperlukan evaluasi pada aspek mood, mekanisme coping,

proses adaptasi, serta dukungan keluarga dan masyarakat yang sedikit

banyak memberikan pengaruh terhadap target terapi nyeri.1

Oleh karena itu evaluasi secara menyeluruh sangatlah diperlukan

untuk menentukan langkah terapi, sebagaimana telah disebutkan diatas

bahwa terkadang ada penyebab nyeri yang tidak jelas sumber

penyebabnya. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan fisik secara teliti dan

menyeluruh namun penyebab nyeri belum dapat disimpulkan, maka kita

harus memikirkan penyebab nyeri tersebut. Sangat dimungkinkan nyeri

yang diderita berasal dari fakor psikis (nyeri psikogenik).1

5
Gambar. 1 (macam-macam nyeri, sumber : Pain Management)

C. Tipe-tipe Nyeri

(gambar 2, sumber : Pain Management)

6
BAB II

NYERI PADA PERSALINAN

Nyeri persalinan pada saat kala I (awal persalinan hingga cervix dilatasi

maksimal) sebagian besar berasal dari cervix dan segmen bawah rahim. Dilatasi

cervix dan segmen bawah rahim, menyebabkan terjadinya pelebaran, peregangan,

dan robekan jaringan. Pada saat kala I fase laten dan kala II, kepala fetus

descends di jalan lahir, hal ini menimbulkan tekanan hebat pada dinding vagina

dan perineum. Penekanan ini juga merupakan sumber nyeri. Disamping itu,

distensi jalan lahir menyebabkan peregangan hebat, robekan fascia dan jaringan

subcutaneous, serta penekanan pada otot skelet perineum.3

Impuls nyeri yang berasal dari segmen bawah rahim dan cervix,

ditransmisikan oleh serabut saraf visceral afferent yang dibawa oleh serabut saraf

simpatis, kemudian masuk ke sum-sum tulang belakang melalui segment Vertebra

Thorax 10,11, dan 12 serta Lumbal 1. Sedangkan impuls somatic sensorik berasal

dari vagina dan perineum yang ditansmisikan oleh N.Pudendus, dan diteruskan ke

segment sacral 2, 3, dan 4.3

Pada nyeri visceral, nyeri pada saat kala I persalinan biasanya di teruskan

ke dermatome sama sesuai saat segment sum-sum tulang belakang menerima

input rangsang nyeri dari uterus dan cervix (T10 – L1). Selain itu pada saat kala I

fase laten dan kala II, stimulus nyeri mengenai struktur di dalam cavum pelvis,

dan juga adanya penekanan pada satu atau lebih radix plexus lumbosacral

menimbulkan sensasi nyeri, terbakar, atau kram di paha, tungkai bawah, dan juga

punggung belakang. Stimulus pada daerah tersebut di atas, memberikan

7
kontribusi nyeri alih pada segment lumbal bawah dan sacral. Nyeri dapat

memberat apabila posisi janin abnormal.3

Pengatahuan yang baik mengenai anatomi organ dalam wanita, proses

transmisi nyeri, serta proses persalinan, sangat membantu dalam penanganan

nyeri persalinan. Nyeri visceral pada saat kala I dapat di redakan dengan cara

memblok plexus paracervical bilateral atau pada lumbal. Sedangkan nyeri somatic

pada saat penurunan kepala janin, dapat di redakan dengan cara memblok nervus

pudendus. Blokade pada epidural dan intrathecal (neuroaxial blockade),

merupakan cara untuk menganastesi baik kala I dan kala II.3

Selain itu, faktor fisik dan psikis juga memberikan peranan penting berupa

beratnya rasa nyeri serta lamanya rasa nyeri persalinan. Adapun faktor fisik yang

berperan meliputi usia ibu, paritas, kondisi ibu, keadaan cervix, serta ukuran dan

posisi fetus di dalam rahim. Pada umumnya, nullipara tua lebih terasa nyeri dari

pada nullipara muda. Sedangkan pada multipara, karena cervix lebih lunak maka

nyeri yang terjadi tidak sehebat pada nullipara. Intensitas kontraksi uterus lebih

besar pada nullipara daripada multipara. Sedangkan faktor psikis yang berperan

antara lain rasa takut, kecemasan, dan adanya anggota keluarga yang turut hadir

untuk memberikan support kepada ibu.3

8
(gambar 3. Gambar mekasime penyebaran nyeri, sumber : Advances in labor analgesia)

9
Daftar Pustaka

1. Evans, R. Mark, et al.2010. Pathophysiology of Pain and Pain Assessment :


Module 1 Pain Management. Pp : 4-7.

2. Anne Norval, Deborah. 2006. Pain management. A Clinical Guide to


Supportive and Palliative Care for HIV/AIDS in Sub-Saharan Africa. Chapter 4
: Clinical Supportive Care. Pp 43-48.

3. Wong, Cynthia A. 2009. Advances in labor analgesia. International Journal of


Women’s Health.Pp : 140-142.

10

Anda mungkin juga menyukai