oleh
MUHAMMAD FURQON AZIS
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI
ABSTRAK
Pengamatan parameter oseanografi fisika yang meliputi suhu dan salinitas telah
dilakukan di Estuari Binuangeun, Banten pada bulan Juni 2005 untuk mengetahui pola
sebaran vertikal horisontal suhu dan salinitas yang digunakan untuk mengidentifikasi
tipe estuari Binuangeun. Pengamatan dilakukan pada 6 stasiun di daerah estuari pada
lapisan permukaan dan lapisan dasar serta 2 stasiun di Sungai Cibaliung. Parameter
suhu dan salinitas diukur dengan menggunakan peralatan sistem sensor CTD SBE 19
yang dapat merekam secara simultan profil dari parameter suhu dan salinitas yang
diturunkan sampai dasar perairan sedangkan posisi stasiun ditentukan dengan
menggunakan GPS. Hasil pengamatan distribusi suhu menunjukkan bahwa diperairan
Estuari Binuangeun tidak terdapat lapisan termoklin. Hal ini disebabkan karena
kedalaman perairan yang diteliti termasuk dangkal sehingga pengaruh angin (dragforce)
masih dominan. Distribusi salinitas di peroleh nilai salinitas yang relatif homogen terhadap
kedalaman. Salinitas yang homogen ini menjadi indikasi adanya proses pengadukan
vertikal yang kuat (well mixed) antara air laut dan air tawar.
ABSTRACT
97
MUHAMMAD FURQON AZIS
6 stations in the surface and near bottom layer of the estuary and 2 stations in
the river. The water temperature and salinity was measured using CTD SBE 19
censor that could be record simultaneously the profile of the oceanography
parameters. Station position determined by using GPS. The results of temperature
observation showed that there is no thermocline layers in Binuangeun Estuary.
This is because the water depth is shallow and dragforce still dominant. From the
results of salinities distribution showed that there are homogeneous layers of
salinity from the upper layer until the bottom layer. This is indicating that strong
vertical mixing happened between sea water and fresh water.
Key Words: Estuary, temperature, salinity, thermocline, vertical mixing.
PENDAHULUAN
Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut,
sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang
bersalinitas rendah. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas dengan kondisi lingkungan yang bervariasi.
Interaksi antara air laut dan air tawar ini akan berpengaruh pada perairan mengakibatkan
terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama suhu dan salinitasnya (PRITCHARD
1967). Suhu dan salinitas merupakan faktor yang sangat penting bagi distribusi
organisme di estuari.
Suatu ciri dari interaksi antara daratan dan lautan di perairan estuari adalah
adanya percampuran dan penyebaran air tawar dari sungai ke arah laut dan sebaliknya.
Air dari sungai yang bercampur dengan air laut yang asin akan mengakibatkan
peningkatan salinitas dimana nilai salinitas akan bertambah ke laut (DUXBURRY
2002). Variasi salinitas ini selanjutnya akan membentuk variasi tekanan horizontal
yang akan menimbulkan suatu sirkulasi estuari dimana air tawar bergerak di lapisan
permukaan ke arah laut dan air asin bergerak di lapisan dalam ke arah hulu. Dalam
sirkulasi estuari ini terjadi keseimbangan antara tekanan dan gesekan internal yang
disebabkan viskositas air. Perbedaan densitas antara perairan estuari dan air laut
sekitarnya bergantung pada debit air sungai (tawar) dan kekuatan pasang surut di
daerah tersebut (STEWART 2002).
Berdasarkan Interaksi antara aliran air tawar dan sirkulasi pasang surut,
TOMCZAK (2000) mengklasifikasikan estuari sebagai berikut :
98
TIPE ESTUARI BINUANGEUN (BANTEN) BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
DAN SALINITAS PERAIRAN
99
MUHAMMAD FURQON AZIS
Data parameter Oseanografi yang meliputi suhu dan salinitas, diperoleh dari
penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jakarta, pada
musim peralihan I, Juni 2005. Sebaran suhu air dan salinitas diukur di perairan Estuari
Binuangeun pada 6 stasiun di estuari dan 2 stasiun di Sungai Cibaliung (Gambar 1).
Pengukuran suhu dan salinitas menggunakan peralatan sistem sensor CTD SBE 19
yang dapat merekam secara simultan profil dari parameter suhu, salinitas yang
diturunkan sampai dengan dasar estuari atau muara. Pengukuran parameter dilakukan
pada lapisan permukaan dan dekat dasar laut. Untuk akuisisi data digunakan paket
program yang dikeluarkan oleh Sea-Bird Electronics Inc. Yaitu SEASAVE dan
konversinya menggunakan program DATCNV dan BINAVG ( HADIKUSUMAH et
al. 2001).
-6.832
-6.834
-6.836 Cibaliung
5 River
1
-6.838 6 2
4
-6.84 7
3
-5.6
-5.8
8 -6
-6.842 -6.2
-6.4
-6.844 -7
Research Location
-7.4
105 105.2 105.4 105.6 105.8 106 106.2 106.4 106.6 106.8 107
105.866 105.868 105.87 105.872 105.874 105.876 105.878 105.88 105.882 105.884
100
TIPE ESTUARI BINUANGEUN (BANTEN) BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
DAN SALINITAS PERAIRAN
Distribusi suhu
Sebaran suhu air laut pada lapisan permukaan dan dasar di perairan Estuari
Binuangeun pada bulan Juni 2005 memperlihatkan adanya stratifikasi horisontal. Hal
ini terlihat dari adanya perbedaan pola distribusi suhu air di setiap stasiun pengamatan.
(Gambar 3, 4 dan 5). Hasil pengukuran suhu di lapisan permukaan pantai sekitar
101
MUHAMMAD FURQON AZIS
Estuari Binuangeun pada permulaan musim timur, Juni 2005 di stasiun sebaran tercatat
cukup tinggi dan berkisar antara 29,81 – 30,23 oC dengan rata-rata 30,03 oC dan
nilai simpangan baku adalah 0,15 oC. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai suhu di lapisan dasar yang suhunya berkisar antara 29,69 – 29,77 oC dengan
rata-rata sebesar 29,73 oC dan nilai simpangan baku 0,02 oC (Tabel 1). Hasil
pengukuran suhu permukaan di Sungai Cibaliung tercatat pada kisaran 28,33 – 28,56
o
C dengan nilai rata-rata sebesar 28,44 oC dan nilai simpangan baku sebesar
0,16 oC. Untuk hasil pengukuran suhu di lapisan dasar Sungai Binuangeun berkisar
antara 28,33 – 28,57 oC dengan nilai rata-rata sebesar 28,45 oC dan nilai simpangan
baku sebesar 0,16 oC (Tabel 2). Untuk daerah pantai suhu minimum permukaan
tercatat pada Stasiun 4 (29,81 oC) dan suhu maksimum diperoleh di Stasiun 5 (30,23
o
C) sedangkan untuk nilai minimum suhu di lapisan dasar tercatat pada Stasiun 8
(29,69 oC) dan nilai maksimumnya tercatat pada Stasiun 5 (29,77 oC). Fenomena ini
disebabkan oleh adanya tekanan massa air relatif dingin yang berasal dari Samudera
Hindia dan dari air sungai, sehingga massa air yang relatif lebih panas sebesar 1oC
karena sinar matahari tertahan di daerah teluk.
102
TIPE ESTUARI BINUANGEUN (BANTEN) BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
DAN SALINITAS PERAIRAN
-6.832
30.2 oC
-6.834
30.12 oC
Cibaliung
-6.836 River
30.04 oC
-6.838 29.96 oC
Indonesian
Ocean
29.88 oC
-6.84
-5.6
29.8 oC
-5.8
-6.842 -6
-6.2
-6.4
-6.844
-6.8
Research Location
-7
-7.2
-7.4
105 105.2 105.4 105.6 105.8 106 106.2 106.4 106.6 106.8 107
105.866 105.868 105.87 105.872 105.874 105.876 105.878 105.88 105.882 105.884
-6.832
29.775 oC
-6.834 29.765 oC
29.755 oC
-6.838 29.725 oC
Indonesian
Ocean 29.715 oC
-6.84 29.705 oC
-5.6
29.695 oC
-5.8
-6.842 -6
-6.2
-6.4
-6.844 -6.8
Research Location
-7
-7.2
-7.4
105 105.2 105.4 105.6 105.8 106 106.2 106.4 106.6 106.8 107
105.866 105.868 105.87 105.872 105.874 105.876 105.878 105.88 105.882 105.884
Gambar 5. Distribusi horisontal suhu lapisan dasar Estuari Binuangeun, Juni 2005.
Figure 5. Horizontal distribution of bottom temperature in Binuangeun Estuary, June 2005.
103
MUHAMMAD FURQON AZIS
104
TIPE ESTUARI BINUANGEUN (BANTEN) BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
DAN SALINITAS PERAIRAN
dipengaruhi oleh angin (dragforce) dan adanya proses pencampuran vertikal antara
air laut dan air tawar.
Suhu air laut pada lapisan permukaan lebih hangat daripada suhu di lapisan
dasar, namun variasi suhu pada perairan estuari lebih rendah dari pada perairan laut.
Umumnya suhu tinggi pada estuari terjadi pada siang hari. Hal ini bisa terjadi karena
daerah dangkal mudah menjadi hangat oleh pasokan aliran panas permukaan laut
(DOUGLAS 2001). Di samping itu, distribusi suhu air laut di estuari dipengaruhi oleh
kedalaman, klimatologi, pasang surut dan morfologi perairan (PICKARD 1990).
Perairan estuari yang relatif dangkal dan pemanasan air laut yang tidak homogen
menyebabkan adanya perbedaan suhu laut secara vertikal dan horizontal
(NURHAYATI 1999).
Menurut OFFICER (1976), distribusi suhu di perairan estuari terutama
dipengaruhi oleh penyinaran matahari. Di beberapa estuari seringkali suhu air sungai
lebih rendah daripada air laut. Hal ini terjadi karena besarnya kapasitas panas dari
laut dan lambatnya respon air laut terhadap proses pemanasan dan pendinginan. Suhu
air laut tertinggi di perairan Estuari Binuangeun bulan Juni 2005, ternyata terjadi pada
lapisan permukaan pada bagian tengah daerah penelitian yaitu akibat dari adanya
tekanan suhu rendah dari sungai dan Samudera Indonesia.
Distribusi salinitas
Distribusi salinitas di perairan estuari sangat dipengaruhi oleh kedalaman, arus
pasut, aliran permukaan, penguapan dan sumbangan jumlah air tawar yang masuk
ke perairan laut (STEWART 2002). Hasil pengamatan salinitas di perairan Estuari
Binuangeun, Banten disajikan dalam Gambar 6, 7 dan 8. Nilai salinitas di permukaan
Estuari Binuangeun berkisar dari nilai minimum sebesar 2,33 ‰ sampai dengan nilai
maksimum 32,91 ‰ dengan rata-rata sebesar 27,35 ‰ dan nilai simpangan bakunya
12,26 ‰. Nilai salinitas tersebut lebih rendah dibandingkan di lapisan dasar yang
berkisar dari nilai minimum sebesar 7,41 ‰ sampai dengan nilai maksimum 33,63 ‰
dengan rata-rata sebesar 29,01 ‰ dan nilai simpangan baku 10,58 ‰ (Tabel 1).
Hasil pengukuran salinitas permukaan dan lapisan dasar di Sungai Cibaliung memiliki
nilai sama yang berkisar 0,13 – 0,14 ‰ dengan rata-rata sebesar 0,135 ‰ dan nilai
simpangan baku 0,007 ‰ (Tabel 2). Nilai salinitas yang sangat kecil dan relatif sama
disetiap kedalaman di Sungai Cibaliung ini menunjukan tidak adanya pengaruh dari
air laut/intrusi air laut ke sungai dan kedalaman sungai yang dangkal (SVERDRUP
2003). Nilai salinitas minimum di permukaan estuari tercatat pada Stasiun 4 (2,33 ‰
dan nilai maksimumnya tercatat pada Stasiun 8 (32,91 ‰). Sedangkan untuk nilai
minimum di lapisan dasar tercatat pada Stasiun 4 (7,41 ‰) dan nilai maksimumnya
tercatat pada Stasiun 7 (33,63 ‰). Rendahnya nilai salinitas didaerah estuari depan
muara Sungai Cibaliung ini disebabkan karena adanya pengaruh air tawar ke laut
yang berasal dari darat (SVERDRUP 2003).
105
MUHAMMAD FURQON AZIS
106
TIPE ESTUARI BINUANGEUN (BANTEN) BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
DAN SALINITAS PERAIRAN
-6.832
35 o/oo
-6.834
31 o/oo
27 o/oo
Sungai
-6.836 Cibaliung
23 o/oo
19 o/oo
-6.838
Samudera 15 o/oo
Indonesia
-6.84 11 o/oo
-5.6
-5.8
7 o/oo
-6
-6.842
-6.2
-6.4
-6.844 -6.8
Lokasi Penelitian
-7
-7.2
-7.4
105 105.2 105.4 105.6 105.8 106 106.2 106.4 106.6 106.8 107
105.866 105.868 105.87 105.872 105.874 105.876 105.878 105.88 105.882 105.884
Gambar 8. Distribusi horisontal salinitas lapisan dasar Estuari Binuangeun, Juni 2005.
Figure 8. Horizontal distribution of bottom salinity in Binuangeun Estuary, june 2005.
107
MUHAMMAD FURQON AZIS
samudera sehingga bercampur dengan massa air bersalinitas tinggi dari Samudera
Hindia.
Secara keseluruhan salinitas di Estuari Binuangeun memperlihatkan nilai salinitas
yang relatif tidak berubah di setiap kedalaman. Salinitas yang homogen disetiap lapisan
kedalaman menjadi indikasi adanya proses pengadukan vertikal yang kuat (well
mixed) antara air laut dan air tawar (TOMCZAK 2000). Distribusi nilai salinitas dari
sungai, muara hingga ke laut lepas menunjukkan kecenderungan salinitasnya terus
bertambah.
Perairan Estuari Binuangeun berhubungan langsung dengan Samudera Hindia.
Kondisi ini memungkinkan sifat massa air, yaitu suhu dan salinitas disekitar daerah
penelitian mempunyai potensi untuk terjadinya pertukaran massa air dengan Samudera
Hindia. Nilai salinitas yang berkisar antara 31,62 – 33,63 ‰ menunjukkan adanya
percampuran antara massa air dari Samudera Hindia dengan Sungai Cibaliung.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan suhu dan salinitas di perairan Estuari Binuangeun
(Banten), dapat ditarik kesimpulan:
Variabilitas suhu di Estuari Binuangeun ini menunjukan bahwa perairan ini
termasuk kedalam perairan homogen dan tidak terdapat lapisan termoklin. Hal ini
terjadi karena kedalaman perairan yang diteliti termasuk dangkal sehingga dari lapisan
permukaan sampai dasar masih dapat dipengaruhi oleh angin (dragforce) dan adanya
proses pencampuran vertikal antara air laut dan air tawar.
Berdasarkan interaksi air tawar dan sirkulasi pasang surut, maka perairan
Estuari Binuangeun termasuk ke dalam klasifikasi well-mixed estuary, yaitu perairan
dengan pengadukan vertikal yang kuat disebabkan oleh gerak pasang surut hingga
mengakibatkan perairan menjadi homogen secara vertikal.
Salinitas rata-rata di bagian permukaan lebih rendah jika dibandingkan dengan
salinitas rata-rata di bagian dasar pada kondisi pasut menuju pasang. Rendahnya
salinitas tersebut disebabkan karena adanya pengaruh dari daratan dan intrusi air
tawar dari sungai Binuangeun yang menuju laut.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Hagi Yulia Sugeha
yang telah memberikan semangat dan kesempatan untuk ikut dalam melakukan
program penelitian Biodiversitas, Distribusi dan Kelimpahan Ikan Sidat (Anguilla
spp) di Perairan Indonesia serta Asosiasinya dengan faktor-faktor lingkungan.
108
TIPE ESTUARI BINUANGEUN (BANTEN) BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU
DAN SALINITAS PERAIRAN
DAFTAR PUSTAKA
109
MUHAMMAD FURQON AZIS
110