Anda di halaman 1dari 5

Tradisi Pernikahan Adat Betawi

Masyarakat Betawi memiliki sejarah panjang sebagaimana terbentuknya kota Jakarta sebagai
tempat domisili asalnya. Sebagai sebuah kota dagang yang ramai,
Sunda Kelapa, nama Jakarta tempo dulu, disinggahi oleh berbagai
suku bangsa.

Penggalan budaya Arab, India, Cina, Sunda, Jawa, Eropa, Melayu


dan sebagainya seakan berbaur menjadi bagian dari karakteristik
kebudayaan Betawi yang kita kenal kini. Singkat kata, tradisi
budaya Betawi laksana ‘c ampursari’ dari beragam budaya dan
elemen etnik masa silam yang secara utuh menjadi budaya Betawi
kini.

Suku Betawi sangat mencintai kesenian, salah satu ciri khas


kesenian mereka yaitu Tanjidor yang dilatar belakangi dari budaya belanda, selain itu betawi
memiliki kesenian keroncong tugu yang dilatar belakangi dari budaya Portugis-Arab, kesenian
gambang kromong yang dilatar belakangi dari budaya cina. Selain kesenian yang selalu
ditampilkan dengan penuh kemeriahan, tata cara pernikahan budaya betawi juga sangat meriah.

Untuk adat prosesi pernikahan betawi, ada banyak serangkaian prosesi. Didahului masa
perkenalan melalui “Mak Comblang”. Dilanjutkan lamaran, pingitan, upacara siraman. Prosesi
potong cuntung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting.
Kemudian dilanjutkan dengan malam pacar, malam dimana mempelai wanita memerahkan kuku
kaki dan tangannya dengan pacar. Puncak adat betawi adalah Akad nikah.

Tradisi Meriah

Meriah dan penuh warna-warni, demikian gambaran dari tradisi pernikahan adat Betawi. Diiringi
suara petasan, rombongan keluarga mempelai pria berjalan memasuki depan rumah kediaman
mempelai wanita sambil diiringi oleh ondel-ondel, tanjidor serta marawis (rombongan pemain
rebana menggunakan bahasa arab). Mempelai pria berjalan sambil menuntun kambing yang
merupakan ciri khas keluarga betawi dari Tanah Abang.

Sesampainya didepan rumah terlebih dulu diadakan prosesi “Buka Palang Pintu”, berupa
berbalas pantun dan Adu Silat antara wakil dari keluarga pria dan wakil dari keluarga wanita.
Prosesi tersebut dimaksudkan sebagai ujian bagi mempelai pria sebelum diterima sebagai calon
suami yang akan menjadi pelindung bagi mempelai wanita sang pujaan hati. Uniknya, dalam
setiap petarungan silat, pihak mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan calon pengantin
pria.

Prosesi Akad Nikah

Pada saat akad nikah, rombongan mempelai pria memberikan hantaran berupa :

1. Sirih, gambir, pala, kapur dan pinang artinya segala pahit, getir, dan manisnya
kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama antara suami dan istri.
2. Maket Mesjid, maksudnya adalah agar mempelai wanita tidak lupa akan kewajibannya
kepada agama dan harus menjalani shalat serta mengaji.
3. Kekudung, berupa barang kesukaan mempelai wanita misalnya salak condet, jamblang,
dan sebagainya.
4. Mahar atau mas kawin dari pihak pria untuk diberikan kepada mempelai wanita.
5. Pesalinan berupa pakaian wanita seperti kebaya encim, kain batik, kosmetik, sepasang
roti buaya. Buaya merupakan pasangan yang abadi dan tidak berpoligami serta selalu
mencari makan bersama-sama.
6. Petise yang berisi sayur mayur atau bahan mentah untuk pesta, misal : wortel, kentang,
bihun, buncis dan sebagainya.

Acara berlanjut dengan pelaksanaan akad nikah. Yang kemudian dilanjutkan dengan
penjemputan pengantin wanita. Selanjutnya, kedua pengantin dinaikkan ke dalam sebuah delman
yang sudah dihias dengan masing-masing seorang pengiring. Delman tersebut ditutupi dengan
kain pelekat hitam sehingga tidak kelihatan dari luar. Akan tetapi, dengan kain pelekat hitam
yang ditempelkan pada delman, maka orang-orang mengetahui bahwa ada pengantin yang akan
pergi ke penghulu.

Pernikahan

Pada hari pesta pernikahan, baik pengantin pria maupun pengantin wanita, mengenakan pakaian
kebesaran pengantin dan dihias. Dari gaya pakaian pengantin Betawi, ada dua budaya asing yang
melekat dalam prosesi pernikahan. Pengantin pria dipengaruhi budaya Arab. Sedangkan busana
pengantin wanita dipengaruhi adat Tionghoa. Demikian pula dengan musik yang meramaikan
pesta pernikahan.

Pesantren
Salah satu wujud pengaruh Islam yang secara budaya lebih sistemik adalah pesantren. Asal
katanya kemungkinan “shastri” yang berarti “orang-
orang yang tahu kitab suci agama Hindu” dari bahasa
Sanskerta. Atau, “cantrik” dari bahasa Jawa yang berarti
“orang yang mengikuti kemana pun gurunya pergi.
Fenomena pesantren sesungguhnya telah berkembang
sebelum Islam masuk. Pesantren saat itu menjadi tempat
pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam
masuk, materi dan proses pendidikan di pesantren
diambilalih oleh Islam.

Pesantren pada dasarnya sebuah asrama pendidikan Islam tradisional. Siswa tinggal bersama dan
belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan Kyai.
Asrama siswa berada di dalam kompleks pesantren di mana kyai berdomisili. Dengan kata lain,
pesantren d apat diidentifikasi dengan adanya 5 elemen pokok yaitu : pondok, masjid, santri,
kyai, dan kitab-kitab klasik.7

Seputar peran signifikan pesantren ini, Harry J. Benda menyebut bahwa sejarah Islam ala
Indonesia adalah sejarah memperbesarkan peradaban santri dan pengaruhnya terhadap kehidupan
keagamaan, sosial, dan ekonomi di Indonesia.8 Melalui pesantren ini, budaya Islam
dikembangkan dan beradaptasi terhadap budaya lokal yang berkembang di sekitarnya.

Pengertian Kaligrafi
Secara bahasa perkataan kaligrafi merupakan penyederhanaan dari “calligraphy” (kosa
kata bahasa Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani,
yang diambil dari kata kallos berarti beauty (indah) dan
graphein : to write (menulis) berarti tulisan atau aksara, yang
berarti: tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam
bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti garis.

Secara istilah dapat diungkapkan, “calligraphy is handwriting


as an art, to some calligraphy will m ean formal penmanship,
distinguish from writing only by its exellents quality” (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai
karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah,
perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya). Ada juga ungkapan lain,
seperti Hakim al-Rum mengatakan : Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan
dengan perangkat fisik. Sementara Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam
jiwa dan diekspresikan dengan indra indrawi. Batasan-batasan tersebut seiring pula dengan yang
diungkapkan oleh Yaqut al-Musta’shimi bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang
dilahirkan dengan alat-alat jasmaniah. Sementara Ubaidillah ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi
dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan. Dan masih banyak lagi terminologi kaligrafi yang
senada dengan yang telah disebutkan. Namun terminologi kaligrafi yang lebih lengkap
diungkapkan oeh Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai berikut: kaligrafi adalah suatu ilmu yang
memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tata cara merangkainya
menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara
menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah
dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
TASAWUF
    Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin
dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati
bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang
menjadi d asar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan
bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri
dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan
adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk
mendekatiNya adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang
membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan
melalui penyucian rohnya.

ASAL KATA SUFI

    Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang
mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:

    1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak
berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan
puasa.

    2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama
ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-
Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha
membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.

    3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan
meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin,
tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai
bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak
mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.

    4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum
sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos
telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan
shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.

    5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia
meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang
ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta
kemiskinan dan kejauhan dari dunia.

    Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal kata
sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi
dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi
kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).
ASAL-USUL TASAWUF

    Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama
Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran
tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.

    Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang
mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia.
Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari,
kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu
mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka
menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati
baik, pemurah dan suka menolong.

        Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan
seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar
Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya
Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut, "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana saja
kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwa
dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untuk
menjumpainya.

    Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia, "Telah
Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih
dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf 16). Ayat ini
menggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri.
Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya."

    Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhan
yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahami
kaum sufi, "Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh dan
bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang
melontarkannya (QS. al-Anfal 17).

    Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan
Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lain
sebagaimana dijelaskan hadis berikut, "Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi,
kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal."

    Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yang
bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusia
dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujud
makhluk dengan Tuhan.

   

Anda mungkin juga menyukai