Anda di halaman 1dari 7

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal

sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris
C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan
memiliki titik beku 16.7°C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi
sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku
industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam
asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan
asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur
ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama
yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka.
Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama
trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam
asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah
AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam
asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar.
Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).

Sejarah
Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil
asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3
Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan
logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan
verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga
(II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan
mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang
disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan
timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka
melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam
asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut,
dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat
glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak
ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli
kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk
pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon
tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi
asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.

Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari
distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat
yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia
Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat
dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah
asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−).
Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki
pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan
membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada
uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-
hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan adanya
pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–
66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki
oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat
memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa
polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-
unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau
nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur
dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng,
membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga
dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal
adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat
larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi
pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)


NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan
aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut
dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila
bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan
menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau
bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol
melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida
asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibentuk melalui kondensasi dua molekul
asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fischer, dan juga
pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida,
atau ketena dan air.
Deteksi

Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat
bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila
larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO 3)
membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang
tidak menyenangkan.

Biokimia
Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting bagi biokimia pada
hampir seluruh makhluk hidup. Gugus asetil yang terikat pada koenzim A (Asetil-KoA),
merupakan enzim utama bagi metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat
bebas memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat bebas dapat menyebabkan
gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berbeda dengan asam karboksilat berantai
panjang (disebut juga asam lemak), asam asetat tidak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh
makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida buatan yang memiliki gugus asetat, triasetin
(trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan dalam
kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus
Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan,
air, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan/makanan
yang telah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya,
berperan sebagai agen anti-bakteri.[6]

[sunting] Biosintesis asam asetat

Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan
glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera
diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota
berlangsung pada mitokondria.

Produksi
Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang
hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan hukum
yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses
biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi
melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya diproduksi
di Amerika Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang
memproduksi sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang, sehingga total pasar
asam asetat mencapai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese
dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals,
Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Karbonilasi metanol

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan
karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga
tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O


(2) CH3I + CO → CH3COI
(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan
anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode
paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida
merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik
karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan
praktis yang dapat diisi bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang dibutuhkan yaitu
200 atm menyebabkan metoda ini ditinggalkan untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik
komersial pertama yang menggunakan karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia
Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium,
cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk
sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS
Monsanto pada 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses
Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an,
perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang
didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau" dari metode
sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi
asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua
terpenting, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode karbonilasi metanol.
Asetaldehida yang digunakan dihasilkan melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi
dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara disertai dengan beberapa
ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang selanjutnya
terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.
2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai
suhu setinggi mungkin namut butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar
150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam
propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga bernilai komersial dan jika
diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak produk samping,
namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan biaya lebih banyak
lagi.

Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara
menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih besar
dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya
memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan
mudah melalui distilasi.

Penggunaan
Botol berisi 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia.
Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi
monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan
dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk
penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan
Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam
asetat dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran
mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tidak terlihat hingga beberapa jam setelah kontak.
Sarung tangan latex tidak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini
perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di
laboratorium, namun dengan sulit. Ia menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39 °C
(102 °F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di udara (ambang ledakan:
5.4%-16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif

Konsentrasi
Molaritas Klasifikasi Frase-R
berdasar berat
10%–25% 1.67–4.16 mol/L Iritan (Xi) R36/38
25%–90% 4.16–14.99 mol/L Korosif (C) R34
>90% >14.99 mol/L Korosif (C) R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume
hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak
berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi manusia
maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan
yang mematikan pada keasaman darah.

ZAT PEMUTIH

Natrium hipo-klorit adalah zat pemutih yang memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pemutih warna zat
makanan juga sebagai pereaksi untuk menjadikan bahan makanan itu larut dalam air.Natrium hipo-klorit
digunakan agar pati yang tidak larut dalam air menjadi larut dalam air.

Anda mungkin juga menyukai