besaran signal
terukur output
Transduser signal Transduser
primer tengahan sekunder
Gambar 4.1 Aliran Informasi Pengubahan Besaran Input Menjadi Signal Output
ke-tiga jenis sifat di atas, dikenal juga sensor yang bekerja berdasarkan prinsip
rambatan bunyi/cahaya, perubahan bentuk benda karena efek piezoelektrik,
timbulnya arus/tegangan karena kenaikan temperatur dan sebagainya.
Perpindahan/
Fluks panas/
Konsenstrasi
Debit Aliran
(ketinggian)
Temperatur
Laju Aliran
Percepatan
Komposisi
Kecepatan
regangan
Tekanan
Densitas
Level
Gaya
Ionik
Torsi
sinar
Gas
Output Elektrik Resistif °
° ° ° °
(pasif)
Kapasitif ° ° °
Induktif °
Piezoresistif °
Output Elektrik Elektromagnetik ° °
(aktif)
Termoelektrik ° °
Piezoelektrik ° °
Elektrokimia °
Output Mekanikal Elastik ° ° ° ° °
Perbedaan
° °
Tekanan
Turbin °
Vorteks °
Pneumatik ° ° ° °
4.2.1 Potensiometer
Potensiometer adalah komponen elektronik yang memiliki resistansi yang dapat
diubah-ubah dan biasanya digunakan untuk mengukur besarnya putaran sudut
ataupun perpindahan linier suatu objek ukur. Bentuk umum potensiometer yang
banyak terdapat di pasaran adalah potensiometer putar, tetapi dikenal juga jenis
potensiometer geser. Contoh pemakaian potensiometer yang paling sering ditemui
adalah pengaturan volume radio atau tombol pengaturan input pre-amp pada
perangkat sound system.
Komponen potensio ini terdiri dari kontak geser yang berhubungan dengan
elemen hambatan (gulungan kawat) seperti yang terlihat pada Gambar 4.3. Dengan
bergeraknya titik kontak geser b, maka nilai resistansi antara titik kontak geser
dengan salah satu ujung elemen hambatan (titik a atau c) akan berubah bersesuaian
dengan perpindahan titik kontak tersebut. Pada potensiometer yang bersifat linier,
gerakan kontak baik berupa gerakan geser maupun putar, akan menghasilkan nilai
tahanan yang sebanding/proporsional dengan besarnya perpindahan. Disamping
itu dikenal juga jenis potensiometer logaritmis.
b
poros putar
c
kontak geser a
a c
b
Dengan adanya gerakan putar atau geser titik b, maka nilai resistansi antara
titik b-a atau b-c akan berubah bersesuaian dengan besarnya pergerakan titik b,
maksudnya resistansi tersebut dapat membesar maupun mengecil tergantung dari
mana resistansi tersebut diukur. Nilai resistansi ini dapat berubah secara linier
maupun logaritmik sesuai konstruksi sensor yang dibuat oleh pabrik. Gambar 4.4
menunjukkan bagaimana koneksi potensiometer dilakukan. Sementara cara
pemberian/pembacaan simbol resistansi yang lain ditunjukkan dalam Gambar 4.5.
FS adjust
+V
Vsupply + +
Vout Vout
-V -
-
Zero adjust
Gambar 4.5 Penentuan Nilai Resistansi Terukur pada Berbagai Macam Kondisi
Pemasangan
disolder dgn
wire grid
kertas
tipis
wire
grid
kertas
tipis
sumbu
pasif
Jika strain-gauge yang telah terakit mendapat beban tarik, maka wire-grid
yang terpasang di antara kedua kertas tipis penutupnya akan memanjang.
Berdasarkan hukum fisika, maka akan terjadi pertambahan nilai resistansi sesuai
dengan besarnya perpanjangan wire-grid tersebut. Perubahan ini dipengaruhi oleh
jenis bahan yang dipakai untuk membuat strain-gauge itu.
Ada banyak macam strain-gauge yang digunakan untuk berbagai aplikasi.
Jika macam regangan yang bekerja lebih dari satu arah, maka strain-gauge jenis
Rosette dapat digunakan. Beberapa contoh bentuk strain-gauge ini ditunjukkan pada
Gambar 4.7. Jenis yang paling umum dipakai dan mudah didapatkan di pasaran
adalah jenis single element dan two-element Rossette.
Pada pengukuran besaran gaya, langkah pertama adalah menentukan
regangan yang terjadi pada suatu titik pada lengan gaya. Bila sebuah beban P
bekerja pada suatu batang gaya seperti pada Gambar 4.8, maka pada jarak d dari
beban P akan dirasakan momen tekuk (bending) sebesar Md yang selanjutnya akan
menyebabkan regangan pada bagian sisi atas dan bawah batang tersebut. Pada
kedua sisi tersebut dipasang dua buah strain-gauge A dan B. Adanya regangan itu
menyebabkan perubahan nilai resistansi kedua strain-gauge tersebut sesuai dengan
sifat elemen pengukuran ini. Hubungan antara beban yang bekerja dengan
perubahan nilai resistansi strain-gauge dapat diturunkan sebagai berikut:
Md = P⋅d (4.1)
Md ⋅c
σ= (4.2)
I
d
A P
RC
B
VO VS
RD
Dalam teori ilmu bahan diketahui bahwa σ = E.ε, dimana E adalah modulus
Young bahan dan ε = regangan yang terjadi karena tegangan yang bekerja (dL/L).
Sementara itu suatu bahan kawat dengan panjang dan diameter tertentu, terdapat
nilai hambatan R, sebesar:
ρL
R= (4.3)
A
Rasio dR/R (atau ε) ini terjadi karena adanya perubahan panjang dan
penampang kawat yang tidak lain merupakan pengaruh langsung dari regangan.
Dengan penurunan lebih lanjut dan mengacu pada definisi rasio Poisson, maka
diperoleh hubungan:
dR dρ
= ε axial (1 + 2ν ) + (4.5)
R ρ
dimana ν = rasio Poisson. Secara komersial, strain gauge di pasaran dijual dengan
menyatakan nilai Faktor Gauge (GF) sehingga Pers. (4.5) dapat dinyatakan dalam
bentuk yang lebih sederhana yakni:
dR
= ε axial ⋅ GF (4.6)
R
dρ
dimana GF = + (1 + 2ν ) (4.7)
ε axial ρ
Rs Rc
optocoupler
Vcc
Vs
photo-
cell
Sw
4-buah
photo-cell
d
c
b Pita Moiré
a
sumber sinar
gerakan mesin
(Gambar 4.11 b). Berbagai cara bisa dilakukan untuk menjaga elemen gulangan
kawat dari beban kejut dan getaran. Salah satu cara yang dipakai adalah dengan
menggunakan bobbin keramik dengan seal gelas atau epoxy disekujur gulungan dan
kemudian dipatri.
Alternatif lainnya adalah elemen gulungan spiral kawat dalam mica card
(Gambar 4.11 a) dan thin-film (Gambar 4.11 c). Elemen ini terdiri dari lapisan logam
dasar tipis yang dipendam dalam substrat keramik dan dipotong dengan laser
hingga mencapai nilai resistansi yang diinginkan. Elemen thin-film bisa mencapai
resistansi yang lebih tinggi dengan jumlah material logam lebih sedikit, sehingga
jenis ini cenderung lebih murah.
RTD bisa berfungsi sebagai transduser elektrik, yang mengkonversi
perubahan temperatur menjadi signal tegangan dengan pengukuran resistansi.
Resistor ini adalah peralatan yang memiliki koefisien temperatur positif, yang
berarti bahwa resistansinya meningkat dengan kenaikan temperatur (Gambar 4.12).
Seperti logam pada umumnya, resistansi logam meningkat dengan kenaikan
temperatur. Sifat resistif yang sangat sensitif terhadap perubahan temperatur ini
merupakan keunggulan elemen ini.
Logam platina adalah elemen yang paling utama sebagai bahan RTD,
walaupun nikel, tembaga dan paduan balco (nikel-besi) juga bisa digunakan.
Logam-logam ini adalah material terbaik bagi penerapan RTD karena sifat-sifat
linearitas resistansinya akibat temperatur, koefisien resistansinya yang tinggi, dan
kemampuannya menghadapi siklus temperatur yang berulang-ulang. Koefisien
resistansi terkait dengan perubahan nilai resisitansi per derajat perubahan
temperatur, biasanya dinyatakan dalam % per derajat temperatur. Platina menjadi
material populer karena rentang temperaturnya yang lebar, keakuratan, stabilitas,
dan juga derajat standar di antara para produsen. Elemen ini menghasilkan signal
4.2.5 Termistor
Termistor adalah salah satu sensor panas paling populer, yang pada dasarnya
adalah suatu resistor dengan koefisien temperatur yang sangat tinggi. Sebaliknya
dari RTD, termistor akan menunjukkan penurunan nilai resistansi pada saat
terjadinya kenaikan temperatur. Penurunan nilai ini sangat curam dengan sedikit
kenaikan temperatur, sehingga alat ini cocok sekali untuk pengukuran temperatur
yang teliti. Secara skematis, pola perubahan nilai tahanan ini ditunjukkan pada
Gambar 4.12, beserta beberapa bentuk fisik termistor yang ada di pasaran.
V/R
Termistor RTD
Termocouple
T
P
l
a
x ε2
y t
ε1
h
d ε
l
(c)
(a) (b) b
+
+
+
w
(d)
A~ x A~
d~ (e)
x (f)
ε rε o A
C= (4.10)
d
5. Gambar 4.13 (e) untuk kasus sensor perpindahan dengan perubahan jarak
pemisah:
ε rε o A
C= (4.15)
d+x
6. Gambar 4.13 (f) untuk kasus sensor perpindahan dengan perubahan luas
silinder, yakni:
ε rε o
C= ( A − 2πr 2 x) (4.16)
d
(a)
(b)
L0+ΔL
(c)
x
x
Gambar 4.14 Pengindera Induktif: (a) Tipe Solenoid, (b) Tipe Celah-udara, (c)
Rangkaian Ekivalennya
induktor 2Ra
dummy
Vac Vout
741
sensor
2Ra
Rb
Vac Rb
Vout = KLx (4.17)
4 Ro
Dengan definisi bahwa induktansi diri suatu lilitan L adalah total flux (N =
nφ = n2i/ℜ) per satuan arus, maka didapat:
N n2
L= = (4.20)
i ℜ
Pers. (4.20) memungkinkan seseorang menghitung induktansi dari suatu elemen
pengindera. Reluktansi rangkaian magnetik ℜ ini dapat dihitung dengan:
l
ℜ= (4.21)
μ r μo Α
n
lilitan
(a)
(b)
L
Lintasan
flux
(c) pusat
Permeabil
itas inti μc
Radius t
r R
2r
Permeabilitas
armatur μA
d (d)
Pada Gambar 4.16 (b) ditunjukkan inti yang terpisah oleh celah udara yang
dapat berubah-ubah lebarnya, sehingga reluktansinya adalah total reluktansi inti
dan celah udaranya. Karena nilai permeabilitas relatif udara mendekati satu
sedangkan untuk inti mencapai beberapa ribu sehingga keberadaan celah
menyebabkan kenaikan nilai reluktansi rangkaian ini dan menurunkan nilai
induktansi yang terkait. Jadi, perubahan kecil saja pada celah udara menyebabkan
perubahan induktansi yang cukup terukur sehingga bisa didapat cara kerja
mendasar dari sensor perpindahan induktif ini.
Contoh sensor induktif berbentuk semi-toroid ditunjukkan pada Gambar
4.16(c). Sensor ini terdiri dari tiga elemen yakni inti fero-magnetik berupa semi
toroid, celah udara dan plat fero-magnetik (armatur). Reluktansi total rangkaian
magnetik ini adalah jumlah semua reluktansi yang ada:
ℜtotal = ℜinti + ℜcelah + ℜarmatur (4.22)
R 2d R
ℜtotal = + + (4.23)
μ0 μ c r 2
μ0πr 2
μ0 μ Art
Perubahan nilai reluktansi di atas dapat dipakai pada Pers. (4.21) untuk
menghitung nilai induktansi suatu lilitan magnetik. Selanjutnya dengan memakai
Pers. (4.20), seseorang dapat menghitung perubahan induktansi suatu rangkaian
magnetik karena adanya perubahan reluktansi oleh pergerakan armatur atau yang
lainnya.
magnet
meter N
permanen
exciter ke frek.
meter
celah
udara
gerakan armatur
gerakan armatur
Gambar 4.17 Contoh Elemen Induksi-diri dan Variabel Reluktansi
ke rangkaian
pengeksitasi
lanjut
gerakan armatur
Gambar 4.18 Contoh Elemen Sensor Induktansi Mutual
gerakan
armatur
L-kiri L-kanan
gulungan
Vs -x gerak armatur +x
sekunder
Gambar 4.20 Gulungan LVDT dan Hubungan Input-Outputnya
Prinsip kerja elemen ini mirip dengan transduser induktif, tetapi prinsip dan
karakteristik listriknya berbeda. LVTD terdiri dari suatu inti/material ferrit yang
bergerak di dalam suatu gulungan (koil) kawat yakni: sebuah gulungan primer dan
dua gulungan sekunder. Dalam operasi normal, poros dihubungkan dengan suatu
objek ukur dan suatu eksitasi tegangan diterapkan pada gulungan primer sehingga
timbul medan magnet AC. Tegangan yang dipakai tergantung pada kondisi
gulungan, yakni antara 1 – 10 Volt. Rentang frekuensi tegangan yang dipakai
adalah: 60 – 25 kHz. Kedua gulungan sekunder tersebut masing-masing berada di
kedua sisi gulungan primer dan keduanya dihubungkan sedemikian sehingga
outputnya saling berbalikan. Kopling antar kedua gulungan itu ditentukan oleh
gerakan inti di dalamnya.
Pada posisi tepat di tengah gulungan, fluks magnet yang dibangkitkan pada
koil primer akan dikopel secara seimbang oleh koil sekunder. Pada kondisi ini, beda
tegangan antara kedua koil sekunder adalah nol. Ketika poros bergerak dari posisi
tengah tadi, maka akan muncul kopel fluks magnetik yang lebih besar pada salah
satu dari koil sekunder tersebut seperti pada Gambar 4.21 (a) dan (c). Di sini jelas
terlihat sepasang gulungan mendapat induksi maksimum sementara pasangan
lainnya mendapat induksi minimum. Hal ini akan menghasilkan beda tegangan
positif atau negatif. Dengan menggunakan polaritas dan besarnya tegangan tadi,
maka posisi poros dapat ditentukan.
S1 P S2 S1 P S2 S1 P S2
Ketika inti bergerak ke satu arah, kopling ke salah satu gulungan sekunder
meningkat sehingga tegangan outputnya juga meningkat. Untuk rentang jarak
tertentu nilai outputnya linier dengan pergerakan inti x, yakni:
Vs = Vp.K.x (4.24)
dimana K adalah sensitivitas dan x adalah gerakan inti ke kiri atau kanan. Gambar
4.22 menunjukkan salah satu contoh gambar potongan dalam suatu komponen
LVDT yang banyak digunakan.
Untuk menjamin operasi yang efisien dalam jangka panjang terkait dengan
ketahanan kimia, maka perlu dijaga agar setiap zat kimia yang masuk dan
berkontak dengan sensor ultrasonik ini tidak mempengaruhi pembungkusnya
(casing) sehingga kehandalan operasi sensor tersebut dapat terjaga. Untuk
kebutuhan itu, maka sensor ini harus sangat tahan terhadap zat-zat kimia seperti:
a) garam, minyak alifatik dan aromatik,
b) minyak (bensin), basa dilusi dan asam.
Kelebihan sensor ultrasonik ini adalah mampu mendeteksi tanpa kontak, setiap
objek tanpa ditentukan oleh:
1. jenis materialya (logam, plastik, kayu, kardus, dll),
2. kondisi alamiahnya (padat, cair, bubuk, dll),
3. warnanya,
4. derajat kebeningannya.
Jenis sensor ini cocok digunakan dalam berbagai penerapan di industri misalnya
untuk mendeteksi:
yang sama, maka beda potensial antar keduanya saling meniadakan (ΔVT = v12 – v21
= 0). Bila tidak, ΔVT ini bisa positif/negatif tergantung apakah T lebih besar atau
lebih kecil dari pada TR.
v v12
T
T Metal 1
ΔVT
Metal 2
Metal 2 Metal 1
Metal 1
TR
(a) (b)
TR
Gambar 4.25 Sambungan Termokopel: (a) Beda Potensial Antar Titik Sambungan,
(b) Daerah Titik Pengukuran dan Titik Referensi
Salah satu cara termudah untuk menentukan nilai T2 terlebih dahulu adalah
dengan mencelupkan sambungan tersebut ke dalam bak es, memaksa
temperaturnya menjadi 0O C dan menjadikan T2 sebagai titik referensi (Gambar
4.27). Karena terminal sambungan dalam voltmeter terbuat dari tembaga-tembaga,
maka tidak dihasilkan e.m.f termal, sehingga pembacaan tegangan (v) pada
voltmeter hanya tergantung dari temperatur T1 saja. Metoda ini menjadi sangat
akurat karena temperatur bak es dapat dikendalikan dengan tepat. Titik beku es ini
juga digunakan oleh NBS (National Bureau of Standard, AS) sebagai titik referensi
fundamental dalam membuat tabel pengukuran termokopel sehingga setiap
pembacaan voltmeter (v) dapat langsung dikonversikan ke temperatur T1 dari tabel
tersebut.
Cu Cu + T1
++ T1 +
+
=
v v1
v v1 + v2 - -
+ v2 - - -
LV Cu
- Cu Cu
Voltmeter
Es T2 = 0oC
Gambar 4.27 Pengukuran Termokopel dengan Titik Acuan External (Bak Es)
Cara lain untuk mendapatkan pengukuran dengan termokopel secara
langsung tanpa harus menyiapkan bak es adalah menggunakan termistor dengan
nilai resistansi RT. Karena nilai resistansinya merupakan fungsi temperatur, maka
sambungan tempat termistor dipasang (T3 dan T4) yang berupa blok temperatur
akan dijadikan sebagai temperatur absolut (Tref) dari sambungan acuan (Gambar
4.28). Dengan menggunakan multimeter digital dalam kendali komputer, maka hal
yang perlu dilakukan adalah:
1. Mengukur RT untuk menentukan Tref, dan selajutnya ubah Tref menjadi
tegangan sambungan referensi vref,
2. Ukur teganan v, dan kurangi dengan vref untuk mendapatkan v1, dan
konversikan v1 ke temperatur T1.
Temp. Blok Tref
Cu
T3 Fe
+ T1
+
v v1
T4 -
- C
Cu
Voltmeter
RT
sambungan referensi. Jenis sensor temperatur yang bisa dipasang pada terminal
blok adalah sensor yang memiliki karakteristik proporsional terhadap temperatur
seperti: RTD, termistor atau sensor temperatur IC.
Secara umum dapat disarikan bahwa termokopel memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Suatu termokopel dibuat dari dua buah kawat dari meterial yang tidak sejenis
yang disambungkan pada satu ujungnya, dan dibungkus dengan proteksi
logam untuk mencegahnya dari kerusakan,
2. Masing-masing ujung termokopel lainnya dihubungkan ke peralatan
pengukuran,
3. Pemanasan pada titik sambungan termokopel akan menimbulkan tegangan
listrik yang lebih besar dari pada tegangan antara dua titik sambungan
referensi,
4. Perbedaan kedua tegangan ini adalah proporsional terhadap perbedaan
temperatur dan perbedaan itu dapat diukur dengan sebuah voltmeter.
Suatu contoh rakitan sensor tekanan ditunjukkan pada Gambar 4.29 (a)
dimana plat tipis yang telah dipasangi dua strain-gauge diberi tekanan P sehingga
terjadi regangan pada tempat strain-gauge (2) dan (3), serta terjadi pengerutan pada
strain-gauge (1) dan (4). Selanjutnya output dari keempat sensor dapat dihubungkan
ke rangkaian jembatan penguat seperti pada Gambar 2.17.
pipa Bourdon
strain plat tipe C
gauge tipis
(2,3) blok core output
penahan LVDT
(1) (4)
P
saluran saluran
tekanan tekanan
(a)
(b)
pegas input
Dalam hal ini, plat tipis berfungsi sebagai transduser primer, sedangkan
strain-gauge sebagai transduser sekunder. Cara pengukuran lainnya dapat
dilakukan dengan menggunakan pipa Bourdon yang dilengkapi dengan LVDT
untuk mengukur defleksi ujung pipa yang terjadi seperti dalam Gambar 4.29 (b).
Output LVDT bisa disambungkan dengan rangkaian jembatan penguat seperti pada
Gambar 4.15. Dalam hal ini, pipa Bourdon berfungsi sebagai transduser primer,
sedangkan LVDT sebagai transduser sekunder.
Sistem mekanis dapat juga dipakai dalam pengukuran tekanan, misalnya
pada mengukuran spesifikasi geometri produk manufaktur dengan menggunakan
metoda sistem tekanan balik ataupun sistem kecepatan aliran fluida yang bekerja
berdasarkan fluida kerja udara. Sistem ini digabungkan menjadi alat ukur
geometrik yang bekerja berdasarkan prinsip pengubah pneumatik [Rochim, 2001].
menghasilkan pulsa yang menyatakan jumlah putaran poros turbin dan berkorelasi
langung dengan kecepatan aliran fluida seperti disajikan dalam Gambar 4.30 (b), (c).
bellow
(a)
LVDT
P1 flow P2
(b)
lead
venturi
coil
Gambar 4.31 Sinar LED Saat Mengenai Foto-sel dan Saat Terhalang
Digital
Sensor Foto- Memberi penginderaan non-kontak sederhana dari poros
Tidak (Pulsa Linier
reflektif atau objek berputar lainnya.
Tunggal)
Tabel 4.3 Beberapa Jenis Sensor Gerakan yang Umum Dipakai (lanjutan).
Sensor LVDT Ya* Analog Linier Sensor kontak yang memanfaatkan induksi magnet
Tachometer Tidak Analog Rotasi Sensor kontak yang mengukur kecepatan putar poros
T
A
T/4
B
CW
Z
Suatu variasi lain dari encoder putar standar adalah encoder dengan poros
berlubang (hollow). Encoder berlubang merupakan encoder yang tidak berisi poros.
Tidak dengan mengkopling suatu poros yang akan diukur posisinya, encoder
berlubang justru langsung dipasang disekeliling poros yang akan diukur.
Selanjutnya, encoder berlubang mampu mengeliminasi resonansi yang terkait
dengan kopling dan masalah kerumitan penyatuan dua poros yang biasa terjadi.
Encoder optis linier mampu mengindera gerakan linier seperti pada Gambar
4.33. Encoder linier tidak memakai lempengan berputar, tetapi suatu lempeng
berskala (ukuran) linier yang ditandai dengan jarak yang sama. Lempeng berskala
itu dapat dibuat dari kaca, logam atau pita (logam, plastik, dan lain-lain). Tanda di
atas skala itu dibaca oleh suatu rakitan kepala gerak yang berisi sumber cahaya dan
pendeteksi sinar.
sumber detector
cahaya sinar
skala
Resolusi encoder linier dinyatakan dalam unit jarak dan ditentukan oleh jarak
aktual antar garis skala. Encoder ini tersedia dengan ukuran dari beberapa
sentimeter hingga beberapa puluh centimeter dan resolusinya bisa mencapai satu
mikron (atau bahkan kurang). Sensor jenis ini banyak dipakai pada mesin perkakas
CNC untuk mengukur gerak meja mesin dalam sumbu x, y dan z dan output
dikirim ke unit DRO (digital read out).
Encoder optis laser merupakan tipe lain dari sensor gerakan. Walaupun
memakai pendekatan pengukuran yang berbeda di dalamnya, alat ini menawarkan
fungsionalitas yang sama seperti encoder standar. Encoder optis laser juga
memberikan resolusi yang jauh lebih tinggi dengan harga peralatan yang memang
lebih mahal. Diantara sensor-sensor gerakan yang tersedia, encoder ini memberikan
keakuratan dan kecepatan yang terbaik untuk harga yang masuk akal dan sudah
tersedia dari berbagai produsen terkenal.
fotoreflektif akan menghasilkan sebuah pulsa bila sensor menerima pantulan sinar
(Gambar 4.34 b). Sementara sensor kedekatan dan Hall effect menghasilkan sebuah
pulsa bila sensor datang mendekati objek. Tergantung pada rancangan sensor, objek
yang didekati bisa bersifat magnetik ataupun tidak (Gambar 4.35).
(a) (b)
Gambar 4.34 Sensor Pemutus dan Sensor Fotoreflektif
objek
array target
CCD
medan magnet
radial magnet cincin
disambungkan
dengan objek
Sensor ukur
pulsa
regangan
terjadinya tegangan tarik) dan sepasang lagi mengukur pengerutan pada arah
lainnya yang tegak lurus terhadap arah sebelumnya.
d kompresi
sumbu
poros
L
tarik
strain-gauge
strain
gauge
signal Amplifier
output Demodulator
output
BAG. STASIONER jembatan
BAG. BERPUTAR
Gambar 4.42 Rangkaian Jembatan Wheatstone Untuk Mengukur Torsi Pada Poros
yang Berputar
puntiran). Dengan demikian kondisi terpasang poros mesin misalnya akan dapat
diketahui dalam keadaan operasional.
Pada suatu unit jari pencekam (gripper) dipasang sebuah motor listrik (DC)
dan motor ini dapat dioperasikan dengan kecepatan yang relatif tinggi untuk
menggerakkan jari lengan robot menjepit suatu benda kerja pada saat jari menuju
titik approaching. Untuk mendapatkan performansi terbaik bagi gripper ini, maka
dipasangkan beberapa macam sensor antara lain berupa:
1. Encoder, berfungsi untuk mengukur berapa jumlah putaran yang telah
dilakukan oleh poros motor penggerak. Jumlah putaran ini terkait dengan
berapa besar sudut putar linkage jari, selanjutnya menujukkan besarnya gerakan
menutup ke dua ujung jari,
[6] Temperatur pengecoran logam biasanya bisa mencapai lebih dari 1000O Celcius.
Dapatkan termokopel dipakai untuk mengukur temperatur ini? Agar petugas
ukur tidak perlu mendekati area pengecoran pada daerah yang
membahayakan, adakah sensor lain yang dapat digunakan?
[7] Apakah yang disebut dengan Gauge Factor?
[8] Apakah yang dimaksud dengan tactile sensor? Dimanakan jenis sensor seperti
ini digunakan?
[9] Bagaimanakah rangkaian dasar sensor induktif yang bisa dipakai untuk
membedakan dua buah catur yang berbeda identitasnya?
[10] Untuk dapat mengukur suatu putaran sudut poros hingga mencapai
kecermatan ½ derajat, tentukanlah jumlah bit encoder optis yang harus
digunakan dan gambarkan konstruksi garis gelap-terang yang diperlukan.
[11] Bagaimanakah cara kerja lampu stroboskop yang dipakai untuk menentukan
besar putaran posos engine mobil?
[12] Sebutkan macam-macam sensor termal yang bersifat resistif. Manakah yang
paling tepat dipakai untuk mendeteksi disipasi panas?
[13] Sebutkan komponen-komponen mana yang dapat disebut sebagai transduser
primer dan sekunder pada alat pengukur akselerasi dengan LVDT seperti
pada Gambar 4.39?
[14] Jelaskan cara kerja sensor yang memanfaatkan munculnya Pita Moiré untuk
mengukur perpindahan. Berapa besar kecermatan yang mungkin dihasilkan
dengan sensor ini?
(mata) (otak)
kec. mobil
(kaki)
batas kec. dinamika
Σ aktuator kenda-
aturan
DAC
kendali raan
arah
mobil
Σ arah mobil
aktuator
(tangan)
ADC
sensor
Keputusan otak ini dikirim ke aktuator yang nantinya akan direalisasi berupa
gerakan kaki menekan pedal dan secara bersamaan gerakan tangan memutar setir.
Begitulah seterusnya sehingga arah dan kecepatan yang terjadi sama dengan yang
diinginkan. Walaupun sudah cocok, gangguan yang datang (misalnya angin atau
kemacetan lalu lintas) bisa juga mengharuskan dilakukannya koreksi gerakan
aktuator untuk menghindari penyimpangan yang masih mungkin terjadi. Aktuator
mendapat perintah gerak dari sistem kendali untuk menghasilkan output yang
harus sesuai dengan setting point (SP) yang diinginkan,
Bila sistem semacam ini ingin dijalankan secara otomatis atau diterapkan
pada sistem mekanis terotomasi, maka perlu disisipkan perangkat ADC (Analog to
Digital Converter) dan DAC (Digital to Analog Converter) agar dunia komputer yang
menggantikan otak manusia bisa berkomunikasi dengan dunia nyata. Kedua
perangkat tersebut merupakan interface (antar muka) antara dunia digital (dunia
komputer) dengan dunia analog (alam nyata). Informasi dari lingkungan (berupa
data kecepatan dan arah kendaraan) masih berupa data analog. Dalam hal inilah
fungsi ADC terlihat, yakni mengubah data analog menjadi data digital. Sebaliknya
DAC akan memberi signal analog kepada aktuator setelah sebelumnya mengubah
data digital yang dihasilkan oleh komputer pengendali.
Secara garis besar, aktuator dapat diklasifikasi menjadi empat macam, yaitu:
1. Aktuator yang digerakkan dengan fluida bertekanan,
2. Aktuator elektrik, digerakkan dengan energi listrik dan
3. Aktuator mekanik, digerakkan dengan mekanik dan
4. Aktuator khusus, digerakkan dengan cara yang khusus.
Secara lebih lengkap, beberapa macam dan cara kerja aktuator tersebut akan
dijelaskan dalam Sub-bab berikut.
Jenis aktuator yang mengubah energi udara bertekanan menjadi energi gerak
disebut aktuator pneumatik (baca: numatik!). Ditinjau dari jenis gerakan yang bisa
dihasilkan, aktuator pneumatik (ingat, baca: numatik) ini dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yakni:
1. Penggerak linier, menghasilkan gerakan linier, baik terkendali dalam satu arah
ataupun dua arah,
2. Penggerak rotasional, umumnya terkendali dua arah.
Prinsip kerja aktuator pneumatik adalah penekanan suatu penampang
piston oleh sejumlah udara bertekanan (umumnya tekanan antara 3 - 5 bar). Arah
penekanan ini dapat dibuat dalam satu arah (pada single acting piston) ataupun dua
arah (pada double acting piston). Gambar 5.2 menunjukkan cara kerja aktuator
pneumatik secara garis besar. Pada kasus double acting, kecepatan maju mundur
piston dapat dikendalikan dengan cara mengatur laju aliran fluida yang memiliki
tekanan p1 ataupun p2. Gerakan maju dan mundur memberi gaya dorong yang
berbeda besarnya karena adanya perbedaan luas penampang piston yang didorong
oleh udara bertekanan dari dua sisi yang berlawanan. Kondisi ini harus menjadi
perhatian pada saat seseorang merancang alat pencekam/clamping menggunakan
piston pneumatik dua arah ini.
A1 A2
p1 p2 p
Gambar 5.2 Double dan Single Acting (dengan Pegas) Piston Pneumatik
Sementara pada kasus single acting, hanya kecepatan maju piston saja yang
dapat dikendalikan. Gerakan balik piston dilakukan oleh pegas, dengan gaya tekan
yang selalu sama. Perbedaan luas penampang piston tidak memberi pengaruh pada
kecepatan balik piston. Rentang jangkauan kedua jenis piston ini sangat luas, dari
beberapa cm hingga puluhan cm.
Untuk kebutuhan gerak (jangkauan) yang pendek, digunakan konsep
gerakan/lendutan diafragma (Gambar 5.3). Disamping itu, penggunaan diafragma
memberikan fitur lain, yakni bentuk/konstruksi pistonnya bisa dibuat kecil dan
ringan. Piston jenis ini banyak digunakan pada industri elektronika, dimana
komponen-komponen elektronik perlu ditekan hanya dengan gaya yang kecil saja.
p1
tekanan katup
atmosfer
p1 diafrag
pegas
balik
diafragma
Untuk mendapatkan gerakan rotasi, ada dua cara yang umum dilakukan,
yakni: mengunakan sistem rotary vane dan jenis motor pneumatik/hidrolik, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 5.4. Rotary vane adalah sistem poros berputar karena
adanya tekanan udara p1, yang mendorong sudu putar tunggal hingga sapuan
sudut tertentu. Putaran poros ini tidak bisa dilakukan hingga satu putaran penuh
karena konstruksi fisiknya yang tidak memungkinkan. Sementara motor
pneumatik/hidrolik memungkinkan terjadinya putaran lebih dari 360O. Gerakan
sudu yang berputar sambil didorong radial keluar oleh pegas berfungsi untuk
menjaga tekanan fluida dari kebocoran di antara celah-celah sudu.
p2
p1
p2
p1
4. Sering timbul suara desis/desing yang kencang bila ada kebocoran pada
saluran udara,
5. Tidak memiliki mekanisme self-locking yang baik, karena sifat incompressibility
fluida yang rendah.
Contoh penggunaan aktuator pneumatik antara lain untuk menggerakkan unit
penekan (press) pada mesin pembuat mangkok kue. Pemanfaatan yang lain adalah
mesin penekuk pelat logam ataupun unit pengarah benda kerja pada konveyor tipe
rol (Gambar 5.5). Selain itu, piston pneumatik sangat banyak digunakan pada
proses welding di industri otomotif, seperti perakitan sepeda motor ataupun mobil.
katup saklar piston
solenoid tekanan
roll
exhaust penekuk
barang yg
tersortir
benda kerja
tertekuk aliran utama
piston
(b) solenoid sedang aktif barang
penekan
Untuk memasok tekanan yang diperlukan bagi sistem pneumatik ini, maka
dirancang suatu sistem pemasok udara bertekanan yang sedapat mungkin memiliki
kadar kualitas kekeringan udara tertentu. Salah satunya adalah sistem pemasok
seperti pada Gambar 5.6, dimana udara atmosfir pertama disaring melalui filter.
Selanjutnya setelah melalui silencer, udara ditekan oleh kompresor hingga memiliki
tekanan tertentu. Udara bertekanan melalui relief valve dan didinginkan serta
dipisahkan kandungan airnya. Setelah itu, udara kering bertekanan siap dipakai
pada sistem pneumatik. Udara sistem pneumatik ini benar-benar harus kering agar
piston pneumatik selalu dapat bekerja dengan sempurna.
motor
silinder tampung
relief
pendingin
kompresor valve
intake
udara 2
pemisah
silencer kabut/embun
Filter
tekanan sumber dan tekanan jalur keluar. Gaya ini bisa bernilai jauh lebih besar dari
pada gaya yang diperlukan untuk menggerakkan katup spool ke kiri atau ke kanan.
Rangkaian seperti ini bisa digunakan untuk elemen pengendali akhir dalam rangka
menghasilkan gaya besar yang diperlukan, misalnya untuk menggerakkan benda
kerja bagi mesin-mesin industri.
beban
piston
motor
katup
akumulator
lepas-tekan
pompa katup
non-return
kembali
sump
minyak
saluran keluar
aktuator
gerak output
Gerakan rotasi juga bisa dihasilkan oleh piston hidrolik. Sebuah tabung
dilengkapi dengan pasangan dua buah rack dan sebuah pinion disusun seperti pada
Gambar 5.9. Tekanan p1 diterapkan dari bagian sisi kiri dan kanan tabung,
kemudian kedua rack akan bergerak saling mendekat, sementara fluida di antara ke-
dua rack keluar dengan tekanan p2. Karena adanya gerakan linier oleh rack, maka
pinion (poros) yang ada di antara ke-dua rack akan berputar dengan kecepatan
putar tertentu. Bila poros (pinion) harus diputar dengan arah terbalik, maka arah
aliran fluida harus dibalik, yakni dari p2 ke p1.
p2
poros
p1 p1
rack pinion p2
Gambar 5.9 Motor Hidrolik Menggunakan Pasangan Rack dan Pinion
posisi manapun di antara keadaan terbuka dan tertutup total ataupun jenis katup
posisi tertentu, artinya hanya posisi terbuka atau tertutup penuh saja yang bisa
dimiliki, mirip dengan saklar listrik On/Off. Hubungan aliran fluida kepada katup
dilakukan melalui apa yang disebut port (pintu).
Pada Gambar 5.12, ditunjukkan suatu sistem katup pengendalian yang
paling dasar yakni jenis posisi tertentu. Beban dihubungkan dengan pintu (port) A
dan B, sementara fluida bertekanan dari pompa atau kompresor dengan pintu P
dan untuk kasus katup hidrolik, fluida disalurkan kembali ke tangki penampung
(T). Dalam hal katup pneumatik, udara balik dibuang saja ke udara luar. Pada kasus
ini, posisi piston hanya bisa berada pada dua titik ekstrim yakni ujung atau pangkal
saja. Oleh karena itu, piston jenis ini dikatakan memiliki dua posisi kendali. Akan
tetapi bisa juga dibuat agar piston berada pada kedua posisi ekstrim dan juga di
sembarang titik diantara kedua titik ekstrim itu.
load load
beda jarak
extended retracted
A A
P P
B B
T T
Gambar 5.12 Contoh Jenis Katup Pengendali 4 Terminal
Katup jenis posisi tertentu dinyatakan dalam bentuk jumlah port dan jumlah
posisi yang dimiliki. Misalnya katup 4/2 artinya terdapat 4 port dan 2 posisi,
sementara katup 4/3 artinya terdapat 4 port dan 3 posisi. Gambar 5.13 menunjukkan
aksi yang mungkin dilakukan oleh katup ini. Pada katup 4/3, terdapat posisi Off
dimana port P dan T dihubungkan, sementara A dan B ditutup. Cara lain untuk
mendapatkan posisi Off adalah menutup semua port atau menghubungkan port A
dan B dengan port T.
Simbol yang dipakai untuk menunjukkan katup pengendali adalah kotak
dengan simbol semua port. Untuk katup 4/2 akan ada 2 kotak simbol dan katup 4/3
terdapat 3 kotak, seperti pada Gambar 5.14. Pada gambar (a), kotak pertama
menyatakan satu posisi katup pada saat piston ke luar. Kotak kedua menyatakan
posisi katup yang lain yakni saat piston tertarik. Pada gambar (b) ditunjukkan
hubungan P dan T dengan A dan B tertutup, sementara gambar (c) menunjukkan
hubungan A dan B dengan T serta P tertutup.
T T T T T
(a) (b)
Gambar 5.13 Simbol Beberapa Macam Katup: (a) 4/2 dan (b) 4/3
A B A B A B
(a) P T (b)
(b) P T (c) P T
Gambar 5.14 Hubungan pada Katup: (a) Jenis 4/2, (b) Jenis 4/3 dengan P dan T
terhubung pada Posisi Off, (c) Jenis 4/3 dengan T dan A, serta B terhubung pada
Posisi Off
push
roller lever spring
button
dihasilkan oleh pegas sama dengan simbol kotak dimana ia ditempelkan. Gambar
5.16 (b) menunjukkan hal yang sama, hanya saja untuk mengaktifkan katup ini
digunakan solenoid.
A B A B
(a) P T (b) P T
Simbol katup pada Gambar 5.14 memiliki konstruksi fisik seperti pada
Gambar 5.17, dimana pada saat solenoid tidak aktif (gambar kanan), tekanan bisa
bebas mengalir dari port P menuju port A. Ketika solenoid diaktifkan (gambar kiri),
pegas akan tertekan dan tekanan dari port P bebas mengalir menuju port B,
sementara saluran dari port A berhubungan dengan tangki penampung (T). Dengan
begitu, sistem ini dapat dikendalikan secara elektronik dan juga dari jarak jauh.
simbol katup
dengan solenoid
dan pegas
disajikan. Katup poppet (boneka) sederhana 2/2 yang selalu tertutup dalam keadaan
normal. Dalam katup ini, bola atau cakram maupun konus sering digunakan untuk
mengatur aliran fluida. Sementara katup geser berfungsi untuk mengatur aliran
fluida dari sumber (P) menuju salah satu port baik A maupun B, sementara port T
tetap tertutup.
A D
(a) P
A B A B
T (b) P T
Gambar 5.18 (a) Katup poppet 2/2, (b) Katup Geser 4/2
Disamping itu katup yang dioperasikan oleh katup pilot digunakan pada
saat gaya manual atau gaya solenoid tidak cukup kuat untuk menggeser katup
geser. Sistem seperti ini memberikan gaya cukup besar bagi katup geser (katup
kedua), seperti ditunjukkan pada Gambar 5.19. Katup pilot merupakan katup
berkapasitas rendah sehingga dapat dioperasikan secara manual atau dengan
solenoid. Keluaran katup ini dihubungkan dengan port pilot dari katup utama yang
disimbolkan dengan huruf X, Y, Z dan lain-lain. Saluran tekanan pilot digambarkan
dengan garis putus-putus berwarna merah.
A B
katup pilot A B
P T
katup utama
P T
Gambar 5.19 Pengendalian Katup Utama dengan Katup Pilot
Kadang kala aliran fluida hanya boleh dilewatkan menuju satu arah saja, karena
satu alasan tertentu. Keperluan semacam ini dapat direalisasi dengan katup
pengarah (directional) seperti pada Gambar 5.20 (a). Hanya aliran satu arah yang
bisa melalui katup ini, karena bola penahan bisa tertekan ke arah pegas. Aliran
fluida yang terbalik akan tersumbat oleh bola yang terjepit pada dudukannya
karena tekanan pegas bersama fluida.
Sementara itu katup pelepas tekanan (pressure relief) sering diperlukan dan
dipasang pada sistem pneumatik dan hidrolik. Fungsi ini sangat diperlukan sebagai
langkah pencegahan terhadap risiko dari tekanan yang berlebihan bagi sistem. Hal
ini terjadi pada saat tekanan masuk melewati nilai tekanan oleh pegas, maka katup
akan segera membuka dan mengijinkan adanya aliran fluida melalui katup
(Gambar 5.20 b). Artinya katup ini hanya akan berfungsi hanya bila tekanan yang
telah ditentukan telah dilewati oleh tekanan masuk. Sering juga katup semacam ini
digunakan sebagai katup sekuensial bagi beberapa part tertentu.
katup lepas
tekanan
aliran
aliran tertahan
bebas
aliran
(a) tertahan aliran bebas
(b)
Gambar 5.20 Katup Pengarah dan Pengatur Tekanan
listrik DC seperti dilukiskan pada Gambar 5.21 (a) untuk kawat lurus dan Gambar
5.21 (b) untuk gulungan kawat. Selanjutnya, bila suatu kawat dialiri arus listrik dan
dikenai medan magnet, maka akan muncul gaya Lorentz yang cenderung
menggeser posisi kawat tersebut.
i i
(b)
medan
arus DC magnet: B
i
j j j j medan
(a)
magnet: B
Motor listrik sebagai salah satu bentuk aktuator sering menjadi elemen
terakhir dalam sistem kendali posisi atau kecepatan. Secara garis besar motor listrik
dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni: motor DC dan motor AC. Prinsip kerja
dasar motor listrik ini adalah sebagai berikut:
1. Suatu gaya akan muncul pada seutas kawat konduktor yang berada dalam
suatu medan magnet apabila ada arus listrik yang melewatinya. Pada
konduktor sepanjang l yang dilalui arus i dalam suatu medan magnet dengan
intensitas flux B yang tegak lurus dengan konduktor tadi, akan muncul gaya F
yang besarnya sama dengan Bil.
2. Bila suatu konduktor bergerak dalam medan magnet, maka akan muncul e.m.f.
yang menginduksi sepanjang kawat tadi. Gaya e.m.f. induksi ini (disimbulkan
dengan e) akan bernilai sama dengan laju sapuan dimana fluks magnet Φ yang
dilalui oleh konduktor (sesuai hukum Faraday), yakni e = -dΦ/dt. Tanda negatif
muncul karena arah e.m.f. sedemikian rupa sehingga melawan perubahan
medan yang menghasilkannya (sesuai hukum Lenz). Oleh karena itu medan ini
selanjutnya dikenal dengan istilah back e.m.f.
Selain motor DC dan motor AC sebagai penggerak yang memanfaatkan
energi listrik, juga dikenal motor stepper yang merupakan kasus khusus dari motor
DC. Ketiganya memanfaatkan prinsip dasar yang sama yakni hukum Lorentz untuk
menghasilkan gerakan, tetapi berbeda dalam konstruksinya. Secara lengkap
klasifikasi motor listrik ditunjukkan dalam Gambar 5.22.
Motor Listrik
1 Magnet permanen
Motor 2 Gulungan serie Fasa terpisah
DC 3 Gulungan shunt Str. kapasitor
4 Gabungan serie-shunt Kapasitor pisah
permanen
Kutub bayangan
Squirrel- Kapstr. dua nilai
Stepper:
cage
Permanen magnet
Single
Reluktansi variabel
phase
Hibrid Repulsi
Repl. start
Rotor
Repl. induksi
lilitan
Sinkronos
Universal
Vcc
kontak C
A
i
R L
koil NC
pegas input
NO
Berbeda dengan relay, komponen solenoid mirip dengan relay hanya saja
sebagai outputnya adalah gerakan pendek (stroke) poros intinya. Sebuah inti logam
ferro diletakkan di dalam lilitan kawat yang dialiri arus listrik, menyebabkan gaya
Lorentz menarik/mendorong inti tersebut keluar dari posisi awalnya hingga titik
tertentu. Posisi ini merupakan posisi keseimbangan antara gaya Lorentz dengan
gaya pegas yang menahan inti pada posisi stabil (Gambar 5.24). Gerakan solenoid
ini misalnya dipakai untuk mengaktifkan katup pengendali pada sistem pneumatik
secara otomatis dan lain sebagainya.
lilitan
pegas inti
pivot
dipakai untuk
alat lain
5.2.2 Motor DC
Unit penggerak yang mengandalkan energi listrik arus searah adalah motor DC.
Motor ini sebenarnya jarang digunakan dalam penerapan industri pada kondisi
normal, karena hampir semua sistem fasilitas kelistrikan menyediakan arus bolak-
balik (AC). Akan tetapi untuk penerapan yang khusus, ada keunggulan tertentu
yang bisa diperoleh dari motor listrik ini. Maka dari itu untuk menjalankan motor
DC, hal sederhana yang dilakukan adalah dengan mengubah arus bolak balik
menjadi arus searah. Karakteristik utama motor ini diantaranya adalah pada saat
diperlukan adanya operasi dengan rentang torsi yang luas dan pengaturan
kecepatan yang baik. Secara rinci karakteristik umum motor DC adalah:
a. Menghasilkan torsi yang tinggi pada kecepatan yang rendah,
b. Pengaturan kecepatan yang baik sepanjang rentang kerjanya (tidak ada low-end
cogging),
c. Kapabilitas kelebihan beban (overload) yang baik,
d. Lebih mahal dari pada motor AC,
e. Secara fisik berukuran lebih besar dari pada motor AC untuk ukuran daya (HP)
yang sama,
f. Memerlukan perawatan dan perbaikan lebih banyak dibanding motor AC.
Motor DC disusun dari beberapa gulungan kawat yang dipasang dalam slot
suatu silinder material magnetik yang disebut armatur (armature). Armatur ini
ditempatkan dalam suatu medan magnet dan ditumpu oleh bantalan (bearing)
sehingga bisa berputar bebas. Medan magnet ini bisa dihasilkan dari magnet
permanen ataupun dari pole medan magnet yang dihasilkan oleh gulungan kawat
yang dialiri arus listrik.
Sebagai contoh adalah satu lilitan kawat yang dialiri arus i, diletakkan pada
medan magnet yang dihasilkan oleh magnet permanen N - S. Pada segmen kawat
yang melintang terhadap garis medan magnet (B), maka akan muncul gaya Lorentz
(F = B.i.l) yang cenderung menggerakkan kawat ke atas (Gambar 5.25 a). Besarnya
gaya ini dapat diatur dengan cara mengubah variabel B, i atau l. Yang umum
dilakukan adalah mengubah besarnya arus listrik yang masuk.
Dalam satu lilitan penuh kawat pada stator motor DC, terjadi dua buah gaya
Lorentz, dengan arah yang bertolak belakang dan memiliki jarak tertentu seperti
ditunjukkan Gambar 5.25 (b). Karenanya akan muncul couple/torsi (sebesar F.d)
yang cenderung menyebabkan lilitan ini berputar. Agar torsinya menjadi besar
maka yang umum dilakukan adalah menambahankan jumlah lilitan sehingga
panjang lilitan meningkat (l = u) ataupun memperbesar diameter kawat (i = u).
Prinsip kerja motor DC magnet permanen ditunjukkan pada Gambar 5.26.
Pada saat armatur dialiri listrik, maka bagian ini berfungsi sebagai magnet. Kutub
magnet armatur akan tertarik ke arah medan magnet yang berlawanan, sehingga
menyebabkan poros armatur berputar. Pada gambar kiri armatur sedang berputar
searah jarum jam, dan saat sumbu armatur ini segaris dengan magnet permanen
(tengah), maka arus tidak mengalir karena sikat ada di celah antara kedua
komutator. Saat ini efek inersia yang bekerja dan mendorong armatur meneruskan
putaran sehingga komutator membalik arah arus, dan magnet sejenis muncul
antara armatur dengan magnet permanen. Selanjutnya gaya tolak magnet (kanan)
mendorong armatur menjauhi posisi kutub S dan begitu seterusnya.
F
(b)
B
i
S
U
(a)
Gambar 5.25 Pengaruh Medan Magnet pada Satu Lilitan Kawat Berarus
komutator
S S S
U sikat S
armatur
catu
N
daya DC U
S
S
U U U
Cara lain yang dilakukan bila tidak digunakan magnet permanen adalah
dengan cara membangkitkan medan magnet dari kutub-kutub elektromagnetik.
Pada pada Gambar 5.27 (a) ditampilkan bagaimana putaran armatur dihasilkan
oleh medan magnet dari beberapa kutub magnet. Rangkaian ini nanti dikenal
dengan nama motor DC jenis koil gabungan yang memiliki keunggulan gabungan
dari dua macam motor DC yang lain.
kutub
magnet
(a)
koil magnet (b)
S
U
i
encoder
komutasi j
drive
Motor jenis shunt pada Gambar 5.29 (b), gulungan armatur dan pembangkit
medan adalah paralel. Jenis ini memberi torsi paling kecil dengan kecepatan tanpa
beban yang jauh lebih rendah dan memiliki pengaturan kecepatan yang baik.
Karena kecepatan yang relatif konstan terhadap perubahan beban, maka motor jenis
ini digunakan secara luas. Untuk membalik putaran, polaritas kedua gulungan juga
harus dibalik, oleh karenanya untuk situasi seperti ini jenis pembangkit terpisah
lebih banyak diminati.
Pada jenis gabungan (Gambar 5.29 c), terdapat dua gulungan, satu secara
serie dengan armatur dan yang lain secara paralel. Jenis ini dimaksud untuk
memanfaatkan keunggulan dari jenis serie dan jenis shunt, yakni torsi awal yang
tinggi dan pengaturan kecepatan yang baik.
Sementara motor jenis terpisah (Gambar 5.29 d) memiliki kendali terpisah
antara arus yang melalui armatur dan yang melalui gulungan pembuat medan.
Motor jenis ini sering dianggap sebagai kasus khusus motor jenis shunt. Secara
umum kecepatan dan torsi dari masing-masing dari motor DC ini dapat
dibandingkan dan konstruksi fisiknya ditunjukkan seperti pada Gambar 5.30
[Petruzella, 1996].
kec. (shunt)
kec. (gabungan)
kec. (serie)
torsi (gabungan)
torsi (serie)
torsi (shunt)
arus
semacam sistem kendali otomatis dimana tegangan input untuk motor diatur
sedemikian rupa sehingga dihasilkan kecepatan rotasi yang diinginkan.
Cara pengendalian seperti itu disebut kendali loop tertutup atau sistem
kendali umpan balik (Gambar 1.17 b), dimana sistem ini menggunakan informasi
output sensor kecepatan atau torsi sebagai pembanding. Sistem akan bekerja secara
terus menerus membandingkan output aktual dengan nilai yang diinginkan
(setting-point). Pada metoda ini, unit pengendali akan secara aktif mengatur diri
agar output sistem bergerak menuju setting-point atau sedekat mungkin dengan
nilai yang diinginkan. Untuk kemudahan realisasi pengendalian seperti itu, maka
sistem kendali elektronik lebih banyak digunakan.
Terdapat dua macam pengendalian motor secara elektronik yaitu dengan:
(a) penguat (amplifier) linier, dan (b) modulasi lebar pulsa (PWM). Walaupun kedua
cara ini dapat befungsi dengan baik, tapi pengendali PWM memiliki keunggulan
karena cara ini mampu mengatur transistor daya bipolar dengan cepat antara cut-off
dan saturasi dimana operasinya berjalan sangat efisien (disipasi daya sangat
minimal). Penguat servo yang menggunakan penguatan daya linier juga dapat
bekerja dengan baik tetapi terjadi disipasi panas yang sangat besar karena transistor
bekerja di daerah operasi liniernya. Pembahasan akan difokuskan pada
penggunaan PWM (pulse width modulation), karena rendahnya daya yang
diperlukan, kemudahan perancangan, ukuran yang kecil dan biaya yang murah.
Prinsip kerja PWM ini adalah mengirimkan tegangan catu daya antara nilai
ON dan OFF dengan pola frekuensi f tertentu yang dihasilkan oleh suatu rangkaian
elektronik (Gambar 5.31). Frekuensi ini merupakan pola perubahan tegangan
high/low yang bisa memiliki kecepatan lebih besar dari 1 kHz. Nilai ON (high)
ditahan untuk selang waktu pulsa, t selama perioda tertentu, T. Lamanya nilai high
ini ditahan akan menentukan duty-cycle pulsa ini, yang didefinisikan sebagai rasio
antara waktu ON (t) dengan perioda gelombang (T), dalam bentuk persentase:
(Vs)
Bentuk pulsa:
Elektronik pulsa
t
PWM cepat
(t besar)
T
Catu daya
(Vs)
t
motor
lambat
(t kecil)
t
duty cycle = × 100% Pers. (5.1)
T
Pada saat nilai duty cycle ini diubah oleh pengendali, maka arus rata-rata
yang melewati motor juga akan berubah, dan ini menyebabkan kecepatan dan torsi
motor ikut berubah. Jadi karakteristik output motor terutama ditentukan oleh nilai
duty cycle dan bukan hanya ditentukan oleh tegangan catu daya ke motor saja.
Untuk menghasilkan pola gelombang dengan lebar termodulasi, dapat juga
digunakan rangkaian Op-Amp seperti pada Sub-bab 2.5, tentang penggunaan Op-
Amp sebagai komparator tegangan (Gambar 2.8). Dengan mengatur besarnya
tegangan terminal inverting (Vref), maka diperoleh bentuk pulsa kotak dengan lebar
yang termodulasi.
Suatu blok diagram sistem pengendali kecepatan umpan balik dengan PWM
untuk motor DC ditunjukkan pada Gambar 5.32. Tegangan output tachometer yang
berkorelasi linier dengan kecepatan motor dibandingkan dengan nilai setting-pointg
(dalam bentuk tegangan yang secara manual/komputer dapat dikorelasikan
dengannya). Berdasarkan besar error yang terjadi, regulator akan membangkitkan
pulsa-pulsa gelombang kotak dengan lebar termodulasi yang baru sebagai
outputnya. Tegangan pulsa ini dikuatkan lagi oleh penguat daya hingga mencapai
tingkat tegangan penggerak yang sesuai bagi motor.
setting
point error regulator
Σ elektronik
PWM amp. arus (i)
daya
tacho
motor
kecepatan terukur
arus
motor arus
motor
waktu waktu
duty-cycle besar duty-cycle kecil
Gambar 5.33 Perbandingan Tegangan dan Arus pada Duty-cycle Berbeda
Untuk membalik arah putaran suatu motor DC, yang umum dilakukan
adalah membalik arus yang mengalir ke dalam rotornya. Hal itu dapat dilakukan
dengan menggunakan rangkaian H-bridge seperti pada Gambar 5.34. Ketika
transistor T5 diaktifkan (Pin 1 active high), maka optokopler kiri akan aktif dan
memicu transistor T1 dan T4, sementara T2 dan T3 tetap tidak aktif. Karenanya arus
dari Vcc = 24 Volt bisa mengalir melalui T1, lanjut ke motor DC, setelah itu melalui
T4 menuju ground. Untuk membalik arah putaran motor, maka transistor T6
diaktifkan (Pin 2 active high), maka dengan cara penelusuran yang sama akan
diperoleh putaran motor dengan arah sebaliknya.
Pada prakteknya terdapat berbagai cara untuk menjalankan motor DC. Cara
lain yang juga sering digunakan dalam kegiatan hobby untuk mengatur putaran
motor DC dapat dilakukan dengan memanfaatkan IC tipe TC4424 MOSFET seperti
pada Gambar 5.35 [robotroom.com, 2006]. IC ini menyediakan dua pin untuk
menyalurkan signal kendali, yakni (a) pin pertama untuk jalur signal PWM yang
bisa dihasilkan oleh rangkaian pembangkit PWM dan (b) pin ke-dua untuk tanda
arah putaran. Dengan mengatur ke-dua signal ini maka arah dan kecepatan putar
motor DC dapat dikendalikan dengan mudah secara elektronik.
Tampilan fisik motor ini ditunjukkan dalam Gambar 5.36 (a) dari ukuran
kecil hingga yang besar. Pada Gambar 5.36 (b) ditunjukkan kondisi inti motor
(armatur dengan lilitannya) sedang dilepas dari rumahnya. Komutator beserta
casing belakang tempat saluran kabel listrik ke dalam motor ditujukkan dalam
Gambar 5.36 (c) dan (d). Sementara motor DC mikro ada yang telah dilengkapi
dengan encoder yang terpasang secara integral dengan poros rotor (Gambar 5.37).
Pengguna dapat langsung membaca data posisi poros dari jalur kabel data yang
telah disediakan [Okretic, 2006].
Salah satu aplikasi nyata yang telah dilakukan adalah versi baru mobil Fiat
Punto diklaim sebagai kendaraan pertama di pasar yang menggunakan electric
power steering sebagai ganti sistem/mekanisme hidrolik. Satu keuntungan utamanya
adalah sistem steering ini dapat disesuaikan dengan persyaratan unjuk kerja steering
yang khusus. Dengan versi elektrik ini, kerja steering dapat diubah tergantung pada
situasi yang ada. Sistem ini juga menghilangkan perlunya pompa hidrolik, selang
dan minyak pelumas, dan juga katrol serta tali kipas seperti pada sistem
konvensional. Hal ini dapat mengirit ruang, menghindarkan terjadinya kebocoran
dan mengurangi tenaga yang diambil dari engine mobil, meningkatkan ekonomi
bahan bakar dan akselerasi. Keunggulan lainnya adalah sistem electric power steering
dapat tetap berfungsi walaupun engine mobil dalam keadaan mati.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.36 Ukuran Fisik Motor DC, Rotor, Komutator dan Casing Belakang
5.2.3 Motor AC
Kebanyakan motor listrik yang ada di pasaran adalah dari jenis motor AC.
Dibandingkan dengan motor DC, motor AC memiliki beberapa keunggulan antara
lain adalah:
1. Biaya pemakaian yang lebih rendah,
A
B C
C B
A
C
A
B C
A
C B 1 2 3 4 5 6 7
A
B
120 f
S= Pers. (5.2)
P
dimana S = kecepatan sinkron (rpm), f = frekuensi sumber tegangan (Hz) dan P =
jumlah gulungan kutub pada setiap gulungan fasa tunggal.
Gambar 5.39 berikut ini merupakan salah satu contoh motor AC sinkron 3-
fasa, dimana dalam rotornya terdapat gulungan kawat dengan arus DC. Selain itu,
permanen magnet juga bisa digunakan. Pada Gambar 5.39 ini terdapat dua macam
gulungan, yakni pertama gulungan AC baik untuk jenis sqirrel-cage ataupun jenis
rotor lilitan kawat dan kedua gulungan DC. Gulungan AC akan menarik rotor
hingga hampir mencapai kecepatan sinkron, dan tepat pada saat itu gulungan DC
diaktifkan, sehingga medan magnet rotor (hasil gulungan DC) akan terkait dengan
medan magnet yang berputar tersebut.
(a) (b)
DC
(rotor)
AC 3-fasa (rotor)
Gambar 5.39 Motor AC Sinkron Tiga Fasa dengan Rotor Gulungan
B armatur
U
i
aliran arus
induksi di S
dalam rotor B
Line M
ring
C
pemendek gulungan
stator
A Line L
konduktor rotor
B
tembaga
Line K
Gambar 5.41 Motor Induksi Squirrel-cage 3-Fasa dan Model Lilitannya
tegangan sumber dengan frekuensi juga konstan. Jadi, untuk menjaga agar torsi
konstan pada kecepatan berbeda ketika frekuensi diubah-ubah, maka tegangan
yang diberikan ke stator juga harus diubah-ubah.
Kebutuhan pengendalian seperti itu dapat dilakuakn dengan metoda
inverter, yakni: tegangan AC pertama-tama disearahkan menjadi tegangan DC oleh
converter dan diubah lagi menjadi AC oleh inverter. Akan tetapi tegangan ini
memiliki frekuensi yang bisa dipilih dan nilai tegangan yang besesuaian dengan
tujuan untuk menjaga torsi yang konstan. Hingga saat ini terdapat tiga macam
rancangan metoda inverter, yaitu: current source inverter (CSI), variable voltage
inverter (VVI) dan pulse-width-madulated (PWM) inverter. Untuk penerapan dengan
kecepatan rendah, biasanya dipakai cycloconverter yang mengubah tegangan AC
langsung menjadi tegangan AC dengan frekuensi lain, tanpa konversi DC
ditengahnya. Secara skematik Gambar 5.42 melukiskan cara kerja global inverter.
cycloconverter Frekuensi
AC tiga-fasa variabel (AC)
motor
converter DC inverter AC
3. Positioning yang presisi dan keterulangan gerak yang baik karena motor stepper
yang baik bisa memiliki akurasi hingga 3 – 5% dari satu step dan error ini tidak
bersifat kumulatif dari satu step ke step selanjutnya,
4. Respon yang sangat baik terhadap starting/stopping/reversing,
5. Sangat handal karena tidak ada sikat-sikat yang kontak pada motor, karenanya
umur motor hanya ditentukan oleh umur bantalan saja,
6. Respon motor terhadap pulsa-pulsa input digital memberikan satu bentuk
sistem kendali open-loop, sehingga motor menjadi lebih murah dan mudah
dikendalikan,
7. Merupakan hal yang mungkin untuk mencapai kecepatan rotasi sinkron yang
sangat rendah ketika beban secara langsung disambungkan dengan poros,
8. Rentang kecepatan putar yang lebar dapat direalisasi karena kecepatan motor
proporsional dengan frekuensi pulsa-pulsa input.
Akan tetapi, motor ini juga membawa kelemahan-kelemahan yang perlu
diperhitungkan saat menerapkan motor stepper, yakni:
1. Resonansi akan terjadi bila tidak dikendalikan secara tepat,
2. Waktu settling yang relatif panjang,
3. Tidak mudah dioperasikan pada kecepatan yang terlalu tinggi, dan agak kasar
pada kecepatan rendah bila tidak memakai penggerak (drive) mikro-step,
4. Gangguan dari luar (seperti spike) dapat dianggap sebagai pulsa.
Oleh karena itu satu keunggulan utama dari motor stepper adalah
kemampuannya untuk dikendalikan secara akurat dalam sistem open-loop.
Pengendalian secara open-loop mempunyai konotasi tidak diperlukannya informasi
umpan balik tentang posisi, sehingga pengendalian jenis ini meniadakan kebutuhan
perangkat sensor dan umpan balik yang mahal seperti encoder optikal. Posisi motor
dapat diketahui cukup dengan mencatat (menjejak) jumlah pulsa input yang telah
dikirim. Bentuk fisik dan konstruksi gulungan didalamnya ditunjukkan pada
Gambar 5.43. Motor ini adalah jenis KP4M4-001 yang awalnya digunakan pada
floppy disk drive untuk IBM-PCs dan kompatibel dengan motor stepper jenis Tandon
TM100.
Motor stepper adalah motor yang menghasilkan rotasi dengan sudut putar
yang sama, sehingga disebut step (langkah) untuk setiap pulsa yang dikirim sebagai
input. Atau dengan kata lain, motor ini mengubah pulsa-pulsa listrik menjadi
gerakan rotor secara diskrit (bertahap). Misalnya satu motor stepper dua-derajat-
per-step akan memerlukan 180 pulsa untuk berputar satu revolusi. Umumnya
motor step dibuat dengan jumlah step per revolusi sebesar 12, 24, 72, 100, 144, 180,
200, 360 dan 1000 yang menghasilkan inkremental perputaran poros sebesar 30O,
15O, 5O, 3,6O, 2,5O, 2O, 1,8O, 1O dan 0,36O. Motor mikro-step juga tersedia yang
memerlukan hingga 10.000 step per putaran atau bahkan lebih. Motor ini cocok
untuk penerapan dengan kecepatan dan torsi yang rendah, tetapi bisa menyediakan
kendali posisi yang presisi untuk suatu gerakan.
Gambar 5.44 mengilustrasikan operasi dasar motor stepper DC. Motor ini
terdiri dari empat buah stator elektromagnetik dan sebuah rotor magnet permanen.
Bila polaritas dari gulungan pembangkit dibalik secara tepat, maka rotor akan
berputar ke arah tertentu sebesar tepat satu step (langkah) menuju satu posisi akhir
yang baru. Arah putaran motor diatur dengan mengatur urutan stator mana yang
harus diaktifkan. Sementara pada motor stepper unipolar, arus hanya bisa mengalir
satu arah dalam koil lilitan, artinya kutub stator hanya bisa dipolarisasi dalam satu
arah saja. Jadi motor unipolar adalah salah satu jenis motor stepper yang hanya bisa
diatur dengan satu arah putaran saja.
bergerak 90O searah jarum jam, dan demikian seterusnya. Untuk contoh ini, satu
step adalah putaran rotor sebesar 90O. Jumlah step per putaran ditentukan oleh
jumlah pasangan kutub pada rotor dan stator. Semakin banyak jumlah kutub pada
kedua bagian, semakin tinggi pula jumlah step per rotasi dari motor itu.
Pengaturan polaritas kutub stator dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain seperti yang dirinci dalam Tabel 5.1. Cara pertama disebut wave drive,
yang kedua disebut full-step phase sequence dan yang terakhir disebut half-step phase
sequence. Dari tabel ini terlihat bahwa cara paling terakhir memberikan nilai sudut
step yang lebih kecil yakni setiap 45O. Hal ini berarti dengan mengatur kombinasi
polaritas kutub, langkah yang lebih kecil bisa diperoleh walaupun secara konstruksi
motor ini hanya memiliki empat kutub stator. Jadi dengan menambah jumlah kutub
stator, kutub permanen magnet dan pengaturan secara elektronik, jumlah step yang
sangat besar secara teoritis bisa dicapai.
A B C D A B C D A B C D
N N S S N S N S
S N N S N S N N S S
S S N N S N N S
N S S N S N S N N S
N N S S N S S N
S N N S N S S S N N
S S N N S N S N
N S S N S N N S S N
dan seterusnya. dan seterusnya. dan seterusnya.
4-gigi yang panjangnya sama dengan panjang rotor. Kawat listrik digulung pada
stator dan dihubungkan secara berpasang-pasangan.
(a) permanen
maget
(“canstack”)
(c) reluktansi
variabel
Gambar 5.45 Jenis-jenis Motor Stepper: (a) PM, (b) Hibrid dan (c) VR
Ketika tidak ada arus mengalir, maka rotor akan mengambil posisi seperti
pada Gambar 5.46 (a). Ini terjadi untuk menjaga keseimbangan (meminimasi
reluktansi flux/hambatan magnetik) antara rotor dengan stator disekelilingnya.
Posisi ini terjadi saat sepasang kutub rotor Utara-Selatan berpasangan/berhadapan
dengan dua kutub stator yang berlawanan.
Torsi yang menahan posisi ini biasanya kecil dan disebut “detent torque”, dan
untuk motor ini akan ada 12 posisi detent. Gambar 5.46 (a) adalah satu posisi stabil
yang mungkin dan untuk bergeser dari posisi ini diperlukan torsi yang cukup besar
dan dikenal dengan nama “holding torque”. Dengan mengubah aliran arus dari
pasangan 1A-1B ke 2A-1B, maka medan magnet stator berputar 90O dan akan
menarik pasangan kutub stator yang lain (gambar b). Hasilnya adalah perputaran
rotor sebesar 30O bersesuaian dengan satu step penuh atau 1/12 dari putaran penuh
(360O). Kemudian kembali ke pasangan stator sebelumnya (Gambar 5.46 c), tapi di-
energized dengan polaritas terbalik, maka medan stator berputar lagi 90O dan rotor
berputar lagi 30O. Kemudian pasangan stator kedua di-energized tetapi dengan
polaritas terbalik (Gambar 5.46 d) sehingga tercapai posisi step ke tiga dan begitu
seterusnya. Cara pengaturan seperti ini disebut full-stepping, one phase on. Untuk
membalik putaran motor, cukup dengan membalik urutan pengaktifan koil itu saja.
Selain motor stepper yang bergerak rotasi, terdapat juga motor stepper yang
dapat bergerak linier. Gerakan ini dihasilkan oleh suatu konstruksi forcer dengan
magnet permanen yang mengambang di atas bidang landasan yang sangat datar
dan halus (Gambar 5.47, [Klafter, 1989]). Elevasi (pengambangan) ini terjadi karena
adanya celah udara sebesar 0,0005 inch yang terbentuk berdasarkan konsep
bantalan udara (ada aliran udara dari saluran masuk). Untuk bergerak liner, kutub-
kutub pada forcer diaktifkan sedemikian rupa sehingga muncul medan magnet yang
cenderung membuat kutub forcer saling tarik dengan kutub pada platen. Kecepatan
pengaturan kutub mana yang harus diaktifkan akan menentukan kecepatan jelajah/
translasi motor stepper ini. Motor stepper ini memiliki keunggulan dalam hal
kehalusan gerak karena selama bekerja tidak ada gesekan antara bagian motor
(rotor) dengan landasan (stator). Penelitian yang intensif bagi motor linier ini telah
dilakukan oleh produsen sistem penggerak Heidelberg dari Jerman.
Sebagai ilustrasi, pada Gambar 5.48 diperlihatkan bagaimana langkah-
langkah pengaturan kutub-kutub forcer agar motor bisa bergerak secara linier di
atas landasannya. Pada posisi awal (gambar a) terjadi keseimbangan gaya dalam
arah horizontal dan vertikal. Kutub-1 tertarik ke bawah tetapi tertahan oleh gaya
angkat bantalan udara. Kutub-3 dan kutub-4 saling tarik menarik ke arah
horizontal, tetapi tetap diam karena semua gaya-gaya yang bekerja memberi
resultan nol dalam arah horizontal. Agar motor bergerak ke kanan, maka kutub-3
dimatikan, sehingga terjadi ketidak-seimbangan gaya pada kutub-4. Forcer mulai
tertarik ke kanan, dan pada saat bersamaan kutub-2 juga diaktifkan, sehingga posisi
setimbang yang baru tercapai (Gambar 5.48 b). Bila pengaturan aktivasi kutub ini
diteruskan, maka setelah 4 pulsa, forcer akan kembali berada pada konfigurasi
seperti semula (satu langkah setelah Gambar 5.48 d yang sama persis dengan
Gambar 5.48 a) yang berarti telah ditempuh jarak sebesar 2 kali lebar kutub platen.
Gambar 5.47 Prinsip Kerja Motor Stepper Liner di Atas Landasan Halus
suatu gerakan terprediksi pada link-1 (crank-shaft) yakni gerakan dengan kecepatan
putar poros tertentu.
connecting rod
busi
piston ruang
bakar
4
2
crack
shaft 1
3
(a) (b)
2
1 4 B
3
A
E
B1
B2
2
1
4
3
(c) C
film
Sebagai contoh adalah pemanfaatan shape memory alloy (material cerdas atau
paduan ingat bentuk) yang telah semakin banyak digunakan. Material cerdas ini
dapat menggerakkan komponen tertentu dalam alat injeksi, ataupun mengambil
benda-benda yang sangat lembut dan tidak boleh ditekan terlalu keras. Dua contoh
penggerak spesifik yang akan dibahas dalam Sub-bab ini adalah piezo actuator dan
penggerak dengan material shape memory alloy.
dan simulasi finite element serta dibandingkan dengan hasil pengukuran, diperoleh
bukti bahwa kekakuan vertikal modul ini adalah 30N/μm, stroke vertikal pada
tegangan output maksimum adalah 8mm. Pengukuran menunjukkan bahwa
kecepatan gerak bisa mencapai 0.2m/s dan gaya traksi bisa mencapai 5N. Jenis
aktuator piezoelektrik ini telah memberik kontribusi yag sangat penting dalam
dunia mekatronika yang semakin menuntut bentuk-bentuk mikro ini.
Belakang ini aplikasi perkakas teknik-mikro semakin meningkat sehingga
menyebabkan kompleksitas rancangan microdevice juga meningkat. Kebutuhan ini
direalisasi dengan rakitan hibrid. Berbagai masalah yang muncul dalam
penanganan elemen microoptical, microelectronical atau micromechanical yang sangat
kecil dalam ukuran nano bahkan mikrometer, dapat diatasi dengan microgripper dan
micropositioner yang dirancang khusus.
(a)
(b)
(c)
(d)
microlense (seperti Gambar 5.53 a) maka kedua gaya reaksi tadi tidak akan
setimbang dan menyebabkan lensa tadi akan jatuh dari genggaman karena
terdorong keluar. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan mekanisme
pencekaman dengan gerakan paralel pada kedua jari (Gambar 5.53 b), karena gaya
cekam yang terjadi hanya pada sumbu horizontal saja. Karena itu tidak ada gaya
yang mendorong objek keluar dari area pencekaman.
Untuk merealisasi mekanisme pencekaman paralel, maka dirancang suatu
struktur kinematik seperti pada Gambar 5.54. Struktur kinematik ini terdiri dari dua
mekanisme parallelogram dan beberapa engsel [Keoschkerjan, 2002]. Penggerak
piezoaktuator yang terpasang pada dudukannya menjadi pembangkit gerakan bagi
mekanisme microgripper ini. Gaya kontak K1 dan K2 akan menekan mekanisme
pengungkit yang juga berfungsi sebagai penguat gerakan piezoaktuator yang
nilainya kecil saja. Mekanisme parallelogram ini menghasilkan pembesaran hingga
100 kali. Untuk melepaskan objek dari cekaman, tegangan yang diterapkan pada
piezoaktuator harus di-reset, yang mengakibatkan jari pencekam akan membuka.
objek objek
jari jari
cekam cekam
pencekam pencekam
gaya gaya
cekam (b) cekam
(a)
Gambar 5.53 Mekanisme Pencekaman Secara Rotasional (a) dan Paralel (b)
5.54 a). Bila objek cekam ada di sebelah kiri atau kanan sumbu gripper, maka
modifikasi perlu dilakukan pada rancangan awal. Fitur ini juga bisa digunakan
untuk memposisikan objek di sisi kiri atau kanan sumbu gripper.
Agar rancangan microgripper memiliki kemampuan positioning, maka
piezoaktuator yang digunakan adalah sepasang. Mekanisme menjepit dilakukan
dengan cara mendekatkan jari gripping (8) dan (9) yang dihasilkan dari penerapan
tegangan input yang sama bagi kedua piezoaktuator (4) dan (10) pada (Gambar 5.54
b). Untuk memposisikan objek di sisi kanan, maka tegangan positif tambahan perlu
diberikan kepada piezoaktuator (10) dan justru tegangan negatif yang sama kepada
piezoaktuator (4). Pengendalian ini akan menginisiasi ekspansi piezoaktuator (10)
dan kontraksi piezoaktuator (4) secara simultan. Hal sebaliknya dilakukan untuk
positioning di sebelah kiri sumbu gripper.
Suatu material bernama microstructurable photosensitive glass digunakan
untuk membuat microgripper jenis baru ini. Sebagai perbandingan dengan silicon,
gelas lebih mengijinkan bentuk-bentuk profil lengkungan pada engsel fleksibel
dengan teknologi etching yang memiliki kepresisian tinggi. Seperti pada Gambar
5.55 (a), proses mikrofabrikasi dilakukan dengan deposisi Aluminium pada bagian
luar lapisan gelas. Proses lithografi dan etching selanjutnya menghasilkan suatu
masker pada struktur microgripper dengan lapisan-Al. Expose dengan sinar UV dan
langkah tempering menginisiasi apa yang disebut anisotropic property dalam gelas.
Akhirnya lapisan gelas dengan struktur microgripper di-etchsa dalam larutan 10%
HF (Gambar 5.55 b). Hasil akhirnya adalah suatu struktur microgripper yang sangat
presisi seperti pada Gambar 5.55 (b), (c) dan (d). Langkah akhir adalah pemasangan
piezoaktuator pada struktur microgripper ini.
(a)
(b) (c)
(d)
(2) (3)
(1)
(4)
(5)
pengendali, sistem pengaman dan sebagainya. Akan tetapi, material ini masih
belum intensif dipakai untuk berbagai aplikasi seperti robotika atau otot buatan
(artificial muscle), karena ketidak-efisienan energi, waktu respon yang rendah dan
histerisis yang besar. Akan tetapi beberapa aplikasi penting juga sudah mulai
menunjukkan hasilnya.
Secara bertahap Gambar 5.57 menunjukkan perubahan bentuk balok dari
SMA hingga kembali ke bentuknya semula. Proses pengingatan ke bentuk asalnya
terjadi setelah material itu terdeformasi, dia memperoleh kembali geometri asalnya
sendiri selama pemanasan (one-way effect) atau pada temperatur sekitar yang lebih
tinggi, sederhananya selama mengalami unloading (pseudo-elasticity). Sifat-sifat
khusus ini disebabkan oleh transformasi fasa martensitik dari yang berstruktur
kristalografi simetri rendah (low-symmetry) ke kristalografi simetri tinggi (highly
symmetric) yang sangat tergantung kepada temperatur. Struktur kristal seperti itu
dikenal dengan nama martensite dan austenite.
Pertama dari matreial martensit (a), diberikan deformasi reversibel bagi one-
way effect atau deformasi yang besar (berat) dengan jumlah yang tidak reversible
untuk two-way effect (b). Kemudian panaskan sampel (c) dan dinginkan kembali (d).
Pada kasus one way effect, pendinginan dari temperatur tinggi tidak menyebabkan
perubahan bentuk makroskopik. Deformasi ini diperlukan untuk menciptakan
bentuk pada temperatur rendah.
Efek two-way shape memory adalah bahwa material mampu mengingat dua
bentuk berbeda: satu pada temperatur rendah, dan satu lagi pada temperatur tinggi.
Hal ini juga dapat dicapai tanpa penerapan gaya dari luar (dikenal sebagai intrinsic
two-way effect). Alasan mengapa material ini berprilaku berbeda adalah terletak
pada aspek training (pelatihan) yang dialami. Training berarti bahwa material pintar
dapat belajar untuk berprilaku secara khusus. Pada kondisi lingkungan normal,
material pintar akan mengingat bentuknya pada temperatur tinggi, tapi selama
pemanasan untuk mencapai bentuk pada temperatur tinggi, mendadak dia
melupakan bentuknya pada temperatur rendah. Akan tetapi terdapat berbagai cara
untuk melatih agar material bisa mengingat pesan-pesan tentang bentuk
terdeformasinya pada saat temperaturnya rendah.
Paduan ingat bentuk tidak hanya berupa material yang responsif terhadap
termal, tapi juga dari bahan lain misalnya polimer ingat bentuk yang telah
dikembangkan dan sudah bisa didapat secara komersial di akhir tahun 1990-an. Di
samping itu terdapat jenis SMA yang disebut ferromagnetic shape memory alloys
(FSMA), yang mengubah bentuknya karena medan magnetik yang kuat. Material
jenis ini menjadi sangat menarik karena respon magnetiknya cenderung lebih cepat
dan lebih efisien dari pada respon material yang dipengaruhi temperatur.
Salah satu contoh penerapan material cerdas adalah pengendalian sudut flap
dari sayap pesawat terbang [Bayart, 1995]. Bila sudut flap dapat dikendalikan setiap
saat pada waktu pesawat sedang terbang, maka gaya angkat sayap juga akan
meningkat sesuai dengan arah aliran udara disekiling sayap. Hal ini ditunjukkan
secara skematik pada Gambar 5.59. Dengan mengatur besar sudut flap (α) maka
gaya angkat akan meningkat sehingga memberi efisiensi yang lebih tinggi kepada
sistem pesawat terbang.
CL
with leading
CLmax
edge flap
karena efek ini menghasilkan regangan yang besar. Paduan ingat bentuk juga
bersifat super-elastik, artinya mereka dapat menahan deformasi yang besar karena
pada suatu temperatur yang konstan, dan ketika gaya penyebabnya hilang, material
ini kembali ke bentuk asli yang tidak terdeformasi. Biasanya, regangan elastik yang
terjadi bisa mencapai 10%.
Selain untuk unit penggerak peralatan perkakas, daerah aplikasi material
SMA juga semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini. Salah satu yang utama
adalah kemajuan di bidang kedokteran. Misalnya pengembangan dental braces yang
dapat menerapkan tekanan konstan pada gigi. Penggunaan lain di bidang
kedokteran adalah pompa injeksi insulin dalam tubuh manusia bagi penderita
diabetes. Seorang penderita diabetes memerlukan suntikan insulin secara periodik
beberapa jam sekali. Apabila fasilitas perawatan jauh dari tempat sang pasien
berada, misalnya sedang dalam perjalanan jauh, sedangkan pada saat itu yang
bersangkutan membutuhkan injeksi, hal ini bisa membahayakan dirinya. Alat
injeksi insulin tipe SMA dalam tubuh setidaknya dapat membantu pasien pada
saat-saat darurat atau pasien berada jauh dari rumah sakit.
[12] Apakah perbedaan antara katup 4/2 dan katup 4/3? Gambarkan skema aliran
fluida yang disalurkan.
[13] Apa yang dimaksud dengan penggerak piezoelektrik?
[14] Jelaskan ciri khusus yang dimiliki oleh material pintar.
[15] Jelaskan kerugian DC motor dan karakteristik pembebanannya.
[16] Jelaskan prinsip kerja motor AC dan uraikan arti kurva torsi vs. slip.
[17] Diantara jenis motor AC, motor jenis manakah yang diterima sebagai
standard pemakaian motor AC? Faktor-faktor apa yang menjadi
pertimbangan utamanya?
[18] Apa yang dimaksud dengan panduan pintar? Aplikasi lain apa yang mungkin
diterapkan dengan memakai paduan ini?
[19] Siapa tokoh yang pertama kali menemukan efek ingat bentuk?
[20] Fasa-fasa logam yang mana saja akan terlibat dalam kejadian munculnya efek
memori bentuk?