Anda di halaman 1dari 12

II.

3 Teori Dasar Vibrasi


Setiap mesin mempunyai getaran (vibrasi) masing-masing yang unik serta memiliki
batas frekuensi tertentu yang mengatakan bahwa mesin tersebut sakit. Vibrasi atau getaran
adalah terminologi yang digunakan untuk menunjukan adanya perubahan besaran fisik dari
suatu sistem, yang berulang dengan interval waktu serta arah yang kurang lebih teratur.
Getaran terjadi pada sistem elastis, sebagai respons dinamis terhadap gangguan semua
benda/struktur/sistem yang mempunyai massa dan elastisitas dapat bergetar. Besaran yang
diukur dalam pengukuran getaran meliputi perpindahan, kecepatan, dan percepatan. Pada
pengukuran vibrasi bisa dimonitor perubahan amplitudo dan pattern dari vibrasi tersebut
kemudian bisa dideteksi adanya masalah dan jenis masalahnya.
II.3.1 Sistem Respon
Dalam kasus mesin rotating, getaran berasal dari mesin unbalance atau ketidak-
balansnya suatu mesin. Sistem ini dapat dikategorikan getaran paksa disertai dengan
redaman. Maka gaya pemaksa yang berasal dari unbalance rotor adalah
F(unbalance)=Mu .r . 2 . sin(t )
Dimana,
Mu = massa unbalance
M = massa mesin
r = jarak unbalance
= kecepatan angular mesin, =2 x rpm/60
t = waktu (s)
Gaya inersia yang dihasilkan
M . ( a ) +C . ( v )+ k .(d )
Dimana,
a = akselerasi
v = kecepatan
d = perpindahan
apabila sistemnya dalam keadaam setimbang, kedua gaya akan sama besar dan persamaan
sebagai berikut
2
Mu . r . . sin ( t )=M . ( a ) +C . ( v ) +k .( d)
Namun, dalam kenyataan kekuatan penahan tidak bekerja bersamaan. Dengan perubahan
kondisi, salah satu faktor dapat meningkat sementara yang lain dapat menurun. Hasil bersih
dapat menampilkan variasi dalam jumlah gaya ini. Hal ini pada gilirannya bervariasi respon
sistem (tingkat getaran) pada kekuatan yang menarik (cacat seperti ketidakseimbangan yang
menghasilkan getaran). Dengan demikian, getaran yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
akan lebih tinggi jika jumlah bersih faktor di sisi kanan persamaan adalah kurang dari
kekuatan yang tidak seimbang. Dengan cara yang sama, ada kemungkinan bahwa seseorang
mungkin tidak mengalami getaran sama sekali jika jumlah bersih dari faktor sisi kanan
menjadi jauh lebih besar daripada gaya unbalance.

II.3.2 Definisi Vibrasi


Vibrasi atau getaran adalah pergerakkan maju-mundur suatu komponen mesin dari
kedudukan awalnya. Pemodelan yang paling sederhana untuk simulasi vibrasi adalah sistem
pegas-massa dengan massa (M)dan kekakuan (k) yang saling bertautan. Vibrasi dihasilkan
apabila terdapat gaya yang menggerakkan system ini. Pada gambar 2.3 dengan menambahkan
gaya pada sistem tersebut, maka massa akan bergerak ke kiri, memampatkan pegas. Saat
massa dilepas, massa tersebut akan bergerak maju-mundur untuk mencapai titik
setimbangnya. Pergerakkan maju-mundur ini dipengaruhi oleh pegas yang mempunyai nilai
kekakuan (Stiffness). Massa akan berhenti apabila sudah mencapai titik setimbang dimana
tidak ada pengaruh dari gaya pegas atau gaya lainnya (gaya gesek).
Beberapa istilah dalam vibrasi yang harus dipahami sebelum melakukan analisis
vibrasi pada mesin, diantaranya :
- Frekuensi, adalah banyaknya gelombang setiap detik. Satu gelomnbang memiliki
satu top dan satu bottom. Dilambangkan dengan (f). satuan dari frekuensi adalah
Hertz (Hz), rpm (radian per minute), cpm (cycle per minute), atau cps (cycle per
second).
- Periode, adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu siklus
gelombang. Dilambangkan dengan (T) dengan satuan waktu (second, minute).
- Panjang gelombang, adalah jarak atau ruang yang dibutuhkan untuk satu
gelombang transversal. Panjang gelombang dapat diukur dengan mengukur jarak
dari leading edge satu gelombang ke gelombang lainnya. Dilambangkan dengan
- Amplitudo, merupakan nilai terbesar suatu gelombang. Nilai tersebut bisa
merupakan displacement, velocity, acceleration (perpindahan, kecepatan,
akselerasi). Dilambangkan dengan A.
- Overall Amplitudo, adalah amplitudo terbesar pada suatu range time tertentu, atau
beberapa range frekuensi tertentu.
- Phase, merupakan sudut dari fungsi sinus gelombang.
- Harmonik, adalah bentuk gelombang yang terdiri dari gabungan beberapa
gelombang sinus, yang berbeda frekuensinya dan fasenya. Besar simpangan dari
tiap-tiap gelombang pada tiap titik waktu tertentu dijumlahkan, sehingga
membentuk suatu waveform dengan simpangan dan amplitudo berbeda. Besarnya
frekuensi harus tertentu, yaitu berdasarkan fundamental frekuensinya, 1x dan 2x
dan 4x, dan sebagainya.
- Vibration Displacement (peak to peak), adalah jumlah jarak yang ditempuh oleh
benda yang bergetar dari puncak gelombnag yang satu ke yang lainnya. Menurut
SI, vibrasi ini diukur dengan satuan microns.
- Vibration Velocity (peak), adalah nilai vibrasi yang dibaca pada puncak
gelombang.
- Vibration Velocity (rms), adalah nilai vibrasi yang dibaca pada root mean square
(rms) pada gelombang.
- Vibration Acceleration (peak), adalah nilai vibrasi yang merupakan laju dari
perubahan velocity.
Pembacaam getaran dapat diukur melalui beberapa karakteristik, diantaranya :
a. Perpindahan
Jarak yang ditempuh oleh suatu beban yang sedang bergetar dari suatu titik ekstrim
ke titik ekstrim lainnya, dinamakan peak to peak. Perpindahan biasa dinyatakan dalam
satuan mils (1 mils = 0.001 inci). Atau dalam satuan metrik, dinyatakan dalam satuan
microns (1 microns = 0.001 milimeter).
b. Kecepatan
Kecepatan dalam getaran adalah ukuran kecepatan maksimum ketika benda
mencapai sumbu netral. Kecepatan beban yang sedang bergetar akan mengalami
perubahan secara konstan. Ketika beban mencapai upper limit, kecepatan sama
dengan nol. Beban kemudian mengalami percepatan dari upper limit ke sumbu
netral, dan akhirnya kembali mengalami perlambatan dan berhenti di lower limit.
Kecepatan getaran sering dinyatakan dalam in/sec atau mm/sec. Dalam mengukur
kecepatan SI juga menggunakan satuan rms velocity. Terdapat crest factor, yaitu
perbandingan antara kecepatan peak to peak, dengan kecepatan rms velocity-nya.
Untuk sinus west crest factor adalah 1.414.
c. Percepatan
Percepatan diukur pada peak, yaitu ketika kecepatan menjadi nol. Kecepatan akan
nol ketika mencapai batas ekstrim. Beban kemudian mengalami percepatan ke arah
sumbu netral. Percepatan adalah ukuran perubahan kecepatan. Percepatan sering
dinyatakan dengan g (1 g = (.81 m/sec2).
d. Sudut fase
Pengukuran sudut fase merupakan metode efektif untuk membandingkan satu
mode getaran dengan metode getaran lain atau untuk menentukan bagaimana getaran
suatu komponen mesin relatif terhadap komponen mesin lainnya. Alat yang digunakan
untuk membaca perbedaan fasa adalah straboscopic light atau osiloscope.
Karakteristik perpindahan, kecepatan, maupun percepatan dari vibrasi diukur
untuk menentukan keparahan getaran suatu mesin, atau dikenal juga dengan
amplitude getaran. Dalam pengoperasian suatu mesin, amplitudo getaran merupakan
indikator pertama untuk menentukan keadaan suatu mesin. Pada umumnya, semakin
besar amplitudo suatu mesin menandakan semakin parah kerusakan mesin tersebut.
Hubungan antara percepatan, kecepatan, dan perpindahan dengan amplitudo getaran
dan kesehatan mesin telah mengubah pengukuran dan analisis data. Pembacaan
parameter vibrasi ditentukan dengan frekuensi natural dari mesin tersebut,
ketentuannya adalah sebagai berikut :
- Displacement : <<10 HZ
- Velocity : diatas 1000 Hz (60 kcpm) atau 1500 (90 kcpm)
- Acceleration : 10 Hz 1000 Hz (kcpm)
II.3.3 Pengukuran Vibrasi
Pengukuran vibrasi dapat dilakukan dengan menggunakan parameter listrik, yaitu
dengan sensor transducer. Transducer adalah alat yang berfungsi untuk mengkonversi
mechanical vibration menjadi sinyal elektrik. Untuk pengukuran vibrasi biasanya digunakan
piezoelektrik. Prinsip kerja dari piezoelektrik adalah dengan pembangkitan ggl (gaya gerak
listrik) bahan kristal akibat terkena gaya luar. Alat yang digunakan sebagai sensor dinamakan
probe. Terdapat beberapa transducer/probe berdasarkan metode dan parameter yang dipakai
a. Displacement Probe
Proximity probe atau displacement digunakan untuk menghimpun data getaran tanpa
kontak langsung. Alat ini dapat menghitung perpindahan poros secara statis dan
dinamis relatif terhadap rumah bearing. Displacement probe membutuhkan energi
listrik dari luar. Konduktivitas logam pada poros menyerap energi dari medan magnet
dan kemudian menghasilkan sinyal yang dapat diukur. Besarnya relatif terhadap jarak
transducer dan poros. Proximity probe dipasang pada mesin menggunakan alat
tertentu agar kaku kedudukannya sehingga tidak mudah lepas dan perhitungannya
akurat. Probe tipe ini menggunakan kabel koil yang dibungkus oleh plastik non-
conductive atau material keramik. Terdapat osculator-demulator yang biasa disebut
proximitor, sebagai exciter probe dengan arus listrik AC 1,5 MHz (carrier signal).
Dengan menggunakan dua sensor probe dengan sudut 90 maka gerak dinamis
(orbit) yang sebenarnya dari poros dapat terpantau. Gambar contoh dari displacement
probe.

Gambar 2.2 Displacement Probe


Prinsip kerja :
- Suatu aliran listrik Eddy Current dibangkitkan pada poros oleh satu alat high
frequency oscilator.
- Satu transducer dipasang tanpa kontak terhadap poros tersebut, besarnya Eddy
Current proporsional terhadap jarak anatara transducer dengan permukaan poros.
- Dengan berputarnya poros maka akibat getaran poros berubah-ubah, sehingga
energi Eddy Current yang terukur dan di-demodulasi menjadi voltase yang
berubah-ubah juga sesuai getarannya
- Energi tersebut diukur sebagai sinyal lstrik yang merupakan
perpindahan/simpangan atau getaran poros

Aplikasi utama displacement transducer adalah pada pengukuran vibrasi shaft dalam
arah radial, posisi shaft dalam arah axial dan differential expansion antara casing dan
rotor. Eddy Current probe ini efektif digunakan pada large machinery (rasio case
terhadap rotor weight yang tinggi) yang menggunakan oil film bearing seperti pada
turbine/generators, compressor, motor-motor besar, dll.
b. Velocity Probe
Transducer kecepatan terdiri dari suatu elemen benda bermassa dililit oleh kumparan
kemudian ditumpu pegas dan peredam. Koil tersebut kemudian dikelilingi oleh
magnet permanen yang dapat menghasilkan medan magnet yang meliputi kumparan.
Rangkaian transducer kecepatan ditempelkan pada komponen yang bergetar.
Komponen benda bermassa dan kumparan akan tetap diam. Kemudian kecepatan
relatif antara medan magnet dan kumparan akan mengakibatkan perubahan tegangan
yang dihasilkan. Semakin cepat kecepatan relatifnya, tegangan akan semakin besar.
Sensitivitas transducer kecepatan akan menjadi rendah apabila frekuensi getaran
dibawah 600 cpm. Transducer kecepatan sebaiknya dipasangkan pada lubang berulir.
Velocity Probe biasanya lebih umum digunakan untuk pengukuran maupun analisa
vibrasi. Karena transducer ini cukup kuat, mudah dalam pemakaiannya, serta tidak
membutuhkan daya listrik untuk mengaktifkannya (sensor aktif). Gambar contoh dari
velocity probe.

Gambar 2.3 Velocity Probe

Cara kerja velocity probe adalah sebagai berikut :


- Bersasarkan prinsip listrik dinamis. Tegangan listrik akan timbul dalam satu
kumparan yang berada di dalam suatu medan magnet bila fluks medan magnet
tersebut terpotong oleh kumparan.
- Saat sensor bergerak relatif akibat gerak getaran, medan magnet akan ikut
bergerak sedangkan kumparannya tetap diam.
- Pergerakkan ini membuat fluks medan magnet terpotong oleh posisi kawat
kumparan sehingga timbul tegangan listrik yang diukur, besarnya proporsional
terhadap kecepatan gerak memotong tersebut.
c. Acceleration Probe
Acceleration probe menggunakan material khusus, yaitu piezoelekric, piezoresistivity
atau piezoceramic. Sifat bahan ini akan menimbulkan arus listrik bila mengalami
regangan baik akibat tekanan maupun akibat tarikan. Konsep pengukuran pada
acceleration probe hampir sama dengan velocity probe, hanya saja pemasangan
acceleration probe lebih rumit dibanding dengan velocity probe karena acceleration
probe dipakai untuk mesin yang memiliki putaran tinggi. Acceleration probe dikenal
juga sebagai accelerometer. Gambar skema dari accelerometer.

Gambar 2.4 Accelerometer


Cara kerja dari accelerometer adalah :
- Saat sensor bergerak relatif akibat gerak getaran, sistem getaran massa-pegas-
peredam didalam sensor akan ikut bergerak sehingga bahan piezo tersebut akan
tertekan oleh massa dari sistem sensor.
- Gerakan relatif akibat getaran tersebut menimbulkan gaya pada bahan piezo
sehingga timbul sinyal listrik yang berbanding lurus dengan gaya atau
percepatannya.
Gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan dari ketiga model probe di atas

II.3.4 Interpretasi Data


Getaran yang terjadi akibat poros bergerak dan beresonansi dengan frekuensi pribadi
sistem tersebut dinamakan kecepatan kritis. Getaran akibat kecepatan kritis dapat
mengakibatkan kerusakan pada mesin. Oleh karena itu, peralatan rotating harus dijaga agar
putarannya tidak mencapai atau bahkan tidak melebihi kecepatan kritisnya.
Dalam analisis getaran, terdapat istilah yang disebut vibration severity atau keparahan
getaran yang akan menunjukkan tingkat keparahan kondisi mesin. Vibration severity
merupakan hasil pengukuran overall yang dilakukan oleh operator untuk kemudian datanya
diplot dalam database untuk dianalisis. Bebeapa standar internasional yang digunakan untuk
menganalisa vibrasi pada mesin, diantaranya ISO 2372, API (American Petroleum Institute),
dan AGMA 6000-B96 (American Gear Manufacturers Association).
- ISO 2372
Standar yang paling sering digunakan adalah ISO 2372 dalam menentukan
keparahan getaran suatu mesin. Pada standar ini, keparahan suatu mesin dibagi
berdasarkan power atau daya yang dihasilkan oleh mesin tersebut. Terdapat 4
kelas dalam standar ini, yaitu :
a. Class I
Kelas ini berisikan part mesin yang terpasang kokoh pada mesin pada saat
pengoperasiannya dan memiliki daya output sebesar kurang dari 15 kW.
b. Class II
Mesin berukuran medium (biasanya motor elektrikal dengan output 15-75
kW) tanpa fondasi tertentu, atau dipasang ke mesin dengan daya kurang dari
300 kW pada fondasi tertentu.
c. Class III
Mesin berukuran besar dengan massa yang berputar terpasang pada fondasi
yang kokoh.
d. Class IV
Mesin besar atau mesin turbo dengan fondasi lunak pada arah pengukuran.
Gambar menunjukkan tabel ISO 2372 untuk keparahan getaran.

- API
American Petroleum Institute mengeluarkan standar untuk turbomachines yang
digunakan pada industri minyak dan gas. Beberapa standar yang dikeluarkan
menyangkut instalasi, desain mesin, performa mesin dan sistem pendukung.
Beberapa diantaranya adalah API-610, API-611, API-12, dan sebagainya. Standar
API mengemukakan standar untuk vibration displacement untuk poros diukur
dalam satuan mils (1 mils = 0,001 inci = 0,0254 mm) dari peak to peak tidak
boleh lebih dari 2 mils atau (12000/N)1/2, dimana N adalah putaran mesin. API
juga memiliki standar untuk equipment-equipment yang digunakan dalam proses
produksi LNG. Untuk standar
- AGMA 6000-B96
AGMA mengeluarkan standar vibrasi untuk helical gear yaitu AGMA 6000-B96.
Standar ini berisi tentang metode untuk mengukur vibrasi linier pada gear.
Grafik machinery severity ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Setelah data amplitudo dan frekuensi didapatkan, tahap berikutnya adalah


membandingkan data tersebut dengan karakteristik getaran yang biasanya terjadi
saat permasalahan terjadi. Terdapat berbagai macam penyebab getaran diantaranya
unbalance, misalignment, rubbing, belt drive, reciprocating force, poros bengkok,
kerusakan bearing, roda gigi kurang baik, resonansi, gaya hidrolis, fleksibilitas
rotor, gelombang, sistem getaran hidrolis, pemasangan baut yang longgar,
permasalahan elektrik, dan sebgainya.
II.3.5 Penyebab Getaran
a. Unbalance
Unbalance atau ketidak-balan pembebanan merupakan permasalahan yang sering
dijumpai pada vibrasi suatu mesin. Unbalance didefinisikan sebagai distribusi massa
yang tidak merata pada poros suatu mesin. Ada 3 jenis unbalance, yaitu :
1. Static Unbalance
2. Couple Unbalance
3. Dynamic Unbalance
Untuk semua tipe unbalance, spektrum pada FFT akan menunjukan peak pada
frekuensi 1x rpm. Sedangkan pembeda jenis unbalance ada pada perbedaan fasa yang
ditunjukkan. Untuk static unbalance akan berada pada fasa 15 20 . Untuk couple
unbalance akan berada pada 180 .
b. Eccentric Rotor
Keanehan pada rotor terukur saat pusat putaran pada rotor tidak berada pada
tempatnya. Maksimum amplitudo terukur pada 1x rpm putaran komponen yang
terindikasi keanehan sepanjang pusat dari dua buah rotor. Pembacaan terlihat pada arah
radial.

c. Bent Shaft
Saat shaft bengkok, vibrasi pada arah radial dan arah aksial akan terjadi kenaikan
yang signifikan. Namun vibrasi pada arah aksial akan lebih tinggi dibandingkan dengan
arah radial. Perbedaan fasa akan muncul sebesar 180 . Spektrum FFT akan
mempunyai dua buah peak, yaitu pada 1x rpm dan 2x rpm dengan ketentuan :
- Amplitudo di 1x rpm akan dominan apabila shaft bengkok di dekat pusat massa dari
shaft.
- Amplitudo di 2x rpm akan dominan apabila shaft bengkok pada ujungnya.
d. Misalignment
Ketidak-simetrisan mesin terjadi karena bearing dan coupling yang tidak sejajar.
Terbagi 2 jenis misalignment, yaitu :
- Angular misalignment yaitu saat dua sumbu shaft bertemu dengan perbedaan sudut.
Spektrum FFT akan berada pada 1x, 2x, 3x rpm dengan peak yang tertinggi pada 1x
rpm .
- Parallel misalignment yaitu saat dua sumbu shaft memiliki perbedaan jarak (terjadi
offset). Spektrum FFT akan berada pada 1x, 2x, 3x rpm dengan peak dominan pada
2x rpm.
Perbedaan fasa yang terjadi ada pada 180 .
e. Mechanical Looseness
Mechanical looseness biasa terlihat pada 1/2x rpm atau 1/3x rpm dan kelipatannya,
namun dominan pada 2x rpm.
Mechanical looseness dapat terjadi pada :
1. Internal assembly
Penyebabnya adalah kesalahan sesuaian yang menyebabkan terjadinya
kelonggaran pada komponen yang saling menempel.
2. Pada sambungan mesin ke fondasinya
Penyebabnya adalah kesalahan pada waktu pengencangan baut saat mesin
akan didudukan ke base platnya.
3. Struktur Mesin
Terjadi karena kesalahan pada bagian dasar mesin atau pada rumah mesin. Ini
menjadikan mesin menjadi mirirng atau tidak terpasang dengan baik pada basenya.
f. Resonansi
Terjadi pada saat vibrasi operasi mesin sama dengan frekuensi natural dari mesin
tersebut. Ini akan menyebabkan amplitude yang sangat tinggi pada frekuensi natural
mesin tersebut.
g. Rotor Rubs
Spektrum yang dihasilkan motor rubs mirip dengan spektrum yang dihasilkan
mechanical looseness. Terkadang fenomena yang dihasilkan seperti menggesekkan kapur
pada papan tulis, serta menghasilkan band noise pada frekuensi tinggi.
h. Roling element bearings
Sebuah rolling element bearing terdiri dari bagian inner dan outer race, sebuah cage
dan rolling element. Kerusakan dapat terjadi pada setiap bagian dari bearing tersebut dan
dapat menyebabkan frekuensi vibrasi yang tinggi.
Tahap kerusakan yang terjadi pada rolling element bearing adalah sebagai berikut :
1. Ultrasonic Frequencies
Pada tahap ini, spektrum FFT dari bearing defects dibagi menjadi empat zona
(A,B,C dan D), dimana akan diamati perubahan yang merupakan bearing wear
progresses. Zona-zona tersebut dapat dideskripsikan sabagai berikut :
Zona A : Zona rpm mesin dan harmonik
Zona B : Zona frekuensi bearing defects (5-30 kcpm)s
Zona C : Zona frekuensi natural komponen bearing (30-120 kcpm)
Zona D : Zona high-frequency-detection (HFD) (>120 kcpm)
Indikasi pertama dari ausnya bearing adalah munculnya frekuensi ultrasonic
pada selang antara 20-60 kHz (120-360 kcpm). Frekuensi ini yang dievaluasi oleh
high-frequency detectin techniques seperti GSE (Spike Energy), SEE, Peak Vue,
SPM, dan lainnya.
2. Naturalo Frequencies
Pada tahap ini, mulai terjadi kelelahan (fatigue) pada raceways. Rolling element
yang melewati pits mulai menimbulkan bunyi atau frekuensi natural dari
komponen bearing secara dominan muncul pada selang frekuensi 30-120 kcpm.
Berdasarkan tingkat severity, memungkinkan munculnya sideband frequencies di
atas dan bawah dari puncak (peak) frekuensi natural pada akhir tahap kedua.
High-frequency detection (HFD) techniques dapat memiliki amplitudo yang
besarnya dua kali lebih besar dibandingkan pada tahap pertama.
3. Defect frequencies & Harmonics
Pada tahap ketiga, discrete bearing frequencies dan harmonics mulai dapat terlihat
pada spektrum FFT. Frekuensi tersebut dapat terlihat diikuti dengan timbulnya
sejumlah sidebands. Keausan biasanya terlihat pada bearing dan dapat meluas
hingga tepi dari bearing raceways.
4. Random Broadband
Pada tahap akhir ini, pits akan berhimpit satu sama lain yang akan menimbulkan
jejak kasar dan spalling dari bearing raceways dan/atau rolling element. Bearing
berada pada kondisi kritis di tahap ini. Komponen amplitudo 1x rpm bahkan akan
meningkat. Kemudian running speed harmonics akan dapat bermunculan.
i. Gearing Defects
Getaran akibat permasalahan roda gigi dapat diidentifikasi dengan menggunakan
penganalisis getaran. Tejadi pada frekuensi gear meshing atau pada (jumlah roda gigi x
RPM). Problem roda gigi dapat mengakibatkan getaran yang besar disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti keausan roda gigi, roda gigi tidak akurat, pengaturan backlash
yang tidak tepat, celah roda gigi yang tidak tepat, bentuk gearmesh tidak tepat, pelumas
terkontaminasi material asing, jumlah pelumas tidak tepat, bearing kurang baik, overload,
kesalahan pemilihan roda gigi, kesalahan pemilihan material, dan sebagainya.
1. Gear Tooth Wear
Terlihat peak pada 1x rpm harmonik dan adanya sideband pada sekitar frekuensi
gearmesh. Untuk helical gear dapat dilihat pada arah aksial pengikuran.
2. Gear Tooth Load
Vibrasi akibat gear tooth load dapat dilihat pada kenaikan frekuensi gear mesh
3. Gear Backlash + Eccentricity
Analisa vibrasi pada gear backlash and eccentricity ditandai dengan amplitudo
pada sideband 1x rpm di sekitar GMF yang besar.
4. Misaligned Gear
Dapat dilihat dari amplitudo sideband 1x rpm di sekitar gear mesh yang besar,
atau pada 2x GMF atau 3x GMF.
5. Broken/Chipped Tooth
Ditunjukkan pada 1x rpm yang besar, tereksitasinya frekuensi natural dari gear
dan terlihatnya sideband disekitar GMF. Bentuk waveform juga menunjukkan
adanya peak khusus yang terjadi secara periodik.
6. Hunting Tooth Frequency
Untuk melihat hunting tooth frequency, dibutuhkan beberapa perhitungan, seperti
FHT=(GMF x N)/(number of pinion x number of gear), dimana N adalah bilangan
terbesar dari faktor kedua gigi, yaitu N=1.
e. Belt Defects
Frekuensi cacat pada belt merupakan tipe sub-harmonic. Dalam menganalisa putaran
belt, F-max perlu dijaga tetap rendah sehingga puncak dari amplitudo dapat terlihat.
Ketika belt mengalami kelonggaran (worn), loose atau mismatched pada frekuensi belt
akan terlihat harmonik. Memungkinkan juga didapatkannya 3x atau 4x frekuensi belt.
Seringkali, 2x frekuensi belt menjadi dominan. Perumusan untuk mencari belt frequency
adalah sebagai berikut.
xpulley rpmxpitc h diameter
Ball Frequency=
belt lengt h
f. Blade/Vane Pass Defects
Pada setiap mesin yang menangani fluida seperti air, gas, udara da oli secara tipikal
akan menimbulkan inherent vibration frequency (plus potential harmonics). Perhitungan
untuk menentukan blade pass frequency adalah sebagai berikut.

II. 4 Balancing
Balancing merupakan suatu prosedur atau proses pengecekan untuk mengetahui
distribusi massa suatu rotor dan melakukan koreksi atau perbaikan bila diperlukan sehingga
jumlah residual unbalance atau vibrasi atau gaya centrifugal pada journal bearing dapat
memenuhi batas yang diijinkan sesuai dengan standar.
Tujuan dari dilakukannya koreksi unbalance yaitu :
- Mengurangi getaran dan kebisingan
- Mengurangi internal wear (keausan) dari seal, labyrunth, bantalan, dsb.
- Mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan pada rotor
- Mengurangi stress pada struktural
- Meminimal kelelahan operator
- Meminimal kehilangan power.
Tujuan umum dilakukannya balancing adalah meningkatkan umur pakai dan kehandalan
mesin rotasi untuk menunjang proses produksi.
Indikasi rotor unbalance pada mesin rotasi :
a. Vibrasi tinggi (frekuensi dominan pada 1x RPM)

b. Vibrasi tinggi (beda pasa vertical dan horizontal 90 )

c.
Suhu

bearing meningkat
d. Konsumsi energi meningkat dll.
Prinsip koreksi unbalance adalah dengan memberikan efek gaya centrifugal yang
sebanding dengan gaya centrifugal yang dihasilkan oleh massa unbalance, dengan arah yang
berlawanan 180 . Ada tiga metode untuk mengkoreksi unbalance :
1. Addition of mass (penambahan massa), adalah penambahan massa dengan
epoxy/fiberglass, penambahan massa dengan baut atau revert, penambahan dengan metal
(cast iron, timah, copper dll.), penambahan massa dengan pengelasan.
2. Removal mass (pengurangan massa) yaitu dengan cara proses permesinan seperti drilling,
milling, shaping atau fly cutting dan grinding.
3. Centering mass, pada prinsipnya centering mass adalah untuk merubah posisi rotor
terhadap porosnya sendiri sehingga antara sumbu poros dan sumbu principal (sumbu titik
berat benda) berada pada satu titik atau coincide.
Adapun beberapa metode balancing yaitu sebagai berikut.
A. Berdasarkan cara pengoperasian alat :
1. Shop Balancing (dengan balancing machine)
a. Gravity Balancing
Gravity balancing / non rotating balancing machine :
- Rotor akan bergerak bebas sehingga lokasi unbalance (center of gravitynya) akan
selalu berada pada bagian terbawah
- Mesin ini hanya mampu mendeteksi atau memberikan indikasi static unbalance
- Hanya sesuai untuk rotor dengan low speed service, dengan ratio perbandingan
panjang yang sangat kecil terhadap diameternya.
b. Centrifugal Balancing
Centrifugal Balancing :
- Besaran amplitudo dan phase diukur menggunakan sensor, sehingga besar dan lokasi
unbalance dapat ditentukan
- Digerakkan dengan motor listrik
- Mampu mengukur static, couple maupun static-couple unbalance
- Centrifugal balancing machine umumnya menggunakan soft bearing atau hard
bearing balancing
2. Insitu/Field Balancing
Metode perhitungan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Dengan Phase (three run balancing), Pada proses ini perhitungan balancing dilakukan
dengan menggunakan sudut phase atau melakukan pengukuran sudut phase
b. Tanpa Phase (four run balancing), pada proses ini perhitungan balancing tidak
menggunakan sudut phase atau tidak melakukan pengukuran sudut phase.
Keuntungan dari field balancing yaitu tidak perlu melakukan overhaul mesin dan
waktu pelaksanaan lebih cepat dan mesin dapat langsung dioperasikan, akan tetapi metode ini
tidak dapat dilakukan pada semua mesin rotai.
B. Berdasarkan speed :
1. Low speed balancing
Metode low speed balancing umumnya digunakan pada rotor-rotor yang beroperasi di
bawah first critical speednya (first mode). Namun untuk beberapa rotor yang beroperasi di
atas first critical speednya juga dapat dilakukan balancing dengan low speed incremental
balancing, yaitu dengan membalance satu per satu dari komponen rotor tersebut bila
memungkinkan.
2. High speed balancing
Metode high speed balancing umumnya digunakan pada rotor-rotor yang beroperasi
di atas first critical speednya (first mode).
C. Berdasarkan jumlah bidang koreksi
1. single plane balancing
2. Two plane balancing
3. Multi plane balancing

Anda mungkin juga menyukai