Aplikasi utama displacement transducer adalah pada pengukuran vibrasi shaft dalam
arah radial, posisi shaft dalam arah axial dan differential expansion antara casing dan
rotor. Eddy Current probe ini efektif digunakan pada large machinery (rasio case
terhadap rotor weight yang tinggi) yang menggunakan oil film bearing seperti pada
turbine/generators, compressor, motor-motor besar, dll.
b. Velocity Probe
Transducer kecepatan terdiri dari suatu elemen benda bermassa dililit oleh kumparan
kemudian ditumpu pegas dan peredam. Koil tersebut kemudian dikelilingi oleh
magnet permanen yang dapat menghasilkan medan magnet yang meliputi kumparan.
Rangkaian transducer kecepatan ditempelkan pada komponen yang bergetar.
Komponen benda bermassa dan kumparan akan tetap diam. Kemudian kecepatan
relatif antara medan magnet dan kumparan akan mengakibatkan perubahan tegangan
yang dihasilkan. Semakin cepat kecepatan relatifnya, tegangan akan semakin besar.
Sensitivitas transducer kecepatan akan menjadi rendah apabila frekuensi getaran
dibawah 600 cpm. Transducer kecepatan sebaiknya dipasangkan pada lubang berulir.
Velocity Probe biasanya lebih umum digunakan untuk pengukuran maupun analisa
vibrasi. Karena transducer ini cukup kuat, mudah dalam pemakaiannya, serta tidak
membutuhkan daya listrik untuk mengaktifkannya (sensor aktif). Gambar contoh dari
velocity probe.
- API
American Petroleum Institute mengeluarkan standar untuk turbomachines yang
digunakan pada industri minyak dan gas. Beberapa standar yang dikeluarkan
menyangkut instalasi, desain mesin, performa mesin dan sistem pendukung.
Beberapa diantaranya adalah API-610, API-611, API-12, dan sebagainya. Standar
API mengemukakan standar untuk vibration displacement untuk poros diukur
dalam satuan mils (1 mils = 0,001 inci = 0,0254 mm) dari peak to peak tidak
boleh lebih dari 2 mils atau (12000/N)1/2, dimana N adalah putaran mesin. API
juga memiliki standar untuk equipment-equipment yang digunakan dalam proses
produksi LNG. Untuk standar
- AGMA 6000-B96
AGMA mengeluarkan standar vibrasi untuk helical gear yaitu AGMA 6000-B96.
Standar ini berisi tentang metode untuk mengukur vibrasi linier pada gear.
Grafik machinery severity ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
c. Bent Shaft
Saat shaft bengkok, vibrasi pada arah radial dan arah aksial akan terjadi kenaikan
yang signifikan. Namun vibrasi pada arah aksial akan lebih tinggi dibandingkan dengan
arah radial. Perbedaan fasa akan muncul sebesar 180 . Spektrum FFT akan
mempunyai dua buah peak, yaitu pada 1x rpm dan 2x rpm dengan ketentuan :
- Amplitudo di 1x rpm akan dominan apabila shaft bengkok di dekat pusat massa dari
shaft.
- Amplitudo di 2x rpm akan dominan apabila shaft bengkok pada ujungnya.
d. Misalignment
Ketidak-simetrisan mesin terjadi karena bearing dan coupling yang tidak sejajar.
Terbagi 2 jenis misalignment, yaitu :
- Angular misalignment yaitu saat dua sumbu shaft bertemu dengan perbedaan sudut.
Spektrum FFT akan berada pada 1x, 2x, 3x rpm dengan peak yang tertinggi pada 1x
rpm .
- Parallel misalignment yaitu saat dua sumbu shaft memiliki perbedaan jarak (terjadi
offset). Spektrum FFT akan berada pada 1x, 2x, 3x rpm dengan peak dominan pada
2x rpm.
Perbedaan fasa yang terjadi ada pada 180 .
e. Mechanical Looseness
Mechanical looseness biasa terlihat pada 1/2x rpm atau 1/3x rpm dan kelipatannya,
namun dominan pada 2x rpm.
Mechanical looseness dapat terjadi pada :
1. Internal assembly
Penyebabnya adalah kesalahan sesuaian yang menyebabkan terjadinya
kelonggaran pada komponen yang saling menempel.
2. Pada sambungan mesin ke fondasinya
Penyebabnya adalah kesalahan pada waktu pengencangan baut saat mesin
akan didudukan ke base platnya.
3. Struktur Mesin
Terjadi karena kesalahan pada bagian dasar mesin atau pada rumah mesin. Ini
menjadikan mesin menjadi mirirng atau tidak terpasang dengan baik pada basenya.
f. Resonansi
Terjadi pada saat vibrasi operasi mesin sama dengan frekuensi natural dari mesin
tersebut. Ini akan menyebabkan amplitude yang sangat tinggi pada frekuensi natural
mesin tersebut.
g. Rotor Rubs
Spektrum yang dihasilkan motor rubs mirip dengan spektrum yang dihasilkan
mechanical looseness. Terkadang fenomena yang dihasilkan seperti menggesekkan kapur
pada papan tulis, serta menghasilkan band noise pada frekuensi tinggi.
h. Roling element bearings
Sebuah rolling element bearing terdiri dari bagian inner dan outer race, sebuah cage
dan rolling element. Kerusakan dapat terjadi pada setiap bagian dari bearing tersebut dan
dapat menyebabkan frekuensi vibrasi yang tinggi.
Tahap kerusakan yang terjadi pada rolling element bearing adalah sebagai berikut :
1. Ultrasonic Frequencies
Pada tahap ini, spektrum FFT dari bearing defects dibagi menjadi empat zona
(A,B,C dan D), dimana akan diamati perubahan yang merupakan bearing wear
progresses. Zona-zona tersebut dapat dideskripsikan sabagai berikut :
Zona A : Zona rpm mesin dan harmonik
Zona B : Zona frekuensi bearing defects (5-30 kcpm)s
Zona C : Zona frekuensi natural komponen bearing (30-120 kcpm)
Zona D : Zona high-frequency-detection (HFD) (>120 kcpm)
Indikasi pertama dari ausnya bearing adalah munculnya frekuensi ultrasonic
pada selang antara 20-60 kHz (120-360 kcpm). Frekuensi ini yang dievaluasi oleh
high-frequency detectin techniques seperti GSE (Spike Energy), SEE, Peak Vue,
SPM, dan lainnya.
2. Naturalo Frequencies
Pada tahap ini, mulai terjadi kelelahan (fatigue) pada raceways. Rolling element
yang melewati pits mulai menimbulkan bunyi atau frekuensi natural dari
komponen bearing secara dominan muncul pada selang frekuensi 30-120 kcpm.
Berdasarkan tingkat severity, memungkinkan munculnya sideband frequencies di
atas dan bawah dari puncak (peak) frekuensi natural pada akhir tahap kedua.
High-frequency detection (HFD) techniques dapat memiliki amplitudo yang
besarnya dua kali lebih besar dibandingkan pada tahap pertama.
3. Defect frequencies & Harmonics
Pada tahap ketiga, discrete bearing frequencies dan harmonics mulai dapat terlihat
pada spektrum FFT. Frekuensi tersebut dapat terlihat diikuti dengan timbulnya
sejumlah sidebands. Keausan biasanya terlihat pada bearing dan dapat meluas
hingga tepi dari bearing raceways.
4. Random Broadband
Pada tahap akhir ini, pits akan berhimpit satu sama lain yang akan menimbulkan
jejak kasar dan spalling dari bearing raceways dan/atau rolling element. Bearing
berada pada kondisi kritis di tahap ini. Komponen amplitudo 1x rpm bahkan akan
meningkat. Kemudian running speed harmonics akan dapat bermunculan.
i. Gearing Defects
Getaran akibat permasalahan roda gigi dapat diidentifikasi dengan menggunakan
penganalisis getaran. Tejadi pada frekuensi gear meshing atau pada (jumlah roda gigi x
RPM). Problem roda gigi dapat mengakibatkan getaran yang besar disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti keausan roda gigi, roda gigi tidak akurat, pengaturan backlash
yang tidak tepat, celah roda gigi yang tidak tepat, bentuk gearmesh tidak tepat, pelumas
terkontaminasi material asing, jumlah pelumas tidak tepat, bearing kurang baik, overload,
kesalahan pemilihan roda gigi, kesalahan pemilihan material, dan sebagainya.
1. Gear Tooth Wear
Terlihat peak pada 1x rpm harmonik dan adanya sideband pada sekitar frekuensi
gearmesh. Untuk helical gear dapat dilihat pada arah aksial pengikuran.
2. Gear Tooth Load
Vibrasi akibat gear tooth load dapat dilihat pada kenaikan frekuensi gear mesh
3. Gear Backlash + Eccentricity
Analisa vibrasi pada gear backlash and eccentricity ditandai dengan amplitudo
pada sideband 1x rpm di sekitar GMF yang besar.
4. Misaligned Gear
Dapat dilihat dari amplitudo sideband 1x rpm di sekitar gear mesh yang besar,
atau pada 2x GMF atau 3x GMF.
5. Broken/Chipped Tooth
Ditunjukkan pada 1x rpm yang besar, tereksitasinya frekuensi natural dari gear
dan terlihatnya sideband disekitar GMF. Bentuk waveform juga menunjukkan
adanya peak khusus yang terjadi secara periodik.
6. Hunting Tooth Frequency
Untuk melihat hunting tooth frequency, dibutuhkan beberapa perhitungan, seperti
FHT=(GMF x N)/(number of pinion x number of gear), dimana N adalah bilangan
terbesar dari faktor kedua gigi, yaitu N=1.
e. Belt Defects
Frekuensi cacat pada belt merupakan tipe sub-harmonic. Dalam menganalisa putaran
belt, F-max perlu dijaga tetap rendah sehingga puncak dari amplitudo dapat terlihat.
Ketika belt mengalami kelonggaran (worn), loose atau mismatched pada frekuensi belt
akan terlihat harmonik. Memungkinkan juga didapatkannya 3x atau 4x frekuensi belt.
Seringkali, 2x frekuensi belt menjadi dominan. Perumusan untuk mencari belt frequency
adalah sebagai berikut.
xpulley rpmxpitc h diameter
Ball Frequency=
belt lengt h
f. Blade/Vane Pass Defects
Pada setiap mesin yang menangani fluida seperti air, gas, udara da oli secara tipikal
akan menimbulkan inherent vibration frequency (plus potential harmonics). Perhitungan
untuk menentukan blade pass frequency adalah sebagai berikut.
II. 4 Balancing
Balancing merupakan suatu prosedur atau proses pengecekan untuk mengetahui
distribusi massa suatu rotor dan melakukan koreksi atau perbaikan bila diperlukan sehingga
jumlah residual unbalance atau vibrasi atau gaya centrifugal pada journal bearing dapat
memenuhi batas yang diijinkan sesuai dengan standar.
Tujuan dari dilakukannya koreksi unbalance yaitu :
- Mengurangi getaran dan kebisingan
- Mengurangi internal wear (keausan) dari seal, labyrunth, bantalan, dsb.
- Mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan pada rotor
- Mengurangi stress pada struktural
- Meminimal kelelahan operator
- Meminimal kehilangan power.
Tujuan umum dilakukannya balancing adalah meningkatkan umur pakai dan kehandalan
mesin rotasi untuk menunjang proses produksi.
Indikasi rotor unbalance pada mesin rotasi :
a. Vibrasi tinggi (frekuensi dominan pada 1x RPM)
c.
Suhu
bearing meningkat
d. Konsumsi energi meningkat dll.
Prinsip koreksi unbalance adalah dengan memberikan efek gaya centrifugal yang
sebanding dengan gaya centrifugal yang dihasilkan oleh massa unbalance, dengan arah yang
berlawanan 180 . Ada tiga metode untuk mengkoreksi unbalance :
1. Addition of mass (penambahan massa), adalah penambahan massa dengan
epoxy/fiberglass, penambahan massa dengan baut atau revert, penambahan dengan metal
(cast iron, timah, copper dll.), penambahan massa dengan pengelasan.
2. Removal mass (pengurangan massa) yaitu dengan cara proses permesinan seperti drilling,
milling, shaping atau fly cutting dan grinding.
3. Centering mass, pada prinsipnya centering mass adalah untuk merubah posisi rotor
terhadap porosnya sendiri sehingga antara sumbu poros dan sumbu principal (sumbu titik
berat benda) berada pada satu titik atau coincide.
Adapun beberapa metode balancing yaitu sebagai berikut.
A. Berdasarkan cara pengoperasian alat :
1. Shop Balancing (dengan balancing machine)
a. Gravity Balancing
Gravity balancing / non rotating balancing machine :
- Rotor akan bergerak bebas sehingga lokasi unbalance (center of gravitynya) akan
selalu berada pada bagian terbawah
- Mesin ini hanya mampu mendeteksi atau memberikan indikasi static unbalance
- Hanya sesuai untuk rotor dengan low speed service, dengan ratio perbandingan
panjang yang sangat kecil terhadap diameternya.
b. Centrifugal Balancing
Centrifugal Balancing :
- Besaran amplitudo dan phase diukur menggunakan sensor, sehingga besar dan lokasi
unbalance dapat ditentukan
- Digerakkan dengan motor listrik
- Mampu mengukur static, couple maupun static-couple unbalance
- Centrifugal balancing machine umumnya menggunakan soft bearing atau hard
bearing balancing
2. Insitu/Field Balancing
Metode perhitungan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Dengan Phase (three run balancing), Pada proses ini perhitungan balancing dilakukan
dengan menggunakan sudut phase atau melakukan pengukuran sudut phase
b. Tanpa Phase (four run balancing), pada proses ini perhitungan balancing tidak
menggunakan sudut phase atau tidak melakukan pengukuran sudut phase.
Keuntungan dari field balancing yaitu tidak perlu melakukan overhaul mesin dan
waktu pelaksanaan lebih cepat dan mesin dapat langsung dioperasikan, akan tetapi metode ini
tidak dapat dilakukan pada semua mesin rotai.
B. Berdasarkan speed :
1. Low speed balancing
Metode low speed balancing umumnya digunakan pada rotor-rotor yang beroperasi di
bawah first critical speednya (first mode). Namun untuk beberapa rotor yang beroperasi di
atas first critical speednya juga dapat dilakukan balancing dengan low speed incremental
balancing, yaitu dengan membalance satu per satu dari komponen rotor tersebut bila
memungkinkan.
2. High speed balancing
Metode high speed balancing umumnya digunakan pada rotor-rotor yang beroperasi
di atas first critical speednya (first mode).
C. Berdasarkan jumlah bidang koreksi
1. single plane balancing
2. Two plane balancing
3. Multi plane balancing