Anda di halaman 1dari 135

Teori Dasar Vibrasi

by Hendra Yudisaputro on May 21, 2014 Teori Dasar Vibrasi2014-05-21T08:27:08+00:00- Uncategorized - 1 Comment

Vibrasi atau getaran didefinisikan oleh Kamus Websters New World sebagai ayunan yang
terjadi secara terus menerus; berosilasi. Sedangkan bagi para enjiner yang berkecipung di bidang
industri, mendefinisakan vibrasi sebagai gerakan bolak-balik yang terdapat pada bagian sebuah
mesin dari tempat awal kedudukannya, dan dapat diformulasikan sebagai berikut :

Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa amplitudo getaran bervariasi sesuai dengan hasil
bagi antara dynamic force dengan dynamic resistance. Vibrasi adalah respon dari sebuah sistem
menuju ke beberapa stimulus external maupun internal atau gaya yang diaplikasikan ke sebuah
sistem. Vibrasi memiliki tiga parameter utama yang dapat dikukur yaitu amplitudo, frekuensi, dan
fase. Masing-masing parameter tersebut akan dibahas pada artikel mendatang.

Dalam melakukan pengukuran vibrasi pada sebuah mesin, maka digunakan sebuah sensor yang
diletakkan pada rumahan bearing. Sensor tersebut akan mendeteksi vibrasi yang kemudian
ditampilkan pada analayzer dalam bentuk sinyal. Gambar di bawah menunjukkan rumahan
bearing sebuah mesin yang dimodelkan dengan sebuah massa digantung pada sebuah coil spring.

Massa tersebut akan tetap tergantung pada posisi yang netral sampai dipengaruhi oleh sebuah
gaya. Ketika sebuah gaya mempengaruhhi massa (sebagai contoh pada kasus ini adalah vektor
gaya ke arah atas) seperti pada gambar di bawah, maka massa akan bergerak ke atas dan pegas
akan memberikan gaya untuk memampatkan massa tersebut.
Ketika massa telah mencapai batasan atas maka gaya akan dihilangkan sehingga massa akan
begerak ke bawah (jatuh) melewati posisi normal dengan batasan yang lebih rendah (batas
bawah), seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Selanjutnya ketika massa telah mencapai batas bawah, maka massa akan behenti dan bergerak
kembali lagi menuju batas atas dengan melewati posisi netral, begitu seterusnya selama ada gaya
yang mempengaruhi pergerakan massa tersebut.

Apabila sebuah ballpoint diletakkan pada massa yang melakukan gerakan bolak-baik seperti pada
penjelasan di atas dan selembar kertas dijadikan sebagai strip chart recorder, maka akan
tergambar gelombag sinusoidal yang merupakan efek dari gaya yang mempengaruhi massa
tersebut.
Kesimpulannya vibrasi adalah gerakan bolak-balik dari sebuah benda yang diakibatkan oleh gaya
tertentu. Setiap benda pasti mempunyai vibrasi namun perlu ditentukan seberapa besar vibrasi
yang bisa ditoleransi dan yang tidak.
Sudut Fase Frekuensi Dan Periode
by Hendra Yudisaputro on May 23, 2014 Sudut Fase Frekuensi Dan Periode2014-05-23T15:51:01+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - No Comment

Sudut fase, frekuensi dan waktu menunjukkan kondisi dari masing-masing parameter utama
pengukuran vibrasi. Ketiga kondisi tersebut dapat menentukan seberapa besar nilai dari suatu
parameter terjadi setelah dilakukan pengambilan data vibrasi pada sebuah alat tertentu.

Sudut Fase
Sudut fase adalah posisi suatu bagian mesin yang sedang bervibrasi, dibandingkan dengan suatu
point yang tetap (fixed point) dalam satuan sudut derajat. Tanpa adanya fixed point, sudut fase
suatu vibrasi tidak dapat diamati.

Berdasarkan gambar di atas, suatu poros yang sedang berputar mempunyai sebuah pemberat pada
tepinya dan ditentukan fixed point pada titik A. Sedangkan pada gambar sisi kanan ditunjukkan
posisi pemberat terhadap fixed point dalam satu kali putaran. Sudut fase derajat ditentukan
ketika pemberat melewati titik A melalui sudut 90, 180, 270, dan 360 derajat atau ditentukan
pada saat kembali ke titik A lagi. Displacement terkecil (=0) terdapat pada sudut fase 0 dan 180
derajat, dan displacement terbesar (positif max/ min) terdapat pada sudut fase 90 dan 270.

Frekuensi.
Adalah jumlah gerakan bolak balik suatu vibrasi persatuan waktu. Contohnya semisal poros
sedang berputar yang tepinya diberi pemberat (unbalance), maka akan dapat ditentukan bahwa
nilai frekuensi adalah sama dengan putaran poros. Satuan frekuensi ialah cycle per minute
(cpm) atau cycle per detik (Hertz). Hal ini untuk membedakan dengan satuan putaran
yaitu rotation per minute (rpm).
Pada contoh poros yang berputar tersebut, frekuensi sama dengan putaran poros (rpm), namun hal
ini belum tentu sama jika sumber vibrasi bukan dari berputarnya poros yang unbalance, seperti
halnya misalignment, loosness dan sebagainya.

Periode.
Periode dalam vibrasi didefinisikan sebagai periode waktu yang diperlukan untuk melakukan satu
gerakan bolak balik. Seperti halnnya pada poros yang berputar, yang disebut periode adalah
waktu tempuh yang diperlukan untuk malakukan satu kali putaran.
Parameter Utama Pengukuran Vibrasi
by Hendra Yudisaputro on May 23, 2014 Parameter Utama Pengukuran Vibrasi2014-05-23T15:24:36+00:00-
Uncategorized - 2 Comments

Terdapat tiga parameter utama dalam pengukuran vibrasi terhadap sebuah mesin, yaitu
: displacement, velocity dan acceleration yang harus diperhatikan sebelum menganalisa
penyebab terjadinya vibrasi yang tidak normal.

Displacement (Jarak Vibrasi)


Adalah jarak yang ditempuh oleh gerakan bolak-balik (getaran) pada suatu periode waktu
tertentu. Parameter ini didapatkan dengan melakukan pengukuran jarak pergeseran titik putar
piringan yang disebabkan oleh gaya sentripetal melalui persamaan :

Displacement () = A Sin ( 2ft )

Dimana,
A = Panjang jarak radius pergeseran. ()
f = Frekuensi gerakan bolak-balik. (Hertz)
t = Waktu. (second)

Dalam pengukuran vibrasi, parameter displacement hanya dapat mengukur peak to peak
displacement, yaitu jarak dari positif maximum ke negatif maximum atau sama dengan 2 x A.

Velocity (Kecepatan Vibrasi).


Adalah kecepatan gerakan secara bolak balik pada suatu periode waktu tertentu. Parameter
kecepatan selalu berubah sepanjang jarak yang ditempuhnya, dimana pada posisi positif
maximum dan negatif maximum kecepatan adalah nol, sedangkan pada posisi gerakan melewati
daerah netral kecepatan adalah maximum. Kecepatan vibrasi dapat ditentukan melalui persamaan.

Velocity (mm/s) = 2fA Cos (2ft)

Perlu diketahui bahwa dalam melakukan pengukuran, kecepatan vibrasi hanya dapat mengukur
kecepatan maximum atau disebut peak velocity.
Acceleration (Percepatan Vibrasi).
Adalah percepatan gerak secara bolak-balik pada suatu periode waktu tertentu. Percepatan selalu
berubah sepanjang jarak yang ditempuhnya, dimana maximum pada saat displacement mencapai
positif maximum atau mendekati negatif maximum. Percepatan vibrasi dapat ditentukan melalui
persamaan.

Acceleration (mm/s2) = (2f)2 A Sin (2ft)

Dalam melakukan pengukuran vibrasi, percepatan vibrasi hanya dapat mengukur percepatan
vibrasi maximum atau disebut peak acceleration.

Hubungan Antara Displacement, Velocity Dan Acceleration


Dalam kondisi suatu mesin yang sedang bervibrasi, ketiga parameter ini selalu ada dan tidak bisa
berdiri sendiri-sendiri. Ketiganya mempunyai hubungan urutan diferensial mulai
dari displacement, velocity dan acceleration. Ketiga rumusan itu telah diuraikan diatas, dan jika
digambarkan masing-masing adalah merupakan kurva sinusoidal seperti pada berikut.

Dengan menggunakan sebuah analyzer yang canggih pada saat melakukan pengukuran terhadap
vibrasi pada sebuah mesin, maka akan ditemukan grrafik sinusoidal seperti di atas.
Frekuensi Vibrasi Dan Hubungannya Dengan Time
Waveform
by Hendra Yudisaputro on May 22, 2014 Frekuensi Vibrasi Dan Hubungannya Dengan Time Waveform2014-05-
22T02:52:46+00:00- Teori Vibrasi - No Comment

Dari penjelasan sebelumnya, apabila sebuah ballpoint diletakkan pada massa yang melakukan
gerakan bolak-baik dan selembar kertas dijadikan sebagai strip chart recorder, maka akan
tergambar gelombag sinusoidal yang memiliki sebuah amplitudo (pada pembahasan ini adalah
peak to peak displacement). Untuk menentukan frekuensi yang terdapat pada gelombang tersebut
maka dapat dihitung dengan cara menentukan priode waktu (T) pada satu siklus, kemudian
frekuensi dapat diperoleh melalui persamaan :
f= 1/T
Untuk mempermudah pemahaman dari pembahasan di atas, dimisalkan gelobang yang diperoleh
adalah seperti gambar berikut :

Berdasarkan gambar di atas, frekuensi ditunjukkan dengan satuan Cycle pe Minute (CPM) atau
Cycle per Second (CPS), yang sekarang disebut dengan Hertz (1 Hertz = 60 CPM) dan secara
umum Hertz disingkat dengan Hz. Untuk pembahasan parameter yang lain akan ditulis pada
artikel selanjutnya.
Penyebab Terjadinya Vibrasi
by Hendra Yudisaputro on December 14, 2015 Penyebab Terjadinya Vibrasi2015-12-14T21:43:49+00:00- O&M - No
Comment

Vibrasi atau getaran yang ditimbulkan oleh peralatan yang berputar semisal motor, pompa, fan
dan sejenisnya akan memberikan petunjuk tentang kondisi dari peralatan tersebut, apakah berada
dalam kondisi yang baik ataukah sebaliknya. Sehingga dengan adanya fenomena ini melalui
peralatan yang disebut dengan vibrometer maka akan dapat diketahui detail penyebab terjadinya
anomali getaran, tentunya setelah dilakukan analisa gelombang pada data yang telah ditangkap
oleh vibrometer. Secara umum penyebab terjadinya anomali getaran pada sebuah peralatan yang
berputar adalah sebagai berikut :

Unbalance atau imbalance


Unbalance adalah terjadinya pergeseran titik pusat massa dari titik pusat putarnya sehingga akan
menimbulkan getaran yang tinggi. Besarnya amplitudo getaran sebanding dengan besarnya
putaran (merupakan kuadrat dari putaranya).

Misalignment
Vibrasi yang disebabkan oleh penyambungan poros yang tidak simetris dan besarannya
tergantung dari ketidaksimetrisan penyambunganya, semakin tidak simteris penyambungan poros
pada sebuah peralatan maka menyebabkan vibrasi akan semakin tinggi. Gejala vibrasi yang
diakibatkan oleh misalignment hampir sama dengan gejala unbalance akan tetapi dengan
menggunakan vibrimeter yang memadai akan lebih mudah membedakan antara unbalance dan
misalignment yaitu dari analisa sudut fasanya. Terdapat beberapa jenis misalignment seperti
misalignment pada sambungan kopling, sabuk, rantai, roda gigi dan lain-lain.

Variasi beban
Beban besar (overload) pada mesin dapat menyebabkan vibrasi yang tinggi. Untuk melakukan
analisa dari fenomena ini maka karakstristik pengoperasian mesin harus difahami, sehingga
dalam mengukur getaran dasar (baseline vibration) sangat penting untuk memperhatikan variasi
getaran terhadap beban, tekanan dan temperatur.

Clearance
Kelonggaran clearance (over clearance) mempunyai karakter penampilan vibrasi yang khusus
yaitu ketika dilakukan analisa spectrum akan muncul pada 1 x rpm serta harmonic yang tinggi.
Resonansi
Instalasi suatu mesin biasanya terdiri dari rangka, pipa, duct, dan sebagainya, dimana komponen-
komponen tersebut mempunyai frekuensi diri (natural frequency), yang didesain besarnya tidak
boleh ada yang sama dengan putaran mesin. Jika salah satu atau beberapa komponen yang ada
pada mesin itu mempunyai frekuensi diri yang sama besar dengan putaran mesin, maka vibrasi
akan menjadi tinggi atau disebut dengan resonansi.

Mechanical looseness
Disebabkan oleh kerenggangan pada suatu mesin yang terjadi karena adanya kerenggangan baut,
kerenggangan bearing, keretakan di pondasi, kerenggangan antara rotor dengan poros, dan
sebagainya. Pada motor listrik dan generator, kerenggangan dapat terjadi pada rotor bar atau
gulungan rotor maupun stator.

Kerusakan pada gigi


Masalah pada roda gigi adalah masalah yang sangat komplek, oleh karena itu untuk menganalisa
permasalahn roda gigi diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang memadai. Namun biasanya
kerusakan gigi dapat disebabkan oleh keausan, sentuhan antar gigi tidak smooth, bentuk gigi yang
tidak sesuai, pelumasan yang tidak baik dan eksentrisitas.

Kerusakan pada bearing


Ada dua jenis bearing yang memungkinkan terjadinya kerusakan yaitu anti friction
bearing dan sleeve bearing. Keduanya mempunyai karakter vibrasi yang berbeda, dan juga
kerusakan yang ditimbulkannya berlainan. Yang termasuk anti friction bearing ialah ball bearing
dan roll bearing, sedangkan sleeve bearing adalah journal bearing.

Masalah pada kelistrikan


Vibrasi karena masalah listrik pada mesin-mesin rotasi hanya terjadi pada generator dan motor
listrik. Masalah ini biasanya disebabkan oleh ketidakmerataan gaya medan magnet yang bekerja
pada rotor atau stator. Hal ini bisa disebabkan karena hubung singkat pada gulungan, kerusakan
pada rotor, sumbu rotor dan stator tidak segaris, stator atau rotor tidak bundar benar dan
sebagainya.
Gaya Aerodinamis dan Hidrolik
Vibrasi yang disebabkan oleh gaya aerodinamis pada mesin-mesin rotasi sering terjadi pada fan
atau blower. Hal ini umumnya dikarenakan adanya turbulensi fluida (udara/gas) yang berlebihan
akibat dari pukulan blade dengan fluida tersebut. Sedangkan vibrasi yang disebabkan oleh gaya
hidrolik terjadi pada aliran fluida cair seperti pada peralatan pompa, pipa, katup dan sebagainya.
Sama seperti pada vibrasi Aerodinamik, vibrasi jenis ini dapat menjadi serius apabila disertai
adanya reonansi pada peralatan yang dilalui fluida atau kesalahan desain.

Oil whirl dan oil whip


Vibrasi ini terjadi pada journal bearing yaitu pada mesin-mesin dengan sistem pelumasan minyak
bertekanan, serta mesin putaran tinggi (di atas putaran kritis pertama).

Gesekan (rubbing)
Gesekan antara bagian yang berputar dengan bagian yang tetap disebut rubbing. Gesekan ini bisa
terjadi secara terputus-putus (intermitent) atau secara terus menerus (continue) selama berputar.

Penambahan (beat)
Vibrasi ini terjadi karena adanya gaya-gaya vibrasi yang saling terakumulasi dan saling
mengurangi secara berulang, baik dari dua buah atau beberapa mesin yang berdekatan di atas satu
rangka pondasi yang sama. Kejadian ini biasanya terjadi jika putaran dari mesin-mesin tersebut
tidak sama, seperti halnya terdapat dua buah pompa di atas satu rangka pondasi mempunyai
putaran 3.000 rpm dan 2.500 rpm, berdasarkan fenomena ini maka vibrasi masing-masing pompa
akan saling berinteraksi satu sama lain dan akan menyebabkan anomali pada vibrasi.

Pembahasan tentang detail dan ciri-ciri penyebab vibrasi yang tinggi akan dibahas perbagian pada
artikel selanjutnya, insyaAllah.

Refrensi : How To Implement An Effective Condition Monitoring Program Using Vibration


Analysis, James E. Berry
Seklumit Tentang Boiler
by Hendra Yudisaputro on February 12, 2014 Seklumit Tentang Boiler2014-02-12T07:49:24+00:00- Batu Bara - 2
Comments

Secara terminologi boiler adalah suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan :
1. Uap untuk keperluan pembangkitan tenaga listrik, proses dan juga pemanas dalam industri,
atau

2. Air panas untuk keperluan pemanas maupun untuk sehari hari.

Secara general boiler diartikan sebagai alat yang digunakan sebagai penghasil uap atau disebut
steam generator.
Boiler secara umum didesain dengan menggunakan material baja untuk melakukan atau
memindahkan (transmit/transfer) energi kalor yang berasal dari pembakaran bahan bakar (batu
bara atau minyak) menuju bejana atau pipa-pipa fluida yang terdapat di dalam boiler. Seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sebuah boiler tidak hanya diisi dengan fluida
berupa air, namun bisa juga dengan air raksa dan zat alir organik seperti N-Pentan, yang dalam
hal ini boiler disebut juga sebagai Penguap atau Vaporizer atau Vapor Generator atau biasa
disebut juga Thermal Liquid Heater.

Apapun nama, penggunaan dan sifat-sifatnya, sebuah Boiler harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Fluida yang digunakan harus tertampung secara aman (safely contained).
2. Fluida yang tertampung dalam sebuah boiler
3. Output fluida harus sesuai dengan kondisi yang diinginkan, baik tekanan, temperatur, kualitas
dan alirannya.
4. Dibangkitkan dengan rugi-rugi panas (heat losses) yang minimum.
5. Memiliki sistem proteksi yang baik.
Perpindahan energi kalor dari suatu medium ke medium lain di dalam boiler terjadi melalui tiga
cara yaitu radiasi, konveksi dan konduksi. Perpindahan kalor ini hanya terjadi bila terdapat
perbedaan temperatur di antara medium-medium tersebut.

Perpindahan kalor dari suatu medium/permukaan dengan temperatur tertentu dalam bentuk
gelombang elektromagnetik disebut sebagai perpindahan kalor radiasi, contohnya kalor yang
diperoleh dari pembakaran bahan bakar menuju dinding bejana atau permukaan pipa fluida.

Perpindahan kalor yang terjadi pada medium yang stasioner, baik padat maupun cair disebut
perpindahan kalor konduksi.

Sedangkan konveksi sebaliknya, yaitu terjadi antara media yang diam dengan fluida yang
bergerak.
Sistem Udara dan Gas Buang Pada Pembangkitan
Listrik Tenaga Uap
by Hendra Yudisaputro on December 9, 2015 Sistem Udara dan Gas Buang Pada Pembangkitan Listrik Tenaga Uap2015-
12-09T15:18:41+00:00- Batu Bara - No Comment

Sistem udara dan gas buang merupakan system yang yang mendukung terjadinya proses
pembakaran di dalam boiler, hal ini dilakukan agar proses pembakaran dapat dikontrol secara
optimal sehingga terjadi proses pembakaran yang sempurna dan efisien.

Sistem udara dan gas buang merupakan siklus tertutup yang pada dasarnya berbeda meskipun
terjadi dalam media, waktu dan proses yang sama. Sistem udara secara umum adalah system yang
berfungsi sebagai media transport batubara menuju boiler (udara primer) sekaligus menambahkan
oksigen untuk proses pembakaran dan membuat turbulensi (udara sekunder). Sedangkan system
gas buang merupakan output dari proses pembakaran yang digunakan untuk mentransfer gas
panas dari sisa hasil proses pembakaran menuju ke pipa-pipa air dan uap serta element pemanas
udara.

Pada dasarnya hubungan dari proses kerja antara system udara dan gas buang adalah seperti pada
skema berikut.

Gambar 1. Hubungan antara system udara dan gas buang


Sistem udara dan gas buang terdiri dari beberapa sub sistem sebagai berikut :

Boiler
Boiler adalah tempat terjadinya proses pembakaran yang didalamnya dilengkapi oleh beberapa
peralatan sebagai berikut :

1. Coal Burner
Peralatan yang berfungsi untuk mencampur batubara dengan udara dan sebagai nozzle untuk
mendorong campuran bahan bakar tersebut ke dalam furnace boiler. Komponen-komponen dari
coal burner umumnya adalah sebagai berikut:

Oil Gun berfungsi untuk mensupply HSD pada proses startup dan shutdown awal boiler. Pada oil
gun terdapat dua saluran utama yakni saluran fuel oil dan saluran atomizing air. Atomizing air
berfungsi untuk membentuk kabut bahan bakar HSD agar lebih mudah terbakar, sedangkan oil
gun berfungsi sebagai pemantik api untuk menyalakan bahan bakar tersebut.

Damper Udara berfungsi untuk mengatur supply udara pembakaran yang masuk ke boiler.

Coal Nozzle adalah bagian ujung masuknya pulverized coal ke dalam furnace boiler.

Flame Scanner merupakan perangkat sensor api yang berfungsi untuk membaca apakah telah
terjadi proses pembakaran pada burner ataukah tidak.

2. Burner Tilting
Perangkat yang berfungsi untuk mengatur proses pembakaran agar lebih efsien dan
mengendalikan temperature uap sehingga dapat meminimalisir terbentuknya Nox
Draft System
Draft system adalah system udara yang terdiri dari 3 jenis peralatan utama yaitu primary air fan
(PAF), forced draf fan (FDF) serta induced draft fan (IDF), dan masing-masing mempunyai
peranan sebagai berikut :

1. Primary Air Fan (PAF)


Disebut dengan primary air fan karena fungsi utama dari fan ini adalah untuk mendistribusikan
batubara yang sebelumnya telah dihaluskan di dalam mill/pulverizer menuju ke ruang
bakar/furnace/boiler.

2. Forced Draft Fan (FDF)


Disebut juga dengan secondary air fan dan berfungsi untuk memberikan tekanan positif pada
boiler dan mengontrol udara serta oksigen yang dibutuhkan pada proses pembakaran di dalam
boiler sehingga didaharapkan dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna dan efisien.

3. Induced Draft Fan


Berfungsi untuk memberikan tekanan negatif (vacuum pressure) pada boiler serta mentransfer
flue gas sisa pembakaran dari boiler menuju ke stack/chimney. Semakin tinggi temperature udara
flue gas dan prosentase oksigen yang keluar dari stack maka mengindikasikan bahwa proses
pembakaran di dalam boiler tidak terjadi secara sempurna.

Air Preheater
Air Preheater merupakan sistem yang berfungsi sebagai pemanas udara awal untuk primary
air dan secondary air sampai ke tingkat temperature tertentu, dengan memanfaatkan panas dari
udara flue gas yang dibawa oleh induced draft fan melalui elemen pemanas yang disebut rotating
heat exchanger. Tujuan utama dari proses pemanasan awal ini adalah untuk meningkatkan
temperature udara sebelum masuk ke dalam boiler sehingga proses pembakaran dapat terjadi
dengan cepat dan efisien, serta untuk menghilangkan uap air dari udara agar mencegah terjadinya
korosi pada peralatan metal di dalam boiler.

Stack/Chimney
Stack atau chimney atau cerobong udara adalah peralatan yang berfungsi sebagai media transfer
flue gas menuju ke udara atmosfer. Pada dasarnya chimney juga berfungsi sebagai induced
draft yaitu dengan menggunakan perbedaan tekanan udara antara sisi inlet (yang berada di
permukaan tanah) dengan udara di sisi outlet (yang berada lebih tinggi di ujung cerobong asap)
sehingga udara akan secara natural mengalir dari tekanan yang tinggi ke daerah yang bertekanan
lebih rendah.

Electrostatic Precipitator
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah sistem pembantu yang berfungsi untuk menangkap
ash/abu dari hasil proses pembakaran dengan cara memberikan muatan negatif kepada abu-abu
tersebut melalui perangkat elektroda (discharge electrode). Selanjutnya abu tersebut akan
bergerak ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih
positif (collecting electrode), sehingga secara alami abu tersebut akan tertarik dan menempel
pada plat-plat tersebut. Setelah abu terakumulasi pada plat tersebut, sebuah sistem rapper khusus
akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP.
Sumber : Power Plant Technology, M.M. El Wakil
Siklus Pembangkitan Daya
by Hendra Yudisaputro on September 13, 2014 Siklus Pembangkitan Daya2014-09-13T06:26:53+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - No Comment

Siklus Rankine merupakan siklus tenaga uap paling sederhana yang


merupakan modifikasi dari siklus Carnot, di mana proses pemanasan dan pendinginan pada
siklus ini terjadi pada tekanan yang tetap.

Siklus Rankine ideal digambarkan sebagai berikut (Li and Triddy, 1985) :

Gambar 1. Diagram Temperatur vs Entropi Spesifik pada Siklus Rankine Dasar.

Berdasarkan gambar 1 di atas, air umpan dari tangki dipompakan ke dalam ketel (titik 1
ke 1), kemudian dipanaskan di ketel pada tekanan tetap dari titik 1 ke 3 sehingga menjadi
uap saturasi dan diekspansi secara adiabatik pada turbin uap (titik 3 ke 4). Selanjutnya uap air
dikondensasikan pada temperaturtetap di kondensor ke titik 1.

Gambar 2. dibawah ini merupakan skema rangkaian komponen pembangkit


listrik tenaga uap menggunakan bahan bakar minyak bumi berdasarkan siklus Rankine
sederhana.
Gambar 2. Skema Rangkaian Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Uap berdasarkan Siklus
Rankine Sederhana.

Pompa air umpan digunakan untuk memasukkan air dari tangki air
umpan menuju ketel dengan tekanan tinggi (130 bar). Di dalam ketel uap, air
mendapatkan pemanasan dari hasil pembakaran bahan bakar. Output dari ketel
yang berupa uap, diumpankan ke dalam turbin uap dan mengalami ekspansi
sehingga energi yang dibawa oleh uap dapat dikonversikan menjadi energi
mekanik putaran turbin. Uap basah kemudian keluar dari turbin dan
dikondensasikan dalam kondenser sehingga diperoleh air kondensat yang akan dipompa
kembali ke dalam ketel. Dalam suatu pembangkit daya yang menggunakan fluida kerja air, perlu
diketahui daerah kerja air dan sifat-sifatnya. Gambar 3. menampilkan daerah kerja air
murni.

Gambar 3. Diagram T-s untuk air murni.


Dari Gambar di atas dapat dilihat bahwa daerah kerjaair yang digunakan
dalam suatu pembangkit daya berada pada kondisi garis P2,di mana pada garis tersebut air
semula berada pada kondisi saturated liquid water(cair jenuh) pada
titik B dan setelah mengalami pemanasan di ketel berada pada saturated steam (uap jenuh)
pada titik C sebelum diekspansikan ke turbin.
Siklus Rankine
by Hendra Yudisaputro on May 10, 2013 Siklus Rankine2015-10-19T13:57:35+00:00- Batu Bara - No Comment

Siklus Rankine merupakan siklus tenaga uap paling sederhana yang merupakan modifikasi dari
siklus Carnot, di mana proses pemanasan dan pendinginan pada siklus ini terjadi pada tekanan
yang tetap. Siklus Rankine ideal digambarkan sebagai berikut (Li dan Triddy, 1985) :

Gambar 1. Siklus rankine.

Siklus Rankine ideal tidak melibatkan irreversibel internal dan terdiri dari 4 tahapan proses yang
diterangkan sebagai berikut :

1-2 : Merupakan proses kompresi isentropik dalam kompressor, kondisi 1 adalah udara atmosfer.
Temperatur udara hasil kompresi T 2 dapat diketahui dari persamaan :

rp = rasio tekanan
= Perbandingan panas spesifik pada tekanan konstan dan panas spesifik pada volume konstan,
untuk udara
2-3 : Proses penambahan panas pada tekanan konstan dalam ruang bakar. Panas yang ditambahkan

dalam ruang bakar adalah :


3-4 : Proses ekspansi isentropik dalam turbin. Temperatur gas keluaran dihitung melalui persamaan :

4-1 : Merupakan proses pelepasan kalor (heat rejection) ke lingkungan pada tekanan konstan. Hal ini
dapat dihitung melalui persamaan :
Berikut adalah lay-out fisik dari siklus Rankine :

Gambar 2. Lay out khusus Siklus Rankine.

Air masuk pompa pada kondisi 1 sebagai cairan jenuh dan dikompresi sampai tekanan operasi
boiler. Temperatur air akan meningkat selama kompresi isentropik melalui sedikit pengurangan
dari volume spesifik air. Jarak vertikal antara 1 2 pada diagram T s diatas biasanya dilebihkan
untuk menjaga agar proses lebih aman. Air memasuki boiler sebagai cairan terkompresi pada
kondisi 2 dan akan menjadi uap superheated pada kondisi 3. Dimana panas diberikan oleh boiler
ke air pada temperatur yang tetap.

Boiler dan seluruh bagian yang menghasilkan uap ini disebut sebagai generator uap.
Uap superheatedpada kondisi 3 kemudian akan memasuki turbin untuk diekspansi secara
isentropik dan akan menghasilkan kerja untuk memutar shaft yang terhubung dengan generator
listrik sehingga dihasilkanlah listrik. P dan T dari uap akan turun selama proses ini menuju
keadaan 4 dimana uap akan masuk kondensor dan biasanya sudah berupa uap jenuh. Uap ini akan
dicairkan pada P konstan didalam kondensor dan akan meninggalkan kondensor sebagai cairan
jenuh yang akan masuk pompa untuk melengkapi siklus ini.

Sehingga data dibawah kurva proses pada diagram T s menunjukkan transfer panas untuk
proses reversibel internal. Area dibawah kurva proses 2 3 menunjukkan panas yang ditransfer
ke boiler, dan area dibawah kurva proses 4 1 menunjukkan panas yang dilepaskan di kondensor.
Perbedaan dari kedua aliran ini adalah kerja netto yang dihasilkan selama siklus.
Heat Rate Input-Output
by Hendra Yudisaputro on March 22, 2015 Heat Rate Input-Output2015-10-19T13:45:53+00:00- Batu Bara, O&M - No
Comment

Secara umum heat rate didefinisikan sebagai total panas input yang masuk ke dalam sebuah
sistem dibagi dengan total daya yang dibangkitkan oleh sistem tersebut, dengan
satuan Btu/kWh atau kJ/kWh atau kCal/kWh (satuan yang biasa dipakai oleh industri
pembangkitan listrik di Indonesia). Walaupun definisi heat rate di atas terlihat sederhana, namun
parameter-parameter yang digunakan untuk menghitung heat rate sangatlah banyak.

Untuk mendapatkan nilai heat rate pembangkit dengan cara ini tidak membutuhkan data yang
banyak dan konversi yang rumit. Sesuai dengan definisi yang telah dijelaskan di atas, data yang
digunakan adalah total panas input yang terdiri dari nilai kalor bahan bakar (HSD, batubara, dll)
dalam satuan kCal/kg dan laju inputan bahan bakar dengan satuan ton/jam, disamping itu data
lain yang digunakan tentunya adalah daya yang dihasilkan dalam satuan MW. Setelah
mendapatkan data-data tersebut, selanjutnya perhitungan heat rate dengan metode input-output
dapat diketahui melalui persamaan,
HR = (NK x FF) / P
Dengan,

HR = Heat Rate (kCal/kWh)


NK = Nilai Kalor Bahan Bakar (kCal/kg)
FF = Fuel Flow (ton/jam)
P = Power (MW)

Sebagai contoh, apabila dalam sebuah industri pembangkitan listrik diketahui nilai kalor bahan
bakar (batubara) yang digunakan adalah 4500 kCal/kg, dan untuk membangkitkan daya listrik
sebesar 350 MW maka dibutuhkan konsumsi batubara sebesar 170 ton/jam, sehingga heat rate
dari proses tersebut dapat dihitung :

HR = (NK x FF) / P
HR = (4500 x 170) / 350
HR = 2185,71 kCal/kWh
Dari hasil perhitungan di atas mengindikasikan bahwa untuk membangkitkan daya listrik sebesar
1 kWh, maka dibutuhkan energi kalor dari batubara sebesar 2185,71 kCal.

Penggunaan perhitungan heat rate dengan metode ini sangatlah mudah dan cepat untuk di
lakukan, dan biasanya digunakan oleh bidang niaga sebagai pelaporan untuk manajemen. Namun
apabila yang dibutuhkan adalah perhitungan heat rate untuk kebutuhan identifikasi
atau improvement dari performance sebuah pembangkit maka penggunaan metode input-output
akan menyulitkan untuk mengidentifikasi dimana letak perubahan heat rate yang tertinggi dan
cara mengatasinya, sehingga diperlukan perhitungan detail dengan metode heat loss yang akan
dibahas pada artikel selanjutnya, insyaAllah. Semoga bermanfaat..
@Cipatuguran, Palabuhanratu.
Sistem Pembakaran Batubara Di Dalam Boiler
by Hendra Yudisaputro on December 8, 2015 Sistem Pembakaran Batubara Di Dalam Boiler2015-12-09T12:43:25+00:00-
Batu Bara - No Comment

Sistem pembakaran pada pembangkitan listrik tenaga uap khususnya pembangkit yang
menggunakan bahan bakar batubara merupakan system yang berfungsi memutus ikatan-ikatan
hidrokarbon dari batubara untuk menghasilkan heat atau energy panas dengan melibatkan
oksigen dari udara seperti pada persamaan kimia berikut.

C + O2 > CO + energy panas

Karena di dalam batubara terdapat ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen, nitrogen, dan
sulfur maka pada proses pembakaran juga akan timbul reaksi kimia antara oksigen dengan ikatan-
ikatan kimia tersebut yang ditunjukkan pada reaksi kimia sebagai berikut.

2H2 + O2 > 2H2O


N2 + O2 > NOX
S + O2 > SO2

Selanjutnya SO2 bersamaan dengan H2O dan O2 yang berada di dalam boiler bereaksi dan
membentuk rantai kimia,

2SO2 + 2H2O + O2 > 2H2SO4

Timbulnya asam nitrat HNOX dan asam sulfat sebagai hasil pembakaran unsur Nitrogen
(N) dan Sulfur (S)yang terbawa oleh batubara dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan
sehingga jumlahnya harus dibatasi dan dimonitoring melalui perangkat yang disebut
dengan CEMS (Continuous Emission Monitoring System) berdasarkan prosentase nilai yang
telah ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup.
Kemudian apabila oksigen yang diberikan dalam proses pembakaran tidak sesuai dengan jumlah
batubara yang akan dibakar, maka ikatan kimia karbon (C) akan terbakar secara tidak sempurna
dan menjadi karbonmonoksida seperti pada reaksi kimia berikut.

2C + O2 > 2CO
Pembakaran yang terjadi secara tidak sempurna juga akan mengakibatkan beberapa permasalahan
yang diantaranya adalah :

1. Timbulnya soot atau jelaga yang menempel di dalam boiler sehingga menghambat proses
perpindahan panas (heat transfer)
2. Temperatur gas buang (flue gas) menjadi lebih tinggi
3. Timbulnya karbon yang tidak terbakar (unburn carbon) dalam jumlah yang banyak
4. Pola api (fire pattern) yang tidak terbentuk secara baik
5. Menyebabkan timbulnya ledakan pada ruang bakar (boiler).

Oleh karena itu untuk menjaga agar pembakaran dapat terbakar secara sempurna dan sebagain
besar batubara dapat seluruhnya terbakar maka empat kondisi berikut harus terpenuhi :

1. Jumlah supplai udara yang cukup untuk membakar batubara

2. Membuat turbulensi pada saat pencampuran antara udara dan batubara

3. Menjaga temperature boiler agar tetap tinggi untuk membakar campuran batubara dengan
udara

4. Volume furnace yang besar sehingga memberikan waktu yang cukup bagi campuran
batubara dan udara untuk terbakar secara sempurna

Secara ideal proses pembakaran dapat terjadi apabila jumlah batubara dan udara pada proporsi
tertentu yang berdasarkan prinsip pembakaran stoikiometri. Namun kenyataan yang terjadi adalah
campuran bahan bakar dengan udara di dalam boiler sangat mustahil untuk mencapai kondisi
sempurna sehingg jumlah udara yang lebih banyak dibandingkan dengan udara pada kondisi yang
ideal (udara teoritis) untuk memastikan terjadinya pembakaran yang sempurna, atau disebut
dengan excess air. Pembahasan tentang excess air dapat dibaca kembali pada
artikel Optimalisasi Proses Pembakaran Perbandingan Excess Air-Bahan Bakar
Istilah Dan Definisi Pada Pembangkit Listrik Tenaga
Batubara (bag. 1)
by Hendra Yudisaputro on November 30, 2015 Istilah Dan Definisi Pada Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (bag. 1)2015-
11-30T22:05:37+00:00- Batu Bara - No Comment

Istilah dan definisi pada industri pembangkitan listrik thermal tenaga batubara sangatlah beragam
karena di dalamnya terdapat berbagai macam peralatan dan proses yang
cukup complicated, sehingga hal ini menyebabkan sebagian besar kalangan khususnya para
pemula merasa susah untuk mengerti. Oleh karena itu berikut disajikan beberapa istilah dan
definisi yang secara umum pasti akan dijumpai pada pembangkit listrik thermal tenaga batubara.

Acceptance test
Pengujian yang dilakukan untuk menentukan apakah sebuah peralatan memenuhi unjuk kerja
yang disyaratkan dalam kontrak pembelian sehingga peralatan tersebut dapat diterima.

As-designed heat rate


Heat rate yang diperoleh berdasarkan kondisi desain dan dikoreksi menggunakan kurva faktor
koreksi desain. Heat rate ini berfungsi memberikan data benchmark sebagai pembanding dan
trending.

Best achievable heat rate


Net heat rate terbaik yang dapat dicapai adalah net heat rate yang diperoleh pada Uji Serah
Terima unit dimana kondisi peralatan baru dan Unit dioperasikan secara optimal.

Incremental heat rate


Perubahan energi input yang dibutuhkan untuk menghasilkan kenaikan beban berikutnya pada
unit.

Heat rate logic trees


Logic tree adalah alat visual atau diagram analisis akar penyebab. Simbol logika digunakan untuk
membangun sebuah diagram yang mendefinisikan masalah dan berbagai langkah untuk mencari
akar penyebab.
Thermal kits
Thermal kits adalah sekumpulan data yang disediakan oleh manufaktur turbin-generator dalam
bentuk kurva diagram heat balance, persamaan kurva faktor koreksi dan konstanta. Data-data ini
disediakan untuk pembeli peralatan turbin-generator agar didapatkan gambaran yang terbaik
berkaitan dengan performance serta karakterisktik dari turbin-generator yang diharapkan dan atau
menjadi garansi dari manufaktur.

Akurasi
Kedekatan sesuai kesepakatan antara nilai diukur dan nilai sebenarnya.

Air heater
Alat untuk memindahkan panas dari gas buang ke udara yang masuk ke boiler (recuperative atau
regeneratif).

Air heater effectiveness


Perbandingan antara efisiensi sisi gas terhadap X-ratio.

Air heater gas side efficiency


Perbandingan antara penurunan temperatur aktual gas buang sepanjang air heater terhadap
penurunan temperatur maksimum yang memungkinkan.

Air heater leakage


Kebocoran udara dari sisi udara ke sisi yang dinyatakan dalam persen dari total aliran gas.

Air preheater
Peralatan yang mengatur temperatur udara masuk ke air heater untuk menjaga temperatur keluar
gas buang berada diatas batas minimumnya.

Auxiliary electrical power


Daya yang digunakan untuk mengoperasikan peralatan bantu unit.

Auxiliary equipment
Peralatan yang dibutuhkan untuk membantu pengoperasian boiler, turbin dan siklus kondensor.

Availability
Ukuran kemampuan unit untuk menyediakan daya dibandingkan dengan kapasitas beban penuh.
Blowdown
Jumlah dari air yang dikeluarkan dari sebuah steam generator pada pembangkit nuklir, steam
drum pada pembangkit berbahan bakar fosil atau sistem FGD basah untuk menghilangkan
kotoran dan lumpur secara kontinyu.

Boiler air in-leakage


Infiltrasi udara ke dalam boiler yang tidak dapat dikontrol di sepanjang dinding boiler.

Boiler fuel efficiency


Perbandingan antara energi output terhadap energi input dimana input didefinisikan sebagai total
energi panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar.

Boiler gross efficiency


Perbandingan antara energi output terhadap energi input dimana input didefinisikan sebagai total
energi panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar ditambah heat credit.

Capacity factor
Perbandingan dari beban rata-rata sebuah mesin pada suatu periode terhadap kapasitas terpasang
mesin.

Cleanliness factor
Perbandingan antara penyaluran panas aktual terhadap penyaluran panas pada kondisi 100 %
bersih.

Combustibles in ash
Lihat unburned carbon.

Condensate flow
Aliran air dari condenser hotwell menuju low pressure sampai ke boiler feed pump.

Condenser air in-leakage


Kebocoran udara pada condenser sisi uap.

Condenser pressure
Tekanan absolut pada sisi uap condenser di atas tube bundle. Tekanan ini kadang-kadang
dijadikan sebagai condenser vacuum ketika mengacu ke tekanan atmosfer. Tekanan ini dapat
berbeda dengan tekanan keluaran turbin.
Condition-based maintenance (CBM)
Pemeliharaan berdasarkan kegagalan yang muncul, biasa dikenal dengan on-condition atau
condition-directed.

Continuous monitoring
Monitoring yang dilakukan menggunakan collecting data otomatis.

Correction factors
Faktor yang diterapkan pada hasil pengujian untuk mengoreksi kondisi off-design atau kondisi
tidak standar.

Isolasi Siklus atau alignment


Prosedur yang digunakan untuk meminimalkan besar aliran yang tidak dapat dihitung yaitu aliran
yang masuk, keluar atau bypass pada komponen siklus.

Validasi Data
Proses yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa data yang didapat telah sesuai dengan kriteria
dan sesuai dengan hukum fisika (termodinamika, mekanika fluida, dll) suatu proses.

Desuperheating flow
Feedwater yang digunakan untuk mengontrol suhu akhir dari aliran main steam dan reheat steam.

Economic dispatch
Metode dimana beban unit pada sistem ditentukan berdasarkan basis total cost yang terendah.

Uji Enthalpy-drop
Pengujian yang dilakukan untuk menentukan efisiensi turbin berdasarkan energi yang dikonversi
oleh turbin HP dan IP.

Entropy diagram
Diagram yang menggambarkan hubungan nilai entropi pada beberapa titik dalam heat balance
diagram.

Excess air
Jumlah udara berlebih yang dibutuhkan sesuai stoichiometric.
Excess oxygen
Persentase oksigen yang terdapat pada hasil pembakaran.

Exhaust loss
Kerugian yang terkait dengan uap keluar turbin tekanan rendah sebagai akibat dari perubahan
energi kinetik dan penurunan tekanan. Kerugian ini biasanya terdapat dalam kit termal yang
disediakan oleh manufaktur.

Expansion line
Fokus titik-titik pada diagram Mollier yang menggambarkan posisi termodinamika uap karena
proses ekspansi turbin.

Feedwater flow
Aliran air dari boiler feed pump melalui high pressure heater ke boiler.

Feedwater heater drain cooler approach (DCA)


Perbedaan antara suhu keluar shell sisi drain dengan suhu masuk sisi tube.

Flue gas analysis


Konstituen gas buang yang diukur secara volumetrik basah atau kering (O2, CO2, CO, dll).

Gross generation
Total output listrik dari terminal generator.

Heat balance diagram


Diagram yang menggambarkan nilai suhu, tekanan, enthalpy, dan aliran seluruh siklus untuk
suatu kondisi tertentu.

Heat rate
Heat rate dalam satuan Btu/kWh (kJ/kWh) merupakan jumlah energi panas yang masuk ke dalam
sistem dibagi dengan daya yang dibangkitkan oleh sistem.

Operating heat rate


Heat rate operasi dihitung dari energi yang dikonsumsi unit pembangkit dalam periode waktu
tertentu tanpa memperhatikan status operasi unit pembangkit. Pada umumnya pembangkit
menggunakan nilai heat rate secara akuntansi yaitu dengan menghitung rasio jumlah bahan bakar
yang dikonsumsi unit atau pembangkit dibagi dengan total daya gross yang dibangkitkan
generator. Bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar merupakan bahan bakar yang
dikonsumsi unit dikalikan dengan nilai kalornya. Jumlah bahan bakar dikonsumsi yang
dipertimbangkan dalam perhitungan heat rate termasuk bahan bakar yang digunakan saat light-off
dan start up.

Heat credits
Jumlah panas bersih yang ditransfer ke sistem melalui aliran masuk ke batas sistem (tidak
termasuk energi dari pembakaran bahan bakar) ditambah reaksi kimia exothermic dan energi
listrik dari auxiliary equipment dalam batas sistem steam generator.

Heat loss method


Metode perhitungan untuk menentukan efisiensi steam generator dalam satuan persen
berdasarkan kerugian kerugian boiler yang dapat dihitungan.

Heat rate, gross


Perbandingan total energi input yang masuk ke unit dengan jumlah listrik gross yang
dibangkitkan.

Heat rate, gross turbine


Perbandingan total energi input yang masuk ke siklus turbin dengan jumlah listrik gross yang
dibangkitkan.

Heat rate, incremental


Perubahan energi input yang diperlukan untuk menghasilkan kenaikan beban pada unit.

Heat rate, net


Perbandingan total energi input terhadap listrik net yang dihasilkan.

Higher heating value


Energi total yang dihasilkan dari pembakaran sempurna bahan bakar. Energi ini termasuk panas
vaporization dari semua moisture.

HP-IP turbine shaft leakage


Kebocoran uap dari dari turbin HP ke turbin IP melalui shaft seal pada kombinasi elemen HP-IP,
kadang kadang dinamakan N2 atau dummy gland leakage.
Incremental cost
Biaya yang terkait dengan pembangkit dari kenaikan beban di unit.

Input-output method
Metode perhitungan untuk menentukan efisiensi pembangkit uap dinyatakan dalam persen
berdasarkan perbandingan panas output dengan panas input.

Input-output test
Pengujian yang dilakukan untuk mengukur penggunaaan bahan bakar pembangkit dibandingkan
dengan output listrik.

Log mean temperature difference (LMTD)


Sering digunakan dalam perhitungan heat exchanger karena gradien suhu di sepanjang exchanger
tidak konstan. Jika perbedaan suhu dari dua fluida, pada sisi A heat exchanger diwakili dTA, dan
dTB mewakili sisi B. LMTD adalah (dTA dTB)/ln(dTA/dTB).

Loss due to unburned carbon


Heat loss dalam satuan Btu/lb dari as-fired fuel karena unburned carbon pada ash.

Loss of ignilion (LOI)


Perubahan persentase berat ketika sampel ash dipanaskan untuk mengoksidasi yang mudah
terbakar.

Lower heating value


Energi total yang dikeluarkan oleh bahan bakar tanpa kondensasi water vapor pada produk
pembakaran.

Macrofouling
Fouling pada aliran air pendingin yang disebabkan oleh debris.

Make-up water
Air yang ditambahkan ke siklus untuk mengganti uap dan air yang hilang.

Maximum continuous rating


Kontraktual maximum continuous rating (MCR) output dari boiler.
Microfouling
Fouling pada permukaan condenser tube yang disebabkan oleh pertumbuhan microbiological,
deposit, atau korosi. Hal ini dapat menghambat heat transfer di sepanjang dinding tube.

Multi-pressure condenser
Condenser yang dipartisi sehingga dapat beroperasi pada lebih dari satu tekanan sisi uap.

Net generation
Perbedaan antara output listrik generator dan daya listrik pemakaian sendiri / peralatan bantu.

Performance parameters
Variabel pada siklus yang dapat diukur atau dihitung yang mengindikasikan level performance
dari komponen atau sistem.

Power factor
Perbandingan antara power yang sebenarnya (kW) terhadap power semu (kVA).

Precision
Kedekatan yang disepakati diantara pengukuran yang berulang.

Predictive maintenance
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan berdasarkan prediksi kegagalan yang akan datang. Hal ini
biasanya didasarkan pada riwayat perawatan terakhir, ditambah dengan hasil dari program
pemantauan kinerja dan indikator lain dari kondisi peralatan. Kegiatan pemeliharaan prediktif
memprediksi kinerja yang memuaskan sampai pemeriksaan yang dijadwalkan berikutnya, atau
mengidentifikasi sebuah kegagalan muncul.

Preventive maintenance
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, kadang-kadang mengikuti rekomendasi
manufaktur. Kegiatan pemeliharaan preventif adalah semua kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan secara terjadwal.

Outputl loss method


Metode dimana boiler efisiensi ditentukan dengan pengukuran energi yang terbuang dalam gas
buang, kerugian yang mudah terbakar, dan kerja dari uap boiler.
Reheater pressure drop
Penurunan tekanan yang terjadi pada bagian reheat termasuk pada sistem pipa.

Reheater terminal difference


Perbedaan antara suhu saturasi pemanasan uap terhadap suhu siklus uap keluar Reheater pada
pembangkit nuklir.

Resolution
Kenaikan terkecil yang dapat diamati pada pengukuran.

Sequential valve (partial arc control)


Mode operasional untuk mengubah beban turbin dimana aliran uap ke turbin diatur dengan
membuka satu atau lebih katup kontrol secara berurutan.

Single valve (full arc control)


Mode operasional untuk mengubah beban turbin dimana aliran uap ke turbin diatur dengan
membuka semua katup kontrol secara bersamaan.

Sliding pressure
Lihat variable pressure.

Special moisture removal zone


Bagian khusus pada turbin LP pembangkit nuklir untuk menghilangkan moisture.

Station electrical power


Jumlah daya listrik yang digunakan di stasiun. Ini termasuk tenaga listrik untuk peralatan bantu
dan daya yang digunakan oleh fasilitas pendukung (misalnya, kantor, peternakan pencahayaan,
tangki, dll).

Steam path audit


Audit jalur steam turbin yang digunakan untuk mengukur kerugian kinerja untuk setiap kondisi
yang tidak standar. Kerugian kinerja ini ditentukan dengan mengambil pengukuran fisik secara
rinci sepanjang jalur steam selama turbin outage.

Subcooling
Pengurangan suhu cairan di bawah suhu jenuhnya.
Surface area ratio
Perbandingan luas permukaan pemanas boiler seperti superheater dengan Reheater.

Terminal temperature difference (TTD)


Perbedaan antara suhu saturasi dari fluida pemanas pada tekanan inlet shell dan suhu outlet fluida
yang dipanaskan.

Throttle flow
Aliran uap pada inlet turbine.

Turbine choke point


Kondisi operasi dimana saat terjadi pengurangan tekanan pada flange keluaran turbin LP tidak
disertai dengan peningkatan output turbin. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pencapaian
sonik (desakan) aliran di suatu tempat di dalam turbin LP.

Turbine efficiency
Perubahan entalpi yang sebenarnya dalam turbin terhadap perubahan entalpi isentropik (lihat uji
entalpi-drop).

Turbine exhaust pressure


Tekanan keluar turbin LP diukur pada exhaust flange. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai
tekanan kembali (back pressure). Ini mungkin tidak sama dengan tekanan kondensor.

Unburned carbon
Karbon dalam bahan bakar yang tidak berubah menjadi CO atau CO2 selama proses pembakaran.

Uncertainty
Batas kesalahan estimasi pengukuran, terdiri dari random dan bias (fixed) komponen.

Unit thermal efficiency


Perbandingan total output generator net terhadap total panas input masuk ke boiler.

Valve point
Posisi katup sebelum katup berhasil mulai membuka.

Valve point loading


Teknik pembebanan unit pada titik-titik katup untuk memaksimalkan efisiensi.
Valves wide open (VWO)
Pengaturan katup yang sesuai dengan semua katup kontrol turbin terbuka penuh.

Variable pressure operation


Metode operasi dimana beban berubah dengan memvariasikan tekanan throttle sebagai pengganti
mengubah posisi katup (beberapa kombinasi dari posisi katup dapat digunakan).

X-ratio
Perbandingan antara kapasitas panas dari udara yang melewati air heater dengan kapasitas panas
dari gas melewatinya.
Definisi Indeks Kinerja Pembangkit Listrik
by Hendra Yudisaputro on December 10, 2015 Definisi Indeks Kinerja Pembangkit Listrik2015-12-11T09:16:16+00:00-
O&M - No Comment

Berikut adalah definisi dari indeks kinerja yang sering dijumpai pada lingkup perencanaan dan
pengendalian operasi di seluruh industri pembangkitan listrik.

Availability Factor (AF) adalah rasio antara jumlah jam unit pembangkit siap beroperasi
terhadap jumlah jam dalam satu periode tertentu. Besaran ini menunjukkan prosentase kesiapan
unit pembangkit untuk dioperasikan pada satu periode tertentu.

Equivalent Availability Factor (EAF) adalah ekivalen Availability Factor yang telah
memperhitungkan dampak dari derating pembangkit.

Service Factor (SF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit beroperasi terhadap jumlah
jam dalam satu periode tertentu. Besaran ini menunjukkan prosentase jumlah jam unit
pembangkit beroperasi pada satu periode tertentu.

Planned Outage Factor (POF) adalah rasio jumlah jam unit pembangkit keluar terencana
(planned outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan prosentase
kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan pemeliharaan, inspeksi dan overhoul pada suatu
periode tertentu.

Maintenace Outage Factor (MOF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar
terencana (Maintenace outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini
menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan perbaikan, pada suatu
periode tertentu.

Scheduled Outage Factor (SOF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar terencana
(planned outage dan maintenance outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini
menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan pemeliharaan, inspeksi dan
overhoul pada suatu periode tertentu.
Unit Derating Factor (UDF) adalah rasio dari jumlah jam ekivalem unit pembangkit
mengalami derating terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan
prosentase kondisi unit pembangkit akibat derating, pada suatu periode tertentu.

Reserve Shutdown Factor (RSF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar reserve
shutdown (RSH) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan prosentase
unit pembangkit reserve shutdown, pada suatu periode tertentu.

Forced Outage Factor (FOF) adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar paksa (FOH)
terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan prosentase kondisi unit
pembangkit akibat FO, pada suatu periode tertentu.

Forced Outage Rate (FOR) adalah jumlah jam unit pembangkit dikeluarkan dari sistem (keluar
paksa) dibagi jumlah jam unit pembangkit dikeluarkan dari sistem ditambah jumlah jam unit
pembangkit beroperasi, yang dinyatakan dalam prosen.

Forced Outage Rate demand (FORd) adalah (f x FOH) dibagi [(f x FOH)+SH]. Besaran ini
menunjukkan tingkat gangguan outage tiap periode operasi yang diharapkan.

Equivalent Forced Outage Rate (EFOR) adalah Forced Outage Rate yang telah
memperhitungkan dampak dari derating pembangkit.

Equivalent Forced Outage Rate demand (EFORd) adalah [(fxFOH)+(fpxEFDH)] dibagi [(f x
FOH) + SH]. Besaran ini menunjukkan tingkat gangguan outage dan derating tiap periode operasi
yang diharapkan.

Net Capacity Factor (NCF) adalah rasio antara total produksi netto dengan daya mampu netto
unit pembangkit dikali dengan jam periode tertentu (umumnya periode 1 tahun, 8760 atau 8784
jam).

Net Output Factor (NOF) adalah rasio antara total produksi netto dengan daya mampu netto unit
pembangkit dikali dengan jumlah jam unit pembangkit beroperasi.
Plant Factor (PF) adalah rasio antara total produksi netto dengan perkalian antara DMN dan
jumlah jam unit pembangkit siap dikurangi jumlah jam ekivalen unit pembangkit derating akibat
forced derating, maintenance derating, planned derating, dan derating karena cuaca/musim.
Refrensi : Perencanaan Pengendalian Dan Evaluasi O&M Pembangkit, UDIKLAT PLN
Plant Heat Rate
by Hendra Yudisaputro on November 25, 2015 Plant Heat Rate2015-11-25T22:12:59+00:00- Batu Bara, O&M - 1 Comment

Plant Heat Rate adalah metode perhitungan performance suatu pembangkit yang melibatkan
parameter data dari sisi boiler , turbine dan generator. Nilai dari plant heat rate akan memberikan
gambaran tentang seberapa besar efisiensi dari suatu pembangkit secara keseluruhan.

Sehingga apabila suatu pembangkit mengalami penurunan efisiensi dibandingkan dengan


kondisi new and clean, maka proses identifikasi letak penurunan efisiensi tersebut apakah dari
sisi boiler, tubine ataukah generator akan lebih mudah terdeteksi melalui metode perhitungan
ini.Metode perhitungan plan heat rate dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Metode Energi Input-Output


Metode energi input-output merupakan metode sederhana untuk menentukan performance
pembangkit melalui nilai heat rate karena hanya melibatkan sedikit parameter yaitu dari nilai
kalor batubara, jumlah batubara yang masuk ke dalam boiler dan energi yang dibangkitkan.
Metode ini secara umum digunakan oleh operator control room atau perencanaan dan
pengendalian operasi untuk keperluan transaksi niaga pembelian energi listrik dengan kondisi
normal operasi. Perhitungan heat rate dengan metode ini dapat dilakukan melalui persamaan
sebagai berikut :

Sedangkan untuk menghitung net plant heat rate maka nilai dari generator power output
dikurangi dengan pemakaian sendiri (auxiliary power), seperti pada persamaan berikut.

2. Metode Kesetimbangan Energi (Heat Balance Method)


Perhitungan plant heat rate dengan metode heat balance digunakan untuk mengidentifikasi sebab
kenaikan atau penurunan heat rate atau efisiensi dalam sebuah unit pembangkit, dan seharusnya
nilai heat rate dari metode energi input- output terhadap motode heat balance adalah sama.
Perhitungan dengan metode heat balance dapat dilakukan melalui persamaan berikut :
Dimana,

Turbine Heat Rate adalah performance dari turbine


Efisiensi Boiler adalah efisiensi pembakaran di dalam boiler (%)
Efisiensi Generator Transformer adalah efisiensi pembakaran di dalam boiler (%)
Auxiliary Power adalah pemakaian sendiri (MW).
Generator output merupakan energi listrik yang keluar dari generator (MW)
Excitation Power adalah penguat arus medan magnet (MW)
Sealamat mencoba!!

Refrensi : ASME PTC PM 1993


@BTN Cipatuguran, malam kamis
Konsep Umum Heat Rate Analysis
by Hendra Yudisaputro on March 18, 2016 Konsep Umum Heat Rate Analysis2016-03-18T10:30:58+00:00- Heat Rate &
Efisiensi, O&M - No Comment

Heat Rate merupakan parameter yang umum digunakan untuk menilai efisiensi sebuah
pembangkit. Heat Rate menunjukkan jumlah kalori/panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan
per kWh listrik dari generator. Semakin besar nilai Heat Rate maka semakin buruk efisiensi
pembangkit, namun semakin kecil nilai Heat Rate maka akan semakin efisien pembangkit
tersebut.

Berdasarkan patokan Output yang digunakan sebagai dasar perhitungan, perumusan Heat rate
dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Netto Heat Rate : yaitu perhitungan Heat rate dengan menggunakan data kWh Netto dari
Output generator. Yang dimaksud kWh Netto adalah jumlah dari travo generator setelah
dikurangi pemakaian sendiri.

2. Gross Heat Rate : yaitu perhitungan Heat rate dengan menggunakan data Gross Generator
Output (GGO). Yang dimaksud GGO adalah jumlah total output kWh dari travo generator. [1]

Untuk melihat perkembangan kondisi efisiensi unit, berdasarkan EPRI Heat Rate Improvement
Reference Manual maka perlu dibandingkan antara Heat Rate Reference dengan kondisi Heat
rate unit saat ini. Semakin besar gap yang dihasilkan berarti semakin besar pula degradasi
efisiensi dari pembangkit tersebut. Heat rate refrence menggunakan dua sumber data sebagai
berikut :

As Bulit Heat Rate : yaitu datadata heat rate dari Commisioning test atau Best Performance
test setelah rehabilitasi. Data ini digunakan sebagai sumber data utama untuk reference data

As Design Heat Rate : yaitu datadata heat rate dari Design Power Plan Document. Data ini
digunakan jika terdapat data yang tidak ditemukan pada data As Built Heat rate
Saat melakukan analisa kontribusi tiap equipment dalam kenaikan Heat Rate maka perlu
dipetakan besarnya sumbangan kenaikan Heat Rate tiap equipment. Untuk memetakanya maka
dibuatlah Heat Rate Waterfall Diagram yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan Heat
Rate Gap Analysis seperti yang ditampilkan pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Heat Rate Waterfall Diagram

Setelah itu diambil beberapa contributor terbesar naiknya Heat rate, kemudian dilakukan analisa
Root Causednya dengan menggunakan rujukan Heat Rate Logic Tree dari buku EPRI Heat
Rate Improvement Reference Manual. Dari Root Caused tersebut kemudian dilakukan
penyusunan tidak lanjut (Action Plant/idea generation)

Tindak lanjut yang dilakukan bisa berupa : perubahan Prosedure/insruksi kerja, atau strategi
dalam manuver operasi dan program pemeliharaan [2]

Dengan melakukan Heat Rate Gap Analysis diharapkan akan terjadi perbaikan heat rate yang
signifikan pada power plant. Sebab programprogram yang dilaksanakan bisa lebih tepat sasaran,
sehingga akan membawa hasil yang lebih optimal.

Refrensi :

[1] Panduan Heat Rate Analysis OPI PT PJB


[2] Heat Rate Improvement Reference Manual TR-109546
Konsep Umum Analisa Heat Rate
by Hendra Yudisaputro on September 12, 2014 Konsep Umum Analisa Heat Rate2014-09-12T14:26:31+00:00-
Uncategorized - No Comment

Heat Rate merupakan parameter yang umum digunakan untuk menilai efisiensi suatu power plan.
Heat rate menunjukkan jumlah kalori/panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan per kWh listrik
dari generator. Semakin besar nilai Heat Rate maka semakin jelek efisiensi power plan, dan
sebaliknya semakin kecil nilai Heat Rate maka semakin efisien power plan tersebut.Berdasarkan
stamdart Output yang digunakan sebagai dasar perhitungan, perumusan Heat rate dibagi menjadi
dua macam, yaitu :

Netto Heat Rate : Yaitu perhitungan Heat Rate dengan menggunakan data kWh Netto dari
Output generator. kWh Netto adalah jumlah dari travo generator setelah dikurangi pemakaian
sendiri.

Gross Heat Rate : yaitu perhitungan Heat Rate dengan menggunakan data Gross Generator
Output (GGO). GGO adalah jumlah total output kWh dari travo generator

Untuk melihat perkembangan kondisi efisiensi unit, berdasarkan Buku EPRI Heat Rate
Improvement Reference Manual maka perlu dibandingkan antara Heat Rate Reference dengan
kondisi Heat rate aktual. Sehingga apabila semakin besar gap yang dihasilkan maka semakin
besar pula degradasi efisiensi dari power plant tersebut.

Sebagai data pembanding maka digunakan dua jenis refrensi sebagai berikut :

As Bulit Heat Rate : yaitu datadata heat rate dari Commisioning test atau Best Performance test
setelah rehabilitasi. Data ini digunakan sebagai sumber data utama untuk reference data.

As Design Heat Rate : yaitu datadata heat rate dari Design Power Plan Document. Data ini
digunakan jika terdapat data yang tidak ditemukan pada data As Built Heat Rate.

Dalam menganalisa kontribusi tiap equipment dalam kenaikan Heat Rate, maka perlu dipetakan
besarnya sumbangan kenaikan heat rate tiap equipment. Sehingga untuk memetakanya maka
dibuatlah Pareto Heat Rate yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan Heat Rate Gap
Analysis dan setelah itu diambil beberapa kontributor terbesar naiknya Heat rate, kemudian
dilakukan analisa Root Caused dengan menggunakan rujukan Heat Rate Logic Tree dari
buku EPRI Heat Rate Improvement Reference Manual. Dari Root Caused tersebut selanjutnya
dilakukan penyusunan tidak lanjut (Action Plant/idea generation) baik berupa perubahan
prosedure/insruksi kerja, atau strategi dalam maneuver operasi dan program pemeliharaan.

Dengan melakukan Heat Rate Gap Analysis diharapkan akan terjadi perbaikan heat rate yang
signifikan pada power plant, karena programprogram yang dilaksanakan bisa lebih tepat sasaran,
sehingga akan membawa hasil yang lebih optimal.

Pangsor Tangsi, September 12, 2014


Turbine Heat Rate (THR)
by Hendra Yudisaputro on November 24, 2015 Turbine Heat Rate (THR)2017-03-02T11:11:41+00:00- Batu Bara - No
Comment

Performance dari sebuah turbine dapat diidentifikasi dari nilai turbine heat rate, yang
diterjemahkan sebagai banyaknya kilo kalori energi yang dikonsumsi per kWh energi listrik saat
dibangkitkan. Untuk menghitung turbine heat rate dapat menggunakan beberapa cara yaitu
diantaranya dengan terlebih dahulu memahami teori heat balance (kesetimbangan panas) atau
dengan kata lain energi apa saja yang keluar dan masuk pada turbine kemudian
membandingkannya dengan energi yang mampu dihasilkan oleh generator.

Dimana,
THR = Turbine Heat Rate (kcal/kwh)
Heatin = Energi panas yang masuk ke dalam turbine (kcal)
Heatout = Energi panas yang keluar dari turbine (kcal)
Generatorout = Energi listrik yang dihasilkan oleh generator (kWh)

Berdasarkan persamaan di atas, apabila dijabarkan dengan melibatkan komponen parameter flow
steam, feed water dan spray water berdasarkan heat balance maka turbine heat rate dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut :

Dimana,
THR = Turbine Heat Rate (kcal/kwh)
M1 = Main steam flow menuju HP Turbine (ton/jam)
H1 = Spesifik enthalpy main steam ke HP Turbine (kJ/kg)
Mmu = Total make up flow (air penambah) (ton/jam)
Mf = Spesifik enthalpy final feed water ke economizer (kJ/kg)
M2 = Cold reheat steam flow (ton/jam)
H2 = Spesifik enthalpy cold reheat (kJ/kg)
H3 = Spesifik enthalpy hot reheat (kJ/kg)
Mis = Spray water flow menuju super heater (ton/jam)
His = Spesifik enthalpy spray water flow menuju super heater (kJ/kg)
Mir = Spray water flow menuju reheater (ton/jam)
Pgg = Power pada generator (kWh)

Berdasarkan persamaan di atas maka akan dapat diketahui berapa besar pengaruh dari
parameter flow dan enthalpi terhadap peningkatan dan penurunan heat rate sehingga rencana
perbaikan dapat dilakukan dengan baik dan efektif.
Konfigurasi Pola Pengoperasian Terhadap Efisiensi
Pembangkit
by Hendra Yudisaputro on January 6, 2017 Konfigurasi Pola Pengoperasian Terhadap Efisiensi Pembangkit2017-01-
06T17:04:13+00:00- Heat Rate & Efisiensi - No Comment

Pembebanan Unit
Secara general efisiensi unit secara keseluruhan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya
pembebanan unit. Gambar 1, merupakan ilustrasi dari korelasi antara efisiensi unit dengan
pembebanan unit.

Gambar 1. Grafik Load Factor Terhadap Efisiensi


Grafik pada garnbar 1 di atas, bersifat sangat individual sehingga setiap unit memiliki grafiknya
sendiri-sendiri. Dalam contoh diatas, terlihat bahwa unit tersebut akan memiliki fungsi paling
optimun bila dibebani maksimum, sehingga grafik semacam ini dapat dipakai sebagai acuan
manakala diharuskan menentukan konfigurasi yang tepat dalam pernbebanan unit-unit yang
beroperasi.

Sebagai contoh dalam sebuah industri pembangkit memiliki 3 unit dengan kapasitas masing-
masing sebesar 1000 MW. Kemudian P2B meminta agar industry pembangkit tersebut online
pada jaringan dengan beban 2500 MW Bagaimanakah konfigurasi pembebanan yang tepat bagi
kedua unit tersebut? Apakah 1 unit dibebani 1000 MW sedangakan yang lainnya masing-masing
750 MW? Atau apakah 2 unit masing-masing dibebani 2000 MW sedang sisanya 500 MW?
Maka untuk memperoleh konfigurasi pembebanan yang optimum, grafik pada gambar 1 untuk
masing-masing unit dapat digunakan sebagai acuan.
Berdasarkan kurva beban harian, umumnya demand akan turun pada saat lewat tengah malam.
Misalnya apabila terdapat 4 unit dengan kapasitas masing-masing 100 MW dan pada siang hari
seluruhnya beroperasi dengan beban total 350 MW. Tetapi ketika lewat tengah malam ternyata
demand turun menjadi hanya 300 MW. Apakah sebaiknya keempat unit tetap dioperasikan pada
beban parsial? Ataukah tidak sebaiknya hanya mengoperasikan 3 unit dengan beban penuh
sementara satu unit dimatikan (hot banking) untuk di start lagi menjelang fajar ? Bila ternyata
pilihan mematikan satu unit masih lebih menguntungkan, unit manakah yang harus dimatikan ?
Grafik pada gambar 1 dengan perbandingan biaya startup dapat menjawab semua pertanyaan
tersebut.

Pick Load Operation


Pada kondisi yang lain, ada kalanya industri pembangkit diminta untuk memenuhi kebutuhan
demand hanya dalam waktu yang relatif singkat misalnya hanya untuk selama 2 jam. Sebagai
contoh, misal sebanyak 4 unit dengan kapasitas masing-masing 100 MW, dimana 3 unit
beroperasi dengan beban maksimum guna memasok demand sebesar 300 MW sedang 1 unit stop.
Tiba-tiba demand bertambah sebesar 30 MW hanya untuk jangka 2 jam dan harus memenuhi
kebutuhan tersebut. Apakah harus menjalankan unit yang stop atau terdapat cara lain untuk
memenuhi demand tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini maka dibutuhkan data dan
pengetahuan yang cukup tentang karakter unit.

Umumnya setiap unit dapat dibebani extended load. Bila ternyata extended load dari ketiga unit
dapat memenuhi kebutuhan demand, berarti tidak perlu menjalankan unit yang stop. Namun perlu
diingat bahwa extended load umumnya berakibat berkurangnya efisiensi unit. Bila ternyata
pengurangan efisiensi akibat extended load selama 2 Jam masih lebih menguntungkan dibanding
biaya start yang harus dikeluarkan untuk menjalankan unit yang stop, maka pengoperasian
dengan extended load merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan. Tetapi apabila dengan
extended load temyata masih belum mencukupi demand, dapat dipikirkan cara lain yaitu dengan
me-non-aktifkan satu pemanas awal air pangisi tekanan tinggi tingkat akhir. Dengan cara ini akan
diperoleh daya turbin yang lebih tinggi dengan
mengorbankan efisiensi unit. Tetapi sebelum malaksanakan cara ini harus diyakinkan dulu
apakah boiler, turbin, generator dari alat bantu lainnya rnemungkinkan untuk mengemban
tugas tersebut.
Sistem Satuan Internasional (SI)
by Hendra Yudisaputro on January 3, 2016 Sistem Satuan Internasional (SI)2016-01-03T14:38:10+00:00- O&M - No
Comment

Sistem satuan internasional atau disingkat SI merupakan standar satuan yang ditetapkan secara
resmi tahu 1960 pada Eleventh General Conference on Weights and Measures, dengan
penamaan Systeme International dUnites. Sistem ini memiliki beberap kekhususan yaitu :

1. Merupakan sistem desimal


2. Mempergunakan satua-satuan yang banyak dipakai di perdagangan dan industri seperti volt,
ampere, kilogram, watt, dan sebagainya
3. Merupakan suatu sistem yang komprehensif yang dengan sederhana menyatakan berbagai
hubungan antara listrik, mekanika dan panas
4. Dapat dipakai oleh ilmuwan, teknisi, insinyur dan orang awam, sehingga dengan demikian
dapat menggabungkan aspek-aspek teori dan praktek.

Landasan sistem satuan SI bertumpu pada tujuh satuan dasar sebagaimana yang ditampilkan pada
tabel 1 dibawah. Dari satuan dasar ini dapat diturunkan satuan-satuan lain seperti luas, daya, gaya
dan fluks magnet, yang akan dibahas pada pembahasan Satuan-Satuan Turunan.

Refrensi : Pembangkit Tenaga Listrik, Abdul Kadir


Terminologi Pompa
by Hendra Yudisaputro on August 6, 2016 Terminologi Pompa2016-08-06T10:04:04+00:00- Teori Dasar Pembangkitan
Listrik - No Comment

Secara umum pengertian pompa adalah suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan fluida dari
suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sumber energi penggerak baik dari listrik,
angin, gas, air maupun energi penggerak yang lain. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai
jenis-jenis pompa dan detail bagiannya maka terlebih dahulu harus diketahui beberapa istilah atau
terminologi yang sering dijumpai pada pembahasan tentang pompa, diantaranya adalah :

Kapasitas Pompa (Pump Capacity)


Kapasitas pompa menyatakan besarnya volume zat cair yang dapat dialirkan per satuan waktu
misalnya l/menit, gallon/menit, ton/jam dan lain sebagainya.

Tekanan (Pressure)
Istilah tekanan kerap digunakan berkaitan dengan masalah pompa. Tekan didefinisikan sebagai
gaya yang bekerja per satuan luas penampang, dengan demikian maka tekanan dinyatakan dalam
satuan Pound per Square Inch, N/m2 (Pa), bar dan lain sebagainya.

Suction Lift
Menunjukkan ukuran permukaan zat cair dengan titik pusat pompa, karena letak permukaan zat
cair lebih rendah sehingga pompa membutuhkan gaya hisap untuk menarik fluida keatas seperti
yang terlihat pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Suction Lift


Suction Head
Menunjukkan ukuran permukaan zat cair yang berada diatas garis pusat pompa, atau dengan kata
lain suction head menyatakan jarak vertikal dari garis pusat pompa ke permukaan zat cair, seperti
terlihat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Suction Head

Keterangan :

Discharge head menyatakan jarak vertikal dari pusat pompa ke permukaan zat cair hasil
pemompaan

Total head menyatakan jarak vertikal antara permukaan zat cair sisi hisap pompa (suction)
dengan permukaan zat cair sisi tekan pompa (discharge).

Suction head yang positif menyatakan besarnya tekanan sisi hisap (suction) minimum yang
dibutuhkan pompa agar dapat beroperasi normal. Bila nilai suction head lebih kecil dari harga
minimum tersebut maka akan terjadi fenomena kavitasi pada pompa (kavitasi adalah peristiwa
terbentuknya gelembung-gelembung uap zat cair terutama pada sisi suction head).
Ketika fluida memasuki pompa, tekanan akan naik sehingga gelembung-gelembung uap tadi akan
kolaps dan menimbulkan ketukan pada impelar, sehingga selanjutnya akan menyebabkan erosi
dan pitting pada impeler.
Bilangan-Bilangan Tak Berdemensi
by Hendra Yudisaputro on September 28, 2014 Bilangan-Bilangan Tak Berdemensi2015-10-19T13:50:24+00:00- O&M -
No Comment

Untuk menghitung perpindahan panas secara konveksi dibutuhkan rumus-rumus atau persamaan-
persamaan yang tidak berdemensi, antara lain sebagai berikut :

1. Bilangan Reynolds
Dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa aliran laminer
atau turbulent tergantung dari :
Diameter pipa = d (m)
Viscositas = (kg/m det)
Berat jenis fluida (density) = (kg/m3)
Kecepatan rata-rata fluida =
Yang dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :

Re = ( . . d)/ (dimana Re = Bilangan Reynold dan tanpa dimensi)

Dari percobaan-percobaan selanjutnya Reynold menyimpulkan bahwa :


Aliran laminer terjadi bila bilangan Reynold ( Re ) lebih kecil dari 2200
Aliran transisi terjadi bila bilangan Reynold ( Re ) adalah = 2200
Aliran turbulent terjadi bila bilangan Reynold ( Re ) lebih besar dari 2200
Untuk selanjunya dalam perhitungan perpindahan panas konveksi hanya dipakai 2 aliran yaitu :
Aliran laminer dengan Re < 2200
Aliran turbulent denagn Re >> 2200

2. Bilangan Nusselt
Bilangan yang tidak berdemensi kedua adalah Nusselt, yang menunjukkan proses perpindahan
panas pada dinding pipa atau pada lapisan batas (boundary layer).
Dalam bentuk persamaan ditulis :
Nu = ( . d)/
Dimana :
= Koefisien perpindahan panas konveksi (kcal/m jam C)
d = Diameter pipa (m)
= Koefisien perpindahan panas konduksi (kcal/m jam C)
Nu = Bilangan Nusselt (tanpa dimensi)

3. Bilangan Prandtl
Bilangan yang tidak berdemensi ketiga adalah Prandtl, dalam bentuk persamaan ditulis :

Pr = Pe/Re = v/a = .Cp/


Dimana :
Pr = Bilangan Prandtl (tanpa dimensi)
Pe = Bilangan Peclet (tanpa dimensi)
Re = Bilangan Reynolds (tanpa dimensi)
= Viskositas kinematis (m2/jam)
a = Penyerapan panas / thermal diffusivity (m2/jam)
= viskositas dinamis (kg/m jam)
Cp = Panas spesifik (kcal/kgC)
= koef perpindahan panas konduksi (kcal/m jam C)

4. Bilangan Fourier
Bilangan yang tidak berdemensi keempat adalah fourier, bilangan ini menunjukkan perpindahan
panas yang tidak stabil atau tidak dalam keadaan steady-state, dalam bentuk persamaan ditulis :

Fo = (a.T)/D2
dimana :
Fo = Bilangan Fourier (tanpa dimensi)
a = Penyerapan panas (m2/jam)
T = waktu (jam)
d = diameter (m)

5. Bilangan Grashof
Bilangan Grashof menunjukkan gaya angkat (buoyant) yang terjadi pada zat cair, gaya angkat
yang terjadi ini disebabkan oleh perbedaan berat jenis sehingga terjadi konveksi secara alam (free
convection), dalam bentuk persamaan ditulis :

Gr = [( . g . d3)/v2] . t
Dimana :
Gr = Bilangan Grashof (tanpa dimensi)
= Koefisien pemuaian zat cair (1/C)
g = Percepatan gravitasi (m/jam2)
d = Diameter pipa (m)
t = Perbedaan temperatur (C)
= Viskositas kinematis (m2/jam)

6. Bilangan Peclet
Bilangan peclet menyatakan hubungan antara jumlah perpindahan panas yang disebabkan oleh
konveksi dan jumlah perpindahan panas yang disebabkan oleh konduksi, yang ditulis dalam
persamaan sebagai berikut :

Pe = ( . d)/a = ( . d)/v = v/a = Re x Pr


Dimana :
Pe = Bilangan Peclet (tanpa dimensi)
= Kecepatan rata-rata fluida (m/s)
a = Penyerapan panas / thermal diffusivity (m/jam)
d = Diameter pipa (m)
= Viskositas kinematis (m/jam)
Re = Bilangan Reynolds (tanpa dimensi)
Pr = bilangan Prandtl (tanpa dimensi)

Tujuan dari percobaan-percobaan yang dilakukan oleh para ahli adalah untuk
mendapatkan koefisien perpindahan panas konveksi, sehingga dapat diaplikasikan untuk
merencanakan (mendesign) alat-alat perpindahan panas seperti boiler, heat exchanger (alat
penukar kalor) dan lain-lainnya.

Koefisien perpindahan panas konveksi dipengaruhi oleh :


1. Sifat-sifat fluida, seperti : Viskositas, berat jenis, daya hantar konduksi, panas jenis dll.
2. Kecepatan aliran fluida : Koefisien perpindahan panas konveksi akan naik dengan
bertambahnya kecepatan aliran.
3. Keadaan fluida : Laminer dan turbulent
4. Bentuk permukaan metal yang berhubungan dengan fluida
5. kekasaran ( Roughness ) dari permukaan logam.

Persamaan-persamaan yang dipergunakan untuk menghitung perpindahan panas konduksi adalah


:
Nu = f (Fo, Re, Pe, Gr)
Nu = f (Fo, Re, Gr, Pr)
Persamaan tersebut diatas dapat disederhanakan pada kondisi :

a. Aliran tetap (steady-state flow).

Dalam hal aliran tetap maka bilangan Fourier (Fo) konstant sehingga dapat dihilangkan, jadi
persamaannya menjadi :
Nu = f (Re, Pe, Gr)
Nu = f (Re, Gr, Pr)

b. Aliran paksa turbulent tetap (steady-state forced turbulent flow).


Dalam hal ini pengaruh konveksi alam diabaikan sehingga bilangan Grashof (Gr) dapat
dihilangkan maka persamannya menjadi :
Nu = f (Re, Pr)

c. Aliran bebas/aliran alam (free flow).


Untuk aliran alam pengaruh bilangan Reynolds (Re) dapat dihilangkan, sehingga persamaannya
menjadi :
Nu = f (Gr, Pr)

d. Gas-gas yang mempunyai valensi sama.


Untuk gas-gas yang mempunyai valensi sama, dimana bilangan Prandtl (Pr) sama dan konstant
jadi dapat diabaikan sehingga persamaannya menjadi :
Nu = f (Re)
Nu = f (Gr)
Jenis-Jenis Aliran Fluida
by Hendra Yudisaputro on September 28, 2014 Jenis-Jenis Aliran Fluida2015-10-10T23:05:24+00:00- O&M - No Comment

Proses perpindahan panas secara konveksi terjadi pada fluida/gas yang bergerak diantara
permukaan-permukaan yang memiliki perbedaan suhu akibat pergerakan-pergerakan dari partikel
yang satu ke partikel yang lainnya. Sehingga perpindahan panas tersebut bergantung dari
pergerakan/kecepatan fluida yang dipengaruhi oleh hukum dinamika fluida disamping juga
hukum-hukum perpindahan panas secara konduksi. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa
perpindahan panas konveksi berhubungan erat dengan aliran fluida yang mengalir dalam pipa,
dan jenis-jenis aliran pada fluida adalah sebagai berikut :

1. Laminar.
Terjadi bila aliran fluida dalam pipa sejajar dengan dinding pipa tanpa adanya komponen
radial.

2. Transisi.
Terjadi bila aliran fluida dalam pipa mulai tidak sejajar dengan dinding pipa. Hal ini terjadi
bila fluida tersebut mencapai kecepatan kritis.

3. Turbulent.
Terjadi bila aliran fluida dalam pipa tidak beraturan/tidak sejajar dengan pipa. Dalam turbulen
tidak semua partikel dari zat cair bergerak tidak searah (irregulary), namun pada permukaan
dinding pipa terjadi lapisan yang sangat tipis, dimana aliran tersebut masih tetap laminer yang
disebabkan oleh viscositas (kekentalan) dari zat cair tersebut. Lapisan tipis yang terjadi
tersebut dinamakan lapisan pemisah (boundary layer) dan tebalnya tergantung pada kecepatan
ratarata aliran serta akan berkurang bila kecepatannya naik
Kecepatan Aliran Fluida
by Hendra Yudisaputro on May 13, 2013 Kecepatan Aliran Fluida2013-05-13T13:07:22+00:00- Teori Dasar Pembangkitan
Listrik - No Comment

Laju aliran fluida melewati sebuah konduktor (pipa) dipengaruhi oleh luasan dari lobang pipa,
laju aliran fluida dan material penyusun pipa yang meliputi koefisien bahan, konduktansi, dan
ketebalan. Persamaan dasar dari kecepatan aliran fluida adalah sebagai berikut :

Dengan,
: Kecepatan aliran (m/s)

Q : Laju aliran fluida (kg/s)

A : Luasan pipa (m2)

Dalam sebuah pipa yang menyusun sistem kondensor, terusun dari bahan alumunium dan
titanium yang dapat membuat aliran fluida secara maksimal dapat ditransfer untuk melakukan
proses kondensasi. Sehingga nilai koefisien perpindahan panas dan tebal dari masing-masing
lapisan pipa harus diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana,

: Kecepatan aliran (m/s)


Q : Laju aliran fluida (kg/s)
A : Luasan pipa (m2)
Do : Diameter luar pipa (m).
t1 : Tebal lapisan dari alumunium brass. (m)
t2 : Tebal lapisan dari titanium. (m)
Nt1 : Nilai koefisien dari alumunium brass
Nt2 : Nilai koefisien dari titanium.
Massa Dan Berat
by Hendra Yudisaputro on September 20, 2014 Massa Dan Berat2014-09-20T07:16:12+00:00- Sifat Termodinamika - No
Comment

Massa dari suatu benda adalah ukuran dari jumlah material yang membentuk benda tersebut,
sedangkan berat suatu benda merupakan gaya yang bekerja pada benda , sebagai akibat dari
medan gravitasi bumi. Massa dan berat dapat dinyatakan dalam hubungan persamaansebagai
berikut :
W = (m.g)
Dimana :
W = Berat (N)
m = Massa (kg)
g = Percepatan gravitasi (10 m/s^2)

Dengan catatan bahwa


berat suatu benda adalah gaya yang terjadi bila massa benda tersebut dikenai
percepatan gravitasi, sedangkan
massa dari suatu benda akan tetap konstan sekalipun kecepatan gravitasi yang
mempengaruhinya berubah besarannya, sesuai Hukum Kedua pergerakan dari Newton
adalah sebagai berikut :
F ~ m. a
Dimana :
a = Percepatan (m/s^2)
m = Massa (kg)

Sistem British memakai pond-force (lbf) sebagai satuan berat, percepatan mempunyai satuan
ft/sec^2. Dengan menggunakan Hukum Kedua Newton maka dapat ditentukan bahwa satuan
dari massa adalah lbf-sec^2/ft, sedangkan 1 lbf-sec^2/ft dinamai 1 slug.
1slug = (1lbf sec^2)/ft
Dimana, 1 lbf = 32.17 lbmft / sec^2

Akan tetapi secara lebih umum digunakan lbm (pound mass). Agar lbm dipakai
sebagai sebagai satuan massa maka Hukum Kedua Newton harus dibagi dengan konstanta
gravitasi (gc), dengan persamaan sebagai berikut,
[32.17 (lbmft)]/[(lbmsec^2)] ~ gc

Dimensi adalah pengertian dasar ukuran seperti panjang,waktu, temperatur dan massa. Satuan
adalah sarana untuk menyatakan dimensi dengan angka, yaitu foot atau meter untuk panjang, jam
atau detik untuk waktu, derajat F atau derajat K untuk temperatur. Pemakaian satuan dan dimensi
secara tepat akan menghemat waktu dan menghindari kesalahan
Hukum Kedua Newton menyatakan bahwa gaya sebanding dengan laju perubahan momentum
terhadap waktu. Untuk massa tertentu Hukum Kedua Newton dapat dinyatakan :

F = (m. a)/gc
gc adalah konstanta yang harga angka dan satuannya tergantung pada satuan-satuan yang dipilih
untuk F, m dan a.
Pangsor tangsi, September, 20, 2014.

Kerapatan Massa
by Hendra Yudisaputro on September 20, 2014 Kerapatan Massa2014-09-20T07:33:05+00:00- Sifat Termodinamika - No
Comment

Kerapatan massa atau density () suatu benda adalah total massa suatu zat per total volume-nya,
atau satuan massa per satuan volume. Kerapatan massa dinyatakan melalui persamaan berikut :

= m/V
Dimana :

= Density (kg/m^3)

m = Massa (kg)

V = Volume (m^3)

v = Volume spesifik (m^3/kg)


Hukum Kekekalan Massa
by Hendra Yudisaputro on May 11, 2013 Hukum Kekekalan Massa2013-05-11T00:29:49+00:00- Teori Dasar Pembangkitan
Listrik - No Comment

Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa massa suatu sistem adalah kekal dan tidak berubah.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam aliran steady, aliran massa yang memasuki dan meninggalkan
volume kendali (control volume) adalah sama:

Av = konstan
atau

Av = konstan (dalam satuan berat)


dengan:

= massa jenis (kg/m3)


= berat jenis ( N/m3)
A = luas penampang (m2)
v = kecepatan rata-rata fluida pada penampang tersebut (m/s)

Persamaan di atas sering disebut juga persamaan kontinuitas. Untuk aliran incompressible (tak
termampatkan), maka laju aliran massa persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi (White,
1994):
Q = Av = konstan
dengan:

Q = debit (m3/s)
A = luas penampang (m2)
v = kecepatan rata-rata fluida pada penampang tersebut (m/s)
Refrensi :

White, F.M., 1986, Fluid Mechanic, volume 1, Mc Graw-Hill Inc, USA.


Energi
by Hendra Yudisaputro on November 15, 2015 Energi2015-11-15T21:30:55+00:00- Batu Bara - No Comment

Energi adalah kekuatan atau kemampuan untuk melakukan suatu kerja dan dihitung apabila
pekerjaan tersebut telah selesai.
Satuan dari energi adalah Joule (J), dimana
1 J = 1 Nm (yang juga merupakan satuan untuk kerja)Bentuk Energi
Terdapat beberapa bentuk energi yang ada di bumi, diantaranya adalah :
Energi mekanik
Energi thermal
Energi listrik
Energi kimia
Energi nuklir
Energi cahaya

Efisiensi Energi
Efisiensi energi adalah perbandingan antara energi output yang dihasilkan dengan energi input
yang diberikan pada sebuah proses konversi energi, dan dapat dihitung melalui persamaan
sebagai berikut :
= (Eo / Ei) x 100
Dimana,

= efisiensi energi
Eo = energi output
Ei = energy input

Contoh Soal Efisiensi Energi


Apabila diketahui sebuah lift mengangkut barang pada ketinggian 10 m dengan gaya sebesar 100
N, sedangkan energi yang diberikan pada lift tersebut adalah sebesar 1500 J maka efisiensi energi
pada lift tersebut adalah :
= 100 (N) 10 (m) / 1500 (J)
= 0.67 or
= 67 %
P-V Energi
by Hendra Yudisaputro on September 21, 2014 P-V Energi2014-09-21T07:08:19+00:00- Sifat Termodinamika - No
Comment

Disamping energi internal U, terdapat bentuk lain dari keberadaan energi yang cukup penting
untuk memahami sistem transfer energi, yaitu P-V energi yang timbul dari tekanan (P) dan
Volume (V) dari suatu zat atau fluida, yang secara numerik dinyatakan sebagai hasil perkalian
antara tekanan dengan volume .

Karena energi sebagai kemampuan dari suatu sitem melakukan kerja, maka dalam suatu sistem
tekanan dan volume dimungkinkan melakukan ekspansi kerja/usaha ke sekelilingnya. Dengan
demikian suatu fluida dalam keadaan bertekanan mempunyai kesanggupan atau kapasitas untuk
melakukan kerja . Dalam penerapannya satuan energi P-V, disebut sebagai energi alir (flow
energy) yaitu satuan hasil kali tekanan dengan volume (ft- lbf).

Energi P-V spesifik dari suatu zat / fluida merupakan energi P-V per satuan massa, yang sama
dengan total P-V dibagi oleh total massa m, atau hasil perkalian P dengan volume spesifik v, dan
dapat dinyatakan sebagai :
Pv = (P.V)/m
Konsep Audit Energy Pembangkit Listrik
by Hendra Yudisaputro on February 21, 2015 Konsep Audit Energy Pembangkit Listrik2015-10-19T13:48:44+00:00- Batu
Bara, Gas, Nuklir, O&M - No Comment

Dalam perencanaan audit energy sering kali seorang auditor pemula mengalami kebingungan
tentang hal-hal apa saja yang akan dia lakukan pada saat pelaksanaan audit, siapa-saja yang nanti
akan in-charge di dalam aktivitas audit energy tersebut, peralatan apa saja yang nanti akan
digunakan, dan lain-lain. Sehingga perlu dibuat sebuah konsep perencanaan tentag audit energy
yang dapat memberi kemudahan kepada auditor dan tim pada saat pelaksanaan kegiatan. Berikut
disajikan contoh konsep pelaksanaan audit energy yang dilakukan pada industri pembangkitan
listrik.

LATAR BELAKANG
PLTU Jawa Barat 2 Palabuhanratu merupakan salah satu industri pembangkitan listrik tenaga uap
di Indonesia yang terdiri dari tiga unit dengan kapasitas daya terpasang sebesar 3 x 350 MW dan
telah beroperasi penuh sejak 23 Juli 2013. Pengujian awal untuk mengidentifikasi efisiensi dari
masing-masing entitas unit sebagai data awal (new and clean condition) dari performance unit
telah dilakukan pada awal pengoperasian, dan seiring dengan banyaknya frekuaensi gangguan
yang terjadi pada masing-masing unit sehingga diperlukan upaya identifikasi untuk mengetahui
seberapa besar penyusutan energi yang terjadi sejak awal pengoperasian dan peluang
penghematan energi serta perbaikan yang dapat diimplementasikan untuk mendekati keadaan
awal yaitu new and clean.

TUJUAN
Tujuan dari pelaksanaan audit energi antara lain adalah :

1. Mengetahui nilai Intensitas Konsumsi Energi dan profil pemakaian energi eksisting
operasional PLTU Jawa Barat 2 Palabuhanratu sejak awal pengoperasian.

2. Mengidentifikasi jenis alternatif konservasi energi, maupun penghematan energi.

3. Mencegah pemborosan tanpa mengurangi kehandalan pembangkit.

4. Memberikan masukan kepada manajer energi tentang peluang peluang penghematan


energi yang dapat dilakukan pada masing-masing unit PLTU Palabuhanratu.
MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan audit energi adalah :

1. Saving in money : Adanya manajemen energi, dapat mengurangi biaya operasional.


Dengan demikian keuntungan yang diperoleh perusahaan akan meningkat.
2. Environmental protection : Adanya penggunaan energi yang efisien maka akan
memberikan kontribusi bagi dunia dalam hal membantu pelestarian alam.
3. Sustainable development : adanya penggunaan energi yang efisien maka akan
memberikan kontribusi bagi perusahaan di bidang pertumbuhan yang berkelanjutan baik
di sisi finansial maupun penggunaan peralatan industri yang memiliki lifetime
maksimum/optimum.

RUANG LINGKUP AUDIT


Ruang lingkup pelaksanaan audit energi pada PLTU Jawa Barat 2 Palabuhanratu meliputi :

1. Evaluasi kinerja pegawai dalam pengoperasian pembangkit.

2. Pengamatan dan evaluasi metode pegawai.

3. Identifikasi konsumsi auxiliary power.


4. Analisa heat rate losses dan efisiensi thermal pembangkit unit 1, 2 & 3.
5. Analisa boiler losses pada unit 1, 2 dan 3.

6. Analisa efisiensi turbin dan alat pembantu.

7. Analisa lingkungan.

8. Analisa water balance

9. Identifikasi program 3R

METODE ANALISA DATA


Metode analisa data yang akan digunakan adalah :

1. Metode langsung (direct method)


2. Metode heat loss (heat loss method)
3. Metode neraca energi
4. Metode benchmarking

5. Metode statistik

JENIS AUDIT
Jenis audit yang akan diterapkan adalah Audit Rinci (Detailed Audit)
PERALATAN AUDIT
Peralatan dan alat instrument yang dibutuhkan dalam pelaksanaan audit energi adalahh :

1. Energy Analyzer. Untuk menentukan Tegangan, Arus, Tegangan/arus puncak, efektif


/reaktif/daya nyata (satu-fase atau 3-fase), Faktor Daya, Reaktivitas, sudut fasa, Frekuensi,
deteksi Fase (3 tahap).

2. RH Meter Untuk mengukur relative humidity (portable).

3. Pitot Tube.Untuk mengukur laju aliran udara ke dalam boiler dan furnace.

4. Leak Meter Untuk mendeteksi lokasi kebocoran dari sistem air and gas.

5. Gas Aalyzer Untuk mengukur oksigen, karbon mono-oksida dan suhu gas buang (stack gas),
dengan perhitungan otomatik tingkat karbon dioksida dan efisiensi pembakaran.

6. Contact Temperature Measurement. Indikator temperatur elektronik dengan sistem digital,


menggunakan probe yang dapat diganti-ganti sesuai dengan skala serta sifat pengukuran
(insertion probes untuk pengukuran didalam, contact probes untuk pengukuran permukaan).

7. Infrared Pyrometer Untuk mengukur temperature permukaan.

8. Temperature Dinding (air raksa) Untuk mengukur pembuangan panas ke lingkungan dari
boiler.

9. Portable Flow Meter Untuk mengukur aliran fluida.

10. Sound meter Untuk mengukur tingkat kebisingan dalam satuan desibel (dB)
11. Ultimate Coal Analyzer. Untuk analisa batubara secara ultimate.

PELAKSANAAN KEGIATAN AUDIT

PERSONEL PELAKSANA
JADWAL PELAKSANAAN AUDIT
Unjuk Kerja Pembangkitan Listrik Tenaga Uap (PLTU)
by Hendra Yudisaputro on September 12, 2014 Unjuk Kerja Pembangkitan Listrik Tenaga Uap (PLTU)2014-09-
12T13:59:48+00:00- Teori Dasar Pembangkitan Listrik - 1 Comment

Unjuk kerja unit pembangkit ialah prestasi kerja unit/mesin yang mencerminkan segi kuantitas
(kemampuan dan effesiensi). Khususnya dalam hubungan dengan pemeliharaan Prediktive, unjuk
kerja dinyatakan dalam effesiensi atau parameter-parameter lain yang menunjukan kemampuan
pemanfaatan energi. Oleh karena itu, dengan mengetahui unjuk kerja ini kita dapat menilai
apakah suatu unit/mesin bekerja dalam kondisi baik atau tidak, baik secara teknis maupun
ekonomis. Sehingga erdasarkan gejala yang ditimbulkan tersebut dapat diprediksi kapan harus
dilakukan tindakan-tindakan preventive.

Metode Pemantauan Unjuk Kerja PLTU


Methoda pemantauan unjuk kerja PLTU adalah dengan simplifield procedure, yaitu baik
pengumpulan data maupun perhitungan parameter-parameternya dilakukan dengan
penyederhanaanagar memperoleh hasil yang cepat dan mudah walaupun tidak seakurat pada saat
komisioning test.

Namun demikian hasil yang diperoleh masih dapat dipertanggung jawabkan, karena tujuan utama
dari pada pengukuran unjuk kerja ini adalah mencermati kecenderungan (trend) yang
diperbandingkan dari waktu ke waktu. Sedangkan frekuensi pemantauan dan perhitungan
parameter-parameter unjuk kerja dilakukan sebulan sekali pada beban yang sama.

Parameter Unjuk Kerja PLTU


Angka parameter unjuk kerja PLTU untuk keperluan pemeliharaan prediktive yang diamati ialah
diutamakan kepada peralatan-peralatan utama yang secara kualitas mempunyai pengaruh besar
terhadap pemanfaatan kalor. Peralatan-peralatan tersebut adalah diantaranya adalah :

Boiler
Turbin
Kondensor
Feed Water Heater
Air Heater
Sedangkan angka parameter unjuk kerja adalah sebagai berikut :

Simplified Gros Boiler Eficiency ( Effesiensi Boiler).

Simplified Gros turbine heat ratr (Turbin heat rate).

Simplified Gross Spesific Fuel Consumption ( SFC ).

Terminal Temperatur Difference pada kondenser dan Feedwater Heater.

Simplified Gas Side Effesiensi Air heater ( Pressure Drop sisi gas ).

Air Leakage Air Heater ( kebocoran udara Air Heater )

Rumus-Rumus Parameter Unjuk Kerja


Rumus-rumus untuk masing-masing parameter unjuk kerja akan dijelaskan pada page yang
berbeda untuk memberikan kenyamanan dalam membaca.

Palabuhanratu, September 12, 2014


Klasifikasi Performance Losses
by Hendra Yudisaputro on December 29, 2015 Klasifikasi Performance Losses2015-12-29T17:15:18+00:00- Batu
Bara, O&M, Teori Dasar Pembangkitan Listrik - 1 Comment

Performance losses merupakan parameter yang menyebabkan terjadinya penurunan unjuk kerja
pada sebuah pembangkitan listrik, yang dapat diidentifikasi setelah dilakukan performance
test atau audit energy. Beberapa jenis performance losses dapat diperbaiki dengan melakukan
perbaikan operasi, sedangkan kerugian yang lain dapat diperbaiki melalui kegiatan
pemeliharaan/penggantian peralatan serta inovasi. Klasifikasi performance losses diantaranya
adalah controllable losses, accounted for losses, danunaccounted for losses yang secara rinci
dijelaskan sebagai berikut.

Controllable losses
Controlable losses adalah kerugian performance yang dapat diminimalkan oleh personil operasi
pembangkit. Beberapa jenis controllable losses umumnya adalah sebagai berikut:
Suhu throttle
Tekanan throttle
Suhu hot reheat
Tekanan kondensor
Make-up flow
Feed water heater TTD
Feed water heater DCA
Main steam desuperheater spray
Reheat steam desuperheater spray
Beban listrik auxiliary
Kerugian dry gas
Kerugian carbon
Kesalahan coal weighting (penimbangan batubara)
Accounted for losses
Accounter for losses terdiri dari controllable losses dan uncontrollable losses, dan dapat
diperbaiki melalui kegiatan pemeliharaan/penggantian peralatan serta inovasi. Jenis accounted
for losses adalah sebagai berikut :

Reheater pressure drop


Extraction line pressure drop
Hydrogen losses(boiler)
Moisture in fuel losses
RUMA (radiasi, unaccounted, moisture in air) losses (boiler)
Efisiensi turbin
Miscellaneous
Bahan bakar Light-off (penyalaan awal)

Unaccounted for Losses
Unaccounted for losses adalah kerugian performance yang berpengaruh terhadap heat rate yang
tidak dapat dengan mudah diperbaiki. Kerugian ini keberadaanya dapat diidentifikasi dan
terkadang tidak dapat diidentifikasi sama sekali. Jenis unaccounter-for losses diantaranya adalah:
Kehilangan panaske kondensor (seperti steam trap).
Sootblowing
Penggunaan steam coil
Plant auxilliary steam heating
Resirkulasi kondensat/feedwater
Alignment valve yang kurang tepat (routing aliran feedwater drain flow yang kurang
tepat)
Kebocoran yang berlebihan pada turbine shaft seal
Efisiensi turbin LP
Miscellaneous
Efek udara ignitor dan scanner pada dry gas losses
Penggunaan uap pada SO3 sistem
Tumpahanbatubara pada mill
Meningkatnya kerugian radiasi boiler karena degradasi isolasi
Dengan rincian klasifikasi di atas maka di harapkan proses identifikasi performance pada
pembangkitan listrik khususnya pembangkitan listrik berbahan bakar batubara dapat dilakukan
secara tepat dan efektif.

Refrensi : Heat Rate Improvement Reference Manual TR-109546


Humidity
by Hendra Yudisaputro on September 20, 2014 Humidity2014-09-20T07:43:12+00:00- Sifat Termodinamika - No Comment

Kelembaban atau Humidity adalah jumlah kandungan uap air didalam udara. Kelembaban
dinyatakan sebagai kelembaban absolut (absolute humidity) dan kelembaban relatif (relative
humidity). Absolute humidity menyatakan besarnya kandungan uap air per satuan volume udara,
sedangkan Relative humidity adalah besar kandungan uap air per jumlah maksimum kandungan
uap air yang dapat berada didalam udara pada saat tersebut. Kelembaban relatif dinyatakan dalam
bentuk prosentase (%).
Konsep Dasar Peningkatan Efisiensi PLTGU
by Hendra Yudisaputro on May 1, 2016 Konsep Dasar Peningkatan Efisiensi PLTGU2016-05-01T22:09:59+00:00- Sifat
Termodinamika, Teori Dasar Pembangkitan Listrik - No Comment

Berdasarkan siklus Carnot dinyatakan bahwa efisiensi termal maximum dari suatu siklus ideal
adalah;

C = (Tw Tk)/Tw
Dimana :

C = Efisiensi Siklus Carnot


Tw = Temperature dari energi yang dimasukan.
Tk = Temperature dari Iingkungan.

Karena terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan kerugian panas (heat losses) maka
efisiensi termal siklus aktual selalu lebih kecil dari efisiensi termal siklus Carnot, sehingga tidak
ada satupun suatu mesin yang memiliki efisiensi termal menyamai efisiensi termal siklus Carnot.
Terdapat 2 (dua) bentuk kerugian (losses) yang dibedakan menjadi energitic losses dan exergitic
losses. Energitic losses sebagian besar berupa losses panas yang disebabkan oleh kerugian
panas radiasi dan konveksi, dan keseluruhan losses tersebut selalu ada pada setiap proses atau
siklus. Sedangkan exergitic losses adalah kerugian internal yang disebabkan oleh sifat tidak
mampu balik suatu proses atau akibat irreversibilitas suatu proses sesuai hukum
thermodinamika ke-dua.
Terdapat dua hal utama penyebab efisiensi termal pada proses aktual selalu lebih kecil dari
efisiensi siklus Carnot, diantaranya adalah :

1. Terjadinya perbedaan temperature yang cukup tinggi (temperature differential) pada


sumber kalor yang dimasukkan terhadap suhu suatu proses siklus. Sebagai contoh pada
suatu pembangkit Iistrik tenaga uap (PLTU) konvensional, suhu maximum dari uap kerja
sekitar 810 K (537C), sedangkan suhu ruang bakar pada boiler mencapai 2000 K
(1727C).

2. Perbedaan suhu dari kalor yang dibuang ke Iingkungan cukup tinggi, contohnya apabila
suhu gas buang dari cerobong (exhaust gas stack) mencapai 132C, sedanhkan suhu
ambient (lingkungan) 32C, atau suhu gas buang jauh lebih tinggi dari suhu lingkungan.
Secara teoritis usaha terbaik untuk dapat meningkatkan efisiensi proses adalah dengan cara
memperkecil perbedaan antar kedua suhu diatas, yaitu dengan meningkatkan suhu masuk
siklus (topping temperature) setinggi mungkin dan menurunkan suhu gas buang dari
siklus (bottom temperature) serendah mungkin.

Pertimbangan disain dari siklus gabungan PLTGU adalah berdasarkan kedua hal tersebut. Pada
siklus gas (Turbin Gas) yang dioperasikan open cycle (siklus tunggal), suhu masuk siklus dapat
mencapai temperature yang sangat tinggi (1070C atau l343K) karena energy yang disuplai,
secara langsung diolah di dalam ruang bakar GT tanpa melalui sarana atau peralatan penyerap
kalor, sedangkan suhu gas buangnya masih sangat tinggi (529C atau 802K), sedangkan pada
siklus uap (PLTU), suhu uap masuk relative tidak tinggi (482C atau 755K), sedangkan
exhaustnya pada fluida dalam kondensor cukup rendah yaitu (42C atau 315K). Dengan
menggabungkan kedua siklus tersebut yaitu siklus gas sebagai topping temperature dan siklus
uap sebagai bottom temperature, maka efisiensi termal suatu proses gabungan dapat ditingkatkan.
Refrensi : Optimasi Operational PLTGU, Tulus Ruseno

Malam senin di Sidoarjo


Penjelasan Singkat Dari Istilah Dalam Maintenance
by Gezag Akbar on October 15, 2015 Penjelasan Singkat Dari Istilah Dalam Maintenance2015-10-15T09:19:14+00:00-

O&M - No Comment

Maintenace mempunyai banyak sekali istilah yang masing masing mempunyai


penjelasan dimana jika dituangkan dalam suatu buku akan memenuhi subbab pada buku
tersebut. Maka artikel ini akan menjelaskan secara super singkat istilah yang terdapat
dalam sistem maintenace. Istilah istilah disini juga sering dipakai di industri industri
yang mengaplikasikan sistem maintenance ini.
Berikut istilah istilah tersebut :

Maintainability adalah probabilitas pada kegagalan suatu item untuk dikembalikan


kepada kondisi awal operasional.

Reliability adalah probabilitas suatu item untuk bekerja secara normal untuk jangka
waktu operasional.

Availability adalah ketersediaan suatu item untuk bekerja secara normal saat diminta.

Mission time adalah waktu operasional suatu item.

Downtime adalah waktu dimana suatu item tidak bekerja.

Logistic time adalah Sebagian waktu downtime yang digunakan untuk menunggu spare
part

Failure adalah ketidakmampuan suatu item untuk beroperasi.

Serviceability adalah Tingkat kemudahan atau kesulitan pada item yang dapat
dikembalikan ke kondisi kerjanya.

Redundancy adalah keberadaan lebih dari satu alat untuk mencapai satu fungsi yang
ditentukan.

Failure Mode adalah keadaan abnormal dari kinerja suatu item yang menjadi
pertimbangan pada item tersebut karena menyebabkan kegagalan.

Useful life adalah Jarak waktu suatu item beroperasi dan berproduksi.

Corrective Maintenance adalah maintenance yang tidak terjadwal untuk mengembalikan


pada peforma semula.
Continuous task adalah Sebuah kegiatan yang mlibatkan monitoring terhadap suatu
item.

Active repair time adalah periode saat downtime saat manpower bekerja memperbaiki
suatu item.

Inspection adalah observasi secara kualitatif dari kondisi item.

Overhaul adalah restorasi dan observasi yang komprehensif untuk mengembalikan suatu
item pada kinerja awal.

Sebenarnya masih banyak istilah istilah yang dipakai pada sistem maintenance tetapi
artikel ini hanya menyebutkan istilah yang dianggap penulis paling sering muncul dalam
sistem maintenance, semoga bermanfaat.

Cikarang, 15 Oktober 2015


Perpindahan Panas Konveksi
by Hendra Yudisaputro on May 12, 2013 Perpindahan Panas Konveksi2013-05-12T01:07:33+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - No Comment

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari permukaan media padat
atau fluida yang diam menuju fluida yang mengalir (begerak) atau sebaliknya, dimana diantara
keduanya terdapat perbedaan temperatur . Pergerakan fluida ditimbulkan oleh
adanya bouyancy dari perubahan densitas fluida akibat perbedaan temperatur yang disebut free
convection. Sedangkan pergerakan fluida akibat gaya dari luar seperti tiupan atau hisapan dari
pompa, fan, kompressor dan lainnya disebut force convection.

Gambar 1. Perpindahan panas secara konveksi.

Persamaan perpindahan panas konveksi dikenal sebagai hukum Newton untuk pendinginan
(Newtons Law of Cooling) yang dipersamaankan sebagai berikut:

JikaTs>T maka :

Dengan,

qKonv : Laju perpindahan panas konveksi (Watt)

h : Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 .K)

A : Luas permukaan perpindahan panas (m2)

T : Temperatur permukaan (K)

Ts Temperatur fluida (K)


Besarnya perpindahan panas konveksi juga ditentukan oleh besarnya koefisien
perpindahan panas konveksi (h) yang tergantung dari dimensi dan kondisi aliran. Kondisi aliran
untuk konveksi alami ditentukan dari Rayleigh Number (RaL) yaitu perkalian antara Grashof
Number (GrL) dengan Prandtl Number (Pr), sehingga secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :

Dengan,

g : Percepatan gravitasi (m/s2)

: Koefisien ekspansi volume (1/K)

Ts : Temperatur permukaan (K)

T : Temperatur dari fluida (K)

Lc : Panjang karakteristik (m)

v : Viskositas kinematik fluida (m2/s)

Apabila : RaL > 109 aliran adalah turbulen ; RaL 109 kondisi kritis ; RaL < 109 aliran adalah
laminar.

Untuk perpindahan panas konveksi alami pada plat datar vertikal Nusselt Number ditentukan
dengan persamaan :

Sedangkan untuk perpindahan panas konveksi alami pada plat datar horizontal penentuan
harga Nusselt Number dibagi menjadi dua :

Untuk plat horizontal dengan arah perpindahan panas ke atas,

Nu = 0,54 RaL1/4 untuk 10=<RaL<107


Nu = 0,15,RaL1/3 untuk 107<RaL<1011
Untuk plat horizontal dengan arah perpindahan panas ke bawah,

Nu = 0,27 RaL dengan : 105<RaL<1011


Koefisien perpindahan panas konveksi (h) ditentukan dengan Nusselt Number (Nu).
Nu =HLc/K sehingga Nu =Nuk/Lc
Dengan,

Nu : Nusselt Number

H : Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 .K)

K : Konduktivitas temal fluida (W/m .K)

Lc : Panjang karakteristik (m)

Refrensi :

Frank.P Incropera dan David P. DeWitt. Fundamenta


Perpindahan Panas Radiasi
by Hendra Yudisaputro on May 12, 2013 Perpindahan Panas Radiasi2013-05-12T01:14:50+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - No Comment

Radiasi merupakan proses perpindahan panas yang secara fundamental sangat berbeda dengan
konduksi dan konveksi, dimana kedua benda yang saling bertukar panas tanpa harus melalui
kontak fisik, dan panas yang dipindahkan tidak memerlukan medium sehingga proses ini dapat
berlangsung dalam ruang hampa udara (vakum).

Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan dengan temperatur T s per satuan luasan
disebut dengan daya emisi dan dinyatakan dengan persamaan Stefan-Bolztman yaitu :
Eb = Ts4
Dengan,

Ts : Temperatur permukaan (K)


: Konstanta Stefan-Bolzman (5,67X10-8 W/m2.K4)

Persamaan diatas merupakan persamaan daya emisi untuk benda hitam (blackbody), sedangkan
untuk benda real persamaan tersebut harus dikalikan dengan faktor emisivitas () sehingga
menjadi,
E = Ts4
Sehingga dari kedua persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai untuk benda hitam
adalah satu, karena merupakan ideal radiator, sedangkan untuk benda real nilai antara 0 sampai
1.
Refrensi :

Frank.P Incropera dan David P. DeWitt. Fundamentals of Heat Transfer, 4rd ed.. John Wiley &
Sons, Inc., New York, 1996.
Perpindahan Panas Konduksi
by Hendra Yudisaputro on May 12, 2013 Perpindahan Panas Konduksi2013-05-12T00:33:44+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - No Comment

Proses perpindahan panas secara konduksi adalah suatu proses perpindahan energi panas dimana
energi panas tersebut mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu
lebih rendah dalam suatu medium padat atau fluida yang diam. Persamaan umum laju konduksi
untuk perpindahan panas dengan cara konduksi dikenal dengan hukum Fourier (Fouriers
law) yang dipersamaankan seperti dibawah :

Dengan :
qk : Laju perpindahan panas konduksi (Watt)
k : Konduktivitas termal bahan (W/m. K)
A : Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2)
T/x : Gradien suhu (perubahan temperatur terhadap arah x) (K/m).

Gambar 1. Perpindahan panas secara konduksi.

Tanda negatif (-) diselipkan dalam hukum Fourier yang menyatakan bahwa panas berpindah dari
media bertemperatur tinggi ke media yang bertemperatur lebih rendah dan laju perpindahan panas
konduksi pada suatu plat juga sebanding dengan beda temperatur diantara dua sisi plat dan luas
perpindahan panas tetapi berbanding terbalik dengan tebal plat.
Kondensasi
by Hendra Yudisaputro on May 11, 2013 Kondensasi2013-05-11T01:47:51+00:00- Teori Dasar Pembangkitan Listrik - No
Comment

Kondensasi adalah proses melepaskan kalor dari suatu sistem yang menyebabkan uap (vapor)
berubah menjadi cair (liquid). Kondensasi memainkan peranan yang penting di alam semesta,
dimana kondensasi menjadi bagian penting dari siklus air, begitu pula perannya penting dalam
industri. Proses kondensasi merupakan proses yang cukup komplek, yang terjadi dalam banyak
contoh kasus.

Karena prosesnya yang beragam, proses kondensasi diklasifikasikan menjadi beberapa macam
berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya:

1. Jenis kondensasi: homogenous, heterogenous, dropwise, film, atau direct contact.


2. Kondisi uap: satu komponen, banyak komponen dengan semua komponen mampu
terkondensasi, banyak komponen beserta komponennya yang tidak mampu terkondensasi.

3. Geometri sistem: plane surface, external, internal, dan lain-lain.

Dari klasifikasi di atas sangat mungkin ada kategori dari metode klasifikasi yang berbeda
terjadi overlaps, artinya pada kategori proses kondensasi yang satu masih berhubungan dengan
kategori proses kondensasi yang lain. Diantara klasifikasi di atas, kondensasi berdasarkan
jenisnya paling banyak digunakan.

Gambar 1. Jenis kondensasi (a) film, (b) dropwise condensation pada permukaan, (c) kondensasi
homogen, atau pembentukan kabut sebagai hasil kenaikan tekanan karena ekspansi, (d) direct
contact condensation.
Kondensasi homogen (homogenous) terjadi ketika uap didinginkan di bawah temperatur jenuhnya
untuk menghasilkan droplet nucleation. Hal ini disebabkan oleh campuran dua aliran uap pada
temperatur yang berbeda, pendinginan radiatif (memancar) pada campuran uap dan komponen
uap yang tak terkondensasikan seperti pada pembentukan kabut (fog) di atmosfer, atau penurunan
tekanan uap yang tiba-tiba.

Gambar 2. Kondensasi pada permukaan yang bersih dan kering

Pada kenyataannya, sebagian besar proses kondensasi adalah heterogenous, dimana droplet
terbentuk dan muncul pada permukaan benda padat. Pendinginan uap yang cukup sangat
dibutuhkan untuk memulai kondensasi ketika permukaannya halus dan kering. Kondensasi
heterogen dapat memicu terjadinya jenis kondensasi film atau dropwise seperti pada gambar
berikut.

Gambar 3. Kondensasi film dan butiran


Kondensasi butiran (dropwise condensation) terjadi ketika cairan kondensat jatuh membasahi
permukaan dan membentuk lapisan (film). Kondensat membentuk butiran di sepanjang
permukaan. Kondensasi butiran merupakan jenis perpindahan kalor yang paling efisien karena
laju perpindahan kalor kondensasinya jauh lebih besar dibandingkan kondensasi film. Akumulasi
dari butiran pada permukaan dapat memicu terbentuknya lapisan cairan (liquid film).
Kondensasi film merupakan jenis kondensasi yang umum terjadi pada kebanyakan sistem.
Kondensat, dalam bentuk butiran, membasahi permukaan dan jatuh bergabung membentuk
lapisan cairan yang saling menyatu. Lapisan cairan mengalir sebagai akibat gravitasi, gesekan
uap, dan lain-lain. Kondensasi filmpaling banyak terjadi pada aplikasi keteknikan. Aliran cairan
kondensat akan memunculkan fenomena seperti aliran laminer, aliran gelombang (wavy), transisi
laminer-turbulen, dan butiran yang jatuh pada permukaan lapisan cairan.

Proses kondensasi film dan butiran keduanya termasuk kondensasi pada permukaan benda padat
yang dingin. Pada kondensor, demikian pula heat exchanger, aliran fluida kondensasi dipisahkan
dari aliran fluida pendingin dengan dinding pipa. Namun pada beberapa aplikasi, dua lairan fluida
tersebut mengalami kontak secara langsung (direct contact) seperti pada percikan cair dingin
lanjut (subcooled liquid sprays).

Contoh lainnya adalah kondensor siklus Rankine terbuka, seperti pada kondensor direct-
contact pada konsep konversi energi termal lautan. Kondensasi direct-contact sangat efisien
karena selain tidak terjadi resistansi dinding, pada prakteknya dua lairan fluida dapat dicampur.
Namun, aplikasi kondensasi direct-contact sangat terbatas karena kondensat dan pendingin
bercampur.
Refrensi :

Ghiaasiaan, S.M., 2008, Two Phase Flow, Boiling, and Condensation in Conventional and
Miniatur System, Cambridge University Press, Cambridge.
Performance Sistem Maintenance
by Gezag Akbar on September 30, 2015 Performance Sistem Maintenance2015-10-13T07:22:13+00:00- O&M - No
Comment

Realibility, Availability dan Maintainability merupakan komponen yang sangat penting untuk
menilai efisiensi dan performa perawatan pada suatu sistem atau peralatan, sebagai
contoh reliability peralatan A yang di rawat ternyata mempunyai jumlah jam per tahun lebih kecil
dari peralatan B karena banyaknya breakdown, artinya peralatan A lebih banyak rusak pada saat
operasional daripada peralatan B sehingga kita dapat mengevaluasi aktivitas perawatan pada
peralatan A, berdasarkan contoh tadi berarti tiga komponen tersebut sangatlah penting untuk
menilai sistem perawatan yang dilakukan oleh perusahaan tertentu dan bukan hanya sekedar
menilai peforma suatu peralatan.

1. Reliability
Reliability adalah probabilitas suatu item untuk bekerja secara normal pada saat operasional.
Reliability dapat dihitung dengan membandingkan running hours per tahun dengan jumlah jam
breakdown dalam setahun. Untuk sebuah unit yang kritikal dan unit tersebut tidak mempunyai
cadangan maka realibility dihitung sebagai berikut.

Pada kasus tertentu dimana sebuah unit dengan sistem redundansi (cadangan) maka reliability
tidak selalu dihitung hingga unit cadang tersebut tersedia atau beroperasi. Reliability pada kasus
tersebut dapat dihitung dengan.

Noted : waktu downtime saat melakukan Preventive Maintenance dan Predictive Maintenance
tidak dihitug dalam perhitungan diatas.
2. Availability
Availability adalah ketersediaan suatu item untuk bekerja secara normal saat operasional. Untuk
penghitungan availability, Preventive Maintenance dan Predictive Maintenance dimasukkan
dalam perhitungan ini. Karena availability itu berkaitan dengan efisiensi aktivitas maintenance
pada suatu unit yang berdasarkan downtime yang terencana.

Diantara Reliability dan Availability dapat kita rata-ratakan dengan istilah MTBF (Mean Time
Between Failure)

3. Maintainability
Maintainability adalah probabilitas pada perawatan suatu item untuk dikembalikan kepada
kondisi awal operasional. Aktivitas perawatan tersebut termasuk PM dan PDM atau CM,
perhitungan ini membandingkan total jam perbaikan dengan jumlah even yang dilakukan oleh
departemen perawatan. Dengan mengetahui maintainability suatu peralatan maka kita dapat
menganalisa efisiensi waktu shutdown suatu unit untuk aktivitas perawatan. Semakin kecil
perbandingannya maka nilai availability akan semakin besar karena planned downtime berjalan
efisien.
Maintainability dapat disebut juga MTTR (Mean Time To Repair)

Tiga komponen tersebut saling berkaitan sekaligus menjadi buah simalakama bagi orang
perawatan karena jika perawatan suatu unit lebih menitik beratkan bpada MTTR bisa jadi
perawatan akan tidak sempurna dan mengakibatkan reliability pada unit tersebut turun. Maka kita
harus menyeimbangkan tiga aspek tersebut bagaimana aktifitas perawatan dapat berjalan efisien
dan optimal.
Gezag Akbar, Cikarang, 1 Maret 2015

Referensi : Rotating Equipment Handbook W.Forsthoffer (2005)


Definisi Derating Dan Jenis-Jenisnya
by Hendra Yudisaputro on October 25, 2015 Definisi Derating Dan Jenis-Jenisnya2015-11-30T22:10:25+00:00- Batu
Bara, O&M - No Comment

Derating adalah suatu kondisi yang terjadi apabila daya keluaran (MW) unit kurang dari Daya
Mampu Netto (DMN) yang telah ditetapkan oleh load dispatcher. Kondisi derating dimulai
ketika unit tidak mampu untuk mencapai 98% dari DMN dan lebih lama dari 30 menit, atau
dengan kata lain apabila load dispatcher menginginkan beban tertentu pada suatu pembangkit
listrik kemudian dalam 30 menit pembangkit listrik tersebut tidak dapat memberikan beban yang
diinginkan maka akan dikategorikan dalam kondisi derating. Biasanya derating diakibatkan oleh
adanya kerusakan pada peralatan pembangkit listrik atau adanya pengujian di unit yang
membutuhkan pengaturan beban secara internal, dan kondisi derating akan berakhir ketika
kerusakan yang menyebabkan derating tersebut kembali normal, terlepas dari apakah pada saat
itu unit diperlukan sistem atau tidak.

Catatan : Jika kondisi derating unit kurang dari 2% dari DMN dan kurang dari 30 menit, maka
derating tersebut diperhitungkan dalam aspek komersial. Cara lainnya, semua kondisi derating
(lebih besar/kecil dari 2% DMN atau lebih pendek/panjang dari 30 menit) maka harus dilaporkan
ke load dispatcher. Sebagai contoh, apabila suatu pembangkit mengalami derating sebesar 10%
dari DMN dan berlangsung selama 10 menit maka wajib untuk dilaporkan ke load dispatcer,
demikian juga apabila suatu pembangkit mengalami derating sebesar 1% dari DMN dan
berlangsung selama 6 jam maka juga harus dilaporkan ke load dispatcher.

Kondisi derating pada suatu unit pembangkit dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya
adalah sebagai berikut :

PD Planned Derating: adalah derating yang dijadwalkan dan durasinya sudah ditentukan
sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan pembangkit. Durasi PD dapat menjadi lebih
panjang dari jadwal mingguan apabila pengajuan disampaikan sebelum pelaksanaan. Derating
berkala untuk pengujian seperti halnya performance test bulanan, bukan merupakan PD, akan
tetapi disebut dengan maintenance derating MD (D4).
MD (D4) Maintenance Derating: adalah derating yang dapat ditunda melampaui akhir periode
operasi mingguan (sesuai dengan kesepakatan load dispatcher) tetapi memerlukan pengurangan
kapasitas sebelum minggu berikutnya. Durasi MD dapat menjadi lebih panjang dari jadwal
mingguan apabila pengajuan disampaikan sebelum pelaksanaan.
MDE (DM) Maintenance Derating Extension: adalah perpanjangan jadwal derating yang
disebabkan oleh jadwal pemeliharaan yang tidak dapat terselesaikan secara tepat waktu. Ini
artinya bahwa di awal kondisi D4, semua pekerjaan pemeliharaan telah dijadwalkan dan dapat
terselesaikan secara tepat waktu. Namun karena suatu keadaan seperti halnya menunggu
datangnya material dan hal lain diluar reancama sehingga menyebabkan perlunya perpanjangan
waktu pemeliharaan. Durasi MD dapat menjadi lebih panjang dari jadwal mingguan apabila
pengajuan disampaikan sebelum pelaksanaan dan pengajuan MDE oleh manajemen pembangkit
dilakukan pada saat realisasi MD berlangsung.

PDE (DP) Planned Derating Extension: adalah perpanjangan waktu derating yang telah
direncanakan sebelumnya. Ini berarti bahwa di awal PDE, derate mempunyai jangka waktu yang
diperkirakan (periode waktu) untuk pekerjaan dan penetapan tanggal unit untuk kembali operasi.
Semua pekerjaan sepanjang PDE yang dijadwalkan adalah (bagian dari lingkup pekerjaan yang
asli) dan semua perbaikan ditentukan sebelum outage mulai. Pengajuan PDE dilakukan pada saat
realisasi PD berlangsung

DE Derating Extension: adalah perpanjangan dari PD atau MD (D4) melampaui tanggal


penyelesaian yang diperkirakan. DE hanya digunakan apabila lingkup pekerjaan di waktu awal
memerlukan waktu lebih untuk menyelesaikan pekerjaannya dibanding waktu yang telah
dijadwalkan. DE tidak digunakan dalam kejadian dimana ada keterlambatan atau permasalahan
tak diduga diluar lingkup pekerjaan awal sehingga unit tersebut tidak mampu untuk mencapai
beban penuh setelah akhir tanggal PD atau D4 yang diperkirakan. DE harus mulai pada waktu
(bulan/hari/jam/menit) saat PD atau D4 direncanakan berakhir.

FD1 (D1) Unplanned (Forced) Derating Immediate: adalah derating yang memerlukan
penurunan kapasitas segera (tidak dapat ditunda).

FD2 (D2) Unplanned (Forced) Derating Delayed: adalah derating yang tidak memerlukan
suatu penurunan kapasitas segera tetapi memerlukan penurunan dalam dalam waktu enam jam.
FD3 (D3) Unplanned (Forced) Derating Postponed: adalah derating yang dapat ditunda
lebih dari enam jam.
Refrensi
Tekanan Dan Manometer
by Hendra Yudisaputro on February 11, 2017 Tekanan Dan Manometer2017-02-11T16:59:05+00:00- Sifat Termodinamika -
No Comment

Tekanan (pressure) adalah gaya yang dikerahkan oleh suatu fluida per satuan luas, sehingga
satuannya dapat ditentukan yaitu N/m2, dan biasa disebut pascal (Pa). Dengan kata lain 1 Pa = 1
N/m2. Istilah tekanan hanya ada dalam gas dan cairan, sedangkan untuk zat padat lebih sering
digunakan istilah tegangan (stress). Untuk fluida yang diam, besar tekanan pada tiap titik sama ke
segala arah.

Tekanan pada fluida akan meningkat sebanding dengan kedalaman sebagai akibat dari berat
fluida sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. hal ini disebabkan fluida pada level terbawah
menanggung beban lebih besar daripada level di atasnya. Tekanan bervariasi sebagai akibat
pengaruh gaya gravitasi, tetapi tidak ada variasi tekanan pada arah horisontal. Tekanan pada
sebuah tangki yang berisi gas dapat dianggap sama karena berat gas yang sangat kecil untuk
membuat perbedaan tekanan yang signifikan (Gambar 2).

Gambar 1. Tekanan pada fluida yang diam meningkat seiring bertambahnya kedalaman
Gambar 2. Tekanan pada gas dengan variasi tekanan berdasarkan ketinggian diabaikan

Tekanan aktual yang terjadi pada posisi suatu sistem yang diukur disebut tekanan absolut
(absolute pressure), yang diukur relatif terhadap absolut vakum. Namun kebanyakan alat ukur
tekanan dikalibrasi sehingga tekanan atmosfer terbaca nol, dan mengindikasikan adanya
perbedaan antara tekanan absolut dan tekanan atmosfer. Perbedaan ini disebut tekanan
pengukuran (gauge pressure). Tekanan di bawah tekanan atmosfer disebut tekanan vakum, yang
diukur dengan menggunakan alat ukur vakum dan mengindikasikan perbedaan antara tekanan
atmosfer dan tekanan absolut. Ketiga tekanan tersebut memiliki hubungan yang saling terkait:

P gauge = P abs P atm


P vac = P atm P abs
Hubungan ketiga tekanan ini diilustrasikan oleh Gambar 3 berikut,

Gambar 3. Tekanan absolut, gage, dan vakum


Dalam praktek, perbedaan tekanan yang kecil dan sedang, diukur dengan menggunakan pengukur
tekanan Bourdon atau manometer fluida, yang terbuat dari plastik atau kaca U-tube dan berisi air,
alkohol, raksa atau minyak. Manometer sederhana dapat dilihat pada Gambar 4 yang digunakan
untuk mengukur tekanan pada tangki.

Gambar 4. (a) Manometer (b) Diagram gaya pada tinggi kolom fluida h

Karena pengaruh gravitasi gas diabaikan, tekanan tangki di manapun dan pada posisi 1
mempunyai nilai yang sama. Oleh karena tekanan pada fluida tidak bervariasi pada arah
horisontal maka tekanan 1 dan 2 sama, P1 = P2. Perbedaan tinggi kolom fluida h adalah setimbang
dan tetap, sehingga gaya pada arah vertikal yang setimbang dapat dinyatakan dengan:

AP1 = APatm + W
W = mg = Vg = Ahg
P1 = Patm + gh (kPa)

dimana, W adalah berat dari kolom fluida, adalah massa jenis (density) yang diasumsikan
konstan, g adalah percepatan gravitasi lokal, A adalah luas penampang tube, dan Patm adalah
tekanan atmosfer, dengan catatan bahwa luas penampang tube tidak mempunyai pengaruh
terhadap tinggi kolom fluida h (Cengel dan Boles, 1994). Dengan ini perbedaan tekanan
dinyatakan dengan:
P = P1 Patm = gh (kPa)

Refrensi : Thermodynamics: an Engineering Approach, Yunus A. engel, M. A. Boles, Mc Graw


Hill
Hubungan Antara Tekanan Dan Massa Aliran Uap Pada
Turbin Bertingkat
by Hendra Yudisaputro on February 12, 2016 Hubungan Antara Tekanan Dan Massa Aliran Uap Pada Turbin
Bertingkat2016-02-12T11:36:18+00:00- Batu Bara, Heat Rate & Efisiensi - No Comment

Variasi massa alir uap mempengaruhi distribusi penurunan kalor, demikian juga dengan tekanan
yang terdapat pada tingkat-tingkat turbin. Flugel secara analitis telah membuat suatu hubungan
antara massa alir uap dan tekanan pada turbin bertingkat untuk kecepatan uap yang lebih rendah
daripada kecepatan kritis pada sisi keluar nosel, dengan persamaan :

D/Do = (To/T) ((p12 p22)/(p102 p202 )) (1-1)


Dimana,
Do dan D : Massa aliran uap melalui turbine yang bersesuaian dengan kondisi desain dan
beban yang diteliti.
To dan T : Temperatur dalam derajat mutlak (oC) pada beban desain yang ada
p10 dan p1 : Tekanan uap sebelum nosel tingkat pertama atau lainnya untuk beban yang didesain
dan beban yang sedang diditeliti.
p10 dan p20 : Tekanan uap sesudah sudu-sudu gerak tingkat akhir atau tingkat lainnya yang
bersesuaian dengan beban desain dan beban yang diteliti.

Perbandingan (To/T) biasanya mendekati satu sehingga persamaan di atas dapat disederhanakan
sebagai berikut,

D/Do = ((p12 p22)/(p102 p202 )) (1-2)


Untuk turbin yang beroperasi dengan kevakuman yang tinggi, nilai p20 dan p2 dapat diabaikan
sehingga untuk turbin kondensasi dapat dituliskan,

D/Do = p1 /p10 (1-3a)


atau
p1 =(D/Do ) x p10 (1-3b)

Sehingga dari persamaan (1-3b) menunjukkan bahwa untuk turbin kondensasi, tekana uap uap
untuk nosel di berbagai tingkat adalah fungsi garis lurus massa alir uap.
Persamaan (1-3b) dapat digunakan untuk menentukan tekanan uap pada berbagai turbin, tanpa
memperhatikan apakah aliran uap adalah dalam keadaan subcritical, ataupun supercritical.
Persamaan (1-1), (1-2) dan (1-3b) dapat dipakai dengan ketelitian yang cukup untuk turbin yang
tidak lebih dari tiga stage. Namun perlu diperhatikan bahwa persamaan-persamaan di atas dapat
dipakai hanya bila luasan aliran uap untuk semua tingkat yang diteliti adalah tetap dan tidak
berubah.
Pressure Drop
by Hendra Yudisaputro on May 11, 2013 Pressure Drop2013-05-11T01:36:05+00:00- Teori Dasar Pembangkitan Listrik -
No Comment

Simbol dari pressure drop pada sebuah pipa adalah p. Pada sisi yang lain dp/dz menunjukkan
laju peningkatan tekanan pada jarak pipa z. Oleh karena itu jika z melambangkan koordinat
bawah dari garis sumbu pipa yang diukur, maka pressure drop sepanjang pipa L dinyatakan
dengan:

Pada penelitian ini gradien tekanan pressure drop diyatakan dalam bentuk rugi-rugi mayor pipa
dengan panjang L yaitu hL (lihat pembahasan head losses).
Refrensi :

Sularso dan Tahara, H., 2006, Pompa dan Kompresor, Pemilihan, Pemakaian, dan
Pemeliharaan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Kerugian Tinggi-Tekan (Head Losses)
by Hendra Yudisaputro on May 11, 2013 Kerugian Tinggi-Tekan (Head Losses)2013-05-11T01:19:14+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - 1 Comment

Kerugian tinggi-tekan terdiri atas kerugian tinggi-tekan mayor dan minor, atau head losses
mayor dan head losses minor. Head losses mayor disebabkan karena kerugian gesek di dalam
pipa-pipa, dan head losses minor disebabkan karena kerugian di dalam belokan-belokan, reduser,
katup-katup, dan sebagainya (Sularso dan Tahara, 2006). Berikut ini penjelasan singkat tentang
keduanya:

1. Head losses mayor


Untuk menghitung kerugian gesek antara dinding pipa dengan aliran fluida tanpa adanya
perubahan luas penampang di dalam pipa dapat dipakai rumus Darcy yang secara matematis
ditulis sebagai berikut:

dengan :

hf = head loss mayor (m)


f = koefisien gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter dalam pipa (m)
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Untuk aliran laminer dan turbulen terdapat rumus yang berbeda. Sebagai patokan apakah suatu
aliran itu laminer atau turbulen, dipakai bilangan Reynolds:

dengan:
Re = bilangan Reynolds
v = kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa (m/s)
D = diameter dalam pipa (m)
= viskositas kinematik cairan (m2/s)
untuk Re < 2300, aliran bersifat laminar
untuk 2300 < Re < 4000, aliran bersifat transisi
untuk Re > 4000, aliran bersifat turbulen
a. Aliran laminer.

b. Aliran tubulen
Untuk menghitung koefisien gesek f dapat dihitung dengan menggunakan rumus Darcy. Untuk
mengetahui nilai f harus diketahui kekasaran pipa () dan diameter pipa (d). Haaland
memberikan suatu formula yang menyempurnakan persamaan yang ditemukan oleh Colebrook
untuk menentukan nilai f :

Persamaan di atas oleh Moody pada tahun 1944 digrafikkan yang terkenal dengan nama Diagram
Moody untuk gesekan pipa. Dengan diagram inilah dapat diketahui nilai koefisien gesekan pipa
(Incropera dan Witt, 1985).

Gambar 1. Diagram Moody

2. Head losses minor


Secara umum head losses minor dinyatakan secara umum dengan rumus:
dengan:
h = head loss minor
K = koefisien resistansi valve atau fitting berdasarkan bentuk dan ukuran
v = kecepatan rata-rata aliran dalam pipa (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Refrensi :

Sularso dan Tahara, H., 2006, Pompa dan Kompresor, Pemilihan, Pemakaian, dan
Pemeliharaan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Incropera, F.P. dan DeWitt, D.P., 1981, Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 2nd edition,
John Wiley & Son, New York.
Jenis-Jenis Boiler
by Hendra Yudisaputro on March 18, 2017 Jenis-Jenis Boiler2017-03-18T08:04:27+00:00- Batu Bara, O&M - 1 Comment

Boiler atau dikenal dengan Ketel Uap, adalah suatu peralatan atau sistem yang bertujuan untuk
merubah air menjadi uap dan dapat digunakan sebagai penggerak atau untuk keperluan industri.
Boiler merupakan suatu bejana tertutup, dimana kalor dari pembakaran bahan bakar dipindahkan
ke air melalui ruang bakar dan bidang bidang pemanas. Boiler uap pertama kali ditemukan pada
abad pertama oleh bangsa Alexandria meskipun penggunaan uapnya belum untuk keperluan yang
berguna.

Berdasarkan teknologi proses pembakarannya, secara umum boiler dibagi menjadi tiga jenis :

Stoker Type Boiler


Jenis boiler stoker mekanik ini menggunakan rantai berjalan sebagai tempat pembakaran bahan
bakar yang umumnya berupa padatan. Secara singkat proses kerjanya adalah dengan meniupkan
udara panas dari bawah rantai sehingga bahan bakar padat(misalnya batu bara) dapat terbakar.
Boiler jenis ini juga dapat membakar berbagai jenis bahan bakar antara lain batu bara, limbah
kayu, kulit kayu, bahkan sampah anorganik.

Gambar 1. Skematik stoker boiler


Stoker Type Boiler adalah sistem pembakaran dengan memasukkan bahan bakar padat pada bed
pembakaran yang tetap, udara yang digunakan untuk proses pembakaran dioperasikan dengan
kecepatan yang kecil, dan ukuran untuk tipe boiler ini terbatas sehingga kemampuan untuk
menghasilkan uap maksimum 50,4 kg/s. Keuntungan tipe boiler ini adalah dapat merespon
secara tiba-tiba perubahan beban dan dapat membakar bahan bakar dalam jumlah besar sekaligus,
dan bahan metal tipe ini harus mempunyai ketahanan terhadap panas yang tinggi karena
pembakaran di ruang bakar melebihi 1093 oC.

Sistem Pulverized
Pulverized boiler merupakan boiler yang paling banyak digunakan pada saat ini, khususnya di
Indonesia. Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan mill untuk menggiling batu bara
sehingga menjadi serbuk sebelum diumpankan ke dalam ruang bakar. Keuntungan pulverized
boiler dibandingkan dengan stoker adalah :

Merespon cepat dalam perubahan beban;

Menaikkan efisiensi thermal;

Kemampuan memasukkan sejumlah besar bahan bakar melalui burner.

Gambar 2. Pulverized Boiler


Sistem Fludized Bed
Prinsip kerja dari Fludized Bed Boiler hampir sama dengan boiler stoker mekanik, namun pada
boiler ini tidak menggunakan rantai, akan tetapi menggunakan tumpukan (bed) partikel pasir
yang diletakkan di bagian bawah ruang bakar boiler sebagai media untuk memanaskan udara dan
ruang bakar secara keseluruhan. Udara dengan tekanan dan kecepatan tinggi dihembuskan dari
dasar tungku melalui nozzel-nozzel dan menembus tumpukan pasir sehingga batu bara yang
berada di atas pasir tersebut dapat melayang dan terbakar di dalam ruang bakar.

Gambar 3. Fludized Bed Boiler

Batubara yang telah terbakar namun belum habis dan ikut bersama-sama dengan aliran gas hasil
pembakaran dipisahkan dengan siklon untuk dikembalikan ke ruang bakar agar terbakar secara
sempurna. Untuk jenis yang seperti ini sering disebut sebagai unggun terfluidisasi tersirkulasi
(circulated fluidized bed atau CFB). Pada furnace boiler tipe CFB kecepatan gas lebih cepat
daripada boiler fluidized bed pada sistem bubling, dimana agar kepadatan yang terdapat didalam
furnace yaitu bed material dapat terangkat dan mengalir, maka diperlukan nilai kecepatan gas
minimum agar partikel dapat terangkat dan keluar furnace.
Prinsip Dasar Konservasi Boiler
by Hendra Yudisaputro on October 13, 2015 Prinsip Dasar Konservasi Boiler2015-10-20T07:11:42+00:00- O&M - No
Comment

Konservasi boiler secara umum dapat didefinisikan sebagai upaya untuk melindungi permukaan
material pipa boiler (water side dan steam side) serta main drum dari terjadinya korosi
ketika boiler dalam keadaan tidak beroperasi (idle), istilah lain dari konservasi boiler
adalah boiler lay-up. Korosi pipa terjadi yaitu pada saat dilakukan boiler drain sebagian air akan
terperangkap dan menempel pada permukaan pipa-pipa seperti angle, uliran
pada walltubes (ribbed tubes) dan tempat-tempat lainnya.

Air yang terperangkap tersebut menyebabkan kelembaban yang cukup tinggi di dalam sisi air
(water side) dan sisi uap (steam side) sistem boiler, sehingga dengan adanya oksigen dalam udara
yang mengisi ruang kosong pada pipa-pipa boiler maka akan timbul korosi dan akan dengan
cepat terjadi terutama pada daerah yang kritis seperti welding area serta bagian pipa yang
mengalami kerusakan lapisan pasif.

Ada dua kondisi dimana boiler harus berhenti beroperasi (idle), yaitu dalam kondisi siaga (stand
by) dan dalam kondisi pemeliharaan (over houl). Untuk kedua kondisi tersebut memerlukan
perlakuan yang sedikit berbeda dalam melakukan konservasi boiler. Pengertian kondisi boiler
stand by ialah kondisi dimana boiler tidak beroperasi karena tidak diperlukan, misalnya karena
permintaan beban lebih kecil dari kapasitas yang ada, maka memungkinkan
adanya boiler yang stand by sebagai cadangan (reserve) manakala suatu saat diperlukan. Salah
satu contoh kasus ini ialah untuk auxiliary boiler dimana dioperasikan hanya pada waktu-waktu
tertentu.

Pengertian kondisi boiler dalam pemeliharaan ialah kondisi dimana boiler tidak beroperasi karena
sedang dilakukan pemeliharaan, baik itu pemeliharaan terencana (overhoul) maupun tidak
terencana (forced outage), pada kondisi ini penerapan metoda konservasi boiler harus disesuaikan
dengan jadwal pemeliharaan, dengan demikian diperlukan koordinasi yang lebih baik dalam
pengaturan konservasi boiler.
Terdapa dua jenis metode konservasi yang umum dilakukan pada pembangkit thermal, yaitu :

Konservasi basah (wet conservation)


Konservasi dengan cara basah secara teknis lebih mudah pelaksanaannya, dan apabila dilakukan
dengan prosedur yang benar maka akan sangat efektif untuk mengurangi terjadinya korosi pada
permukaan pipa-pipa boiler dan main drum. Metode ini sangat cocok diterapkan untuk
konservasi boiler-boiler moderen yang besar. Ada dua kriteria untuk melakukan konservasi boiler
dengan cara basah, yaitu : Short term storage dan Long term storage, perbedaan kedua kriteria
tersebut terdapat pada lamanya waktu idle dan konsentrasi bahan kimia yang dipergunakan.

Konservasi kering (dry conservation)


Konservasi cara kering pada umumnya dipergunakan untuk boiler-boiler konvensional yang
sederhana, mengingat secara teknis metode konservasi ini cukup sulit dilakukan
untuk boiler modern yang besar dan sangat komplek, disamping itu secara kinetika reaksi
penyerapan air oleh bahan kimia yang dipergunakan pada konservasi kering dinilai kurang efektif
karena jarak antara bahan kimia dengan komponen yang dikeringkan terlalu berjauhan. Walaupun
demikian apabila kondisi di lapangan tidak memungkinkan untuk dilakukan wet conservation,
maka dry conservation dapat menjadi pilihan yang terkadang tidak bisa dihindarkan.
Perhitungan Efisiensi Boiler (Indirect Method)
by Hendra Yudisaputro on December 24, 2013 Perhitungan Efisiensi Boiler (Indirect Method)2013-12-24T00:56:07+00:00-
Uncategorized - No Comment

Terdapat beberapa standart dalam melakukan analisa efisiensi boiler dengan metode indirect,
seperti halnya British Standart, BS 845: 1987 dan Standard Amerika yaitu ASME PTC-4-1
Power Test Code Steam Generating Units.

Metode indirect juga dikenal dengan metode rugi-rugi panas (heat loss method) karena nilai
efisiensi dengan metode ini dipengaruhi oleh rugi-rugi panas yang terjadi pada sebuah boiler.

Efficiency of boiler () = 100 heat loss factor.

Rugi-rugi panas yang biasa terjadi pada boiler secara umum disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

a. Dry Flue Gas.


b. Kandungan moisture di dalam bahan bakar
c. Kandungan moisture di dalam udara pembakaran
d. Pembakaran dari hydrogen
e. Radiasi
f. Bahan bakar yang tidak terbakar secara sempurna.

Dari rincian di atas terdapat catatan bahwa heat loss yang disebabkan oleh kandungan moisture di
dalam bahan bakar dan pembakaran dari hydrogen adalah tergantung dari jenis bahan bakar dan
tidak tidak dapat diatur oleh design.

Data diperlukan untuk melakukan perhitungan efisiensi boiler menggunakan metode indirect
adalah sebagai berikut :

Data Ultimate Analysis dari bahan bakar (H2, O2, S, C, kandungan moisture dan kandungan
abu)
Prosentase kandungan oksigen dan karbondioksida di dalam flue gas.
Temperature flue gas inlet
Temperature ambient
Kelembaban udara
Gross Heating Value di dalam batubara.
Prosentasa abu yang terbakar.

Dalam artikel selanjutnya akan dijelaskan secara lebih rinci tentang heat loss factor yang
mempengaruhi perubahan terhadap efisiensi boiler, Insya Allah.
Perhitungan Efisiensi Boiler (Direct Method)
by Hendra Yudisaputro on December 14, 2013 Perhitungan Efisiensi Boiler (Direct Method)2013-12-14T02:09:01+00:00-
Uncategorized - 1 Comment

Untuk memudahkan pemahaman dari penjelasan artikel sebelumnya, maka dalam tulisan berikut
akan disertakan contoh pembahasan sederhana untuk mengevaluasi efisiensi boiler dengan
metode langsung. Diketahui data dari sebuah pembangkit listrik tenaga uap adalah sebagai
berikut
:
Tipe BoilerLaju aliran main steam :: Coal Fired1070 t/h
Tekanan main steam : 167 bar

Temperatur main steam : 530 oC


3375.83 kj/kg
Enthalpi main steam :
1122 t/h
Laju aliran feed water :
188.1 bar
Tekanan feed water :
280 oC
1231.61 kj/kg
Temperatur feed water :

179.8 t/h
Enthalpi feed water :

19506 kj/kg
Laju aliran batubara :

GCV Batubara :

Maka untuk menghitung efisiensi boiler dengan menggunakan metode langsung adalah
menggunakan formula sebagai berikut :

Dari perhitungan di atas sehingga dapat kita simpulkan bahwa efisiensi boiler dari sebuah
pembangkit listrik tenaga uap adalah 65.4 %. Efisiensi dengan nilai tersebut adalah tergolong
efisiensi yang rendah dan seorang enjiner tidak dapat mengetahui secara pasti faktor apa yang
menjadi penyebabnya.
Evaluasi Unjuk Kerja Boiler (Direct Method)
by Hendra Yudisaputro on December 14, 2013 Evaluasi Unjuk Kerja Boiler (Direct Method)2013-12-14T01:49:55+00:00-
Uncategorized - No Comment

Parameter-parameter unjuk kerja dari boiler seperti halnya effisiensi, rasio penguapan dan lain-
lain akan selalu mengalami penurunan yang disebabkan oleh buruknya proses pembakaran,
permukaan komponen heat transfer yang kotor, dan tentunya disebabkan juga oleh pengoperasian
serta pemeliharaan yang tidak sesuai dengan SOP.

Perhitungan boiler effisiensi akan membantu seorang enjiner untuk mengetahui tingkat (%)
efektifitas dari energi panas yang digunakan untuk mengkonversi feedwater menjadi steam, yang
selanjutnya akan digunakan sebagai alat untuk memonitoring deviasi effisiensi boiler tiap
harinya. Terdapat dua metode dalam menentukan boiler effisiensi, yaitu dengan metode langsung
(direct method) serta metode tidak langusung (indirect method), keduanya memiliki kekurangan
dan keunggulan pada masing-masing penggunaannya namun dalam pembahasan ini secara
ringkas akan dipaparkan metode perhitungan effisiensi secara langsung.

Motede perhitungan effisiensi boiler secara langsung (direct method) atau biasa dikenal dengan
sebagai metode input output, adalah menentukan effisiensi boiler secara cepat dengan
menggunakan perbandingan antara panas yang dihasilkan oleh boiler berupa steam dengan laju
inputan bahan bakar.

atau

Keterangan :

Gms = Laju aliran main steam ton/jam


hg = Enthalpi saturasi feed water kj/kg
hf = Enthalpi saturasi main steam kj/kg
G fuel = Laju aliran bahan bakar batubara ton/jam
GCV = Tipe batubara dan Gross Calorific Value kj/kg

Contoh perhitungan, click.


Beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode perhitungan effisiensi dengan menggunakan
metode langsung adalah sebagai berikut :

Kelebihan :

1. Enjiner dapat secara langsung menentuan effisiensi dari boiler.

2. Tidak membuthkan parameter perhitungan yang banyak.

3. Hanya membutuhkan beberapa insturmen untuk memonitoring parameter.

Kekurangan :

1. Enjiner tidak dapat mengetahui penyebab turunnya effisiensi secara detail.


Komponen-Kompnen Utama Pada Generator
by Hendra Yudisaputro on August 12, 2016 Komponen-Kompnen Utama Pada Generator2016-08-12T22:32:11+00:00- Batu
Bara, Energi Terbarukan, Teori Dasar Pembangkitan Listrik - No Comment

Generator merupakan komponen utama pada inndustri pembangkit khususnya PLTU yang
berfungsi untuk merubah energi mekanik menjadi energi listrik. Kapasitas generator dari waktu
ke waktu berkembang semakin pesat dengan didukung oleh teknologi konstruksi dan rancang
bangun yang semakin maju.
Komponen-komponen utama pada generator diantaranya adalah :

Casing
Casing terbuat dari baja ringan yang dirancang untuk menopang inti stator dan kumparan-
kumparannya seperti yang terlihat pada gambar 1. Pada umumnya generator di PLTU
didinginkan dengan hidrogen yang bertekanan, oleh karena itu casing harus dirancang mampu
menahan tekanan dan ledakan hidrogen yang mungkin terjadi (besarnya tekanan ledak
diperkirakan dua kali tekanan hidrogen).

Gambar 1. Casing Generator


Stator
Stator terdiri dari inti stator dan kumparan. Pada generator berukuran kecil, inti stator dibuat
menjadi satu dengan casing, namun pada generator berukuran besar, inti stator dibuat sebagai
komponen yang terpisah, seperti yang terlihat pada gambar 2 dan 3. Inti ini terbentuk dari
susunan plat-plat baja silikon yang mempunyai sifat kemagnetan yang baik (lihat gambar 4)
dikompres dengan sangat rapat sekali dan diisolasi satu sama lain dengan pernis atau kertas
berisolasi (impregnated paper).
Gambar 3. Inti dan Kumparan Stator

Gambar 4. Laminasi-laminasi Stator

Susunan plat baja silikon yang membentuk inti biasanya disebut laminasi, laminasi tersebut
membentuk saluran yang sangat efektif bagi flux magnit yang dihasilkan oleh rotor. Isolasi pada
laminasi mengurangi besarnya arus pusar (eddy current), sehingga mengurangi kerugian panas
yang timbul. Inti stator juga dibuat membentuk alur-alur untuk menempatkan kumparan dan
lubang-lubang untuk saluran pendingin yang akan bersirkulasi untuk menyerap panas.
Disepanjang keliling bagian dalam dari inti mempuyai sederetan alur-alur, dan setiap alur berisi
2 lilitan (coil) yang dipasang berimpit dimana satu diatas yang lain dan semua lilitan ini digulung
dalam 3 grup yang berbeda (setiap grup disebut fasa). Salah satu ujung dari setiap grup
dihubungkan bersama untuk membentuk titik bintang atau titik netral pada kumparan stator.
Ujung yang lain dari setiap grup merupakan terminal keluar dari tiap fasa dan dibawa keluar dari
casing generator melaui bushing-bushing berisolasi seperti pada gambar 1, dan ketiga
penghubung ini mengalirkan energi listrik dari generator ke transformator generator.

Didalam kumparan-kumparan stator dibangkitkan tegangan tinggi sehingga kumparan-kumparan


tersebut harus diisolasi secara baik dengan bahan pembungkus coil-coil tembaga pada lapisan-
lapisan fibreglass atau pita mica yang diisi/diresapkan secara bertekanan dengan bitumen atau
suatu bentuk fibreglass.

Coil-coil yang menggantung pada tiap ujung inti stator memberi ruangan untuk keperluan
penyambungan dari coil ke coil dan ujung terakhir ke terminal. Ujung-ujung kumparan dijepit
sangat kuat dengan bahan isolasi seperti pasak bakelite, pita isolasi dan mur-mur serta baut-baut
permali untuk mencegah gerakan yang disebabkan oleh gaya mekanik akibat dari kebocoran flux
magnet.

Generator-generator yang besar biasanya menggunakan pendingin air untuk coil-coil statornya.
Konduktor-konduktor dengan penampang yang berlubang persegi mengizinkan air murni (non-
conducting) untuk bersirkulasi melalui coil-coil. Inlet manifold dan exhaust
manifold mensirkulasikan dan menampung air pendingin. Media pendingin yang lain adalah gas
hidrogen yang disirkulasikan sekeliling bagian dalam dari generator oleh fan yang dipasang pada
tiap ujung dari rotor. Saluran-saluran kecil dan alur-alur dalam inti stator dan dalam metal rotor
serta kumparan rotor memungkinkan gas untuk mendinginkan bagian-bagian ini secara kontak
langsung.
Deskripsi Umum Kondensor
by Hendra Yudisaputro on February 18, 2016 Deskripsi Umum Kondensor2016-02-18T15:57:43+00:00- Energi
Terbarukan, Sifat Termodinamika - No Comment

Fungsi dari kondenser adalah mengkondensasikan exhaust steam dalam jumlah besar pada
tekanan rendah (dibawah tekanan atmospher) menggunakan air pendingin. Selain itu, kondenser
juga memiliki fungsi:
1. Mengubah condensed steam menjadi condensate.
2. Tempat penyimpanan sementara condensate water.
3. Sebagai titik berkumpul condensate drain yang berasal dari peralatan lain seperti
dari feed water heater, steam jet air ejector (SJAE), gland steam
condenser, demineralization unit dsb.
4. Sebagai deaerasi dari condensate dengan membuang non-condensable gases seperti
nitrogen, oxygen.
5.
Kondenser terletak di bawah LP turbine dan umumnya berada pada satu lingkup dengan
pondasi turbine. Gambar 1 berikut menunjukkan gambar skematis dari sistem kondenser.

Gambar 1. Sistem kondenseor


Kondenser memiliki beberapa konfigurasi dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa buah
sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 1. berikut:
Tabel 1. Klasifikasi dan Konfigurasi Kondenser

Besarnya jumlah uap serta tekanan operasi kondenser yang berada bawah tekanan atmospher,
menyebabkan volumetric flow uap yang tinggi. Sebagai konsekuensinya,
susunan condenser tube harus didesain dengan ruang yang longgar sehingga memungkin uap
mengalir ke dalam sela sela antar tube. Contoh dari susunan tube condenser ditunjukkan pada
gambar berikut:

Gambar 2. Susunan dari tube condenser


Analisa Unjuk Kerja Kondensor
by Hendra Yudisaputro on June 30, 2016 Analisa Unjuk Kerja Kondensor2016-06-30T15:14:25+00:00- Batu Bara, Heat
Rate & Efisiensi - No Comment

Analisa performance atau unjuk kerja pada kondensor dapat dilakukan dengan 2 (dua cara) yaitu
dengan melakukan perhitungan terhadap : condensing duty; cleanliness factor.

Condensing Duty
Condensing duty dapat dihitung melalui tiga kondisi, diantaranya adalah :
Melalui total kalor yang ditransfer ke air pendingin, dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Q = Q_T Q_elect Q_gen Q_aux Q_fwp Q_bd


Dimana,

Q_T = heat load to steam cycle (kcal/hr)


Q_elect = generator gross output (kcal/hr)
Q_gen = generator losses (kcal/hr)
Q_aux = auxiliary steam loads (kcal/hr)
Q_fwp = steam turbine driven load pump (kcal/hr)
Q_bd = boiler blowdown (kcal/hr)

Berdasarkan aliran air pendingin dan temperature aliran, dengan persamaan sebagai berikut :
Q=W C_p (t_o t_i )
Dimana,

Q = condensing duty (kcal/hr)


W = laju aliran air pendingin (kg/s)
C_p = specific heat dari aliran air pendingin (KJ/kg deg.C)
t_o = temperature outlet dari air pendingin (deg.C)
t_i = temperature inlet dari air pendingin (deg.C)
Menggunakan aliran exhaust steam dan enthalpy menuju kondenser :
Q = W_ex (h_ex h_f )
Dimana,

Q = condensing duty (kcal/hr)


W_ex = laju aliran exhaust steam (kg/s)
h_ex = exhaust steam enthalpy (kJ/kg)
h_f = condensate enthalpy pada sisi waterbox (kJ/kg)

Laju aliran exhaust steam dan enthalpy tidak dapat diukur secara langsung, sehingga variabel
tersebut ditentukan menggunakan daya yang dibangkitkan turbine dan turbine heat
balance atau thermal kit.

Cleanliness Factor
Cleanliness factor adalah perbandingan dari koefisien heat transfer aktual atau operasi terhadap
koefisien heat transfer pada kondisi new and clean. Cleanliness factor ditentukan berdasarkan
persamaan berikut:
Cleanliness factor = U_o / U_c
U_o = koefisien heat transfer pada kondisi aktual (W/(m deg.C)
U_c = koefisien heat transfer pada kondisi bersih (W/(m deg.C)

Sedangkan koefisien heat transfer aktual dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
U_o = Q / (A_o T_m)
T_m = ((T_s-t_i ) (T_s-t_o )) / ln((T_s-t_i) / (T_s-t_o ))
A_o = luas permukaan kondenser (m_2)
T_s = temperature kondensasi (deg.C)

Temperature kondensasi adalah temperature saturasi pada tekanan condenser dan diperoleh dari
tabel uap, temperature operasi yang digunakan untuk menghitung T_m diperoleh berdasarkan
pengukuran aktual di lapangan, Q diperoleh dari persamaan sebelumnya.
Sedangkan A_o dan U_c diperoleh dari desain spesifikasi dari manufaktur condenser.
Refrensi : Panduan Perbaikan Heat Rate Pembangkit Thermal Dengan Bahan Bakar Batubara,
Standart PLN
Metode Mengurangi Leaving
Loss Turbine
by Hendra Yudisaputro on July 31, 2016 Metode Mengurangi Leaving Loss Turbine2016-07-31T21:05:07+00:00- Heat Rate
& Efisiensi, Sifat Termodinamika - No Comment

Setelah uap berekspansi pada slinder tekanan rendah, selanjutnya uap akan meninggalkan barisan
sudu-sudu akhir menuju kondensor, namun uap bekas ini masih mengandung sejumlah besar
energi kinetik yang dapat dimanfaatkan sehingga merupakan suatu kerugian. Kerugian ini disebut
kecepatan uap bekas (leaving loss).

Besarnya Leaving Loss = Massa Uap x (kecepatan uap2)/2

Energi tersebut tidak dapat diperoleh kembali sehingga untuk memperkecil kerugian ini maka
harus dilakukan sebuah usaha agar kecepatan uap yang meninggalkan barisan sudu akhir dapat
menjadi serendah mungkin.

Kecepatan uap = Volume uap / Luas Penampang Laluan

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa untuk membuat kecepatan uap sekecil mungkin,
maka luas penampang laluan sudu akhir harus dibuat sebesar mungkin. Luas penampang laluan
uap tergantung pada diameter rotor tekanan rendah dan tinggi dari sudu-sudu akhir. Sebagai
contoh untuk turbin yang bekerja pada 3.000 rpm, tinggi sudu akhir adalah 0,95 meter. Apabila
tinggi sudu diperbesar, maka gaya sentrifugal akan semakin besar sehingga tinggi sudu tidak
dapat disesuaikan karena keterbatasan metalurgi.

Oleh karena itu ditempuh metode lain untuk memperluas penampang laluan uap yaitu dengan
memperbanyak saluran buang (multi exhaust) tiga silinder tekanan rendah dengan aliran ganda.
Selain itu untuk meningkatkan luas penampang laluan uap tanpa memperpanjang tinggi sudu-
sudu baris akhir adalah dengan menggunakan Bauman Exhaust sebagaimana ditunjukan dalam
gambar 1 di bawah ini.
Prinsip kerja dari bauman exhaust adalah dengan cara melakukan by-pass langsung sebagian uap
yang akan meninggalkan tingkat akhir menuju ke kondensor sehingga uap tersebut tidak
melewati sudu tingkat akhir, sehingga hal ini akan dapat menurunkan kecepatan uap keluar sudu
tingkat akhir tanpa harus memperpanjang tinggi sudu tingkat akhir.
Koefisien Perpindahan Panas Total
by Hendra Yudisaputro on May 12, 2013 Koefisien Perpindahan Panas Total2013-05-12T01:31:33+00:00- Teori Dasar
Pembangkitan Listrik - 1 Comment

Koefisien perpindahan panas total didefinisikan sebagai koefisien hambatan termal total menuju
perpindahan panas diantara dua fluida. Koefisien perpindahan panas total juga didefinisikan
sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan
diantara fluida yang dipisahkan oleh lapisan komposit dan dinding silinder.

Gambar 1. Koefisien perpindahan kalor total pada heat exchanger. [12]

Dalam melakukan analisis untuk menentukan seberapa tinggi koefisien perpindahan panas total
saat proses maka dapat diperoleh melalui persamaan.

Dengan,
U : Koefisien perpindahan panas total (W/m2.K)
ho : Koefisien konveksi di luar pipa (kJ/kg)
ro : Jari-jari luar (m)
Rf,o : Representative Cooling factors luar pipa (m2.K/W)
hi : Koefisien konveksi di dalam pipa (kJ/kg)
ri : Jari-jari dalam (m)
Rf,i : Representative Cooling factors dalam pipa (m2.K/W)
k : Koefisien konveksi (W/m.K)

Nilai koefisien representatif dari perpindahan kalor total.


Tabel 1. Nilai koefisien representative perpindahan kalor total.

Kombinasi Fluida U (W/m2.K)

Air-air 850-1700
Air-minyak pelumas 110-350
Kondensor uap 1000-6000
Kondensor ammonia 800-1400
Kondensor alcohol 250-700
Air-udara pada pipa bersirip 25-50

Hambatan-hambatan yang terjadi pada permukaan pipa saat proses penukaran panas berlangsung
secara normal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kotoran fluida, pembentukan
karat dan reaksi lain yang terjadi antara fluida dan dinding material penyusun pipa. Keseluruhan
faktor tersebut masing-masing mempunyai nilai hambatan yang ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 3.2. Nilai hambatan pipa pendingin.


FLUID (m2.K/W)

Seawater and treated boiler feedwater (below 50 oC) 0.0001


Seawater and treated boiler feedwater (above 50oC) 0.0002
River water 0.0002-0.0001
Fuel Oil 0.0009
Refrigerating liquids 0.0002
Steam (nonoil bearing 0.0001

Refrensi,

Prajitno. Perpindahan Kalor Lanjut edisi 2. Handout, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 2005.
Frank.P Incropera dan David P. DeWitt. Fundamentals of Heat Transfer, 4rd ed.. John Wiley &
Sons, Inc., New York, 1996.
Nilai Kalor Batubara
by Hendra Yudisaputro on October 10, 2015 Nilai Kalor Batubara2015-10-11T21:19:57+00:00- Batu Bara, O&M - No
Comment

Nilai kalor adalah ukuran dari energi panas dalam batubara yang digunakan sebagai faktor utama
dalam penentuan harga batubara. Nilai kalor adalah banyaknya panas yang dapat dilepaskan oleh
setiap kilogram batubara jika dibakar sempurna. Dalam sistem S.I, nilai kalor dinyatakan dalam
satuan KJ/Kg. Terdapat empat macam nilai kalor yang berbeda yaitu :

1. Nilai kalor kotor pada volume konstan (Gcv V).

2. Nilai kalor bersih pada volume konstan (Ncv V).

3. Nilai kalor kotor pada tekanan konstan (Gcv P)

4. Nilai kalor bersih pada tekanan konstan (Ncv P)

Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor kotor pada
volume konstan, sedangkan nilai kalor yang lain selanjutnya akan dapat dihitung jika komposisi
bahan bakar telah diketahui. Metode penentuan nilai kalor batubara menggunakan bomb
calorimeter dilakukan dengan membakar sejumlah kecil sampel batubara dalam oksigen didalam
sebuah cawan yang ditempatkan dalam bejana kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya
ditempatkan didalam bejana berongga yang lebih besar dimana di dalam rongga dinding bejana
diisi dengan air untuk membentuk jacket, hal ini bertujuan untuk memperkecil transfer panas
antara bejana kalorimeter dengan lingkungan.

Kemudian sampel batu bara tersebut dibakar dengan bantuan pemantik listrik, dan panas yang
dilepaskan dari proses pembakaran sampel tersebut kemudian diukur dengan cara mengukur
temperatur air dalam kalorimeter sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas jenis air.
Kata gross (kotor) pada penilaian kalor batubara mengandung pengertian bahwa panas laten
penguapan dari air yang terdapat dalam batu bara ditambah panas laten dari air yang terbentuk
selama pembakaran boiler. Kata net (bersih) menandakan bahwa panas laten untuk membentuk
uap air tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas laten ini terbuang dalam bentuk
uap air.
Secara aktual panas laten dari uap air ini tidak bisa diperoleh kembali dalam kondisi operasi
boiler, sehingga pabrik-pabrik pembuat boiler harus menyatakan harga efisiensi boiler
berdasarkan nilai kalor bersih (net calorofic value), dan efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi harga
efisiensi yang dihitung berdasarkan nilai kalor kotor (grosscalorofic value).Hal ini harus
diperhitungkan bila akan membandingkan harga efisiensi boiler yang satu dengan boiler yang
lain.

Proses pembakaran batu bara dalam sebuah bomb calorimeter berbeda dengan proses
pembakaran batu bara dalam boiler. Proses pembakaran dalam bomb calorimeter berlangsung
pada volume konstan sedang proses pembakaran pada boiler berlangsung pada tekanan konstan.
Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan, maka gas hasil pembakaran harus
bebas memuai sehingga melakukan kerja (work), dengan demikian nilai kalor kotor pada tekanan
konstan akan lebih tinggi dari pada nilai kalor yang diperoleh dari bomb calorimeter bila panas
ekivalen dengan kerja (work) diperhitungkan. Selain itu ada beberapa rumus yang dipakai untuk
menghitung nilai kalor bahan bakar, tetapi untuk hal ini perlu dilakukan analisa dengan metode
ultimate.
Proses Kimia Pembakaran Batubara
by Hendra Yudisaputro on September 16, 2015 Proses Kimia Pembakaran Batubara2015-10-13T07:38:56+00:00- Batu
Bara - No Comment

Batubara adalah bahan bakar utama pembangkit listrik tenaga uap yang terkandung energi secara
kimia melalui ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur.
Batubara tidak memiliki struktur kimia yang baku karena merupakan campuran dari beberapa
ikatan hidrokarbon yang kompleks, dan apabila ikatan tersebut terputus melalui proses
pembakaran maka akan menghasilkan energi panas.

Nilai kalor batubara yang merupakan indikator dari kualitas batubara dibagi menjadi dua jenis,
yaitu High Heating Value (HHV) dan Low Heating Value (LHV). High Heating Value (HHV) atau
nilai kalori atas didapat dengan cara membakar batubara sebanyak satu kilogram dan mengukur
kalori yang didapat dengan menggunakan kalorimeter pada suhu 15 C sehingga uap air yang
dihasilkan dari pembakaran ini mengembun dan melepaskan kalori pengembunannya.
Sedangkan Low Heating Value (LHV) atau nilai kalori rendah didapat dengan cara mengurangi
nilai kalori atas dengan kalori pengembunan air yang dikandungnya.

Tabel 1. Klasifikasi serta data batubara.

Proses pembakaran batubara yang umumnya terjadi di dalam boiler pada pembangkit listrik
tenaga uap, dan merupakan reaksi kimia yang dilakukan dengan menambah oksigen O2 dari udara
pembakaran dengan reaksi kimia sebagai berikut.

Proses pembakaran batubara yang umumnya terjadi di dalam boiler pada pembangkit listrik
tenaga uap, dan merupakan reaksi kimia yang dilakukan dengan menambah oksigen O 2 dari udara
pembakaran dengan reaksi kimia sebagai berikut.
C + O2 > CO2 + energi panas

Karena di dalam batubara terdapat ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
dan sulfur maka pada proses pembakaran batubara juga akan timbul reaksi kimia antara ikatan-
ikatan kimia tersebut dengan oksigen yang terdapat di udara yang ditunjukkan pada reaksi kimia
beikut.
2H2 + O2 > 2H2O
N2 + O2 > NOX

Kemudian dengan udara H2O yang terdapat di udara, maka reaksi kimia di atas dapat bereaksi
menjadi bermacam-macam asam nitrat HNOX, dengan rantai kimia sebegai berikut.

S + O2 > SO2

Selanjutnya SO2 bersamaan dengan H2O dan O2 yang berada di dalam boiler bereaksi dan
membentuk rantai kimia sebagai berikut.

2SO2 + 2H2O + O2 > 2H2SO4

Timbulnya asam nitrat HNOX dan asam sulfat sebagai hasil pembakaran unsur Nitrogen (N) dan
Sulfur (S) yang terbawa oleh batubara dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan
jumlahnya harus dibatasi. Unsur-unsur tersebut di atas dapat terbakar dan bereaksi dengan
O2 sehingga menghasilkan energi panas, kecuali beberapa unsur seperti air dan abu. Kandungan
air yang berada batubara lignite secara umum lebih dari 60%, sedangkan pada batu
bara antrachite kandungan airnya lebih rendah sebanyak 2-5%, sedangkan kandungan abu
batubara bervariasi antara 0,8-20,8%.

Apabila batubara lignite dengan nilai kalori yang relatif rendah dan kandungan air serta abu yang
relatif tinggi digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkitan listrik tenaga uap, maka secara
umum akan lebih ekonomis apabila unit pembangkitan listrik dibangun dekat dengan tambang
batubara atau biasa disebut sebagai PLTU Mulut Tambang. Hal disebabkan karena mengangkut
energi dalam bentuk batubara yang banyak mengandung air dan abu serta nilai kalori yang rendah
menuju ke unit pembangkitan listrik yang jaraknya jauh, akan lebih mahal dibandingkan dengan
pembangkitan listrik yang berada di dekat tambang tertentu.
Selain hal tersebut di atas, penggunaan batubara dengan nilai kalori yang relatif rendah
memerlukan boiler yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan batubara dengan nilai
kalor yang relatif tinggi karena jumlah kilogram batubara yang harus dibakar persatuan waktu
menjadi lebih banyak untuk mencapai daya pembangkitan yangg sama.

Penyediaan batubara untuk pembangkitan listrik tenaga uap juga harus memperhatikan ada
tidaknya unsur yang dapat merusak boiler, seperti halnya silika yang dapat menyebabkan korosi
suhu tinggi. Disamping itu, kandungan unsur Sulfur (S) juga dapat menimbulkan asam sulfat
2H2SO4 seperti pada reaksi di atas. Pada unit pembangkitan listrik yang suhunya relatif dingin
(dibawah 180oC) yaitu pada sistem pemanasan udara (air preheater) asam sulfat dapat
mengembun dan menimbulkan korosi suhu rendah.
Analisa Batubara
by Hendra Yudisaputro on October 10, 2015 Analisa Batubara2015-10-11T21:16:27+00:00- Batu Bara, O&M - No
Comment

Analisa batubara merupakan proses yang sangat penting dalam sebuah industri pembangkitan
listrik, dimana proses ini bertujuan untuk mencocokkan dokumen kontrak batu bara yang berasal
dari mitra apakah telah sesuai ataukah tidak, dan juga sebagai input data untuk menghitung heat
rate atau efisiensi dari sebuah pembangkitan listrik. Batubara adalah senyawa hidrokarbon yang
terdiri dari unsur-unsur yang membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen. Secara elementer
komposisi batubara terdiri dari beberapa unsur yaitu hidrogen (H), carbon (C), dan sulfur (S).

Bagi keperluan rutin, analisa batubara hanya dilakukan untuk menentukan :


Kandungan moisture.
Kandungan ash.
Nilai kalor.

Kandungan sulfur.

Akan tetapi setiap laboratorium pembangkitan listrik juga melakukan pengujian untuk
memperoleh data-data mengenai karakteristik-karakteristik lain dari batubara yang dianggap
penting sesuai dengan kebutuhan unit pembangkit yang bersangkutan. Sehingga secara umum
terdapat dua metode analisa yang dilakukan terhadap batubara pada sebuah industri
pembangkitan listrik yaitu :

Analisis pendekatan (proximate analysis), yaitu analisa yang memberikan data tentang
kandungan zat terbang, carbon tetap, abu dan embun. Untuk melengkapi hasil pengujian,
biasanya dicantumkan juga data tentang nilai kalor dan kandungan belerang. Berikut
adalah contoh dari hasil analisa proximate analysis.
Analisis ultimate (ultimate analyisis) yaitu analisa yang memberikan data tentang
komposisi bahan bakar dalam presentase untuk nitrogen, oksigen, carbon, abu, sulfur dan
hidrogen. Berikut adalah contoh dari hasil analisa ultimate analysis.

Tentunya antara dua metode analisa tersebut sampai sejauh ini membutuhkan waktu yang cukup
lama, untuk analisis pendekatan (proximate analysis) saja dibutuhkan minimal dua hari dari
proses preparasi hingga data akhir. Oleh karena itu operator laboratorium batu bara pada industri
pembangkitan listrik membutuhkan waktu dan man power yang cukup banyak agar proses analisa
tersebut dapat selesai dengan maksimal. Penjelasan lebih lanjut mengenai
metode proximate dan ultimate analysis akan dibahas pada artikel berikutnya.
Malem minggu @Pelabuhanratu
Persamaan Umum Keadaan Gas Ideal
by Hendra Yudisaputro on February 21, 2017 Persamaan Umum Keadaan Gas Ideal2017-02-21T10:53:53+00:00- Sifat
Termodinamika - No Comment

Persamaan umum keadaan gas ideal adalah persamaan umum untuk fasa gas yang paling
sederhana dan terkenal. Persamaan ini digunakan untuk memprediksi reaksi tekanan, temperature
dan volume spesifik (P, v, T) dari sebuah fase gas pada suatu sistem. Gas dan uap adalah dua kata
yang sering dianggap sama. Fasa uap dari suatu zat sering dinamakan gas ketika temperaturnya
berada di atas temperatur kritis. Adapun uap biasa disebut sebagai gas untuk pendekatan pada
peristiwa kondensasi.

Pada tahun 1962 Robert Boyle, seorang berkebangsaan Inggris, melakukan pengamatan terhadap
penelitiannya menggunakan vacuum chamber (ruang bakar vakum) dimana tekanan gas
berbanding terbalik dengan volumeenya. Pada tahun 1802, J. Charles dan J. Gay Lussac, seorang
berkebangsaan Prancis, menyatakan bahwa pada tekanan rendah volumee gas sebanding dengan
temperatur. Dengan kata lain,
P = R (T/v)
Pv = RT (1)

dimana R adalah konstanta gas. Persamaaan 1 di atas disebut sebagai persamaan umum kondisi
gas ideal, atau hubungan sederhana gas ideal, dan gas yang memenuhi hubungan ini disebut gas
ideal. Pada persamaan ini, P adalah tekanan absolut, T adalah temperatur absolut, dan v adalah
volume spesifik.
Konstanta gas untuk masing-masing gas berbeda dan ditentukan dari,

R = Ru / M [ kJ/(kg.K) atau kPa.m3/(kg.K) ] (2)

Dimana Ru adalah konstanta gas universal yang nilainya sama untuk semua jenis zat yaitu Ru =
8,314 kJ/(kmol.K), sedangkan M adalah massa molar dari gas. Nilai dari R dan M untuk beberapa
zat dapat dilihat pada Tabel A-1 Thermodynamics Yunus A Cengel dan Michael A. Boles. Untuk
udara nilai R = 0,287 kJ/(kg.K).
Persamaan umum keadaan gas ideal dapat pula ditulis dalam bentuk :

V = mv > PV = mRT (3)


Persamaan 3, untuk massa yang konstan, sifat gas ideal pada dua kondisi yang berbeda
mempunyai hubungan:

P1 V1 / T1 =P2 V2 / T2

Apakah uap air termasuk ideal gas?. Hal ini tidak dapat dijawab hanya dengan kata ya atau
tidak. Error (koreksi) pada perlakuan uap air sebagai gas ideal dihitung dan didekati dengan
Gambar 1. Dari gambar terlihat jelas bahwa untuk tekanan di bawah 10 kPa, uap air dapat
diperlakukan sebagai gas ideal dengan mengabaikan temperatur dan error-nya.

Gambar 1. Persentase Error (Koreksi) ([|vtable videal|/vtable] x 100) ketika uap air (steam)
diasumsikan sama dengan gas ideal dan area dimana uap air dapat dianggap gas ideal dengan
persentase error < 1%

Akan tetapi untuk tekanan tinggi, error terhadap asumsi gas ideal menjadi hal yang perlu
diperhatikan, terutama pada daerah di sekeliling titik kritis (critical point), yaitu titik puncak
grafik dan garis saturated vapor. Untuk itu, pada aplikasi air-conditioning (AC), uap air pada
udara dapat diperlakukan sebagai gas ideal karena tekanan pada uap air sangat rendah. Namun,
pada aplikasi sistem pembangkit listrik, tekanan biasanya sangat tinggi, sehingga hubungan gas
ideal sebaiknya tidak digunakan (Cengel dan Boles, 1994).
Persamaan Bernoulli
by Hendra Yudisaputro on May 11, 2013 Persamaan Bernoulli2013-05-11T00:50:50+00:00- Teori Dasar Pembangkitan
Listrik - No Comment

Persamaan Bernoulli untuk aliran sepanjang garis arus diturunkan berdasarkan hukum Newton II
tentang gerak (F=Ma). Persamaan ini diturunkan berdasarkan anggapan bahwa:

1. Zat cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan (kehilangan energi akibat gesekan
adalah nol).

2. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan ( = konstan).


3. Aliran adalah kontinyu dan sepanjang garis arus.

4. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang.

5. Gaya yang bekerja hanya gaya berat dan tekanan.

Persamaan Bernoulli menyatakan bahwa tinggi energi total, yang merupakan jumlah dari energi
potensial, energi tekanan, dan energi kecepatan, berbeda dari garis arus yang satu ke garis arus
yang lain. Oleh karena itu, perbedaan tersebut hanya berlaku untuk titik-titik pada suatu garis
lurus. Persamaan Bernoulli berlaku utnuk aliran steady satu dimensi, zat cair ideal dan tak
termampatkan (Triatmojo, 1996). Persamaan tersebut merupakan bentuk matematis dari
kekekalan energi di dalam aliran zat cair yang dituliskan sebagai berikut:

dengan :
p/y = energi tekanan
v/2g = energi kinetik
z = energi potensial

Aplikasi persamaan Bernoulli untuk dua titik di dalam medan aliran pada satu garis lurus
dinyatakan dengan:

Refrensi :

Triatmodjo, B., 1996, Hidraulika I, Beta Offset, Yogyakarta


Spesific Fuel Consumption
by Hendra Yudisaputro on March 22, 2015 Spesific Fuel Consumption2015-10-19T13:43:05+00:00- Batu Bara, O&M - No
Comment

Specific fuel consumption adalah rasio perbandingan total konsumsi bahan bakar terhadap daya
listrik yang dibangkitkan dalam sebuah industri pembangkitan listrik, biasanya digunakan sebagai
salah satu cara untuk mengetahui seberapa efisien sebuah pembangkit listrik dan untuk
memprediksi nilai kalor bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran.

Pengukuran SFC sebaiknya dilakukan pada beban yang tetap selama minimum dua jam,
kemudian diukur seberapa banyak jumlah pemakaian bahan bakar selama periode dua jam
tersebut. Jika periode waktu ini dirasa terlalu lama, maka dapat dipersingkat dengan pengambilan
data minimum selama satu jam.

Pengukuran SFC dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut :


SFC = FF / P
Dengan,

FF = Fuel Flow

P = Daya Listrik yang dibangkitkan (kWh)

Satuan pengukuran SFC terutama pada fuel flow berbeda-beda tergantung dari jenis bahan bakar
yang digunakan pada sebuah pembangkit listrik, contohnya :

PLTU Minyak, SFC = Liter/kWH

PLTU Batubara, SFC = kg/kWH

PLTU Gas Alam, SFC = MSCF/kWH

Nilai pengukuran SFC bervariasi sesuai dengan beban unit yang dibangkitkan, sebagai contoh
apabila beban yang dibangkitkan adalah sebesar 100%, 75% dan 50% dari daya
maksimum (MCR) maka nilai SFC antara beban yang satu dengan yang lainnya akan tidak sama,
demikian juga apabila bahan bakar yang digunakan memiliki nilai kalor yang tinggi, maka
nilai SFC akan turun disebabkan oleh kosumsi bahan bakar yang tidak banyak.
Optimalisasi Proses Pembakaran Perbandingan
Excess Air-Bahan Bakar
by Hendra Yudisaputro on November 14, 2015 Optimalisasi Proses Pembakaran Perbandingan Excess Air-Bahan
Bakar2015-11-15T00:06:44+00:00- Batu Bara, Sifat Termodinamika - No Comment

Untuk mengetahui pengoperasian boiler yang efisien, maka operator harus mengerti seperti apa
proses pembakaran di dalamnya. Pembakaran yang baik akan selalu membutuhkan kombinasi
yang tepat antara bahan bakar dan oksigen untuk menghasilkan produk berupa energi panas,
karbondioksida, uap air, nitrogen dan gas-gas lain (selain oksigen).

Secara teori terdapat pengaturan proses pembakaran yang spesifik untuk menentukan
perbandingan antara oksigen dengan bahan bakar sehingga terjadi proses pembakaran yang
sempurna, namun aktualnya hal tersebut tidak akan pernah terjadi secara ideal.

Oleh karena itu agar bahan bakar dapat terbakar secara sempurna maka dibutuhkan jumlah udara
yang lebih banyak dibandingkan dengan udara pada kondisi yang ideal (udara teoritis), dan
jumlah udara yang lebih tersebut dikenal dengan istilah excess air. Excess air dapat dihitung
melalui persamaan sebagai berikut :

Excess Air = 100 x (20.9%) / (20.9% O2%) 100%

Dimana O2 merupakan unsur Oksigen yang diukur pada outlet boiler (flue gas outlet).
Secara normal prosentase excess air pada sebuah pengoperasian boiler dengan bahan bakar
batubara berkisar antara 15% hingga 20%, boiler berbahan bakar minyak 10% 20%, natural gas
5% 10%, sedangkan turbine gas membutuhkan excess air yang sangat tinggi yaitu hingga
300%.
Berikut adalah tabel perbandingan dari excess air yang dibutuhkan pada boiler dengan jenis
bahan bakar yang berbeda.

Jenis Bahan Bakar Excess of Air


(%)
Anthracite 40
Coke oven gas 05-10
Natural Gas 05-10
Coal, pulverized 15 20
Coal, stoker 20 30
Oil (No. 2 and No. 6) 10 to 20
Semi anthracite, hand firing 70 to 100
Semi anthracite, with stoker 40 to 70
Semi anthracite, with traveling grate 30 to 60

Untuk menentukan seberapa besar excess air yang akan dibutuhkan dalam proses pembakaran
maka dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan stoikiometri antara udara dan bahan
bakar, atau lebih dikenal dengan pembakaran stoikiometri. Pada saat pembakaran stoikiometri
terdapat sebuah proses pencampuran unsur kimia antara udara dan bahan bakar yang
menghasilkan H, SOx, NOx, CO2, dll, sehingga dengan memperhatikan hal ini dapat ditentukan
seberapa besar unsur kimia yang dihasilkan dalam proses pembakaran dan dapat ditentukan
apakah perbandingan udara terhadap bahan bakar telah sesuai ataukah tidak.

Apabila terjadi ketidaksesuaian antara jumlah udara yang disupplai dengan bahan bakar yang
ditransfer ke dalam burner, maka akan terbentuk unburned fuel, jelaga (soot), asap dan karbon
monoxida yang keluar melalui stack. Sehingga mengakibatkan perpindahan panas di dalam
boiler akan terhambat, terjadinya polusi, efisiensi pembakaran menjadi rendah, pola api menjadi
tidak stabil dan meyebabkan adanya potensi ledakan. Untuk menghindari proses yang tidak
efisien dan kondisi yang tidak aman tersebut, maka secara normal boiler dioperasikan pada level
excess air tertentu. Level excess air ini juga akan menjadi sebuah proteksi dari unsur oksigen
pembakaran yang terlalu rendah akibat dari perbedaan komposisi bahan bakar dan juga
pengoperasian yang kurang baik pada sistem kontrol udara dan bahan bakar.
Specific Enthalpy (Entalpi Spesifik)
by Hendra Yudisaputro on September 21, 2014 Specific Enthalpy (Entalpi Spesifik)2015-10-10T23:05:41+00:00- O&M -
No Comment

Entalpi spesifik (h) dinyatakan sebagai h = u + Pv, dimana u adalah energi dalam spesifik
(Btu/lbm), P tekanan (lbf/ft2) dan v volume spesifik (ft3/lbm) dari suatu sistem. Biasanya entalpi
digunakan dalam kaitannya dengan persoalan sistem terbuka (open system) dalam
Termodinamika. Entalpi juga merupakan salah satu sifat (property) dari suatu zat, seperti halnya,
tekanan, temperatur, dan isi / volume, akan tetapi tidak dapat diukur secara langsung.

Biasanya entalpi ditentukan berdasarkan pada suatu nilai unjuk kerja tertentu, harga entalpi
spesifik air atau uap air ditentukan berdasarkan nilai atau harga nol unjuk entalpi spesifik air pada
temperatur .01 C pada tekanan udara luar (atm.Pressure).

Dalam kenyataanya, nilai absolut dari entalpi spesifik tak dapat diketahui sehingga tidak menjadi
masalah, karena secara praktis yang diperlukan adalah perubahan nilai entalpi
spesifik h bukannya harga absolutnya.
Pangsor, September 21, 2014

Anda mungkin juga menyukai