Pengertian Najis
Pengertian Najis
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang
selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya.
Apabila pakaian terkena najis –seperti kotoran manusia dan kencing- maka harus
dibersihkan.[1]
Perlu dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan,
pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis
bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan
seseorang. Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (baca: jima’),
ia dalam keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil.
Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis.
Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi.
Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda
tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa membedakan antara hadats dan najis ini.[2]
Hukum Asal Segala Sesuatu adalah Suci
Terdapat suatu kaedah penting yang harus diperhatikan yaitu segala sesuatu hukum
asalnya adalah mubah dan suci. Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu itu najis
maka dia harus mendatangkan dalil. Namun, apabila dia tidak mampu
mendatangkan dalil atau mendatangkan dalil namun kurang tepat, maka wajib bagi
kita berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu pada asalnya
suci. [3] Menyatakan sesuatu itu najis berarti menjadi beban taklif, sehingga hal ini
membutuhkan butuh dalil.[4]
- Kotoran hewan yang dagingnya tidak halal dimakan
Contohnya adalah kotoran keledai jinak[14], kotoran anjing[15] dan kotoran
babi[16]. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuberkata,
ٍجارَح ْ لَثِة َأ
َ ِإْئِتِني ِبَث: ل
َ ن َيَتَبّرَز َفَقا
ْ سّلَم َأ
َ عَلْيِه َو
َ لُ صّلى ا َ يّ َأَراَد الّنِب
:ل
َ ح الّرْوَثَة َوَقا َ طَر
َ ن َو َ جَرْي
ْ َك الح َس َ حَماٍر َفأْمِ ن َوَرْوَثِة
ِ جَرْيْح
َ ت َلُهُ جْد َ َفَو
ٌ ج
س ْ ي ِرَ ِه
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud bersuci setelah buang hajat.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Carikanlah tiga buah
batu untukku.” Kemudian aku mendapatkan dua batu dan kotoran keledai.
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil dua batu dan membuang
kotoran tadi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kotoran ini
termasuk najis”.” [17]
Hal ini menunjukkan bahwa kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya
semacam kotoran keledai jinak adalah najis.
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa tidak semua yang kotor pada wujudnya itu
najis, kecuali ada nash yang menerangkan kenajisannya. Misalnya tahi cecak, tidak
ada nash xang menunjukkan kenajisannya, maka itu bukan najis. Namun bila
dikatakan kotoran (sesuatu yang kotor) maka tahi cecak itu memang termasuk
kotoran.
Hal lain yang berkaitan dengan masalah ini adalah kencing unta. Seperti kita
ketahui, kencing unta adalah kotoran, namun bukan najis. Bahkan ada riwayat dari
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memerintahkan untuk minum air kencing unta, sebagaimana tertera
dalam Shahihain (Shahih Bukhari no. 233) dan Shahih Muslim no. 1671 dan
lainnya:
"Sekelompok orang dari Bani 'Akl (Bani 'Urainah) datang menemui Nabi. Namun
mereka merasa tidak betah tinggal di Madinah karena sakit yang menimpa mereka,
maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar didatangkan
seekor unta betina yang banyak susunya dan menyuruh mereka minum air kencing
dan susunya. Lalu mereka beranjak melakukannya.
Ketika telah sehat, mereka membunuh penggembala ternak Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dan meminum susu ternak itu. Datanglah berita tentang peristiwa itu
menjelang siang sehingga Rasulullah memerintahkan untuk mengikuti jejak mereka.
Pada siang harinya mereka didatangkan ke hadapan Nabi, lalu beliau
memerintahkan agar dipotong tangan dan kaki mereka, dicungkili matanya, dan
dilemparkan ke tengah padang pasir. Mereka meminta-minta minum, namun tidak
diberi minum."
http://telagasunnah.blogspot.com/2009/10/najiskah-kotoran-hewan.html