Anda di halaman 1dari 5

Hukum memandikan jenazah

Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, artinya jika sudah ada satu orang yang
memandikan jenazah, maka kewajiban bagi yang lain telah gugur.

Sebaliknya, jika belum ada seorang pun yang menanganinya maka semua orang di kampung atau
di desa itu berkewajiban melakukannya (baca: memandikan jenazah yang ada di desa atau di
kampung tersebut).

Dalil wajibnya memandikan jenazah

Dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya memandikan jenazah, antara lain:

1. Hadits dari Ummi Athiyyah al-Anshariyyah ra., diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di
antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi. Berikut bunyi hadits
tersebut:

‫سا أَ ْو أ َ ْكث َ َر ِم ْن ذَلِكَ ِإ ْن َرأ َ ْيت ُ َّن ذَلِكَ ِب َماءٍ َو ِسد ٍْر َواجْ َع ْلنَ فِي‬ ً ‫ت ا ْبنَتَهُ فَقَا َل اَ ْغس ِْلنَ َها ث َ َلثًا أ َ ْو َخ ْم‬ ِ َ‫ي ﷺ ِحيْنَ ت ُ ُوفِي‬ ُّ ‫دَ َخ َل َعلَ ْينَا النَّ ِب‬
‫ار ُه‬ َ‫ز‬ ‫إ‬ ‫ي‬ ‫ن‬‫غ‬ْ َ ‫ت‬ ‫ه‬ ‫َّا‬
َ ِ ِ ُ ِ َ ْ ِ َ ُ َ ِ ‫ي‬‫إ‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ن‬
َ ‫ر‬ ‫ع‬‫ش‬ْ َ ‫أ‬ ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ‫ه‬‫و‬‫ق‬ْ ‫ح‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫ا‬ َ
‫ط‬ ‫ع‬ َ
ْ ُ ‫أ‬ َ ‫ف‬ ‫ه‬‫ا‬ َّ ‫ن‬َ ‫ذ‬ ‫آ‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫غ‬ْ ‫ر‬ َ
َ َّ‫ف‬ ‫ا‬ ‫م‬َ ‫ل‬ َ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫ن‬َّ
ِ ِ ‫ن‬‫ذ‬َ ‫آ‬ َ ‫ف‬ َّ
‫ن‬ ُ ‫ت‬‫غ‬ْ ‫ر‬َ ‫ف‬ ‫ا‬َ
َ ِ ٍ ْ ‫ذ‬ ‫إ‬ َ ‫ف‬ ‫ر‬ ‫و‬ ُ ‫ف‬ ‫َا‬
‫ك‬ ‫ن‬ْ ‫م‬ ‫ا‬ً ‫ئ‬‫ي‬‫ش‬َ ‫و‬َ
ِ ْ ْ ‫ْاْل ِخ َر ِة كَافً ْو ًرا‬
‫أ‬

Ummu Athiyah berkata, bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal,
beliau bersabda, “Mandikanlah ia tiga, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu
perlu, dengan air atau daun bidara, jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari
kapur, jika kalian selesai memandikan, beritahu aku.” Ketika kami sudah selesai, kami pun
memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya
sambil bersabda, “Selimutilah ia dengan selendang itu.”

2. Hadits dari Abdullah Ibnu ‘Abbas ra., diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya
ialah Imam al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa`i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan
al-Bazzar. Berikut bunyi hadits tersebut:

‫ي ﷺ اِ ْغ ِسلُ ْوهُ ِب َماءٍ َو ِسد ٍْر َوك َِفنُ ْوهُ ِفى ثَ ْو َبي ِْن‬ َ َ‫أ َ َّن َر ُجلً َوق‬
ُّ ‫صهُ َب ِعي ُْرهُ َونَحْ نُ َم َع النَّ ِبي ِ ﷺ َوه َُو ُمحْ ِر ٌم فَقَا َل النَّ ِب‬

Seorang lelaku berihram (haji) dijatuhkan untanya dan ia meninggal karena patah tulang
lehernya, dan kami bersama Nabi ‫ﷺ‬, kemudian Nabi bersabda, “Mandikanlah ia dengan air dan
daun bidara, dan kafankanlah ia dengan dua kain (ihram).”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum memandikan jenazah
adalah fardhu kifayah.

Siapa saja yang jenazahnya wajib dimandikan?

Jenazah yang wajib dimandikan adalah jenazah yang memenuhi persyaratan berikut:

1. Jenazah seorang muslim atau muslimah.


2. Ada tubuhnya.
3. Kematiannya bukan kategori mati syahid (mati berjihad membela Islam).
4. Bukan bayi yang meninggal karena keguguran.

Siapa saja yang jenazahnya tidak boleh dimandikan?

Jika sebelumnya kita telah mempelajari jenazah yang wajib dimandikan, maka sekarang kita
akan mempelajari jenazah yang tidak boleh dimandikan.

Ada dua jenazah yang tidak dimandikan, yaitu orang yang mati syahid (gugur saat berperang
melawan orang kafir dalam rangka membela agama Islam), dan bayi yang meninggal keguguran
saat di dalam kandungan. Kedua jenazah ini tidak boleh dimandikan dan juga tidak boleh
dishalati, melainkan cukup dikafankan dan dikuburkan.

Syarat orang yang akan memandikan jenazah?

Orang yang bertugas memandikan jenazah tidak boleh sembarangan, melainkan harus memiliki
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Muslim.
2. Berakal.
3. Balig.
4. Jujur dan saleh.
5. Terpercaya, amanah, tahu hukum memandikan jenazah, tahu tata cara memandikan
jenazah, dan mampu menutupi aib si jenazah.

Siapakah yang harus memandikan jenazah?

Sudah diketahui sebelumnya bahwa hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah. Artinya,
siapa pun berhak memandikannya, selama memenuhi syarat. Walau demikian, terdapat urutan
mengenai siapa yang paling berhak dalam memandikan jenazah. Penjelasan tentang urutan
tersebut adalah sebagai berikut:

Jika jenazahnya laki-laki, maka urutannya:

1. Laki-laki yang masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua, atau kakek.
2. Istri. Seorang istri diperbolehkan memandikan jenazah suaminya.
3. Laki-laki lain yang tidak ada hubungan kekerabatan.
4. Perempuan yang masih mahram (haram dinikahi oleh si jenazah semasa masih hidup).

Jika jenazahnya perempuan, maka urutannya:

1. Suami. Seorang suami paling berhak memandikan istrinya, karena suami diperbolehkan
melihat semua anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali.
2. Perempuan yang masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua atau nenek.
3. Perempuan yang tidak ada hubungan keluarga.
4. Laki-laki yang masih mahram (haram menikah dengan si jenazah semasa masih hidup).
Yang harus dilakukan sebelum mulai memandikan jenazah

Sebelum memandikan jenazah, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Apa saja?
1. Menyiapkan ruangan tertutup

Dipersiapkannya ruangan tertutup agar tidak ada orang lain yang melihat jenazah yang sedang
dimandikan.
2. Menyiapkan peralatan

Peralatan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut:

 Tempat atau alas untuk memandikan jenazah. Usahakan agar tempat atau alas pemandian
agak miring ke arah kakinya, tujuannya agar air dan semua yang keluar dari jasadnya bisa
mengalir ke bawah dengan mudah.
 Air secukupnya
 Sabun
 Air kapur barus
 Wangi-wangian
 Sarung tangan untuk memandikan
 Potongan atau gulungan kain kecil-kecil
 Kain basahan
 Handuk

Setelah tempat dan peralatan yang dibutuhkan tersedia, maka tibalah saatnya memandikan
jenazah.

Tata Cara Memandikan Jenazah

Setelah berniat, yang selanjutnya dilakukan ialah memeriksa kuku jenazah. Apabila kukunya
panjang, hendaknya kuku tersebut dipotong sehingga memiliki ukuran panjang yang normal.

Selanjutnya, memeriksa bulu ketiaknya. Bila panjang, hendaknya dicukur. Khusus bulu
kemaluan, jangan dicukur, karena itu termasuk aurat besar.

Selanjutnya, kepala jenazah diangkat sampai setengah duduk, lalu perutnya ditekan agar kotoran
keluar semua.

Selanjutnya, siram seluruh tubuh jenazah hingga kotoran yang keluar dari dalam perut tidak ada
yang menempel di tubuh jenazah.

Setelah itu, bersihkan qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang) jenazah agar
tidak ada kotoran yang menempel di sekitar bagian tersebut.

Dalam membersihkan qubul dan dubur jenazah, pastikan petugas menggunakan sarung tangan
supaya petugas tidak perlu menyentuh kemaluan jenazah secara langsung.
Setelah mengeluarkan kotoran dari dalam perut, langkah selanjutnya ialah membasuh jenazah.

Dalam membasuh jenazah mulailah dari anggota tubuh sebelah kanan, mulai dari kepala, leher,
dada, perut, paha sampai kaki paling ujung.

Saat membasuh jenazah, sambil dituangkan air ke tubuh jenazah, bagian tubuh jenazah juga
digosok dengan menggunakan sarung tangan atau kain handuk yang halus.

Pastikan saat menggosok badan jenazah, tidak dilakukan dengan kasar atau keras, melainkan
dengan lembut.

Memandikan jenazah boleh dilakukan lebih dari satu kali, tergantung kebutuhan.

Setelah jenazah dimandikan, kemudian petugas ‘mewudhui’ jenazah tersebut sebagaimana


wudhu yang biasa dilakukan sebelum shalat.

Namun, perlu diingat, dalam ‘mewudhui’ jenazah, petugas tidak perlu memasukkan air ke dalam
hidung dan mulut jenazah, tetapi petugas cukup membasahi jari yang dibungkus dengan kain
atau sarung tangan, lalu jari tersebut digunakan untuk membersihkan bibir jenazah, menggosok
gigi dan kedua lubang hidung jenazah hingga bersih.

Selanjutnya, petugas menyela jenggot dan mencuci rambut jenazah menggunakan air perasan
daun bidara, lalu sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur tubuh
jenazah.

Setelah proses pemandian jenazah selesai dilakukan, jenazah dikeringkan dengan handuk.
Sampai sini, proses pemandian jenazah sudah selesai dan langkah selanjutnya ialah mengkafani
jenazah.

Kewajiban setelah memandikan jenazah

Setelah memandikan jenazah, ada kewajiban lain yang harus dilakukan oleh petugas yang
memandikan jenazah, yaitu apabila si petugas menemukan aib pada saat memandikan jenazah,
maka ia wajib menjaga aib si jenazah dengan tidak menceritakannya ke orang lain.

Niat memandikan dan mewudhukan jenazah

Berikut adalah niat memandikan jenazah laki-laki;

ُ‫ت َع ْن اَدَا ًء ْالغُ ْس َل ن ََويْت‬ ْ َ‫تَ َعالَى للِ هذ‬


ِ ‫اال َم ِي‬

Nawaitul ghusla ada-an ‘an hadzal mayyiti lillahi ta’ala


“Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (laki-laki) ini karena Allah
Ta’ala”
Berikut adalah niat memandikan jenazah perempuan;

ُ‫تَ َعالَى للِ ْال َم ِيت َ ِة ه ِذ ِه َع ْن اَدَا ًء ْالغُ ْس َل ن ََويْت‬

Nawaitul ghusla ada-an ‘an hadzihil mayyitati lillahi ta’ala


“Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari jenazah (perempuan) ini karena Allah
Ta’ala”

Berikut adalah lafal niat mewudhukan jenazah laki-laki;

ُ‫ت لِهٰ ذَا ْال ُوض ُْو َء ن ََويْت‬


ِ ِ‫تَعَا َلى ِ ٰلِلِ ْال َمي‬

Nawaitul wudhu-a li hadzal mayyiti lillahi ta’ala


Saya niat wudu untuk mayit (laki-laki) ini karena Allah Ta’ala
Berikut adalah lafal niat mewudukan jenazah perempuan;

ُ‫تَ َعا َلى ِ ٰلِلِ ْال َم ِيتِ ِة لِهٰ ِذ ِه ْال ُوض ُْو َء ن ََويْت‬

Nawaitul wudhu-a li hadzihil mayyitati lillahi ta’ala


Saya niat wudu untuk mayit (perempuan) ini karena Allah Ta’ala

Anda mungkin juga menyukai