Anda di halaman 1dari 8

Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

536 days ago 0 comments Categories: fisika Tags: nuklir

Nuklir, sebuah kata yang menyirat kengerian dan


kedahsyatan. Mungkin ini gara-gara peristiwa penghancuran dua kota
Jepang, Nagasaki dan Hiroshima, yang mengakhiri perang dunia II. Kedua
kota tersebut hancur oleh dua buah bom nuklir yang bernama “Little
Boy”, aplikasi mutakhir fisika subatomik oleh para fisikawan di Amerika
Serikat. Saking traumanya kita dengan kata “nuklir”, aplikasi mutakhir
fisika subatomik lainnya yang bernama Nuclear Magnetic
Resonance (NMR) diubah menjadiMagnetic Resonance Imaging (MRI).
Tidak hanya persoalan teknologi penghancur, nuklir juga telah membawa
kenangan buruk bagi warga Eropa semenjak tragedi meledaknya
pembangkit listrik di Chernobil (Ukraina) bertenaga nuklir pada 26 April
1986. Tujuh tahun sebelumnya, tepatnya pada 28 Maret 1979,
pembangkit listrik tenaga nuklir di Three Mile Island (Pensylvania,
Amerika Serikat) telah meledak dan memberikan kenangan buruk bagi
warga Amerika Serikat khususnya dan dunia umumnya. Yang membuat
ngeri bukan pada kehancuran akibat ledakan, tetapi apa yang terjadi
setelah ledakan: makhluk hidup mengalami mutasi. Ada bayi yang
bermata satu, berkaki tiga, berjari tidak normal, dan semua yang aneh-
aneh lainnya. Wilayah tempat terjadi kecelakaan harus disterilkan (tidak
boleh dimasukki) untuk waktu beratus-ratus tahun lamanya.
Kenapa sebegitunya? Inilah yang dalam fisika disebut peristiwa
“peluruhan” (decay). Ada sejumlah zat di alam ini yang tidak stabil,
disebut zat radioaktif, dan untuk mencapai kestabilan dia berubah bentuk
dengan cara memancarkan sejumlah massanya ke lingkungan (peristiwa
ini disebut meluruh). Zat yang dipancarkan dikategorikan dalam tiga jenis
sinar: sinar alpha, sinar beta, dan sinar gamma. Ketiga sinar ini dapat
berinteraksi dengan materi lain dan dalam dosis tertentu dapat
mengionkan materi lain tersebut. Misalnya selembar kertas yang awalnya
tidak bermuatan dapat menjadi bermuatan setelah dikenai sinar radioaktif
pada dosis tertentu. Hasil interaksi akan menjadi lebih mengerikan ketika
sinar radioaktif ini berinteraksi dengan materi hidup seperti jaringan kulit
dan DNA tubuh kita.
Kalau sebegitu mengerikannya, kenapa orang masih getol ingin
memanfaatkan nuklir seperti dalam bidang medis dan pembangkit listrik?
Jawabanya sederhana: karena tokoh-tokoh di dunia subatomik (seperti
inti atom) mengandung energi yang dahsyat yang dibutuhkan
manusiauntuk aktivitas sehari-harinya. Pertanyaannya: how to get the
energy safely and efficiently?
Nuklir untuk pembangkit listrik

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Susquehanna, Pensylvania, Amerika


Serikat
Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), misalnya, mengupayakan untuk
mengambil energi yang dilepas ketika sebuah inti atom pecah menjadi inti
atom yang lebih kecil (disebut reaksi fisi). Tempat terjadinya reaksi ini di
dalam PLTN disebut reaktor. Reaksi tersebut harus dapat dikontrol oleh
operator (manusia), jika tidak maka terjadi reaksi berantai yang tak-
terkendali dan dapat berakibat fatal (seperti meledak).
Inti atom yang dipecah berasal dari atom yang tidak stabil (radioaktif)
seperti Uranium-235 (U-235). U-235 adalah isotop Uranium yang sangat
sensitif terhadap reaksi berantai. Dalam teknik nuklir, partikel yang
mampu memberikan reaksi berantai ini disebut fissile. Angka 235 adalah
nomor massa atom yang menunjukkan jumlah proton dan neutron dalam
intinya. Proton dan neutron adalah partikel penyusun inti atom, disebut
nukelon.

Reaksi berantai dari U-235.


Untuk menghasilkan reaksi berantai, inti atom U-235 ditembak oleh
sebuah neutron yang bergerak lambat (disebut “slow neutron” atau juga
“thermal neutron“). Kecepatan gerak neutron sesungguhnya dapat diatur,
tapi telah dihitung sedemikian rupa sehingga reaksi berantai dari gerakan
neutron yang lambat lebih mudah dikontrol. Ketika slow neutron
mengenai targetnya, yaitu inti atom U-235, inti atom pecah menjadi dua
buah inti atom yang lain dan sejumlah neutron. Neutron-neutron hasil
dari reaksi ini akan mengenai inti atom-inti atom U-235 lainnya dan
begitu seterusnya. Inilah yang disebut “reaksi berantai” (chain reaction).
Saya ulangi lagi, reaksi berantai harus dapat dikendalikan oleh operator,
dan oleh karena itulah kecepatan neutron pertama yang ditembakkan
harus rendah supaya reaksi berantai yang dihasilkan dapat dikendalikan.
Dalam bom nuklir, jutru dibutuhkan reaksi berantai yang tak-terkontrol
sehingga energi yang dihasilkan sangat besar.
Mari kita sedikit berhitung. Energi kinetik slow neutron yang biasa
ditembakkan adalah sekitar 7,5 MeV — MeV adalah Mega electronVolt,
sebuah satuan energi dengan 1 eV = 1,6 x 10 19 joule, sangat kecil! Energi
hasil reaksi fisi adalah 8,4 MeV. Perbedaan 0,9 MeV per nukleon berasal
dari energi yang dilepas oleh reaksi fisi. Energi ini berasal dari energi ikat
antarnukleon di dalam inti. Dengan demikian, total energi yang dilepas
setiap reaksi fisi U-235 adalah jumlah nukleon dikali energi per nukleon,
yaitu 235 x 0.9 MeV atau sekitar 200 MeV per satu inti atom.
Kecil? Ya, angka yang kecil. Tapi jangan lupa, perhitungan di atas adalah
untuk satu inti atom U-235, yang mana massa satu inti atom U-235
sekitar (pembulatan) 3,9 x 10-22 gram. Artinya, 1 gr U-235 mengandung
sekitar 1/3,9×10-22 =
2,8 x 1021 buah inti atom U-235. Jika semua bereaksi dalam reaktor,
maka dihasilkan energi sejumlah 200 x 2,8 x 10 21 MeV = 5,6 x 1023 MeV
— atau sekitar 8,9 Megajoule. Energi sebanyak ini dapat dihasilkan oleh
pembakaran batu bara sebanyak 2650 ton kg batu bara!!! (Jangan lupa,
selain energi batu bara juga menghasilkan polusi.)

Prinsip dasar kerja PLTN

Nah, berikut ini hal yang menarik: bagaimana mengubah energi sebanyak
itu menjadi listrik dalam sebuah PLTN? Jawabannya cukup
mencengangkan, atau mungkin mengecewakan bagi sebagian kita: energi
sejumlah itu dipakai untuk mendidihkan segentong air sehingga menjadi
uap. Uap itu kemudian dialirkan lewat pipa-pipa yang kemudian dapat
menggerakkan turbin-turbin. Di belakang turbin ada generator yang
bekerja seperti sebuah dinamo raksasa yang bertugas mengubah energi
gerak mekanik menjadi energi listrik. (Berbeda dengan motor yang
mengubah energi listrik menjadi energi gerak mekanik, atau enjin yang
mengubah energi hasil pembakaran menjadi energi gerak mekanik).
Proses awal yang “very high technology” ternyata diakhiri oleh “very old-
style conventional technology“, hehehe.
Secara sederhana, skematik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Reaksi fisi berantai terjadi di reaktor (C), dengan bahan bakar  U-235
dalam bentuk batangan (kira-kira sepanjang 2,5 cm). Batangan U-235
dikontrol oleh batang pengontrol (B). Operator menaikturunkan batang
pengontrol ini untuk mengontrol kecepatan reaksi berantai. Batang turun
berarti semakin cepat reaksi terjadi, begitu juga sebaliknya.
Energi yang dihasilkan oleh reaksi fisi dibawa dalam bentuk panas oleh
fluida khusus ke tabung air (D). Panas ini mendidihkan air yang uapnya
dibawa oleh pipa untuk menggerakkan turbin (H). Di belakang turbin ada
generator (G) yang mengubah energi gerak mekanik menjadi listrik.
Uap air yang telah menggerakkan turbin kehilangan panasnya dan
berubah kembali menjadi air. Untuk mempercepat proses pendinginan, air
dingin dari menara air (J) disalurkan lewat pipa (I). Air yang telah dingin
dipompa ke (D). Begitu seterusnya.
Mekanisme turbin dan generator yang mengubah energi mekanik menjadi
energi listrik adalah pembahasan tersendiri.
Jadi sesungguhnya cuma ada tiga jenis pembangkit listrik: bertenaga air
(turbin digerakkan oleh air), bertenaga uap (digerakkan oleh uap air),
dan bertenaga angin (turbin digerakkan oleh air). Permasalahannya
adalah: dari mana mendapatkan air, uap, dan angin tersebut.

PLTN di mata dunia

Kemudian, kenapa PLTN tetap menjadi idola? Pertimbangan utama adalah


efisiensinya yang sangat tinggi. Satu gram U-235 setara dengan 2650
batu bara! Edan. Efisiensi selalu terkait dengan biaya produksi yang
ujung-ujungnya pasti bicara soal keuntungan. Semakin efisiensi sebuah
proses, semakin banyak keuntungan (baik finansial maupun teknologi)
yang didapat. Selanjutnya adalah hukum ekonomi yang berbicara.
Alasan kedua adalah ramah lingkungan. Batu bara, minyak bumi, dan gas
alam dapat berberan sebagai bahan bakar untuk mendidihkan air, tapi
mereka semua penghasil polusi udara. Nuklir tidak memberikan polusi
udara, kecuali limbah radioaktif yang dapat dikelola dengan teknik
tersendiri. (Limbah radioaktif menjadi topik khusus untuk diperdebatkan.)
Alasan ketiga adalah keamanan. Lho, kok? Teknologi PLTN jauh lebih
canggih daripada pembangkit listrik lainnya. Prinsip dalam teknik adalah:
semakin canggih, semakin aman. Jadi, seharusnya PLTN jauh lebih aman
daripada yang lain. Kecelakaan Chernobyl dan Three Miles Island murni
kesalahan operator, bukan kegagalan reaktor
Bahaya Nuklir

Bencana di Jepang memicu kekhawatiran akan adanya kebocoran reaktor nuklir seperti yang terjadi
di Chernobyl tahun 1986. Dampak radiasi bermacam-macam, ada yang bisa dirasakan seketika dan
ada yang baru muncul dalam jangka panjang.

Kebocoran reaktor nuklir terburuk dalam sejarah terjadi di Chernobyl, Ukraina pada April 1986.
Selain memicu evakuasi ribuan warga di sekitar lokasi kejadian, dampak kesehatan masih dirasakan
para korban hingga bertahun-tahun kemudian misalnya kanker, gangguan kardiovaskular dan bahkan
kematian.

Secara alami, tubuh manusia memiliki mekanisme untuk melindungi diri dari kerusakan sel akibat
radiasi maupun pejanan zat kimia berbahaya lainnya. Namun seperti dikutip dari Foxnews, radiasi
pada tingkatan tertentu tidak bisa ditoleransi oleh tubuh dengan mekanisme tersebut.

Editor kesehatan dari Foxnews Health, Dr Manny Alvarez mengatakan ada 3 faktor yang
mempengaruhi dampak radiasi nuklir. Ketiganya meliputi total radiasi yang dipejankan, seberapa
dekat dengan sumber radiasi dan yang terakhir adalah seberapa lama korban terpejan oleh radiasi.

Ketiga faktor tersebut akan menentukan dampak apa yang akan dirasakan para korban. Radiasi yang
tinggi bisa langsung memicu dampak sesaat yang langsung bisa diketahui, sementara radiasi yang
tidak disadari bisa memicu dampak jangka panjang yang biasanya malah lebih berbahaya.

Dampak sesaat atau jangka pendek akibat radiasi tinggi di sekitar reaktor nuklir antara lain sebagai
berikut.

1. Mual muntah
2. Diare
3. Sakit kepala
4. Demam.

Sementara itu, dampak yang baru muncul setelah terpapar radiasi nuklir selama beberapa hari di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Pusing, mata berkunang-kunang
2. Disorientasi atau bingung menentukan arah
3. Lemah, letih dan tampak lesu
4. Kerontokan rambut dan kebotakan
5. Muntah darah atau berak darah
6. Tekanan darah rendah
7. Luka susah sembuh.

Dampak kronis alias jangka panjang dari radiasi nuklir umumnya justru dipicu oleh tingkat radiasi
yang rendah sehingga tidak disadari dan tidak diantisipasi hingga bertahun-tahun. Beberapa dampak
mematikan akibat paparan radiasi nuklir jangka panjang antara lain sebagai berikut.

1. Kanker
2. Penuaan dini
3. Gangguan sistem saraf dan reproduksi
4. Mutasi genetik.
5. Kematian.

By The Way, buat yang belom tau mutasi gen, kayak begini yang Namanya MUTASI GEN itu (Foto ini
adalah Foto-Foto saat Kebocoran Nuklir di Chernobyl) :
Yang ini sebenernya kalo diperhatikan baik-baik Mereka semua ada dalam 1 Tubuh yang sama
 

Anda mungkin juga menyukai