Anda di halaman 1dari 4

Nuklir, sebuah kata yang menyirat kengerian dan kedahsyatan.

Mungkin ini gara-gara peristiwa


penghancuran dua kota Jepang, Nagasaki dan Hiroshima, yang mengakhiri perang dunia II.
Kedua kota tersebut hancur oleh dua buah bom nuklir yang bernama “Little Boy”, aplikasi
mutakhir fisika subatomik oleh para fisikawan di Amerika Serikat. Saking traumanya kita
dengan kata “nuklir”, aplikasi mutakhir fisika subatomik lainnya yang bernama Nuclear
Magnetic Resonance (NMR) diubah menjadi Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tidak hanya persoalan teknologi penghancur, nuklir juga telah membawa kenangan buruk bagi
warga Eropa semenjak tragedi meledaknya pembangkit listrik di Chernobil (Ukraina) bertenaga
nuklir pada 26 April 1986. Tujuh tahun sebelumnya, tepatnya pada 28 Maret 1979, pembangkit
listrik tenaga nuklir di Three Mile Island (Pensylvania, Amerika Serikat) telah meledak dan
memberikan kenangan buruk bagi warga Amerika Serikat khususnya dan dunia umumnya. Yang
membuat ngeri bukan pada kehancuran akibat ledakan, tetapi apa yang terjadi setelah ledakan:
makhluk hidup mengalami mutasi. Ada bayi yang bermata satu, berkaki tiga, berjari tidak
normal, dan semua yang aneh-aneh lainnya. Wilayah tempat terjadi kecelakaan harus disterilkan
(tidak boleh dimasukki) untuk waktu beratus-ratus tahun lamanya.
Kenapa sebegitunya? Inilah yang dalam fisika disebut peristiwa “peluruhan” (decay). Ada
sejumlah zat di alam ini yang tidak stabil, disebut zat radioaktif, dan untuk mencapai kestabilan
dia berubah bentuk dengan cara memancarkan sejumlah massanya ke lingkungan (peristiwa ini
disebut meluruh). Zat yang dipancarkan dikategorikan dalam tiga jenis sinar: sinar alpha, sinar
beta, dan sinar gamma. Ketiga sinar ini dapat berinteraksi dengan materi lain dan dalam dosis
tertentu dapat mengionkan materi lain tersebut. Misalnya selembar kertas yang awalnya tidak
bermuatan dapat menjadi bermuatan setelah dikenai sinar radioaktif pada dosis tertentu. Hasil
interaksi akan menjadi lebih mengerikan ketika sinar radioaktif ini berinteraksi dengan materi
hidup seperti jaringan kulit dan DNA tubuh kita.
Kalau sebegitu mengerikannya, kenapa orang masih getol ingin memanfaatkan nuklir seperti
dalam bidang medis dan pembangkit listrik? Jawabanya sederhana: karena tokoh-tokoh di dunia
subatomik (seperti inti atom) mengandung energi yang dahsyat yang dibutuhkan manusiauntuk
aktivitas sehari-harinya. Pertanyaannya: how to get the energy safely and efficiently?

Nuklir untuk pembangkit listrik

Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), misalnya, mengupayakan untuk mengambil energi
yang dilepas ketika sebuah inti atom pecah menjadi inti atom yang lebih kecil (disebut reaksi
fisi). Tempat terjadinya reaksi ini di dalam PLTN disebut reaktor. Reaksi tersebut harus dapat
dikontrol oleh operator (manusia), jika tidak maka terjadi reaksi berantai yang tak-terkendali dan
dapat berakibat fatal (seperti meledak).
Inti atom yang dipecah berasal dari atom yang tidak stabil (radioaktif) seperti Uranium-235 (U-
235). U-235 adalah isotop Uranium yang sangat sensitif terhadap reaksi berantai. Dalam teknik
nuklir, partikel yang mampu memberikan reaksi berantai ini disebut fissile. Angka 235 adalah
nomor massa atom yang menunjukkan jumlah proton dan neutron dalam intinya. Proton dan
neutron adalah partikel penyusun inti atom, disebut nukelon.

Reaksi berantai dari U-235.


Untuk menghasilkan reaksi berantai, inti atom U-235 ditembak oleh sebuah neutron yang
bergerak lambat (disebut “slow neutron” atau juga “thermal neutron“). Kecepatan gerak neutron
sesungguhnya dapat diatur, tapi telah dihitung sedemikian rupa sehingga reaksi berantai dari
gerakan neutron yang lambat lebih mudah dikontrol. Ketika slow neutron mengenai targetnya,
yaitu inti atom U-235, inti atom pecah menjadi dua buah inti atom yang lain dan sejumlah
neutron. Neutron-neutron hasil dari reaksi ini akan mengenai inti atom-inti atom U-235 lainnya
dan begitu seterusnya. Inilah yang disebut “reaksi berantai” (chain reaction).
Saya ulangi lagi, reaksi berantai harus dapat dikendalikan oleh operator, dan oleh karena itulah
kecepatan neutron pertama yang ditembakkan harus rendah supaya reaksi berantai yang
dihasilkan dapat dikendalikan. Dalam bom nuklir, jutru dibutuhkan reaksi berantai yang tak-
terkontrol sehingga energi yang dihasilkan sangat besar.
Mari kita sedikit berhitung. Energi kinetik slow neutron yang biasa ditembakkan adalah sekitar
7,5 MeV — MeV adalah Mega electronVolt, sebuah satuan energi dengan 1 eV = 1,6 x 1019
joule, sangat kecil! Energi hasil reaksi fisi adalah 8,4 MeV. Perbedaan 0,9 MeV per nukleon
berasal dari energi yang dilepas oleh reaksi fisi. Energi ini berasal dari energi ikat antarnukleon
di dalam inti. Dengan demikian, total energi yang dilepas setiap reaksi fisi U-235 adalah jumlah
nukleon dikali energi per nukleon, yaitu 235 x 0.9 MeV atau sekitar 200 MeV per satu inti atom.
Kecil? Ya, angka yang kecil. Tapi jangan lupa, perhitungan di atas adalah untuk satu inti atom
U-235, yang mana massa satu inti atom U-235 sekitar (pembulatan) 3,9 x 10-22 gram. Artinya, 1
gr U-235 mengandung sekitar 1/3,9×10-22 =
2,8 x 1021 buah inti atom U-235. Jika semua bereaksi dalam reaktor, maka dihasilkan energi
sejumlah 200 x 2,8 x 1021 MeV = 5,6 x 1023 MeV — atau sekitar 8,9 Megajoule. Energi sebanyak
ini dapat dihasilkan oleh pembakaran batu bara sebanyak 2650 ton kg batu bara!!! (Jangan lupa,
selain energi batu bara juga menghasilkan polusi.)

Prinsip dasar kerja PLTN

Nah, berikut ini hal yang menarik: bagaimana mengubah energi sebanyak itu menjadi listrik
dalam sebuah PLTN? Jawabannya cukup mencengangkan, atau mungkin mengecewakan bagi
sebagian kita: energi sejumlah itu dipakai untuk mendidihkan segentong air sehingga menjadi
uap. Uap itu kemudian dialirkan lewat pipa-pipa yang kemudian dapat menggerakkan turbin-
turbin. Di belakang turbin ada generator yang bekerja seperti sebuah dinamo raksasa yang
bertugas mengubah energi gerak mekanik menjadi energi listrik. (Berbeda dengan motor yang
mengubah energi listrik menjadi energi gerak mekanik, atau enjin yang mengubah energi hasil
pembakaran menjadi energi gerak mekanik). Proses awal yang “very high technology” ternyata
diakhiri oleh “very old-style conventional technology“,

Secara sederhana, skematik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Reaksi fisi berantai terjadi
di reaktor (C), dengan bahan bakar  U-235 dalam bentuk batangan (kira-kira sepanjang 2,5 cm).
Batangan U-235 dikontrol oleh batang pengontrol (B). Operator menaikturunkan batang
pengontrol ini untuk mengontrol kecepatan reaksi berantai. Batang turun berarti semakin cepat
reaksi terjadi, begitu juga sebaliknya.
Energi yang dihasilkan oleh reaksi fisi dibawa dalam bentuk panas oleh fluida khusus ke tabung
air (D). Panas ini mendidihkan air yang uapnya dibawa oleh pipa untuk menggerakkan turbin
(H). Di belakang turbin ada generator (G) yang mengubah energi gerak mekanik menjadi listrik.
Uap air yang telah menggerakkan turbin kehilangan panasnya dan berubah kembali menjadi air.
Untuk mempercepat proses pendinginan, air dingin dari menara air (J) disalurkan lewat pipa (I).
Air yang telah dingin dipompa ke (D). Begitu seterusnya.
Mekanisme turbin dan generator yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik adalah
pembahasan tersendiri.
Jadi sesungguhnya cuma ada tiga jenis pembangkit listrik: bertenaga air (turbin digerakkan oleh
air), bertenaga uap (digerakkan oleh uap air), dan bertenaga angin (turbin digerakkan oleh air).
Permasalahannya adalah: dari mana mendapatkan air, uap, dan angin tersebut.

PLTN di mata dunia

Kemudian, kenapa PLTN tetap menjadi idola? Pertimbangan utama adalah efisiensinya yang
sangat tinggi. Satu gram U-235 setara dengan 2650 batu bara! Edan. Efisiensi selalu terkait
dengan biaya produksi yang ujung-ujungnya pasti bicara soal keuntungan. Semakin efisiensi
sebuah proses, semakin banyak keuntungan (baik finansial maupun teknologi) yang didapat.
Selanjutnya adalah hukum ekonomi yang berbicara.
Alasan kedua adalah ramah lingkungan. Batu bara, minyak bumi, dan gas alam dapat berberan
sebagai bahan bakar untuk mendidihkan air, tapi mereka semua penghasil polusi udara. Nuklir
tidak memberikan polusi udara, kecuali limbah radioaktif yang dapat dikelola dengan teknik
tersendiri. (Limbah radioaktif menjadi topik khusus untuk diperdebatkan.)
Alasan ketiga adalah keamanan. Lho, kok? Teknologi PLTN jauh lebih canggih daripada
pembangkit listrik lainnya. Prinsip dalam teknik adalah: semakin canggih, semakin aman. Jadi,
seharusnya PLTN jauh lebih aman daripada yang lain. Kecelakaan Chernobyl dan Three Miles
Island murni kesalahan operator, bukan kegagalan reaktor.
Berapa banyak dunia menggunakan PLTN sekarang? B
As of July 2008, there were more than 430 operating nuclear power plants and, together, they
provided about 15 percent of the world’s electricity in 2007. Of these 31 countries, some depend
more on nuclear power than others. For instance, in France about 77 percent of the country’s
electricity comes from nuclear power [source: NEI]. Lithuania comes in second, with an
impressive 65 percent. In the United States, 104 nuclear power plants supply 20 percent of the
electricity overall, with some states benefiting more than others.
Bagaimana, tertarik dengan nuklir?

Anda mungkin juga menyukai