Anda di halaman 1dari 6

Indonesia Punya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah!

Senin, 8 Maret 2010 | 15:24 WIB

PURI YUANITA
Sebuah pembangkit listrik berbahan bakar sampah didirikan di tempat pembuangan sampah
akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Pembangkit listrik tenaga sampah tersebut
rencananya akan diresmikan 30 Maret 2010 nanti oleh Menteri Lingkungan Hidup RI Gusti
Muhammad Hatta.

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama ini tentu Anda sudah mengenal pembangkit listrik tenaga
air (PLTA), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG),
ataupun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Pembangkit listrik ini digerakkan oleh generator yang bahan bakarnya adalah gas metan.

Tapi, sudah pernahkah Anda mengenal atau setidaknya mendengar tentang pembangkit listrik
tenaga sampah (PLTS)? Yah, ternyata ada pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS). Indonesia
sudah memilikinya.

Sebuah pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) telah didirikan di tempat pembuangan sampah
akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. PLTS sendiri sebenarnya merupakan
pembangkit listrik yang digerakkan oleh gas metan yang dihasilkan oleh sampah.

“Pembangkit listrik ini digerakkan oleh generator yang bahan bakarnya adalah gas metan. Gas
metan ini gas khusus yang dihasilkan dari penguraian sampah-sampah yang ada di Bantar
Gebang ini,” papar August P L Toruan, manajer tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)
Bantar Gebang saat ditemui di Bantar Gebang, Bekasi, Senin (8/3/2010) ini.

Dari PLTS Bantar Gebang ini rencananya akan diproduksi tenaga listrik maksimum sebesar 26
megawatt. Namun, untuk realisasi awal baru 2 megawatt yang dihasilkan. “Rencananya
maksimum 26 megawatt, tapi yang selesai baru 2 megawatt. Yah, tidak bisa langsung sekaligus-
lah, bertahap. Yang penting berkelanjutan nantinya sampai selesai 26 megawatt. Tapi targetnya,
26 megawatt itu akan selesai semuanya sampai tahun 2013,” ujar August.

Rencananya, proyek pembangkit listrik bernilai total Rp 700 milyar ini akan diresmikan oleh
Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta hari ini. Namun, karena masih ada kendala
teknis peresmiannya diundur akhir Maret nanti.

“Tidak ada persoalan serius. Peresmiannya diundur hanya karena kesulitan mempertemukan
waktu antara para pejabat yang mau meresmikannya. Karena kan banyak pejabat pemerintahan
yang mau hadir nanti saat peresmian. Ada Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, pejabat dari
Pemprov, Walikota Bekasi, ada juga Dirut PLN,” ungkap August.

PLN Wajib Beli Listrik dari Energi Terbarukan


“Listrik Sampah” Lebih Murah daripada Solar
Senin, 22 Februari 2010 | 08:43 WIB

KOMPAS/AGUS SUSANTO
TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — General Manager PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) dan
Tangerang Purnomo Willy mengatakan, PLN memiliki kewajiban membeli listrik yang berasal
dari sumber energi terbarukan, seperti dari sampah. “Kami punya kewajiban membelinya, berapa
pun harganya,” kata Willy.
Willy menghitung, setidaknya pasokan listrik dari TPST itu mampu menghemat ongkos produksi
pembangkit PLN yang berbasis solar meski kapasitasnya tidak terlalu besar. Pasalnya, harga jual
listrik hasil konversi gas metan itu akan lebih murah dibanding pembangkit listrik berbasis solar.

“Dibandingkan dengan batu bara, ongkos sampah itu lebih mahal. Namun, dibandingkan solar,
bisa hemat 30-40 persen,” jelasnya.

Soal kesepakatan harga jual-beli listrik dari TPST ke PLN akan dituang pada keputusan Menteri
ESDM, setelah fasilitas tersebut beroperasi penuh. “Kami kemungkinan dapat dari Marunda.
Namun, berapa harganya kami masih belum tahu karena saat ini baru pembicaraan awal saja
dengan pemprov,” paparnya.

PLN Disjaya dan Tangerang pun berharap, pemerintah pusat maupun provinsi dapat terus
berinovasi untuk menciptakan energi terbarukan guna mendukung ketersediaan listrik di Jakarta
dan daerah sekamirnya. Adapun, beban puncak listrik di seantero Jakarta telah mencapai 5.000
MW. (Raymond Reynaldi/Kontan)

Sampah di Bantargebang Siap Dijadikan Listrik


Jumat, 12 Februari 2010 | 03:32 WIB

Jakarta, Kompas – Pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang akan memulai
uji coba produksi listrik pada 8 Maret. Listrik berdaya dua megawatt akan dibangkitkan dengan
gas metana yang dihasilkan sampah organik.

Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna, Kamis (11/2) di Jakarta Pusat, mengatakan,
listrik itu rencananya akan digunakan untuk kepentingan internal TPST Bantargebang di Bekasi.
Jika proses pembangkitan sudah stabil, produksi listrik akan ditambah.

”TPST Bantargebang ditargetkan dapat membangkitkan listrik berdaya 26 megawatt. Dengan


pasokan sampah sekitar 6.000 ton per hari, gas metana yang dihasilkan diharapkan dapat
membangkitkan listrik sesuai target,” kata Eko.

Proses produksi listrik akan dilakukan bertahap dan target bakal tercapai tahun 2011.
Rencananya, listrik yang dihasilkan TPST Bantargebang

dijual kepada PLN dan didistribusikan kepada warga dan dunia usaha di Kota Bekasi.

Lokasi TPST dulu disebut tempat pembuangan akhir (TPA). Sebelum memiliki teknologi
pengolahan sampah menjadi listrik, TPA Bantargebang menggunakan sistem penimbunan
sampah dengan tanah.

Proses pengolahan sampah menjadi listrik di TPST Bantargebang dimulai sejak April 2009.
Menurut jadwal, proses pengolahan listrik seharusnya dimulai Januari, tetapi mundur 1,5 bulan
karena masalah teknis.
Jika produksi listrik sudah sesuai target, DKI akan semakin mantap mendirikan TPST di Ciangir,
Kabupaten Tangerang, dan Marunda, Jakarta Utara.

TPST Ciangir akan dilelang pada Maret dan diperkirakan dapat beroperasi Juni 2010. Setiap hari
TPST Ciangir akan menampung sekitar 1.500 ton sampah dari Jakarta Barat.

Adapun TPST Marunda akan dibangun pada tahun 2011. TPST Marunda akan menampung
sampah dari Jakarta Utara dan diharapkan dapat menghasilkan listrik 10 megawatt.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Muhammad Sanusi, mengatakan, jika TPST
Bantargebang sudah menghasilkan listrik dan mendapatkan pemasukan dari penjualannya,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak perlu lagi membayar tipping fee kepada pengelola TPST
dan Pemerintah Kota Bekasi. Pemasukan dari hasil penjualan listrik dapat digunakan untuk
operasional pengolahan sampah dan pemasukan bagi Pemkot Bekasi.

Jumlah tipping fee yang diberikan Pemprov DKI Jakarta mencapai lebih dari Rp 100 miliar per
tahun. Uang itu diperuntukkan membantu operasional pengolahan sampah dan pemberdayaan
masyarakat di sekitar TPST.

Pembangunan TPST Marunda harus mendapat prioritas khusus karena berada di wilayah DKI.
Lokasi TPST yang berada di luar wilayah DKI membuat pembuangan sampah Jakarta sangat
bergantung pada situasi politik lokal.

”Jika pemda dan DPRD menutup TPST secara sepihak, Jakarta bakal kesulitan membuang
sampah. Selain itu, DKI tidak dapat memanfaatkan listrik yang dihasilkan sampah yang
dipasoknya,” kata Sanusi. (ECA)

TPST Bantargebang Uji Coba Produksi Listrik


Kamis, 11 Februari 2010 | 19:30 WIB

KOMPAS/ RIZA FATHONI


Sampah Bantar Gebang
JAKARTA, KOMPAS.com – Pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang
akan memulai uji coba produksi listrik pada 8 Maret mendatang. Listrik berdaya dua megawatt
akan dibangkitkan dengan gas metan yang dihasilkan oleh sampah organik.

TPST Bantargebang ditargetkan dapat membangkitkan listrik berdaya 26 megawatt.

Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna, Kamis (11/2/2010) di Jakarta Pusat
mengatakan, listrik itu rencananya akan digunakan untuk kepentingan internal TPST
Bantargebang di Bekasi. Jika proses pembangkitan sudah stabil, produksi listrik akan ditambah.

“TPST Bantargebang ditargetkan dapat membangkitkan listrik berdaya 26 megawatt. Dengan


pasokan sampah sekitar 6.000 ton per hari, gas metan yang dihasilkan diharapkan dapat
membangkitkan listrik sesuai target,” kata Eko.

Proses produksi listrik akan dilakukan secara bertahap dan target bakal tercapai pada 2011.
Rencananya, listrik yang dihasilkan TPST Bantargebang akan dijual ke PLN dan didistribusikan
kepada warga dan dunia usaha di Kota Bekasi.

Lokasi TPST, dulu disebut tempat pembuangan akhir (TPA), Bantargebang berada di Kota
Bekasi dan sampahnya berasal dari Jakarta. Sebelum memiliki teknologi pengolahan sampah
menjadi listrik, TPA Bantargebang menggunakan sistem sanitary landfill atau penimbunan
sampah dengan tanah.

Proses pengolahan sampah menjadi listrik di TPS T Bantargebang dimulai sejak April 2009.
Menurut jadwal, proses pengolahan listrik seharusnya dimulai Januari lalu tetapi mundur 1,5
bulan karena masalah teknis.

Jika produksi listrik sudah sesuai target, DKI akan semakin mantap untuk mendirikan TPST di
Ciangir, Kabupaten Tangerang, dan di Marunda Jakarta Utara.

TPST Ciangir akan dilelang pada Maret dan diperkirakan dapat beroperasi Juni 2009. TPST
Ciangir akan menampung sekitar 1.500 ton sampah dari Jakarta Barat setiap hari.

Sedangkan TPST Marunda akan dibangun pada 2011. TPST itu akan menampung sampah dari
Jakarta Utara dan diharapkan dapat menghasilkan listrik 10 megawatt.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Muhammad Sanusi mengatakan, jika TPST
Bantargebang sudah menghasilkan listrik dan mendapatkan pemasukan dari penjualannya,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak perlu lagi membayar tipping fee kepada pengelola TPST
dan Pemerintah Kota Bekasi. Pemasukan dari hasil penjualan listrik dapat digunakan untuk
operasional pengolahan sampah dan pemasukan bagi Pemkot Bekasi.
Jumlah tipping fee yang diberikan Pemprov DKI Jakarta mencapai lebih dari Rp 100 miliar per
tahun. Uang itu semula dimaksudkan untuk membantu operasional pengolahan sampah dan
pemberdayaan masyarakat sekitar TPST.

Sementara itu, kata Sanusi, pembangunan TPST Marunda harus mendapat prioritas khusus
karena berada di wilayah DKI. Lokasi TPST yang berada di luar wilayah DKI membuat
pembuangan sampah Jakarta sangat tergantung situasi politik lokal.

“Jika Pemda dan DPRD menutup TPST secara sepihak, Jakarta bakal kesulitan membuang
sampah. Selain itu, DKI tidak dapat memanfaatkan listrik yang dihasilkan sampah yang
dipasoknya,” kata Sanusi.

Anda mungkin juga menyukai