Anda di halaman 1dari 10

STUDENT CENTERED LEARNING

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN

Endang Nugraheni (heni@mail.ut.ac.id)


Universitas Terbuka

ABSTRACT

Student-centered learning is an approach to education focusing on the needs of the


students. Students are required to become more active and responsible of their own
learning. The concept of student centered learning thrives since the growing understanding
of how students actually learn. This is a shifting paradigm of conventional learning which
centered on teachers roles. This article explores the implication of student-centered learning
on the aspects of curriculum development, learning strategies, roles of teachers and
students, learning environment, and the measurement of student achievement. The impacts
of this approach on face to face learning as well as distance learning are also discussed.

Key words: student-centered learning

Proses pembelajaran secara konvensional menempatkan guru atau dosen sebagai sumber
belajar yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa atau mahasiswa.
Perkembangan penelitian mengenai bagaimana seseorang belajar mempengaruhi proses
pembelajaran konvensional yang menempatkan guru sebagai pusat belajar. Kunci perubahan
tersebut terdapat pada pemikiran bahwa siswa secara aktif membentuk pengetahuannya sendiri,
yang dikenal sebagai pemikiran konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme tersebut dalam
implementasinya melahirkan pendekatan Student Centered Learning (SCL) yaitu pembelajaran yang
berpusat pada siswa.
Walaupun pendekatan SCL telah muncul sejak lama, penerapannya pada kegiatan belajar
mengajar yang sesungguhnya terjadi secara berangsur-angsur. Di Indonesia SCL masih menjadi
topik yang populer pada saat ini terutama di kalangan pembelajaran tatap muka yang ditandai
dengan muncul dan ramainya permintaan diskusi, ceramah, dan pelatihan tentang SCL. Diskusi di
dalam jaringan internet dalam bentuk mailing list ataupun blog di kalangan pengajar juga banyak
memuat perbincangan tersebut. Perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta banyak menggunakan
istilah SCL sebagai alat promosi meningkatkan daya jual. Karena popularitasnya maka perlu adanya
penelaahan yang rinci tentang apa dan bagaimana SCL dan bagaimana implikasi penerapannya
dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara tatap muka maupun jarak jauh. Pembahasan dalam
artikel ini selanjutnya menggunakan istilah guru dan siswa dalam pengertian secara umum. Guru
juga meliputi dosen perguruan tinggi, demikian pula siswa mencakup juga mahasiswa.

PEMBELAJARAN DENGAN SCL


Pemikir seperti John Dewey, Jean Piaget, dan Lev Vygotsky (Wikipedia, 2006) yang
karyanya terfokus pada bagaimana siswa belajar, bertanggung jawab atas gerak perubahan cara
pembelajaran dari yang terpusat kepada guru menjadi terpusat kepada siswa, yaitu SCL. SCL berarti
Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

menempatkan siswa sebagai pusat dari kegiatan belajar. Pergerakan konsep tersebut didukung pula
oleh penelitian mengenai bagaimana kerja otak manusia yang menyebutkan bahwa siswa belajar
secara lebih baik dengan cara mengalami langsung dan mengontrol proses belajar tersebut
(Wikipedia, 2006).
Menurut Hall (2006) yang dikutip dalam blog Exploration on Learning, SCL adalah tentang
membantu siswa menemukan gaya belajarnya sendiri, memahami motivasi dan menguasai
keterampilan belajar yang paling sesuai bagi mereka. Hal tersebut akan sangat berharga dan
bermanfaat sepanjang hidup mereka.
Melaksanakan pendekatan SCL berarti guru perlu membantu siswa untuk menentukan
tujuan yang dapat dicapai, mendorong siswa untuk dapat menilai hasil belajarnya sendiri, membantu
mereka untuk bekerja sama dalam kelompok, dan memastikan agar mereka mengetahui bagaimana
memanfaatkan semua sumber belajar yang tersedia. Pembelajaran lebih merupakan bentuk
pengembangan diri secara keseluruhan dibandingkan kemajuan linier yang dicapai guru dengan cara
pujian dan sanksi. Kesalahan dilihat sebagai bagian konstruktif dari proses belajar dan tidak perlu
dilihat sebagai hal yang memalukan. Pendapat tersebut merupakan inti sari dari prinsip SCL yang
muncul dalam berbagai definisi SCL yang beberapa di antaranya dikemukakan sebagai berikut.
“Student-centred learning or student-centered learning is an approach to education focusing
on the needs of the students, rather than those of others involved in the educational process, such as
teachers and administrators” (Wikipedia, 2006). Lea, Stephenson, dan Troy (2003 dalam O’Neill &
McMahon, 2005) mendefinisikan SCL secara lebih luas yaitu bahwa SCL mencakup :
ketergantungan terhadap belajar aktif, penekanan terhadap belajar secara mendalam, pemahaman,
meningkatnya tanggungjawab di pihak siswa, meningkatnya perasaan otonomi pada pembelajar,
saling ketergantungan antara guru dan siswa. SCL lebih merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang refleksif baik bagi pihak siswa maupun guru.
Dalam pendekatan SCL, pembelajar memiliki tanggung jawab penuh atas kegiatan
belajarnya, terutama dalam bentuk keterlibatan aktif dan partisipasi siswa. Hubungan antara siswa
yang satu dengan yang lainnya adalah setara, yang tercermin dalam bentuk kerja sama dalam
kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
mendorong perkembangan siswa, dan bukan merupakan satu-satunya sumber belajar. Keaktifan
siswa telah dilibatkan sejak awal dalam bentuk disain belajar yang memperhitungkan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman belajar siswa yang telah didapatkan sebelumnya. Dari pengalaman
praktek yang ada, diharapkan setelah mengalami pembelajaran dengan pendekatan SCL pembelajar
akan melihat dirinya secara berbeda, dalam arti lebih memahami manfaat belajar, lebih dapat
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari, dan lebih percaya diri (O’Neill &
McMahon, 2005).
Apabila dibandingkan antara Teacher Centered Learning (TCL) dan Student Centered
Learning (SCL) maka hasilnya adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 1.

2
Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

Tabel 1. Perbandingan antara Teacher Centered Learning dan Student Centered Learning
Variabel Pendekatan Instruksional
Instruksional
Teacher centered learning Student centered learning
Hasil belajar • Informasi verbal yang secara spesifik • Informasi dan pengetahuan interdisiplin
(Learning mengacu pada bidang ilmu tertentu • Tingkat ketrampilan berpikir tinggi (problem
outcomes) • Tingkat keterampilan berpikir rendah solving)
(mengingat, mengenal, menjelaskan) • Keterampilan memproses informasi (mengakses,
• Menghafalkan suatu fakta, rumus, atau mengorganisasikan, menginterpretasikan,
besaran yang abstrak dan terpisah-pisah mengkomunikasikan informasi)
atau terkotak-kotak
Tujuan • Guru menentukan tujuan instruksional • Siswa bekerja bersama guru untuk memilih
belajar berdasarkan pengalaman, praktek yang telah tujuan belajar berdasarkan permasalahan yang
dilakukan, ataupun standar yang telah dihadapi, hal-hal yang telah dipelajari dan
ditentukan menurut kurikulum negara yang dikuasai siswa sebelumnya, ketertarikan, dan
berlaku pengalaman sebelumnya.
Strategi • Strategi belajar ditentukan oleh guru • Guru berkerja sama dengan siswa untuk
belajar • Didisain untuk kemajuan seluruh kelompok menentukan strategi belajar
dan berbasis pada kemampuan rata-rata • Didisain untuk memenuhi kecepatan dan
• Informasi terutama diatur dan diberikan oleh kebutuhan belajar mandiri setiap siswa
guru, seperti kuliah, ditambah bahan bacaan • Siswa diberikan akses langsung ke berbagai
wajib, dan tugas. sumber informasi seperti buku, database online,
sumber masyarakat.
Pengukuran • Pengukuran dilakukan untuk • Pengukuran adalah bagian integral dari proses
dan penilaian mengelompokkan siswa belajar
• Tes atau ujian diadakan untuk mengukur • Pengukuran berbasis kinerja siswa digunakan
keberhasilan siswa menguasai informasi untuk menilai kemampuan siswa
tertentu mengaplikasikan pengetahuannya
• Guru menentukan kriteria keberhasilan untuk • Siswa bersama guru bekerja sama menentukan
siswa kriteria keberhasilan
• Siswa berusaha mengetahui apa keinginan • Siswa mengembangkan keterampilan menilai diri
guru sendiri dan rekan lain atas keberhasilan belajar.
Peran guru • Guru mengatur dan mempresentasikan • Guru menyediakan berbagai cara untuk
informasi kepada siswa mengakses informasi
• Guru berperan sebagai penjaga ilmu • Guru berperan sebagai fasilitator yang
pengetahuan dan mengontrol pilihan siswa membantu siswa untuk mendapatkan dan
atas bahan belajar memproses informasi
• Guru memimpin proses belajar • Guru memfasilitasi proses belajar
Peran siswa • Siswa mengharapkan guru untuk mengajar • Siswa bertanggung jawab terhadap proses
mereka sehingga dapat lulus ujian belajar
• Siswa berperan pasif sebagai penerima • Siswa berperan aktif dalam mencari
informasi pengetahuan
• Siswa merekonstruksi pengetahuan dan • Siswa mengkonstruksi pengetahuan dan makna
informasi
Lingkungan • Siswa duduk berjajar dalam format kelas • Siswa belajar di suatu tempat dengan akses
belajar • Informasi dipresentasikan melalui kuliah, penuh kepada sumber belajar
buku, dan media lain • Siswa lebih banyak bekerja secara mandiri dan
pada waktu tertentu bekerjasama secara
kelompok kecil
Sumber: Diadaptasi dari Hirumi, (2005)

3
Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

IMPLIKASI SCL DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Dalam kenyataannya, proses belajar yang terjadi tidak hitam dan putih sebagaimana teori
yang mendasarinya. Praktek yang lebih realistis akan dapat terjadi apabila kita memandang kedua
konsep (SCL dan TCL) sebagai sebuah kontinum sebagaimana diuraikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kontinum Teacher-centered dan Student -centered


Teacher-centered Learning Student-centered Learning
Pilihan sedikit Pilihan banyak
Siswa pasif Siswa aktif
Belajar diarahkan guru Siswa mengarahkan proses belajarnya sendiri
TCL SCL

Gambar 1 bermanfaat untuk melihat seberapa jauh praktek yang telah dilakukan, bergerak
dari TCL ke SCL dalam kontinum tersebut. Setelah memahami posisi dari praktek yang dilakukan,
guru dapat menentukan bagaimana bergerak maju selanjutnya (O’Neill & McMahon, 2005). Untuk
mengimplementasikan pembelajaran SCL, perhatian harus diberikan antara lain pada aspek
pembelajaranseperti tujuan belajar dan hasil yang ingin dicapai yang tercermin dalam kurikulum,
strategi pembelajaran, peran guru, peran siswa, pengukuran hasil belajar, dan lingkungan belajar.

Implikasi SCL dalam Pengembangan Kurikulum


Berkaitan dengan implikasi terhadap pengembangan kurikulum, pembelajaran yang berfokus
pada siswa mencakup pengertian bahwa siswa memiliki pilihan tentang apa yang akan dipelajari dan
bagaimana mempelajarinya. Namun sejauh mana hal itu dapat dilaksanakan di ruang kuliah
univeritas tatap muka perlu dicermati lebih lanjut. Upaya yang dapat dilakukan adalah penstrukturan
mata kuliah menjadi bentuk modul-modul yang dapat memberikan kesempatan memilih kepada
siswa tentang pokok bahasan yang ingin mereka pelajari pada suatu waktu (O’Neill & McMahon,
2005). Selanjutnya, Donnelly dan Fitzmaurice (2005) menekankan pentingnya siswa terlibat seawal
mungkin dalam disain kurikulum. Kelemahan yang perlu dicermati adalah kecenderungan berlebih
atas konsep individualitas yang memiliki kemungkinan menjauhkan siswa dari kemampuan
kerjasama dan keterampilan sosial lainnya.
Salah satu pendekatan disain kurikulum berbasis SCL adalah Problem-Based Learning
(PBL), yang memungkinkan siswa memiliki pilihan dalam area program apa yang hendak dipelajari
(Lonka, 2000). Pendekatan tersebut memperbolehkan siswa menentukan seperangkat tujuan
pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai berbasis pada pengetahuan awal yang telah mereka miliki.
Proses PBL yang melatih siswa untuk menyelesaikan permasalahan nyata akan mendorong siswa
untuk mengetahui kesenjangan pengetahuan dan pemahamannya. Pada akhirnya, siswa akan
terlatih dan mampu menentukan tujuan belajarnya sendiri (Boud & Feletti, 1997).
Praktek yang dilakukan secara meluas berkaitan dengan disain pembelajaran adalah dengan
cara menuliskan tujuan belajar yang berfokus pada apa yang akan mampu dilakukan oleh siswa
setelah proses belajar, dan bukan pada materi apa yang akan dicakup dalam perkuliahan. Praktek
tersebut adalah contoh dari pergeseran pengembangan kurikulum yang menuju SCL, yang
cenderung menekankan pada peran siswa dibandingkan guru (Donnelly & Fitzmaurice, 2005).
Berikutnya, O’Neill dan McMahon, (2005) mencontohkan penulisan tujuan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan SCL dan yang bukan seperti yang tertera pada Tabel 3.

4
Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

Tabel 2. Contoh Tujuan Pembelajaran


Contoh Tujuan Pembelajaran SCL Contoh Tujuan Pembelajaran Konvensional
Pada akhir pembelajaran siswa akan mampu Matakuliah akan mencakup anatomi jantung manusia.
menjelaskan struktur jantung manusia.
Sumber: Diadaptasi dari O’Neill dan McMahon, (2005)

Implementasi SCL dalam Strategi Pembelajaran


Untuk dapat mengimplementasikan SCL dengan baik maka strategi belajar mengajar harus
diadaptasikan atau dipilih dari berbagai alternatif yang ada. Strategi yang dipilih tentunya yang
menekankan dan mendorong siswa lebih aktif dalam mendapatkan dan menguasai pengetahuan dan
keterampilan. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan melalui latihan di kelas, studi lapangan,
penggunaan paket computer assisted learning (CAL), dan belajar mandiri sebagaimana praktek yang
dilakukan dalam pendidikan jarak jauh (PJJ). Selain itu strategi tersebut akan membuat siswa lebih
sadar tentang apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka melakukan kegiatan belajar tersebut.
Sebagai tambahan perlu dipertimbangkan pula kegiatan yang mendorong interaksi siswa dalam
kerjasama kelompok (O’Neill & McMahon, 2005).
O’Neill dan McMahon (2005) memberikan beberapa contoh metode pembelajaran yang
dapat dipilih guru, yang tertera pada Tabel 3. Metode tersebut terbagi menjadi kegiatan di dalam
kelas dan kegiatan di luar kelas. Metode belajar tersebut, yang tentunya dapat dikombinasikan dan
diadaptasikan, dimaksudkan untuk memberi contoh ide yang dapat dilakukan oleh guru dalam
pendekatan SCL.

Tabel 3. Contoh Metode Pembelajaran SCL


Di luar kelas Di dalam kelas
Tugas mandiri Diskusi kelompok kecil (antara dua siswa )
Diskusi kelompok Diskusi dalam kelompok besar
Mentoring dengan siswa lain Mengelompokkan siswa
Debat/ diskusi Memberi kesempatan berbicara secara bergiliran
Studi lapangan Kuis
Praktek, praktikum Menulis refleksi dalam belajar
Jurnal kegiatan belajar Presentasi di dalam kelas
Computer Assissted Learning (CAL) Bermain peran
Menulis dan menelaah makalah Presentasi poster
Mengembangkan portofolio Siswa memproduksi mind map dalam kelas

Sumber: Diadaptasi dari O’Neill dan McMahon, (2005)

Peran Guru dalam Pendekatan SCL


Dalam SCL titik berat peranan beralih pada siswa sehingga guru harus menyadari bahwa
peran mereka adalah sebagai kolaborator dari proses belajar. Guru berperan sebagai fasilitator yang
membantu siswa mengakses semua sumber belajar yang ada. Guru bukan satu-satunya sumber
belajar bagi siswa. Ini merupakan peran baru yang harus dipegang oleh guru apabila mereka ingin
menerapkan SCL dengan baik.
Guru yang cenderung menggunakan pendekatan SCL memiliki karakteristik umum yang
membuat mereka menjadi guru yang efektif. Afiatin (2004) secara umum menyebutkan bahwa

5
Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

karakteristik guru tersebut antara lain mengakui dan menghargai keunikan masing-masing siswa
dengan cara mengakomodasi pemikiran siswa, gaya belajar, tingkat perkembangan, kemampuan,
bakat, persepsi diri, serta kebutuhan akademis dan non akademis siswa. Selanjutnya guru yang
efektif akan memulai pembelajaran dengan asumsi dasar bahwa semua siswa bersedia untuk belajar
dengan sebaik-baiknya.
Perubahan peran guru dari fokus utama menjadi fasilitator atau pendamping dalam SCL
tidaklah mudah. Menurut Doyle (2006) ada berbagai penyebab resistensi guru, antara lain: mereka
lebih senang menjadi pusat perhatian; ada perasaan kurang berarti karena hanya sebagai
pendamping siswa sedangkan siswa yang mengontrol seluruh kegiatan belajar; dan guru
menganggap bahwa siswa tidak dapat menangani tanggung jawab atas belajarnya sendiri. Pada
kenyataannya banyak guru yang tidak mengetahui bagaimana memegang peran yang baru tersebut.
Untuk mengatasi hambatan peralihan peran tersebut, langkah yang harus dilakukan guru
adalah mengurangi hal-hal yang biasa dilakukan seperti: ceramah, mengorganisasikan materi
pelajaran, membuat contoh, menjawab pertanyaan, merangkum diskusi, dan memecahkan
permasalahan. Disamping itu, yang harus lebih banyak dilakukan adalah mendisain aktivitas dan
tugas, memperbolehkan siswa menemukan sendiri dan belajar di antara sesamanya, dan
menciptakan suasana belajar aktif dalam kelas. Dengan kata lain guru perlu mengulangi pengalaman
proses belajarnya sendiri dan menempatkan diri sebagai siswa, sehingga siswa dapat mengalami
proses belajar yang menarik dan menyenangkan (Doyle, 2006).

Peran Siswa dalam Pendekatan SCL


Ciri utama SCL adalah siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajarnya. Siswa
memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Dalam kegiatan
belajar, guru mengajak siswa agar memahami bahwa pembelajaran adalah suatu proses konstruktif,
oleh karena itu, siswa harus mempelajari sesuatu yang relevan dan bermakna bagi diri mereka.
Selain itu siswa juga mencoba mengembangkan pengalaman belajar secara aktif, menciptakan, dan
membangun pengetahuannya sendiri, serta mengaitkan apa yang sudah diketahuinya dengan
pengalaman yang diperoleh sebelumnya (Afiatin, 2004).
Berkaitan dengan kerjasama antarsiswa maka dalam SCL sikap dan upaya tersebut sangat
penting. Dalam SCL pengalaman dan latar belakang siswa diperhitungkan sehingga
keanekaragaman pengalaman dari berbagai siswa akan memperkaya interaktivitas di dalam kelas.
Namun demikian, siswa memutuskan sendiri bagaimana bentuk kelompok belajar, siapa saja
anggotanya, dan bagaimana mereka akan berinteraksi. Siswa diharapkan memahami tanggung
jawab atas kegiatan belajarnya yang dibangun atas pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya
telah dimiliki. Selain itu, siswa memonitor kemajuan belajarnya secara teratur. Siswa bahkan dapat
dilibatkan dalam penilaian hasil belajar. Hal tersebut dapat dilakukan dalam penyelesaian tugas dan
ujian yang lebih bersifat evaluasi formatif. Dalam SCL siswa secara intrinsik lebih memiliki motivasi
diri untuk mencapai tujuan belajar yang mereka tetapkan sendiri (O’Neill & McMahon, 2005).

Implikasi Pendekatan SCL dalam Pengukuran Hasil Belajar


Berkaitan dengan pengukuran dan penilaian hasil belajar, maka praktek yang sudah terjadi
pada umumnya mengandung beberapa kelemahan, antara lain yang disebutkan oleh Black (1999)
yaitu: a) penekanan yang berlebih pada pemberian nilai akhir, sedangkan pemberian masukan dan
bimbingan yang merupakan salah satu fungsi belajar kurang ditekankan; b) siswa dibandingkan satu
dengan lainnya yang akan lebih mendorong kompetisi dibandingkan perkembangan individu. Dalam

6
Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

SCL yang menekankan agar siswa bertanggung jawab atas proses belajarnya, bentuk pengukuran
dan penilaian lebih mendekati konsep penilaian diri sendiri atau self-assessment (Black, 1999).
Pada saat ini praktek tes tertulis masih mendominasi dunia pendidikan yang terutama berupa
penilaian sumatif. Penambahan bentuk tes formatif yang lebih menekankan pada umpan balik atas
proses belajar yang telah dilakukan akan dapat mendorong proses belajar aktif sebagaimana yang
menjadi prinsip dasar SCL. Dengan mengembangkan lebih banyak tes formatif, guru dapat
memberikan fokus kepada siswa dengan cara memperjelas kesenjangan pengetahuan dan
keterampilan, serta mengidentifikasi aspek belajar yang dapat dikembangkan. Contoh tes formatif
dapat berupa umpan balik terhadap makalah, catatan tertulis atas tugas, atau nilai sepanjang tahun
yang tidak diakumulasikan menjadi nilai akhir, sebagaimana dikemukakan oleh Gibbs (dalam O’Neill
& McMahon, 2005). Metode pengukuran berbasis SCL lain yang dapat dipilih oleh guru adalah: buku
harian, jurnal, portofolio , tes mandiri, penilaian oleh sejawat, kerja kelompok, demonstrasi, dan lain
sebagainya.
Selain berbagai bentuk pengukuran tersebut, penerapan SCL dapat dilakukan pula melalui
kontrak belajar yang dinegosiasikan antara siswa dan guru yang berbasiskan kesenjangan belajar
yang dimiliki siswa. Melalui cara tersebut dapat direncanakan dan disepakati pula bentuk penilaian
dan pengukuran hasil belajar yang akan dilakukan, yaitu dengan cara apa siswa akan
memperlihatkan keberhasilan belajarnya. Hal tersebut akan memberikan siswa lebih banyak pilihan
atas bentuk pengukuran hasil belajarnya. Pilihan merupakan kata kunci utama dalam SCL (O’Neill &
McMahon, 2005).

Implikasi Pendekatan SCL pada Lingkungan Belajar


Lingkungan belajar SCL yang baik akan merupakan lingkungan belajar yang terbuka,
dinamis, saling mempercayai, dan saling menghormati. Hal tersebut akan mendorong keingintahuan
siswa untuk belajar secara alamiah. Selain itu, siswa juga akan bekerja sama dalam memecahkan
permasalahan bermakna dan sesungguhnya yang akan merupakan pendalaman lebih lanjut
terhadap pelajaran terkait. Proses belajar tersebut diharapkan dapat melibatkan pribadi secara
keseluruhan, perasaan, pemikiran, tujuan, keterampilan sosial, dan intuisi. Hasilnya adalah
seseorang yang termotivasi untuk menjadi pelajar seumur hidup, siswa yang memahami dan
menerima kemampuannya sendiri dan menghargai kemampuan orang lain (Doyle, 2006). Menurut
Afiatin (2004), guru yang menerapkan SCL cenderung menciptakan lingkungan pembelajaran
dengan ciri antara lain: suasana kelas yang hangat dan mendukung; siswa hanya akan diminta untuk
mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat bagi mereka; guru menjelaskan manfaat dari tugas yang
diberikan pada siswa; dan siswa dengan senang hati mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik
mungkin.

PRAKTEK SCL DALAM PENDIDIKAN TATAP MUKA


Pada awalnya, pembelajaran tatap muka secara konvensional lebih bersifat TCL dibanding
SCL. Perkembangan konsep pendidikan telah mendorong pergerakan TCL ke arah SCL. Agar
perubahan dapat berjalan mulus dan memperhalus kejutan yang terjadi, Hall (2006) dalam
diskusinya menyarankan kepada para guru untuk memperkenalkan kegiatan khusus berbasis SCL
secara gradual, bukan merombak total keseluruhan mata kuliah. Dengan cara tersebut
dimungkinkan dilakukannya evaluasi dan perbaikan sejalan dengan proses pengembangan yang
terjadi. Hal tersebut juga memungkinkan setiap guru mengadopsi ide yang disukai dengan kecepatan

7
Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

mereka sendiri sehingga memiliki waktu yang realistik dalam menuliskan kembali bahan
ajar/mengembang-kan bahan ajar berbasis SCL.
Pada tahap perencanaan, bahan ajar dapat dipecah dan distrukturkan dalam bentuk
moduler, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk memilih bahan ajar yang akan dipelajari sesuai
dengan pengetahuan awal. Untuk pengayaan, berbagai sumber belajar selain perkuliahan harus
disediakan, misalnya buku teks, artikel jurnal, situs WEB yang dapat diakses, dan multimedia
interaktif. Dengan demikian, sumber belajar yang disediakan akan menjadi lebih beragam
dibandingkan dengan yang terdapat pada kelas konvensional.
Strategi belajar yang ditempuh adalah mengurangi peran guru sebagai sumber belajar utama
secara bertahap dan lebih mendorong siswa untuk berperan aktif. Guru bergeser perannya menjadi
fasilitator yang membantu siswa ketika diperlukan, dan siswa dituntut untuk lebih mampu belajar
secara mandiri. Perkuliahan tatap muka dikurangi dan ditambahkan tugas yang harus dikerjakan
secara mandiri dan berkelompok. Berbagai metode pembelajaran yang lebih berpendekatan SCL
dapat diterapkan dengan kreatif dan adaptif sesuai kondisi siswa. Sebagai fasilitator yang efektif,
tugas guru tidak menjadi lebih mudah, bahkan dituntut kompetensi yang lebih tinggi karena guru
harus mampu fleksibel dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran. Lingkungan belajarpun
secara bertahap dibawa ke dalam suasana yang lebih mendorong SCL.
Dalam hal metode penilaian hasil belajar, penilaian yang lebih bersifat formatif dapat lebih
banyak dilakukan. Selain itu dapat pula disepakati pada awal pembelajaran tentang bagaimana pada
akhirnya siswa akan menunjukkan keberhasilan belajarnya. Jenis penilaian tidak terbatas pada ujian
tertulis sebagaimana yang berlaku pada kelas konvensional, dan hal tersebut dinegosiasikan antara
guru dan siswa pada awal pembelajaran menjadi kontrak tertulis. Dengan demikian, nilai yang akan
diberikan harus memiliki kriteria terukur yang dapat pula dibicarakan sebelum kegiatan belajar.
Misalnya dapat disepakati bahwa untuk mendapatkan nilai A maka siswa harus menyelesaikan tugas
a, b, c, dan makalah x, w, z, dan tes tertulis d, e. Jika tugas yang diselesaikan hanya a dan b, dan
makalah yang dikumpulkan hanya x dan z, dan lulus tes d dan e, maka siswa akan mendapat nilai B,
dan seterusnya.

PRAKTEK SCL DALAM PJJ


Dalam PJJ, terutama pada generasi akhir PJJ, implementasi SCL dapat dilakukan sejak
awal, yaitu sejak perencanaan kurikulum yang diikuti dengan perancangan pembelajaran dan
pengembangan bahan ajar. Disain PJJ yang terutama difokuskan pada belajar mandiri merupakan
implementasi nyata dari SCL. Bahan ajar yang dikembangkan secara terpusat, dapat didisain secara
moduler dan mengakomodasi kegiatan belajar mandiri. Bahan ajar, selain yang berupa uraian
tercetak, dapat pula dilengkapi dengan berbagai bentuk multimedia, baik yang terintegrasi dengan
bahan ajar tercetak maupun sebagai bahan ajar tambahan.
Strategi belajar yang dipilih pada PJJ lebih banyak berbasis pada siswa, sehingga siswa
dituntut untuk aktif belajar mandiri. Inisiatif kerja kelompok hampir sepenuhnya diserahkan kepada
siswa. Dalam hal strategi belajar maka sistem PJJ lebih bersifat SCL dibandingkan sistem tatap
muka. Dalam PJJ dikenal upaya bantuan belajar dalam bentuk tutorial, baik secara tatap muka
maupun berjarak seperti tutorial online dan tutorial tertulis. Pada kegiatan tutorial tersebut guru
sepenuhnya bertindak sebagai fasilitator mengingat bahan ajar utama adalah modul tercetak dan
multimedia. Dengan demikian, sejak awal peran guru telah didisain sebagai fasilitator.
Berkaitan dengan pengukuran hasil belajar, institusi PJJ yang tersentralisasi sebagian besar
masih mempergunakan metode pengukuran klasik yang mengandalkan pengukuran kemampuan

8
Nugraheni, Student Centered Learning dan Implikasinya terhadap Proses Pembeajaran

rata-rata siswa dalam pencapaian belajar. Untuk lebih mendekati sistem SCL, institusi PJJ dapat
memanfaatkan bentuk computer adaptive testing (CAT) yaitu suatu metode tes yang mengadaptasi
tingkat kemampuan siswa secara individual yang juga umum disebut sebagai tailored testing (Weiss
& Kingsbury, 1984). CAT secara suksesif memberikan pertanyaan yang semakin lama semakin naik
tingkat kesukarannya tergantung kepada jawaban siswa atas satu pertanyaan dasar. Apabila
jawaban siswa benar atas satu pertanyaan maka pertanyaan berikutnya akan memiliki tingkat
kesukaran yang lebih tinggi, apabila jawaban siswa salah maka pertanyaan berikutnya memiliki
tingkat kesukaran yang lebih rendah dan seterusnya. Dengan jumlah soal total yang lebih sedikit
dibanding tes hasil belajar biasa maka akan diketahui tingkat penguasaan hasil belajar siswa. Karena
tes tersebut diberikan dengan bantuan komputer, maka hasil tes akan segera diketahui pula oleh
siswa (Green, 2000).
Dengan jenis CAT tersebut, setiap siswa mendapatkan set soal yang berbeda sesuai tingkat
pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian, cara pengukuran hasil belajar seperti itu sangat sesuai
dengan prinsip SCL. Teknologi pengukuran yang digunakan pada jenis tes ini adalah item response
theory. Adaptive test secara perhitungan statistik akan menghasilkan nilai yang tepat bagi semua
tingkat kemampuan siswa. Cara pengukuran tersebut akan mengatasi kelemahan tes klasik yang
hanya mengukur secara tepat kemampuan siswa pada tingkat menengah, yang secara bertahap
akan semakin bias untuk tingkat kemampuan siswa pada sisi ekstrim bawah dan ekstrim atas
(Thissen & Mislevy, 2000).

PENUTUP
Perubahan pendekatan dari TCL menjadi SCL menuntut kehati-hatian dalam penerapannya.
Pergeseran fokus tersebut berdampak pada perubahan aspek pembelajaran, sejak dari disain
kurikulum, pemilihan strategi belajar, peran guru dan siswa, lingkungan belajar, sampai dengan
pengukuran hasil belajar. Implikasi penerapan SCL bagi pendidikan tatap muka dalam bidang
kurikulum adalah pada penstrukturan bahan ajar menjadi lebih moduler dan diadaptasikan pada
kebutuhan siswa. Peran guru pendidikan tatap muka sebagai sumber belajar utama secara
berangsur lebih digeser kepada peran fasilitator, sedangkan siswa juga dituntut untuk lebih aktif dan
bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Adapun strategi belajar dan cara pengukuran
hasil belajar dapat lebih disesuaikan dengan pendekatan SCL.
Berbeda dengan pendidikan tatap muka, maka PJJ dapat dikatakan lebih condong pada
pendekatan SCL. Hal tersebut terutama disebabkan oleh disain kurikulum dan strategi belajar yang
ditempuh yaitu belajar mandiri. Bahan ajar PJJ dari awal memang didisain sedemikian rupa sehingga
adaptif dengan kebutuhan, waktu, dan kemauan siswa untuk mempelajarinya. Dalam kegiatan
belajar mandiri yang sebenarnya, siswa diharuskan aktif dan bertanggung jawab atas proses
belajarnya, sedangkan sebagai bantuan belajar disiapkan tutor yang bertindak sebagai fasilitator.
Untuk pengukuran hasil belajar institusi PJJ harus secara bertahap mengupayakan perubahan ke
arah adaptive test yang lebih berorientasi kepada siswa, walaupun perubahan tersebut tidaklah
mudah.

REFERENSI
Afiatin, T. (2004). Pembelajaran berbasis student-centered learning. Disampaikan dalam Seminar
Implementasi nilai kearifan dalam proses pembelajaran berorientasi student-centered
learning, di Balai Senat UGM, 30 November 2004”. Diambil 10 November 2006, dari
http://inparametric.com/bhinablog/

9
Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, Maret 2007, 1-10

Black, P. (1999). Assessment, learning theories and testing systems. In Murphy, P. (Ed.), Learners,
learning, and assessment. London: Open University Press.
Boud, D. & Feletti, G. (Eds.). (1997) The challenge of problem-based learning (2nd Ed.). ERIC
Abstract [ED415220]. Diambil 4 Oktober 2006, dari
http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/.
Donnelly, R. & Fitzmaurice , M. (2005). Designing modules for learning. Diambil 27 November 2006,
dari http://www.aishe.org/readings/2005-1/donnelly-fitzmaurice-Designing_Modules_for_
Learning.html.
Doyle, T. (2006). The role of the teacher in a learner-centered classroom. Diambil 27 Januari 2007,
dari http://www.ferris.edu/htmls/academics/center/teaching_and_learning_Tips/Learner-
Centered%20Teaching/RoleofTeacher.htm..
Green, B.F. (2000). System design and operation. In Wainer, H. (Ed.) Computerized Adaptive
Testing: A Primer. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Diambil 14 November 2006,
dari http://en.wikipedia.org/wiki/Computer-adaptive_test#_ref-WeissKingsbury_0.
Hall, B. (2006). The nature of "Student-Centred Learning". Diambil 24 November 2006, dari
http://secondlanguagewriting.com/explorations/Archives/2006/Jul/StudentcenteredLearning.h
tml.
Hirumi, A. (2005). Student-Centred Technology-Rich Learning Environments (SCenTRLE) -
Operationalizing constructivist approaches to teaching and learning. Diambil 27 November
2006, dari http://www.bath.ac.uk/e-learning/student_centredness.htm.
Lea, S. J., Stephenson, D., & Troy, J. (2003). Higher education students’ attitudes to student centred
learning: Beyond ‘educational bulimia’. Studies in Higher Education 28(3), 321-334. Dalam
O’Neill, G. & McMahon, T. (2005). Student-centred learning: What does it mean for students
and lecturers. Diambil 27 November 2006, dari http://www.aishe.org/readings/2005-1/oneill-
mcmahon-tues_19th_Oct_SCL.html#XLea2003.
Lonka, K.(2000). How to implement an innovative problem-based curriculum in medical education:
Challenges and solutions. Diambil 1 Desember 2006, dari
http://www.umich.edu/~icls/proceedings/pdf/Lonka.pdf.
O’Neill, G. & McMahon, T. (2005). Student-centred learning: What does it mean for students and
lecturers? Diambil 25 November 2006, dari .http://www.aishe.org/readings/2005-1/oneill-
mcmahon-Tues_19th_Oct_SCL.html.
Thissen, D., & Mislevy, R.J. (2000). Testing algorithms. In Wainer, H. (Ed.) Computerized adaptive
testing: A primer. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates. Diambil 14 November 2006, dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Computer-adaptive_test#_ref-WeissKingsbury_0.
Weiss, D. J., & Kingsbury, G. G. (1984). Application of computerized adaptive testing to educational
problems. Journal of Educational Measurement, 21, 361-375. Dalam Wikipedia (2006).
Computer-adaptive testing. Diambil 14 November 2006, dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Computer-adaptive_test#_ref-WeissKingsbury_0.
Wikipedia. (2006). Student-centered learning. Diambil 11 September 2006, dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Student-centered_learning.

10

Anda mungkin juga menyukai