Anda di halaman 1dari 14

Perubahan dari TCL (Teaching Centerd Learning ) ke SCL (Studen

Centeres Learning)
Pola pembelajaran yang terpusat pada Dosen/Guru (Teaching Centerd
Learning/TCL) sudah tidak memadai digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan berbasis capaian pembelajarn. Berbagai alasan yang dapat
dikemukakan antara lain :
1. Perkembangan IPTEK dan Seni yang sangat pesat dengan berbagai kemudahan
untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit dapat dipenuhi
oleh seorang dosen.
2. Perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan
materi dan proses pembelajaranyang fleksibel
3. Kebutuhan untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses
pembelajaran di Perguruan tinggi.
Pembelajaran saat ini berpusat pada mahasiswa (Studen Centeres Learning (SCL)
dengan memfokusikan pada capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses
pembelajarn yang mengutamakan pembangunan kreativitas, kapasitas,
kepribadian dan kebutuhan mahasiswa serta mengembangkan kemandirian dalam
mencari danmenemukan pengetahuan. Mahasiswa didoring untuk memiliki
motivasi dan berupaya keras mencapai pembelajaran yang diinginkan.
Perubahan pendekatan dalam pembelajaran dari TCL menjadi SCL
merupakan paradigma yairu perubahan dalam cara memancang beberapa hal
dalam pembelajaran yaitu :
1. Pengetahuan
Pengetahuan yang dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi yang tinggal di
transfer dari dosen ke mahasiswa menjadi pengetahuan yang dipandang
sebagai hasil kontruksi oleh pembelajar
2. Belajar
Menerima pengetahuan (pasif reseptif) menjadi belajar adalah mencari dan
mengkontruksi pengetahuan, aktif dan spesifik caranya.
3. Pembelajaran
Dosen menyampaikan pengetahuan atau mengajar (ceramah dan kuliah)
menjadi dosen bepartisipasi bersama mahasiswa membentuk pengetahuan.
Dengan paradigma ini maka tiga prinsip yang harus ada dalam pembelajaran SCL
adalah:
1. Memandang pengetahuan sebagai suatu hal yang belum lengkap
2. Memadang proses belajar sebagai proses untuk merekontruksi dan mencari
pengetahuan yang akan dipelajari.
3. Memandang proses pembelajaran bukan sebagai proses pembelajaran
(teaching) yang dapat dilakukan secara klasikal, dan bukan merupaakn suatu
proses untuk menjalankan sebuah intruksi baku yang telah dirancang.
Proses pembelajaran adalah proses dimana dosen menyediakan berbagai
macam strategi dan metode pembelajarandan paham akan pendekatan
pembelajaran mahasiswa untuk dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Perbedaan pendekatan pembelajaran TCL dan SCL dapat dirinci
sebagai berikut :

Tabel 1 Rangkuman perbedaan TCL dan SCL1


Teacher centered Learning Student Centeres Learning
Pengetahuan ditransfer dari dosen ke Mahasiswa aktif mengembangkan
mahasiswa pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya
Mahasiswa menerima pengetahuan Mahasiswa aktif terlibat dalam
secara pasif mengelola pengetahuan
Menekankan pada penguasaan materi Tidak hanya menekankan pada
penguasaan materi tetapi juga
mengembangkan karakter manusia (life-
long learning)
Singel media Multimedia
Fungsi dosen sebagai pemberi Fungsi dosen sebagai fasilitator dan
informasi utama dan evaluator evaluasi dilakukan bersama dengan
mahasiswa
Proses pembejaran dan penilaian Proses pembelajaran dan penilaian
dilakukan terpisah dilakukan berkesinambungan dan
terintegrasi
Menekankan pada jawaban yang Penekanan pada proses pemngembanga
benar pengetahuan. Kesalahan dinilaidan
dijadikan sumber pembelajaran
Sesuai dengan pengembangan ilmu Sesuai dengan pengembangan ilmu
dalam satu disiplin saja dengan pendekatan interdisipliner
Iklimi belajar individual dan Iklim yang dikembangkan bersifat
kompetitif kolaboratif, suportif dan kooperatif
Hanya mahasiwa yang dianggap Mahasiswa dan dosen belajar bersama
melakukan proses pembejaran dengan mengebangkan pengetahuan dan
keterampilan
Perkuliahan merupakan bagian Mahasiswamelakukan pembejaran
terbesar dlam proses pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran
SCL
Penekanan pada tuntasnya materi Penekanan pada pencapaian kompetensi
pembelajaran maahasiswa
Penekanan pada bagaimana cara Penekanan pada bagaimana cara
dosen melakukan pengajaran mahassiwa melakukan pembelajaran
Cenderung penekanan pada hard Penekaran pada penguasaan Hard Skill
skill mahasiswa dan soft skill
Gambar 1 Ilustrasi Pembelajaran TCL dan SCL

Pada ilustrasi diatas nampak pada TCL usaha keras dosen untuk
memberikan sejumlah pengetahuan yang ditanggapi dengan kepasifan
mahasiwa sedangkan pada SCL menggambarkan prinsip “belajar adalah
berubah” (dari gemuk ke kurus) dengan cara yang dapat dipilih sendiri oleh
mahasiswa sesuai dengan kapasitas dirinya, karena yang menjadikan dirinya
“berubah” (kurus) adalah dirinya sendiri. Dalam proses perubahn
(pembelajaran) ini tugas dosen adalah merancang berbagai metode agar
pesertadidik dapat memilih “cara belajar” yang tepat dan dosen dapat bertindak
sebagai “intruktrur”, fasilitator dan motivator. Pembelajaran dapat
digambarkan sebagai sebuah sistem yang menyeluruh seperti gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi sistem pembelajaran berbasi TCL


Pembelajaran diturunkan dari “dokumen kurikulum” dalam bentuk Garis
Besar Program Pembelajaran (GBPP) dan satuan acara Pengajaran (SAP)
sedangkan proses pengajaran dipisah dengan proses penilaian hasil belajar
lewat ujian, dan dari seluruh kegiatan akan dievaluasi serta di susun perbaikan
rencana mata kuliahnya.
Dalam proses ini, dosen melaksankan perkulaiahan selama 14-16 minggu,
kemudian melakukan penilaian pada Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir
semester. Nilai mahasiswa baru dapat ditengarai setelah ujian tengah semester
selesai dilaksankan, dimana pada saat ituproses pemberlajaran telah berakhir.
Permasalahan yang timbul dalam proses ini adalah dosen tidak memiliki waktu
untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan mahasiswa.
Sedangkan dalam sistem pembelajaran SCL, rencana pembelajaran
difokuskan pada “panduan mahasiswa belajar” dan proses menjadi satu
dengan penilaian hasil belajar dengan mengembangkan sistem asesmen dlaam
kegiatan “pembelajaran”, proses belajar (learning process), bukan mengajar
(teaching proses). Proses belajar yang dilakukan mahasiswa dengan prinsip
konstruktif menuntut mahassiwa untuk dapat unjuk kinerja disetiap pertemuan.
Apabila terdapat masalah dalam belajar, dapar dideteksi lebih awal dalam
proses lwewat assement tugas mahasiswa, sehingga dapat dilakukan perbaikan
saat itu juga secara sistem. 2

Gambar 2 Ilustrasi sistem pembelajaran berbasis SCL


Perubahan Kurikulum Kebidanan
Kurikulum merupakan nyawa dari suatu program pembelajaran
sehingga keberadaannya memerlukan rancangan, pelaksanaan serta
evaluasi secara dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman, kebutuhan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) serta kompetensi yang
dibuthkan oleh masyarakat maupun pengguna lulusan. Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan ajar, dan
metode yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Standar nasional
pendidikan tinggi untuk setiap program pembelajaran. Ini termasuk
kecerdasan intelektual, kepribadian mulia, dan pengembangan kemampuan.
Silabus juga merupakan seperangkat rencana dan kesepakatan terkait hasil
pembelajaran, materi pembelajaran, proses, dan penilaian yang digunakan
sebagai pedoman pengelolaan program pembelajaran..
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan Undang - Undang Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mendorong semua perguruan tinggi
untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan tersebut. KKNI merupakan
pernyataan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang
penjenjangan kualifikasinya didasarkan pada tingkat kemampuan yang
dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran (learning outcomes).
Perguruan tinggi sebagai penghasil SDM terdidik perlu mengukur
lulusannya, apakah lulusan yang dihasilkan memiliki “kemampuan” setara
dengan “kemampuan” (capaian pembelajaran) yang telah dirumuskan
dalam jenjang kualifikasi KKNI. Sebagai kesepakatan nasional, ditetapkan
lulusan program sarjana misalnya paling rendah harus memiliki
“kemampuan” yang setara dengan “capaian pembelajaran” yang
dirumuskan pada jenjang 6 KKNI, Magister setara jenjang 8, dan doktor
setara jenjang 9.
Perguruan tinggi dalam menyusun atau mengembangkan kurikulum,
wajib mengacu pada KKNI dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi dalam pengembangan
kurikulum di era Revolusi Industri 4.0 adalah menghasilkan lulusan yang
memiliki kemampuan literasi baru meliputi literasi data, literasi teknologi,
dan literasi manusia yang berakhlak mulia berdasarkan pemahaman
keyakinan agama. Perguruan tinggi perlu melakukan reorientasi
pengembangan kurikulum yang mampu menjawab tantangan tersebut.
Kurikulum pendidikan tinggi merupakan program untuk
menghasilkan lulusan, sehingga program tersebut seharusnya menjamin
agar lulusannya memiliki kualifikasi yang setara dengan kualifikasi yang
disepakati dalam KKNI. Konsep yang dikembangkan Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan selama ini, dalam menyusun kurikulum
dimulai dengan menetapkan profil lulusan yang dijabarkan menjadi
rumusan capaian pembelajaran lulusan. Rumusan kemampuan yang pada
deskriptor KKNI dinyatakan dengan istilah capaian pembelajaran
(terjemahan dari learning outcomes), dimana kompetensi tercakup di
dalamnya atau merupakan bagian dari capaian pembelajaran (CP).
Penggunaan istilah kompetensi yang digunakan dalam pendidikan tinggi
(DIKTI) ditemukan pada SN-Dikti pada pasal 5, ayat (1), yang menyatakan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan kriteria minimal tentang
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan Capaian Pembelajaran
Lulusan (CPL).

Landasan Hukum Kurikulum


Landasan hukum yang menjadi dasar atau rujukan pada tahapan
perancangan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta sistem
penjaminan mutu perguruan tinggi yang akan menjamin pelaksanaan
kurikulum dan tercapainya tujuan kurikulum. Berikut adalah beberapa
landasan hukum yang diperlukan dalam penyusunan dan pelaksanaan
kurikulum:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor
4586);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5336
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012,
Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI);
4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 73 Tahun 2013, Tentang Penerapan KKNI Bidang Perguruan
Tinggi; Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015, Tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi;
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 62 Tahun 2016, Tentang sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Tinggi;
6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia Nomor 59 Tahun 2018, Tentang Ijazah, sertifikat
kompetensi, sertifikat profesi, gelar dan tata cara penulisan gelar di
Perguruan Tinggi;
7. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia Nomor 123 Tahun 2019 Tentang magang dan pengakuan
satuan kredit semester magang industri untuk program sarjana dan
sarjana terapan.
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.3 tahun 2020,
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 5 tahun 2020
tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 7 tahun 2020
tentang Pendirian Perubahan, pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan
Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.22 tahun 2020
tentang Rencana Strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.3

Pengembangan Kurikulum
Berbagai kebijakan perubahan kurikulum tersebut didasarkan pada hasil
analisis, evaluasi, prediksi dan berbagai tantangan yang dihadapi baik
internal maupun eksternal yang terus berubah. Kurikulum merupakan
produk kebijakan bersifat dinamis, konstektual, dan relatif. Kebijakan
Kurikulum di Indonesia secara sederhana dapat dipetakan menjadi 3 bagian
yaitu masa pra kemerdekaan, kemerdekaan dan reformasi.
Perubahan kurikulum 2013 menyangkut empat elemen perubahan kurikulum
yaitu pada standar kompetensi Lulusan (SKL), standar isi, standar proses
dan standar penilaian. Perubahan kebijakan kurikulum 2013 berdampak
pada empat hal yaitu model pembelajaran berupa tematik-integratif,
pendekatan saintifik, strategi aktif dan penilaian autentik. Perubahan
kebijakan tersebut dalam rangka menyiapkan generasi masa depan indosesia
yang kreatif, innovatif, produktif dan afektif yang mampu membawa bangsa
indonesia maju dan berperadapan dimasa yang akan datang.4
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 97 menyatakan
bahwa kurikulum perguruan tinggi dikembangkan dan dilaksanakan berbasis
kompetensi (KBK). Pernyataan ini telah menegaskan kembali
Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, serta
No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
Implementasi KBK seharusnya telah terlaksana di seluruh perguruan
tinggi (PT) mulai akhir tahun 2002. Namun pada kenyataannya belum
seluruh PT telah menerapkan KBK sesuai dengan Kepmendiknas
No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 karena berbagai kendala antara lain
masih beragamnya pemahaman tentang makna KBK serta implementasinya
dalam pembelajaran.
Dalam upaya melakukan kualifikasi terhadap lulusan perguruan
tinggi di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 08 tahun 2012
tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Lampirannya
yang menjadi acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran lulusan dari
setiap jenjang pendidikan secara nasional, juknis Perpres ini Permendikbud
No. 73 Tahun 2013. Terbitnya Perpres No. 08 tahun 2012 dan UU PT No. 12
Tahun 2012  Pasal 29 ayat (1), (2), dan (3) telah berdampak pada kurikulum
dan pengelolaannya di setiap program. Kurikulum yang pada awalnya
mengacu pada pencapaian kompetensi menjadi mengacu pada capaian
pembelajaran (learning outcomes). Secara ringkas KKNI terdiri dari
Sembilan level kualifikasi akademik SDM Indonesia.
Dengan adanya KKNI ini diharapkan akan mengubah cara melihat
kompetensi seseorang, tidak lagi semata Ijazah tapi dengan melihat kepada
kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar
pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non
formal, atau in formal) yang akuntanbel dan transparan.
Pelaksanaan KKNI melalui 8 tahapan yaitu melalui penetapan Profil
Kelulusan, Merumuskan Learning Outcomes, Merumuskan Kompetensi
Bahan Kajian, Pemetaan LO Bahan Kajian, Pengemasan Matakuliah,
Penyusunan Kerangka kurikulum, Penyusuan Rencana Perkuliahan.
Kompetensi adalah akumulasi kemampuan seseorang dalam
melaksanakan suatu deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang
terstruktur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada
bidang kerjanya. Capaian Pembelajaran (learning outcomes) merupakan
internalisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan
kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan
mencakup suatu bidang ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman
kerja. Untuk meningkatkan kualitas lulusan perguruaan tinggi. Rambu-
rambu yang harus dipenuhi di tiap jenjang perlu dapat membedakan:
1. Learning Outcomes
2. Jumlah sks
3. Waktu studi minimum
4. Mata Kuliah Wajib : untuk mencapai hasil pembelajaran dengan
kompetensi umum
5. Proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa
6. Akuntabilitas asesmen
7. Perlunya Diploma Supplement (surat keterangan pelengkap ijazah dan
transkrip)

Sejarah Perjalanan Kurikulum Pendidikan Tinggi Indonesia bisa dipaparkan


sebagai berikut:
1. Kurikulum yang berbasis pada Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional
Pancasila (UU no. 22 Tahun 1961, Penetapan Presiden No. 19 Tahun 1965 ,
Perpres no. 14 Tahun 1965
2. Kurikulum diatur Pemerintah ( UU no. 2 tahun 1989, PP no. 60 Tahun 1999 )
3. Pergeseran paradigma ke konsep KBK, Kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi (UU no. 20 Tahun
2003 pasal 38 ayat 3 dan 4, Kepmendiknas no. 232/U/2000, dan perubahan
kurikulum inti di Kepmendiknas no 045/U/2002
4. Kurikulum dikembangkan oleh PT sendiri ( PP no. 19 Tahun 2005 Pasal 17
ayat 4, PP 17 Tahun 2010 pasal 97 ayat 2)
5. Dikembangkan berbasis kompetensi (PP no. 17 Tahun 2010 pasal 97 ayat 1)
6. Minimum mengandung 5 elemen kompetensi( PP no. 17 Tahun 2010 pasal 17
ayat 3)
7. Capaian Pembelajaran Sesuai dengan Level KKNI( Perpres No. 08 tahun 2012
dan Permendikbud no. 73 Tahun 2013 )
8. Kompetensi lulusan ditetapkan dengan mengacu pada KKNI (UU PT No. 12
Tahun 2012 pasal 29)
9. Standar Nasional Pendidikan Tinggi merujuk pada Permenristek & Dikti no. 44
Tahun 2015 tentang Standard Nasional Pendidikan Tinggi5

Referensi
1. Muliarta IK. Menerjemahkan Perubahan dari TCL ke SCL. J Ilmu
Pendidik. 2018;1:76–86.
2. Dirjen Dikti Kemendikbud. Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi. 2014;1–
93.
3. Junaidi dkk A. Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Era
Indusrti 4.0 untuk mendukung merdeka belajar-kampus merdeka. IV.
Suning Kusmumawardani S, editor. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan; 2020.
4. Machali I. Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong
Indonesia Emas Tahun 2045. J Pendidik Islam. 1970;3(1):71.
5. Fitri. Kurikulum Nasional Berbasis Kompetensi Mengacu pada KKNI |
LLDIKTI WILAYAH XII [Internet]. 2013 [cited 2022 Mar 13]. Available
from: https://lldikti12.ristekdikti.go.id/2013/04/28/kurikulum-nasional-
berbasis-kompetensi-mengacu-pada-kkni.html

Anda mungkin juga menyukai