Anda di halaman 1dari 3

Pembelajaran Matematika Realistik

Admin07 on Wed Jun 10, 2009 9:25 pm

Sejarah dan Landasan Filosofis Matematika Realistik

Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) mulai


berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan matematika di
Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi pebelajar. Gerakan ini mula-mula
diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya
bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh pandangan
Freudenthal (1977) tentang matematika. Menurut pandangannya matematika harus
dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap
masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan. Selain memandang
matematika sebagai subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika
sebagai suatu kegiatan kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan
kesempatan kepada pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika
dengan melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama
matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran
matematika harus pada kegiatan bermatematika atau “matematisasi” (Freudental,1968).

Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe
matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Pada
matematisasi horizontal siswa diberi perkakas matematika yang dapat menolongnya
menyusun dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematisasi vertikal
di pihak lain merupakan proses reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya
menemukan hubungan langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-
strategi dan kemudian menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal bertolak
dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam
ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan
sama nilainya (Freudenthal, 1991). Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang
berasal dari bahasa Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan
kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini ternyata akan lebih
mudah dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui
cara itu.

Pengembangan Model Pembelajaran Matematika


Realistik Indonesia Tentang Perbandingan di Kelas
VII SMP
RAHMAWATI, . (2009) Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik
Indonesia Tentang Perbandingan di Kelas VII SMP. [Thesis S2]

PDF
11Kb

Preview

Abstract
: Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia Tentang
Perbandingan di Kelas VII SMP. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas
Negeri Yogyakarta, 2009. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh Model Pembelajaran
Matematika Realistik Indonesia tentang topik perbandingan yang valid, praktis, dan
efektif, melalui penelitian pengembangan. Pengembangan model pembelajaran dalam
penelitian ini menggunakan model Plomp yang telah dimodifikasi dengan kualitas produk
dari Nieveen. Pengembangan model tersebut dimulai dari tahap investigasi awal,
perancangan, realisasi, dan evaluasi. Tahap penyebaran (disseminasi) belum dilakukan
dalam penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari; (1) lembar penilaian
instumen; (2) lembar validasi; (3) lembar observasi pengelolaan pembelajaran; (4) lembar
observasi aktivitas siswa dan guru; (5) angket respons siswa; dan (6) tes hasil belajar.
Melalui proses pengembangan, telah dihasilkan; (1) buku Model Pembelajaran
Matematika Realistik Indonesia; (2) perangkat pembelajaran matematika realistik
Indonesia; dan (3) instrumen penelitian. Berdasarkan analisis uji coba terbatas, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa model dan perangkat Pembelajaran Matematika
Realistik telah memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Kriteria
tersebut dapat dilihat dari kevalidan Model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
beserta seluruh perangkat pembelajaran yang digunakan termasuk dalam kategori valid,
kepraktisan Model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia beserta seluruh
perangkat pembelajaran yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
termasuk kategori baik, dan ketercapaian keefektifan Model Pembelajaran Matematika
Realistik berdasarkan pada; (1) persentase ketercapaian ketuntasan belajar siswa secara
klasikal dengan tingkat penguasaan minimal tinggi dan sangat tinggi adalah 80% dari 35
siswa yang mengikuti tes; (2) persentase batas waktu ideal untuk setiap kategori aktivitas
siswa dan guru sudah dipenuhi; (3) rata-rata nilai kemampuan guru mengelola
pembelajaran adalah 3,54 termasuk dalam kategori baik, dan (4) respons siswa terhadap
komponen dan kegiatan pembelajaran adalah positif.

Anda mungkin juga menyukai