Dispepsia
Dispepsia
I. PENDAHULUAN
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengleuaran asam
lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori
(sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan
saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007).
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus
lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga
harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila
terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:
Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia
nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia
muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002).
Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara
jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak
ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading,
Nyren, Malagelada cit Hadi, 2002).
II. PEMBAHASAN
1. Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan "πέψη" (Pepse),
berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di
dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau
dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa
terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria
maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa
waktu (Bazaldua, et al, 1999)
Tabel 1.1 Diagnosis banding nyeri/ketidaknyamanan abdomen atas
gastroparesis DM)
2. Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika
anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus
(saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.
3. Manifestasi Klinis
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al,
2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon
terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak
biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
4. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap
dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila
ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika
tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak,
sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano
et al, cit Hadi, 2002).
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan (Mansjoer, 2007).
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui
apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan
pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam
rangka penelitian
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan
kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia
di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran
makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks
gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di
bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering
menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin (Hadi, 2002).
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk
niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin
(Vilano et al, cit Hadi, 2002). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa
yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung
berubah (Shirakabe cit Hadi, 2002). Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos
abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off
sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal
loops (Hadi, 2002).
5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan
atau respon kerongkongan terhadap asam.
Pengobatan empiris Strategi yang tidak begitu mahal Manfaat manghilang dengan adanya
kadar asam Rata-rata respon yang tinggi Rata-rata pengulangan gejala tinggi
disorders)
Tes H.pylori dan Berdasarkan review literatur, keli- Dapat meningkatkan level kebal anti-
hasil tes positif dapat diterima, dan strategi yang Tes H.pylori kurang akurat
banyaknya pengobatan
secara pasti
aktual mungkin sedikit bila pasien Dapat meningkatkan level kebal anti-
banyaknya pengobatan
secara pasti
Tes untuk H.pylori Endoskopi akan mendeteksi Tidak efektif biaya dibandingkan
dan melakukan gastroduodenal ulcers, reflux dengan tes untuk H.pylori diikuti
endoskopi jika hasil esophagitis, dan kanker gastro- oleh pengobatan jika hasilnya positif
Invasif
5. Penatalaksanaan
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
6. Golongan prokinetik
Hasil (-)
Rujuk
Hasil (+)
Usia > 45 tahun atau usia < 45 tahun dengan tanda-tanda alarm
-Antasida
-Obat-obat prokinetik
Rujuk
Dispepsia
Tes serologi Hp
Rujuk
Dispepsia (-)
Terapi dihentikan
Dispepsia
Endoskopi
Tes serologi Hp
Hasil (-)
Hasil (+)
CLO (+)
PA (+)
Kultur (+)
CLO (+)
PA (+)
Kultur (+)
CLO (+)
PA (+)
Kultur (+)
CLO (+)
PA (+)
Kultur (+)
CLO (+)
PA (+)
Kultur (+)
Seleksi kasus
Tidak dilakukan terapi eradikasi hanya diberikan terapi empiris sambil dicari penyebab lain
Terapi eradikasi
lama pemberian
Simetidin Tukak peptik akut dan 3x200mg, Selama 4 minggu Penekanan eritropoesis,
sebelum
t idur
Gastritis kronik dengan 200mg Lanjutan, setiap malam Gangguan SSP seperti
letargi, halusinasi
impotensi, ginekomastia
Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien dispepsia
fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia fungsional secara acak
menerima pengobatan itoprid (50,100, atau 200 mg untuk tiga kali sehari) atau placebo.
Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin efikasi utama dianalisa: perubahan dasar
berbagai gejala dispepsia fungsional (seperti yang diujikan melalui Leeds Dyspepsia
Questionnaire), pengujian global dari efikasi pasien (proporsi pasien tanpa gejala atau
tanda peningkatan gejala), dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam
skala tingkat lima. Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang menerima placebo
ternyata bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57 persen, 59 persen, dan 64 persen
yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg untuk tiga kali sehari (P<0.05 untuk semua
oerbandingan antara placebo dan itoprid). (Holtmann et al, 2006)
Tabel 5.3. Pengobatan untuk Dispepsia Fungsional yang Didukung Bukti dan Tanpa
Didukung Bukti
• Pemberantasan H. pylori
• Itoprid
• Proton-pump inhibitors (PPI)
• Terapi psikologi (terapi perilaku kognisi, hipnoterapi, psikoterapi)
• Antacids
• Antispasmodic agents
• Bismuth salts
• Dietary therapy
• Herbal therapy
• Histamine H2-receptor antagonists
• Misoprostol
• Prokinetic agents
• Selective serotonin-reuptake inhibitors
• Sucralfate
• Tricyclic antidepressants (at low doses)
(Longstreth, 2006)
6. Pencegahan
Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya dispepsia bahkan
memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung (Ariyanto, 2007)
Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan
mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia :
Daftar Pustaka
1. Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta.:
488-491
2. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : 156,159
3. Bazaldua, O.V. et al. 2006. Dyspepsia: What It Is and What to Do About It.
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html,
Desember 2006
4. Anonim. 2001. Dyspepsia-Symptoms, Treatment, abd Prevention.
http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html, 2001
5. Sawaludin, Diding. 2005. Nyeri Ulu Hati yang Berulang. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm, 9 Oktober 2005
6. Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung. www.kiatsehat.com, 2007
7. Anonim. 2004. Dispepsia. http://medicastore.com/med/subkategori_pyk.ph
p?idktg=7&UID=20071107122240202.162.33.202, 2004
8. Anonim. 2007. Dyspepsia. http://en.wikipedia.org/wiki/Dyspepsia, 7 Oktober 2007
9. Bazaldua, OV et al.1999. Evaluation and Management of Dyspepsia.
http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html, 15 Oktober 1999
10. Torpy, Janet M. 2006. Dyspepsia. http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/295/
13/1612?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia
&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT, 5 April 2006
11. Holtmann, Gerald. 2006. A Placebo-Controlled Trial of Itopride