Anda di halaman 1dari 1

Sajak Kretek dan Secangkir Kopi Pekat

Pada pekatmu ku berkaca


Mendampar tanya:
Ini muka hidung semua, siapa punya?

Hilang bentuk. Remuk.


Dicabik selaksa kantuk.

Kalau sampai waktu tidurku.


Ku mau tak seorang kan bangunkan aku.
Tidak juga kau!

Mutilasi atas tubuh-tubuh kretek.


Mayat-mayat kretek bergelimpangan.
Ya, Tuhan…berpuntung-puntung banyaknya.
Tumpang-tindih dalam kuburan masal asbak bambu.

Meditasi liukan asap kretek.


Doa nikotin yang mengetuk pintu-pintu langit.
Ah, Nirwana! Adakah ia mempunyai smoking areas?

“Berhentilah merokok. Kau nanti sakit.”


Sejuta kali kau ucapkan itu. Sejuta kali ku jawab:
“Ya, aku berhenti besok.”
Tetapi sialnya (untungnya?) “besok” tak pernah datang.
Selalu saja hari ini. Hari ini. Hari ini.

Jadi, satu lagi ku tikam tubuh kretek itu.


Ia menjerit. Mendesis. Menggelinjang.
Nyawanya lepas dalam liukan eksotis.

Akh, kau benar Chairil!


Tak perlu deru sedan itu.
Aku mau minum seribu cangkir lagi!

Matzen Abdullah,
Jakarta, 14 Oktober, 2009 (11:54 PM)

Anda mungkin juga menyukai