Anda di halaman 1dari 3

vegetasi

Iklim dan jenis tanah di kawasan TNGP memberi pengaruh terhadap kondisi kehidupan
tumbuhan di TNGP.

Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and
sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora.
Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari.
Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun
kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban
lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan
bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya
sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat
ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.

Pada daerah yang lebih tinggi ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan
kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit. Hal ini menyebabkan
keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan struktur hutan sudah tidak lengkap,
tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam
3 tipe vegetasi berdasarkan ketinggian yaitu:

Montana Bawah / submontana


(1,000-1,500 m d.p.l.)

Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)

Sub Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)

Hutan Montane Bawah / submontana

Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP. Terdapat jenis-jenis
satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala,
yang merupakan jenis satwa dan tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini
disebabkan karena tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara
vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali disebut sebagai
ekosistem sub montana.

Kondisi tanah di hutan montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan
bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat, karena itu, pohon-
pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi. Pohon-pohon dominan di hutan
montana adalah saninten, dan kayu pasang dari famili FAGACEA.

Hutan montana

Zona ini disebut juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl.
Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas biasanya sangat
jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak semakin jarang sehingga mudah
melihat ke dalam hutan, karena pandangan kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki
yang berhenti untuk istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang
tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati, hidup pada
kondisi iklim sedang.

Tajuk pohon di hutan pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter,
percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana. Pohon besar dan
sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran. Daun-daun umumnya kecil. Herba yang
umumnya ditemukan di lantai hutan termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias
yaitu Begonia, Impatiens dan Lobelia.

Hutan Sub Alpin

Hutan di zona sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon kerdil, rapat
dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan tumbuhan bawah yang jarang.
Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang
beriklim ekstrim, hal ini barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan
jenis tanah berbatu (litosol).

Jenis pohon yang dominan di hutan ini adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari
keluarga ERICACEAE, dan dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju
kawah. Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry, cantigi juga
mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda juga mempunyai warna
menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan pegunungan, seperti halnya pohon
puspa. Warna daun muda yang merah kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk
melawan sinar ultraviolet yang sangat ektrim.

You can carefully look for a tiny white flower of Argostemma montanum in the forest floor
of submontane forest.
Rasamala, an emergent of the forest

Impatiens javanesis

above: due to high humidity, many epiphytes growing on trees

left: a flower of Lobelia montana

left:
flowers of Javan Edelweiss can be seen mostly around the crater of Mt. Gede and Alun-alun
Suryakencana.
right:
dwarf forms of subalpine trees
left:
flowers and edible berries of cantigi. Young leaves have sour taste and also edible.

Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango

Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa diantara merupakan jenis
anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun kebanyakan anggrek di TNGP merupakan
jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan
hanya tumbuh pada lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla: merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran
rendah hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 – 1700 m dpl.
Juga ditemukan di Sumatera.

Cymbidium lancifolium: termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-
jenis anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan didalam
kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.

Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan nama anggrek ini
”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya di Gunung Pangrango.

Anda mungkin juga menyukai