Anda di halaman 1dari 3

Efisiensi Konversi Energi

Salah satu cabang dari sains dan ilmu rekayasa yang cukup intensif mengkaji masalah
konversi energy ini adalah Thermodinamika. Yang dari kajian rekayasa ini dilahirkan
sebuah besaran "fisiensi" terutama ketika mengagas proses perubahan dari sebuah
bentuk energi ke bentuk energi yg lain. Ilmu ini kemudian sangat bermanfaat dalam dunia
rekayasa, terutama bagi kehidupan kemanusiaan.

Dalam sebuah proses konversi dari bentuk kalor ke mekanik misalnya. Dimana proses
perpindahan kalor terjadi dari reservoir panas ke reservoir dingin. Lalu di tengah
perjalanan kalor itu sebagiannya "dicuri" untuk menggerakkan turbin.

Konservasi energy dirumuskan dalam formula :

Qh = W + Qc

Dimana :
Qh = Reservoir Panas (hot)
W = Kerja yg dihasilkan
Qc = Reservoir Dingin (cold)

Dari sini Effisiensi kemudian dirumuskan sebagai rasio antara Output yg diinginkan
dengan Energi masukkan. Yang secara matematis ekspresinya sbb:

Eff = W/Qh

dengan operasi aljabar sederhana diturunkan lagi menjadi

Eff = (Qh - Qc)/Qh

Karena besaran Q (kalor) adalah besaran yg sangat ditentukan oleh Temperature maka
ekspresi kalor bisa di ubah kedalam ekspresi temperature:

Eff = (Th - Tc)/Th = 1 - Tc/Th

Nah disini kita berurusan dengan rasio Tc/Th yg nilainya diantara 0 dan 1. Kenapa?, ya
karena sudah menjadi logika dasar yg embedded dalam kepala manusia untuk
memahami bahwa yg namanya Temperatur Tinggi selalu lebih tinggi daripada
Temperatur rendah :).

Sebenernya, untuk orang yang punya curiousity lebih, ada kesempatan besar untuk
membuat effisiensi = 1, yaitu dengan cara membuat Tc=0 atau Th=~. Perbedaan suhu yg
semakin ekstrim antara Tc dan Th akan menghasilkan efisiensi yg mendekati satu.

Nah untuk itu harus ada proses rekayasa tersendiri yg mengkondisikan reservoir dingin
dan panas itu berada pada perbedaan suhu yg sangat jauh. Dan nampaknya kita perlu
suntikkan tambahan energi yg tidak sedikit, sehingga hitung-hitungan effisiensinya juga
jadi beda lagi. Mengapa?, karena energi masukkannya, selain dateng dari reservoir
panas juga dari kerja yg kita berikan untuk pengkondisian sistem nya.

Memang Ada konseptualisasi untuk kondisi ideal dari sebuah proses konversi energi,
dimana sebuah perubahan dari bentuk energi awal ke bentuk energi hasil (yg lebih bisa
dimanfaatkan) berjalan sempurna alias effisiensi = 100%. Mesin yang memiliki eff = 1 ini
dinamakan mesin Carnot.

Tapi mesin ini sampai sekarang tidak lebih hanyalah sekedar konseptualisasi, dan tidak
pernah menjadi real. Karena syarat berlakunya sedemikian mustahil terjadi dalam arena
permainan dimana manusia ditakdirkan hidup, berkembang biak, dan bermasyarakat
dengan manusia lainnya.

Kalau mau, kita juga bisa bermain di syarat-syarat ini jika menghendaki eff=1. Coba
perhatikan syarat terjadinya siklus Carnot ini pada kasus piston yg digerakkan ekspansi
dan kompresi.

• Batas sistem yg sempurna, Sehingga tidak ada atom yg melarikan diri dari fluida
kerja apakah itu pada saat piston mengembang atau saat piston melakukan
kompresi.

• Pelumasan sempurna, sehingga TIDAK ADA komponen friksi sekecil apapun.

• Syarat Gas ideal untuk fluida kerja harus terpenuhi.

• Piston bergerak maju dan mundur berulang2, dalam sebuah siklus isotermal dan
proses ekspansi/kompresi nya adiabatic seperti gbr dibawah..
o Isotermal (segmen AB dan CD), hanya terjadi jika terjadi kontak yg
sempurna antara fluida kerja dengan salah satu dari dua reservoir
(dingin/panas)
o Adiabatic (segmen BC dan DA), hanya terjadi ketika ada isolasi sempurna
antara fluida kerja dengan lingkungan luar termasuk dengan kedua
reservoir.

Jadi memang idenya harus ada upaya untuk menjadikan dunia yg penuh friksi ini menjadi
frictionless. Dan sepertinya untuk itu perlu energi tambahan pula..

Upaya Agar Effisiensi > 1?

Seluruh upaya rekayasa untuk peningkatan effisiensi dilakukan untuk mendekati


konseptualisasi yg ideal itu (Eff=1). Ya karena effisiensi itu sendiri ekspresi manusia
dalam mencerna hal yg demikian.

Dari ekspresi matematis nya saja agaknya manusia sangat tidak mengizinkan effisiensi
itu lebih dari satu, itu sama halnya dengan memaksakan sebuah logika bahwa temperatur
tinggi itu lebih rendah dari temperatur rendah.

Jadi ada penyataan logika yg salah bahwa, "tinggi' lebih rendah daripada "rendah'.
Sungguh melanggar logika dasar (logika non kontradiksi) yang telah tertanam di kepala
semua manusia.

Menginginkan eff diatas satu berarti harus melakukan upaya bukan hanya menghilangkan
friksi, akan tetapi menghadirkan lawan dari friksi itu, tarolah saya kasih nama "inisiatif"
hehe.. kalo friksi itu menghambat, kalo inisiatif itu malah membantu, mungkin
pencariannya (atau pengkhayalannya :P) bisa pada proses lubrikasi.

Kalo selama ini kita mencari pelumas yg sangat baik untuk mengurangi friksi. Maka jika
kita menginginkan eff > 1 harus dicari pelumas yg tidak hanya mereduksi friksi, akan
tetapi juga pelumas yg punya inisiatif membantu proses yg sedang terjadi atau sebut saja
advance lubricant.

Sesuatu yang hanya pantas masuk ke alam khayalan, Karena mungkin sifat ilmu fisika
yang constraint nya sangat materialistik tidak akan punya kerangka yg cukup buat
mencerna ini. Kalau mau agaknya kita harus menggeser epistemologi dari dunia fisika ke
dunia metafisika :P.

Dan kalaupun fenomena ini ada, lahir pertanyaan mendasar berikutnya? Benarkah alam
semesta ini masih harmonis dan seimbang dengan adanya makhluk yang bernama
"inisiatif" ini? Sulit kita membayangkan fakta (baca : kekacauan) seperti apa yang akan
kita saksikan.

Written By : Yugi Sukriana - Journal of Life


Dikirim oleh Admin
Tanggal 2008-07-31
Jam 02:11:24

Anda mungkin juga menyukai