Sumber zakat merupakan harta yang menjadi objek zakat. Sumber zakat dibagi menjadi
dua bagian, yang pertama sumber zakat terdahulu, dan yang kedua adalah sumber zakat
kontemporer. Sumber zakat terdahulu yaitu sumber zakat yang pernah ada pada zaman
Rasulullah, seperti zakat emas dan perak, zakat perdagangan, zakat pertanian, zakat rikaz,
dan lain sebagainya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rosulullah dalam berbagai
hadits.
Adapun sumber zakat kontemporer adalah sumber zakat yang tidak ada pada zaman
Rosulullah, tapi para ulama memasukannya kedalam sumber zakat yang harus dikeluarkan
zakatnya dengan jalan analogi atau qiyas kepada sumber zakat yang pernah ada pada zaman
Rosulullah. (Www.pondokzakat.com. 12/03/11)
Sejalan dengan ketentuan ajaran Islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap
kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, maka hal menetapkan harta menjadi sumber
atau objek zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, diantaranya:
1. Harta tersebut harus diperoleh dengan cara yang baik dan halal
Maksudnya harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya
jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat, karena Allah SWT tidak akan menerimanya.
sebagaimana yang tersebut dalam QS Al Baqarah 267 menyatakan :
“Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
berkembang, baik berada ditangannya maupun di tangan orang lain atas namanya.
(Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. (Terjemah). 410)
3. Milik penuh
Yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Atau
menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya dan di dalamnya
tidak tersangkut hak orang lain dan ia dapat memilikinya.
“Tidaklah wajib sedekah (zakat) pada tanaman kurma yang kurang dari lima ausaq.
Tidak wajib sedekah (zakat) pada perak yang kurang dari lima awaq. Tidak wajib
sedekah (zakat) pada unta yang kurang dari lima ekor.”
Sumber-sumber zakat tertentu seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak harus
sudah berada atau dimiliki atau diusahakan dalam tenggang waktu satu tahun. Persyaratan
ini yang disebut persyaratan al haul.
yang jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup.
Namun sebagian ulama berpendapat bahwa amatlah sulit untuk menentukan atau
mengukur seseorang itu telah terpenuhi kebutuhan pokoknya atau belum. Dan kebutuhan
pokok setiap orang berbeda-beda. Karena itu menurut mereka syarat nishab dan an-
Naama sudahlah cukup.
“Rasulullah Saw bersabda:”Tanaman yang diari dengan air hujan, dan mata air
atau air tanah, maka sepersepuluh (zakatnya). Tanaman yang diairi dengan
pengangkutan, naka seperduapuluh (zakatnya)”. (H.R. Bukhari dari Salim bin
Abdillah dari ayahnya).
b. Hewan Ternak
c. Harta Perdagangan
َّ َكانَ يَأْ ُم ُرنَا أَ ْن نُ ْخ ِر َج ال: ِأَ َّما بَ ْع ُد فَإ ِ َّن َرسُو ُل هللا
ص َدقَةَ ِمنَ الَّ ِذى نُ ِع ُّد لِ ْلبَي ِْع
komoditas yang dipersiapkan untuk diperdagangkan”. (HR. Abu Daud dari Samroh
bin Jundab).
e. Barang Temuan
f. Barang Tambang
Dalam tafsirnya “Fi Dzilali al-Qur’an” ketika menafsirkan firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 267 menyatakan, bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha
manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah SWT
dari dalam dan atas bumi, seperti hasil-hasil pertanian, maupun hasil pertambangan
seperti minyak. Karena itu, nash ini mencakup semua harta, baik yang terdapat di
zaman Rasulullah Saw. maupun di zaman sesudahnya. Semuanya wajib dikeluarkan
zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah
Rasulullah Saw baik yang sudah diketahui secara langsung maupun yang di-qiyas-kan
kepadanya.
3. Al-Qurthubi
Dalam Tafsir al-Jaami’ li Ahkam al-Qur’an, menyatakan bahwa yang dimaksud
1. Zakat Perusahaan
Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat
perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatan sebuah
perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.
Hal tersebut dikuatkan oleh keputusan Muktamar Internasional di Kuwait, tanggal 3
April 1984 tentang zakat perusahaan sebagai berikut, bahwa zakat perusahaan disamakan
dengan perdagangan apabila kondisi-kondisi sebagai berikut terpenuhi :
1. Adanya peraturan yang mengharuskan pembayaran zakat perusahaan tersebut.
2. Anggaran Dasar perusahaan memuat hal tersebut.
3. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) mengeluarkan keputusan yang berkaitan
dengan hal itu.
4. Kerelaan para pemegang saham menyerahkan pengeluaran zakat sahamnya kepada
dewan direksi perusahaan.
saw. tentang zakat binatang ternak yang penerapannya digeneralisasikan oleh beberapa
madzhab fikih dan yang disetujui pula dalam Muktamar Zakat I. Idealnya perusahaan
yang bersangkutan itulah yang membayar zakat jika memenuhi keempat kondisi yang
disebutkan di atas. Jika tidak, maka perusahaan harus menghitung seluruh zakat
kekayaannya kemudian memasukkan ke dalam anggaran tahunan sebagai catatan yang
menerangkan nilai zakat setiap saham untuk mempermudah pemegang saham mengetahui
berapa zakat sahamnya. (Fatwa Zakat Kontemporer. 1984).
2. Zakat Saham
Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan
dengan kepemilikannya adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang
mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada setiap
akhir tahum biasanya pada waktu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapatlah
diketahui keuntungan (deviden) perusahaan termasuk juga kerugiannya. Pada saat itulah
ditentukan kewajiban zakat terhadap saham tersebut. (Hafidhuddin, Didin. 2002).
Beberapa ulama berpendapat bahwa saham dan juga obligasi adalah harta yang dapat
diperjualbelikan, karena itu pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya,
sama seperti barang dagangan lainnya. Karenanya saham dan obligasi termasuk ke dalam
kategori barang dagangan dan sekaligus merupakan objek zakat. Sejalan dengan itu,
Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (3 April 1984/29 Rajab 1404)
menetapkan kewajiban zakat terhadap saham. Karena itu dari sudut Islam saham termasuk
ke dalam harta yang wajb dikeluarkan zakatnya.
3. Zakat Profesi
Zakat harta profesi termasuk dalam kelompok zakat maal, yaitu al-mal al-mustafad
(kekayaan yang diperoleh oleh seorang muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai
dengan syariat agama). Adapun profesi yang dimaksud antara lain dokter, insinyur,
pengacara dan lain sebagainya. Para ulama sepakat bahwa harta pendapatan wajib
dikeluarkan zakatnya apabila mencapai batas nisab. Adapun nisabnya sama dengan nisab
uang, dengan kadar zakat 2,5%.
Mengenai harta profesi ini, para ulama berbeda pendapat dalam hal hasil pendapatan.
Abu Hanifah mengatakan, harta pendapatan itu dikeluarkan zakatnya apabila mencapai
penghasilan dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat sudah mencapai batas
nisab. Tetapi Imam Malik berpendapat bahwa harta penghasilan tidak dikeluarkan
zakatnya sampai satu tahun penuh, baik harta tersebut sejenis dengan harta pemiliknya
atau tidak sejenis. Sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa harta
penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai waktu satu tahun meskipun ia
memiliki harta sejenis yang sudah cukup nisab.
4. Zakat Investasi
Para ulama yang berpandangan luas berpendapat bahwa hasil investasi, seperti hasil
sewa gedung, pabrik, taksi, dan bus, wajib dikeluarkan zakatnya. Namun mereka berbeda
pendapat mengenai cara memandang kekayaan itu, yakni apakah harus diperlakukan
sebagai modal perdagangan yang harus dihitung setelah satu tahun dan dipungut zakatnya
sebesar 2,5% dari keseluruhan atau hanya dibatasi atas hasil investasi dan keuntungan
saja jika nilainya cukup satu nisab. Pendapat pertama menyatakan bahwa pemilik benda-
benda yang diinvestasikan, seperti gedung, kapal terbang, kapal laut, taksi, bus, dan
sejenisnya, diperlakukan sama seperti pemilik barang dagang. Dengan demikian gedung
itu harus dinilai harganya setiap tahun, lalu ditambahkan keuntungannya yang ada, dan
kemudian dikeluarkan zakatnya 2,5%. Menurut pendapat kedua, zakat tidak dipungut dari
keseluruhan harga setiap tahun, tetapi dipungut dari keuntungan dan hasil investasi.
Kadar zakatnya 2,5% tanpa mempersyaratkan satu tahun. Sedangkan menurut pendapat
ketiga, zakat dikenakan berdasarkan hasilnya, bukan berdasarkan modalnya, dengan
kadar zakat 10% dari hasil bersih apabila hasil bersih setelah biaya-biaya dikeluarkan
dapat diketahui. Tetapi apabila hasil bersih tidak bisa diketahui, maka zakat dikenakan
berdasarkan seluruh hasil dengan kadar zakat sebesar 5%. Adapun nisabnya sama dengan
nisab uang, yakni 96 gram emas.
Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. (Terjemah) . PT. Pustaka Litera Antarnusa. Jakarta,
1998.
Www.pondokzakat.com. 12/03/11.
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyyah : Zakat, Pajak, Asuransi & Lembaga Keuangan. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2000.
Hafidhuddin, Didin, Dr. Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani Press. Jakarta:
2002.