Anda di halaman 1dari 4

Nabi Khidir. Apakah Masih Hidup?

Posted by: admin

Banyak kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang, banyak kontroversi
tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong rasa ingin tahu tentang hakikat sebenarnya.
Ada yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup, adapula yang menyatakan Khidir sekarang
berdiam di sebuah pulau, ada pula yang menyatakan bahwa setiap musim haji Nabi Khidir
rutin mengunjungi padang Arafah. Entah khidir siapa dan yang mana? Tapi yang jelas
begitulah khurafat dan takhayyul berkembang di tengah masyarakat kita. Lucunya, banyak pula
orang-orang yang sangat mempercayai perkara-perkara tersebut.

Semua ini berpangkal dari kesalahpahaman mereka tentang hakekat Nabi Khidir. Terlebih lagi
orang-orang ekstrim dari kalangan pengikut tarekat dan tasawwuf yang membumbui berbagai
macam dongeng dan cerita bohong tentang Khidir. Sebagian di antara mereka, ada yang
mengaku telah bertemu dengan Khidir, berbicara dengannya dan mendapat wasiat dan ilham
darinya. Misalnya di tanah air kita ini, ada sebagian orang yang mengaku telah bertemu dengan
Khidir dan mengambil bacaan-bacaan shalawat, wirid-wirid dan dzikir dari Khidir secara
langsung, tanpa perantara, atau melalui mimpi. Bahkan ada pula yang mengaku dialah Nabi
Khidir -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Semua ini adalah keyakinan batil!!

Mengenai hidup atau wafatnya Khidir, orang-orang berselisih. Ada yang menyatakan dia masih
hidup. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa dia telah lama meninggal berdasarkan dalil-dalil
dari Al-Kitab dan Sunnah. Ini merupakan pendapat para Ahli Hadits. Karena, tidak ada satupun
nash yang shahih, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat dijadikan pegangan bahwa
Khidir masih hidup. Bahkan banyak dalil yang menyatakan ia telah meninggal.

Jika kita mengadakan riset ilmiah, maka kita akan mendapatkan Al-Qur’an dan Sunnah
menjelaskan bahwa Nabi Khidhir telah meninggal dunia.

Al-Allamah Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Khidir
sudah tidak ada di dunia adalah empat perkara; Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ (kesepakatan)
ulama’ muhaqqiqin, dan dalil aqliy”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 69)]

Di antaranya dalil-dalil itu:

Allah -Ta’ala- berfirman, yang artinya :

“Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu
(Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”. (QS.Al-Anbiya`: 34)

Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauzy-rahimahullah- berkata, “Khidhir, jika dia itu
seorang manusia, maka sungguh ia telah masuk dalam keumuman (ayat) ini tanpa ada
keraguan. Seorang tidak boleh mengkhususkannya dari keumuman itu, kecuali dengan dalil
yang shahih”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif]
Kemudian Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir-rahimahullah- menguatkan ucapan Ibnul Jauziy
tadi seraya berkata, “Asalnya memang tidak boleh mengkhususkannya sampai dalil telah nyata.
Sementara tidak disebutkan adanya dalil yang mengkhususkannya dari seorang yang ma’shum
yang wajib diterima”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif ]

Allah -Azza wa Jalla- berfirman, yang artinya :

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang
Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul
yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab,“Kami mengakui”. Allah
berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama
kamu”. (QS. Al-Imran: 81)

Al-Hafizh Ibnu Katsir menukil dari Ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata saat
menafsirkan ayat ini, “Allah tidak mengutus seorang nabi di antara para nabi, kecuali Dia
mengambil perjanjian padanya. Jika Allah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam-
sedang nabi itu hidup-, maka ia (nabi itu) betul-betul harus beriman kepada beliau, dan
menolongnya”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/565)]

Jika Khidir masih hidup, tentunya ia tidak boleh menunda-nunda keimanannya kepada
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Ia harus mengikuti Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-, berjihad bersamanya dan menyampaikan dakwah beliau. Ini merupakan perjanjian
Allah kepada seluruh para nabi dan rasul sebagaimana yang tersebut dalam QS. Al-Imran ayat
81 di atas.

Ini menunjukkan kepada kita bahwa wajib bagi seorang nabi dan rasul untuk menolong dan
beriman kepada Rasulullah Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- menegaskan bahwa andaikan Nabi Musa -’alaihis salam-, yang
jauh lebih mulia dari Nabi Khidir masih hidup, maka ia harus mengikuti Nabi Muhammad
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- .

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

“Andaikan Musa hidup, tentunya tidak mungkin baginya, kecuali harus mengikutiku”. [HR.
Ahmad dalam Al-Musnad (3/387), Ad-Darimiy dalam As-Sunan (1/115), Ibnu Abi Ashim
dalam As-Sunnah (5/2), Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayan Al-Ilm (2/42), dan lainnya. Hadits
ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (1589)]

Sudah dimaklumi, tidak ada satu pun riwayat shahih ataupun hasan -yang dapat membuat jiwa
tenang- menyebutkan bahwa Khidir pernah bertemu dengan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-, tidak pula pernah ikut bersama Rasulullah dalam berbagai peperangan.

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,


“Tidak ada satu jiwa pun yang hidup pada hari ini telah lewat 100 tahun, sedang ia hidup pada
hari itu”. [HR. Muslim dalam Shahih- nya (4/1966)]

Allamah Ibnu Baththal-rahimahullah- berkata menerangkan makna hadits ini, “Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memaksudkan bahwa dalam jangka waktu ini suatu
generasi telah punah”. [Lihat Fathul Bari (1/256) karya Al-Hafizh Ibnu Hajar]

Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata dalam Al-Jami’ li Ahkam Al-


Qur’an (11/41), “Sesungguhnya hadits ini termasuk dalil yang memutuskan tentang kematian
Nabi Khidir sekarang”.

Andaikan Nabi Khidir masih hidup, tentu ia akan datang kepada Nabi Muhammad -Shallallahu
‘alaihi wasallam- untuk menyatakan keislamannya dan akan menolong beliau dalam berdakwah
dan berperang membela Islam. Tidak mungkin ada seorang Nabi pun yang masih hidup, lantas
tidak datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk berbai’at, menyatakan
keislamannya, dan berjihad bersama beliau.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

“Ya Allah, jika pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi dimuka bumi”. [HR.
Muslim dalam Kitab Al-Jihad, Bab: Al-Imdad bil Mala’ikah fi Ghazwah Badr (3/1383)]

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harraniy-rahimahullah- berkata ketika ditanya
tentang hadits di atas, “Andaikan Khidir masih hidup, maka wajib baginya untuk datang kepada
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan berjihad di hadapannya, serta belajar dari beliau
(Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-). Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda
dalam perang Badar, “Ya Allah, jika pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah
lagi dimuka bumi”. Pasukan kaum muslimin waktu itu sebanyak 313 personil. Telah dikenal
nama mereka, nama orang tua, dan qabilah mereka. Lantas dimanakah Khidir pada saat itu?”
[Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 68)]

Adapun dalil-dalil berupa hadits-hadits marfu’, dan mauquf yang menyebutkan tentang hidupnya
Nabi Khidir sampai hari ini, maka hadits-hadits itu lemah, bahkan palsu, tidak bisa dijadikan
hujjah dan dalil dalam menetapkan hukum, apalagi keyakinan (aqidah).

Al-Imam Ibrahim bin Ishaq Al-Harbiy -rahimahullah- berkata, “Tidak ada yang
menyebarkan berita-berita seperti ini (yakni tentang hidupnya Khidir) di antara manusia,
kecuali setan”. [Lihat Al-Maudhu’at (1/199) dan Ruh Al-Ma’aniy (15/321) karya Al-Alusiy]

Ibnul Munadiy berkata,“Aku telah mengadakan riset tentang hidupnya Khidir, apakah ia masih
ada ataukah tidak, maka tiba-tiba kebanyakan orang-orang bodoh tertipu bahwa ia masih hidup
karena hadits-hadits (lemah) yang dirwayatkan dalam hal tersebut”. [Lihat Az-Zahr (hal. 38)]

Ibnul Jauziy setelah membawakan beberapa hadits tentang hidupnya Nabi Khidir berkata,
“Hadits-hadits ini adalah batil”. [Lihat Al-Maudhu’at (1/195-197)]
Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Hadits-hadits yang disebutkan
di dalamnya tentang Khidir, dan hidupnya, semuanya adalah dusta (palsu). Tidak shahih satu
hadits pun tentang hidupnya Nabi Khidir”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 67)]

Seorang ulama Syafi’iyyah, Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah-


berkata setelah membawakan hadits dan kisah tentang hidupnya Khidir, “Riwayat-riwayat, dan
hikayat-hikayat ini merupakan sandaran orang yang berpendapat tentang hidupnya Nabi Khidir
sampai hari ini. Semua hadits-hadits yang marfu’ ini adalah dha’if jiddan (lemah sekali), tidak
bisa dijadikan hujjah dalam urusan agama”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334)]

Abul Khaththab Ibnu Dihyah Al-Andalusiy-rahimahullah- berkata, “Tidak terbukti tentang


pertemuan Nabi Khidir bersama dengan seorang nabi, kecuali bersama Musa, sebagaimana
Allah -Ta’ala- telah kisahkan tentang berita keduanya. Semua berita tentang hidupnya tak ada
yang shahih sedikitpun berdasarkan kesepakatan para penukil hadits (ahli hadits). Hal itu
hanyalah disebutkan oleh orang yang meriwayatkan berita tersebut, dan tidak menyebutkan
penyakitnya, entah karena ia tidak mengetahuinya, atau karena jelasnya penyakit berita tersebut
di sisi para ahli hadits”. [Lihat Az-Zahr An-Nadhir (hal. 32)]

Inilah beberapa dalil, dan komentar para ulama, semuanya menyatakan Nabi Khidir tidak hidup
lagi atau sudah meninggal. Nyatalah kebatilan orang yang mengaku bertemu dengan Nabi
Khidir untuk menerima ajaran di luar ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bagaimana mungkin Khidir mengajarkan suatu ajaran di luar
syari’at Nabi Muhammad -Shalallahu ‘alaihi wasallam-??! Itu pasti bukan Nabi Khidir, tapi
setan yang ingin menyesatkan manusia. [ MI ]

Anda mungkin juga menyukai