Anda di halaman 1dari 35

Makalah Idul Qurban

A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba
(fi'il madhi) - yaqrabu (fi'il mudhari') – qurban wa qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati
atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri
kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah ,
dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari
mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul
07.00 – 10.00 (Ash Shan'ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya
Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq,
Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).

B. Sejarah Idhul Qurban


Asal usul kurban yang disunnahkan dalam Islam itu berawal dari peristiwa kurban Nabi
Ibrahim AS. Diawali dari mimpi Nabi Ibrahim yang mendapat perintah Allah untuk
menyembelih anaknya, Ismail. Nabi Ibrahim berkeyakinan mimpinya itu merupakan mimpi yang
benar, maka ia menanyakannya kepada Ismail AS:
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102 ).
Mendengar jawaban yang penuh keteguhan dari hati putranya tersebut lalu Nabi Ibrahim
dengan menyebut nama Allah Nabi Ibrahim menguatkan hatinya untuk menyembelih putranya.
Dan ia lakukan ini semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah SWT.

Saat terjadi kemantapan hati inilah setan dating menggoda Nabi Ibrahim untuk tidak jadi
menyebelih putranya. Namun karena sudah kuatnya tekad hati Nabi Ibrahim untuk menyembelih
putranya maka apaun bujuk rayu setan keapdanya tidak melemahkan keteguhan beliau. Maka
dengan mengucap “Bismillahi Allahuakbar” beliau melemparkan sebuah batu untuk mengusir
setan tersebut yang menggodanya.
Akal licik rayu setan untuk menggagalkan rencana Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai disini
saja. Gagal menggoda Nabi Ibrahim, setan lalu menggoda istri Nabi Ibrahim. Namun
kejadiannyapun sama. Istri Nabi Ibrahim tak sedikitpun tergoda oleh rayuan setan. Maka dengan
mengucap “Bismillahi Allahuakbar” beliarupun melemparkan sebuah batu. Kejadian
melemparkan batu yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Istri inilah yang sekarang disebut
sebagai lontar jumrah.
Karena setan ini telah minggir semua sebab dilempari dan mereka tidak menggoda lagi.
Maka Nabi Ibrahim dengan mudah melaksanakan niatnya. Kemudian Nabi Ibrahim AS
membawa Ismail ke suatu tempat sunyi di Mina. Dengan berserah diri kepada Allah SWT, Ismail
dibaringkan dan segera Ibrahim AS mengarahkan pisaunya ke leher sang anak. Setelah terbukti
kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail AS maka Allah melarang menyembelih Ismail
dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan ( domba yang
besar ).

C. Ayat Al-Qur’an dan Hadist tentang Idhul Qurban


“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” ( QS. Al-Kautsar [ 108 ]:1–3 ).
”Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam keadaan berdiri ( dan telah terikat ). Kemudian apabila telah roboh (
mati ), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya ( yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” ( QS. Al-Hajj [22]
: 36 ).
Sementara itu Rasulullah SAW menegaskan :
“ Barangsiapa yang berada dalam kelapangan ( mampu berkurban ), lalu tidak
menyembelih kurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalatku.” ( HR Ahmad dan Ibnu
Majah ).

D. Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT padasaatIdulAdh-
ha.SabdaNabiSAW :

"Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain
menyembelih qurban." (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah
berpendapat,"Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan
hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama." (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang
berqurban. Sabda Nabi SAW :

"Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan
memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. ." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah XIII/165)

E. Hukum Qurban
Sampai pada seakarang ini para ulama msih berselisih mengenai hukum Idhul Qurban.
Berikut beberapa hadist yang digunakan oleh para ulama untuk menentukan hukum Qurban
Pertama.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. (yang artinya) : ”Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi ia tidak
menyembelih kurban maka jangan sekali-kali ia mendekati mushalla kami” [Riwayat
Ahmad (1/321), Ibnu Majah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al Hakim (2/349) dan (4/231) dan
sanadnya hasan]. Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan
harta untuk mendekati mushalla jika ia tidak menyembelih kurban. Ini menunjukkan bahwa ia
telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah
bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.
Kedua.
Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali, ia berkata : Pada hari raya kurban, aku menyaksikan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. (yang artinya) : ” Siapa yang menyembelih sebelum
melaksanakan shalat maka hendaklah ia mengulang dengan hewan lain, dan siapa yang
belum menyembelih kurban maka sembelihlah” [Diriwayatkan oleh Bukhari (5562), Muslim
(1960), An Nasa'i (7/224), Ibnu Majah (3152), Ath-Thayalisi (936) dan Ahmad (4/312,3131).]
Perintah secara dhahir menunjukkan wajib.
Ketiga.
Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkhutbah pada hari Arafah, beliau bersabda (yang artinya) : ” Bagi setiap keluarga
wajib untuk menyembelih ‘atirah [Berkata Abu Ubaid dalam "Gharibul Hadits" (1/195) :
"Atirah adalah sembelihan di bulan Rajab yang orang-orang jahiliyah mendekatkan diri kepada
Allah dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan hingga dihapus
setelahnya.] setiap tahun. Tahukah kalian apa itu ‘atirah ? Inilah yang biasa dikatakan orang
dengan nama rajabiyah” [Diriwayatkan Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud (2788)
Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasa'i (7/167) dan dalam sanadnya ada rawi
be7rnama Abu Ramlah, dia majhul (tidak dikenal). Hadits ini memiliki jalan lain yang
diriwayatkan Ahmad (5/76) namun sanadnya lemah. Tirmidzi menghasankannya dalam
"Sunannya" dan dikuatkan Al-Hafidzh dalam Fathul Bari (10/4), Lihat Al-Ishabah (9/151)].
Perintah dalam hadits ini menunjukkan wajib. Adapun ‘atirah telah dihapus hukumnya
(mansukh), dan penghapusan kewajiban ‘atirah tidak mengharuskan dihapuskannya kewajiban
kurban, bahkan hukumnya tetap sebagaimana asalnya.
Keempat
Adapun orang-orang yang menyelisihi pendapat wajibnya kurban, maka syubhat mereka
yang paling besar untuk menunjukkan (bahwa) menyembelih kurban hukumnya sunnah adalah
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : ” Apabila masuk sepuluh hari (yang
awal dari bulan Dzulhijjah -pen), lalu salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban
maka janganlah ia menyentuh sedikitpun dari rambutnya dan tidak pula kulitnya“.
[Diriwayatkan Muslim (1977), Abu Daud (2791), An-Nasa'i (7/211dan 212), Al-Baghawi
(1127), Ibnu Majah (3149), Al-Baihaqi (9/266), Ahmad (6/289) dan (6/301 dan 311), Al-Hakim
(4/220) dan Ath-Thahawi dalam "Syarhu Ma'anil Atsar" (4/181) dan jalan-jalan Ummu Salamah
Radhiyallahu 'anha]
Kelima
“ Barangsiapa yang berada dalam kelapangan ( mampu berkurban ), lalu tidak
menyembelih kurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalatku.” ( HR Ahmad dan Ibnu
Majah ).
Atas dasar ayat-ayat dan hadis di atas para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban
ini. Abu Hanifah ( Imam Hanafi ), misalnya, menyatakan menyembelih kurban hukumnya wajib.
Kewajiban ini berlaku setiap tahun bagi yang bermukin ( menetap ). Tetapi mayoritas ulama
seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki, dan Imam Hanbali menyatakan bahwa hukum berkurban itu
tidak wajib, tapi sunnah muakkad ( sunnah yang dikuatkan , yang sangat dianjurkan ).
Mayoritas ulama berpandangan mengenai kesunnahannya ini berdasarkan hadis Rasulullah
SAW yang artinya :
“Bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda apabila kamu melihat hilâl ( awal bulan )
Zulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, hendaklah ia menahan ( diri dari
memotong ) rambut dan kuku-kukunya ( binatang yang akan dikurbankan )”. ( HR Jamaah,
kecuali Bukhari ).
Pendapat bahwa kurban tidak wajib didasarkan pada kalimat : “salah seorang di antara kamu
ingin berkurban.” Tentu bagi yang melakukannya lebih baik.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa :
“Ada tiga hal yang wajib atasku dan sunnah bagi kamu, yaitu : shalat witir,
kurban, dan shalat dhuha’ ( HR Ahmad, Al-Hakim, dan Daru Qutni )”.
Dengan hadis-hadis itulah para ulama berpandangan bahwa hukum melaksanakan ibadah
kurban ini sunnah muakkad.
Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana diriwayatkan dalam “Sunan
Abi Daud” (2810), “Sunan At-Tirmidzi” (1574) dan “Musnad Ahmad” (3/356) dengan sanad
yang shahih dari Jabir- bukanlah pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu
untuk orang yang tidak mampu dari umatnya.
Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya kewajiban ini.
Wallahua’lam
F. Ketentuan-Ketentuan dalam Bequrban
1. Orang yang melakukan kurban hendaklah seorang Muslim yang merdeka ( bukan budak ),
balig, berakal, dan menurut Abu Hanifah, harus orang yang bermukim ( bukan musafir ). Tapi
menurut mazhab lain tetap sah jika musafir melaksanakan ibadah kurban.
2. Setiap Muslim yang mampu harus melaksanakan kurban dengan menyembelih seekor
kambing atau domba, atau seekor sapi / unta untuk tujuh orang bersama-sama. Binatang tersebut
harus disediakan tanpa mengutang.
3. Binatang yang sah untuk kurban harus yang sehat, tidak boleh cacat atau kurus, serta harus
yang sudah cukup umur, yaitu untuk kambing / domba harus sudah berumur satu tahun, sapi atau
kerbau dua tahun, dan unta sudah berumur lima tahun.
4. Penyembelihan dilakukan setelah selesai menjalankan shalat Id pada hari raya Idul
Adha, yang juga disebut yaum al-nahr ( hari penyembelihan kurban ) , atau pada hari-
hari tasyriq ( ayyam al-tasyriq ), yaitu tiga hari setelah hari raya Idul Adha.
5. Orang yang berkurban dianjurkan untuk menyembelih sendiri atau melihatnya pada waktu
penyembelihan. Maksudnya binatang untuk berkurban itu jangan diserahkan begitu saja kepada
orang lain. Kita harus mengetahui dulu orang yang kita tugaskan untuk melaksanakan
penyembelihan itu betul-betul orang yang amanah. Bisa saja pembagian daging kurbannya tidak
tepat sasaran. Hal ini sering terjadi, ada yang miskin tidak kebagian, tapi justru yang mampu
mendapatkannya.
6. Daging kurban itu harus dibagi-bagikan kepada fakir miskin . Mazhab Hanafi, Maliki, dan
Hanbali menyatakan boleh memakannya sedikit daging kurban itu, kecuali kurban yang
dinazarkan. Menurut ulama Mazhab Hanafi , memakan kurban yang dinazarkan adalah haram.
Sedangkan ulama mazhab Maliki dan Hanbali membolehkannya. Tetapi menurut ulama Mazhab
Syafi’i, kurban yang dinazarkan tidak boleh dimakan dagingnya, tetapi kurban biasa ( kurban
yang sunnah ) hukumnya sunnah untuk memakan sebagian kecil dagingnya. Hal ini didasarkan
pada ayat 36 Surah Al -Hajj seperti telah disebutkan di atas. Juga didasarkan pada hadis yang
diriwatkan Baihaki : “Bahwa Rasulullah SAW memakan hati hewan kurbannya.”
G. Waktu dan Tempat Qurban
a.Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari
Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih
sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :

"Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka
sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban
sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan
ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam." (HR. Bukhari)

Sabda Nabi SAW :

"Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih
qurban." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-
tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh.
Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi'i, Ahmad, Abu Tsaur,
dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat
yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin
Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10
Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti
ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang
Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh
dunia.

b.Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat
Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW
berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan
penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih
qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
H. Syarat Hewan Qurban
Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah
memenuhinya, yaitu.
1. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba
atau kambing biasa.
Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid
Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :

"...supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an'am) yang
telah direzekikan Allah kepada mereka." (TQS Al Hajj : 34)

2. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari
domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
a. Ats-tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
3. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan
dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-
aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua matanya,
kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.
4. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (diizinkan)
baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil
merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali
dengan izin teman serikatnya tersebut.
5. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan
gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
6. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat.
Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya
tidak sah.

Hewan Kurban Yang Utama dan Yang Dimakruhkan


1. Yang paling utama menurut sifatnya adalah hean yang memenuhi sifat-sifat sempurna dan
bagus dalam binatang ternak. Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang
ini. Di antaranya.
a. Gemuk
b. Dagingnya banyak
c. Bentuk fisiknya sempurna
d. Bentuknya bagus
e. Harganya mahal
2. Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah.
a. Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar.
b. Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti misalnya putting
susunya terputus.
c. Gila
d. Kehilangan gigi (ompong)
e. Tidak bertanduk dan tanduknya patah
Ahli fiqih Rahimahullah juga telah memakruhkan Al-Adbhaa’ (hewan yang hilang
lebih dari separuh telinga atau tanduknya), Al Muqaabalah (putus ujung telinganya), Al-
Mudaabirah (putus dari bagian belakang telinga), Asy-Syarqa(telinganya sobek oleh besi
pembuat tanda pada binatang), Al-Kharqaa (sobek telinganya), Al Bahqaa (sebelah matanya
tidak melihat), Al-Batraa (yang tidak memiliki ekor), Al-Musyayya’ah (yang lemah) dan Al-
Mushfarah.
I. Pemanfaatan Hewan Qurban
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan
pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti
hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta,
hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress.
Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias
tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga
dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan
qurban tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan
daging qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada
karib kerabat. Nabi SAW bersabda :
"Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah." (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu
: makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya
tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid
Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits
di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada
fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk
diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa'i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada
fakir-miskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi,
1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar
desa/tempat dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab
Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah)
mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada
muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah,
hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal
itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
"...(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih
sesuatu daripadanya (hewan qurban)." (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban.
Namun pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau
fakir (Al Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :
"Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban.
Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu
menjualnya.. ." (HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al
Auza'i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati ( ihtiyath), adalah
janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai
berkata,"Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah
dijadikan sebagai milik Allah ?" (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika
kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman
kami-- larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak
mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban.
Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas
duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.

J. Makna Idhul Qurban


Idul Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan
dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna Idul
Adha tersebut.
Menyadari kembali bahwa makhluk yang namanya manusia ini adalah kecil belaka
betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir Allahu
akbar. Menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah. Menuhankan selain
Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman globalisasi
ini orang dapat menuhankan tokoh lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan
partainya menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat. Orang
sekarang juga cenderung menuhankan politik dan ekonomi. Politik adalah segala-galanya dan
ekonomi adl tujuan hidupnya yg sejati. Bahkan HAM menjadi acuan utama segala gerak
kehidupan sementara HAT diabaikan. Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha
illallah.
Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah.
Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat membesar
dadanya melebar dan hidungnya bengah bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah
merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan
mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd.
Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian yang suatu
saat rindu untuk pulang ke tempat tinggal asal yakni tempat yg mula-mula dibangun rumah
ibadah bagi manusia Kabah Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yg istitalah tidak menunda-
nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada hakikatnya
manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siapa pun dia dari bangsa apapun adalah
saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi bila seseorang itu kafir adalah bukan saudara kita
meskipun dia lahir dari rahim ibu yg sama. Maka orang yang pulang dari haji hendaknya menjadi
uswah hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yang dimiliki sesama
muslim terutama dalam hal yang disebut furuiyah.
Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada hakikatnaya adalah sebagai
cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta kembali oleh yg memberi maka manusia tidak
dapat berbuat apa-apa. Hari ini jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dgn hutang bertumpuk
jadi karat. Sekarang berkuasa lusa bisa jadi hina tersia-sia oleh massa. Kemarin jadi kepala
kantor dengan mobil Timor entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor karena naik sepeda
bocor. Sedang ni’mat yg berupa harta hendaknya kita ikhlas untuk berinfaq di jalan Allah seperti
utk ber-udhiyah .
Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan
membalasnya denagn berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir pelit tamak bahkan rakus
tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.
Akhirnya semoga Idul Adha dgn berbagai ibadah yg kita laksanakan sekarang ini dapat
membangunkan kembali tidur kita . Kemudian kita berihtiar lagi sekuat tenaga utk
memperbanyak amal saleh sebagai pelebur amal-amal buruk selama ini. Amin
Makalah Qurban
Agung Candra 01.27 5 Comments

LEMBAR PENGESAHAN

QURBAN DI SMA NEGERI 1 PURWAKARTA


DILAKSANAKAN PADA

HARI/TGL : SABTU/27 – OKTOBER – 2011


SABTU / 11 – JULHIJAH 1433 H

DISUSUN OLEH :

AGUNG CANDRA WIJAYA


NIS : 1112 10 009

MENGETAHUI

GURU PEMBIMBING PEMBINA OSIS

NIP : NIP :
Kata Pengantar

Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kekhadirat illahi ALLAH SWT, atas segala nikmat
dan ridhoNyalah , penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu tentang
penyembelihan hewan qurban. Selain itu juga untuk menambah rasa keimanan dan ketaqwaan kepada
ALLAH SWT, serta untuk meningkatkan ukhuwah Islamiah melalui kegiatan penyembelihan hewan
qurban dan juga memberikan pembekalan kepada para pemuda tentang salah satu cara hidup secara
Islami.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Kamaludin S.Ag, guru agama kami yang telah
memberikan pembekalan pengetahuan tentang qurban dan telah memfasilitasi kami untuk mengadakan
observasi tentang pelaksanaan pemotongan hewan qurban langsung ke lapangan. Terima kasih juga
kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis tetap berharap semoga
laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, umumnya untuk semua pembaca laporan ini.

Alhamdulillah hirobbil a’lamiin.


BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Dalam sejarah sebagaimana yang disampaikan dalam Al Qur’an terdapat dua peristiwa
dilakukannya ritual kurban yakni oleh Habil (Abel) dan Qabil (Cain), putra Nabi Adam alaihis
salam, serta pada saat Nabi Ibrahim akan mengorbankan Nabi Ismail atas perintah Allah.

Habil dan Qabil

Pada surat Al Maaidah ayat 27 disebutkan:

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti
membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-
orang yang bertakwa”.

Ibrahim dan Ismail

Disebutkan dalam Al Qur’an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk
mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur’an bahwa Ibrahim dan Ismail mematuhi
perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba.
Berikut petikan surat Ash Shaaffaat ayat 102-107 yang menceritakan hal tersebut.

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”.

103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya ).

104. Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,

105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar

II. RUMUSAN MASALAH

1) Sebutkan dalil tentang berqurban?


2) Jelaskan hukum qurban?
3) Jelaskan syarat dan pembagian daging qurban?
4) Sebutkan dan jelaskan waktu qurban?
5) Siapakah orang yang di tuntut untuk berqurban?
6) Bagaimana kaifiyah memotong hewan qurban?
7) Bagaimana ketentuan cukup untuk berqurban?

III. TUJUAN PELAKSANAAN QURBAN


Tujuannya supaya orang islam bisa mengetahui apa itu kurban, tatacara berqurban, dan
pembagian daging kurban.
IV. FUNGSI DAN SASARAN QURBAN
1. Meningkatkan Ketakwaan
Pengertian takwa terkait dengan ketaatan seorang hamba kepada sang Kholik untuk
menjalankan perintah-Nya. Tingkat ketakwaaan seserang dapat di ukur dari kepedulian terhadap
sesamanya.
2. Meningkatkan Kesabaran
Nabi Ibrahim dan Ismail adalah hasil dari sebuah pemahaman atas keyakinan dan keimanan yg
mutlak kepada Allah, keyakinan dan keimanan bahwa sesungguhnya segala yg datang dari Allah
adalah sebuah kebenaran. Hikmah yg bisa kita ambil dari kisah ini adalah bagaimana kita
mampu memahami hakikat sabar itu, sabar bukan sekedar menahan marah, menahan emosi tapi
lebih dari itu sebuah kesadaran harus lah datang dari jiwa yg dipenuhi akan keyakinan dan
keimanan atas kebenaran yang datang dari Allah.

3. Meningkatkan Keikhlasan
Mencoba bercermin dari kisah Nabi Ibrahim dah Ismail sekedar mengambil pelajaran bahwa
ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih anaknya dan setelah melalui
pengolakan batin yg luar biasa akhirnya beliau memantapkan hati untuk melaksanakan perintah
tersebut ikhlas yg dalam hal ini beliau menyadari bahwa allah yg telah memberinya anugerah
keturunan yg sangat didambakannya dan allah pun yg akan mengambilnya kembali. Harta,
kekuasaan, jabatan, hidup dan mati, keturunan dan segala anugerah kenikmatan yg kita rasakan
pda hakikatnya adalah milik allah dan setiap saat atau kapanpun allah menghendaki maka dia
berhak untuk mengambilnya kembali. Pada saat itulah kita diuji apakah kita sanggup merelakan
apa yg menurut kita adalah milik kita sendiri untuk diambil kembali oleh pemiliknya yg hakiki.
4. Meningkatkan Syiar Agama
Berqurban adalah sebagian dari syiar agama islam, seperti yg dituliskan dalam Qur’an surat Al-
Hajj ayat 4 yg artinya “dan tiap-tiap umat telah kami syariatkan pengembelihan (Qurban) ,
supaya mereka me-nyebut nama allah terhadap binatang ternak yg telah direzekikan Allah
kepada mereka, maka Tuhan mu iyalah Tuhan yg maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yg tunduk patuh (kepada Allah).
5. Meningkatkan Solidaritas sosial dan ukhwah islamiah
Kita sering beranggapan bahwa apa yg kita raih adalah hasil jerih payah sendiri dan melupakan
Allah yg Maha memiliki segala apa yg kita miliki saat ini. Dengan membagikan kepada kalangan
tidak mampu merupakan salah satu bentuk kepedulian social seorang muslim kepada sesamanya
yg tidak mampu. Selain menumbuhkan rasa solidaritas social, juga dapat merekatkan ukhuwah
islamiyah antara tetangga, bahwasanya tidak ada perbedaan suku, ras atau pun agama. Di hari
raya Idul Adha ini pula jalan pemer satu ummat, antara muslim dan non muslim itu bisa saling
menghormati dan menghargai.
6. Qurban dan Solidaritas
Qurban berkaitan erat dengan solidaritas. Solidaritas sejatinya merupakan salah satu tujuan dan
perwujudan dari ibadah Qurban. Solidaritas adalah cerminan sikap, akhlak, dan moral.
Solidaritas merupakan parameter, prinsip, dan fitrah kemanusiaan. Solidaritas adalah nilai,
karakter, dan budaya. Solidaritas adalah solusi berbagai persoalan sosial-kemanusiaan.
Solidaritas bisa menjadi instrumen dalam memperkuat kebersaman, kepedulian, toleransi, dan
perdamaian.
Dunia saat ini dihadapkan pada persoalan kurangnya solidaritas antar bangsa. Masyarakat yang
tidak solider adalah masyarakat yang berpenyakit. Berbagai permasalahan sosial kemanusiaan
yang mendera masyarakat dunia saat ini di antaranya disebabkan oleh hilangnya jiwa solider ini
dari hati manusia.Masyarakat yang solider adalah masyarakat yang peduli, masyarakat yang
berlaku adil, tidak serakah dan masyarakat yang damai. Dan salah satu tujuan dari program
Qurban itu adalah membangun budaya solider masyarakat. Dengan demikian, Qurban
merupakan instrumen strategis dalam memperkuat peran solidaritas sosial-ekonomi masyarakat
Muslim di seluruh dunia sehingga tercapai tatanan kemanusiaan yang harmoni, damai, dan
sejahtera.
7. Qurban dan Ekonomi
Ada sejumlah alasan mengapa ibadah Qurban penting dikelola sebagai sebuah program
masterpiece pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hampir semua bentuk ritual ibadah dalam
Islam membawa manfaat universal dan multidimensi, termasuk di dalamnya adalah manfaat
ekonomi. Jadi, ibadah dalam Islam adalah sebuah peluang ekonomi, sebuah peluang bisnis.
Wajar jika ekonomi dalam Islam ibarat darah dalam tubuh yang fungsinya menghidupi. Ibadah
Haji (rukun Islam ke 5) misalnya. Bukan sekadar ritual ibadah semata berdimensi hablum
minallah, tetapi juga merupakan sebuah aktivitas ekonomi yang dahsyat (hablumminannas).
Perputaran ekonomi langsung atau tidak langsung dari ibadah Haji ini sangatlah besar.
Pemerintah Saudi memperoleh devisa luar biasa besarnya, karena jutaan Muslim tiap tahun
menunaikan ibadah Haji.
Qurban pun demikian, sebuah peluang yang sangat besar yang bisa membangkitkan dan
mendatangkan kekuatan ekonomi yang luar biasa. Tidak seperti ibadah haji, ber-Qurban bisa
dilaksanakan di seluruh penjuru dunia. Qurban bisa menjadi sebuah aset ekonomi, komoditas
perdagangan global. Potensi pasarnya adalah milyaran muslim di seluruh dunia. Sebab, setiap
Muslim pasti menginginkan dirinya untuk berqurban. Atau setidaknya sekian persen dari jumlah
masyarakat Muslim yang jumlahnya lebih dari satu milyar di dunia saat ini. Berarti secara
potensi dibutuhkan milyaran atau jutaan hewan ternak setiap tahun di seluruh dunia untuk
memenuhi permintaan Qurban. Yang berati pula akan terjadi transaksi perdagangan bernilai
milyaran dolar. Bukankah ini sebuah peluang besar, bahkan sangat besar? Harusnya kita
masyarakat Muslimlah yang paling tepat untuk mengelola peluang ini. Walaupun ternak bisa
saja dibeli atau diadakan dari masyarakat manapun termasuk non Muslim, tetapi potensi
masyarakat Muslim untuk mengembangkan usaha ternak ini sangat luar biasa. Hampir semua
negeri Muslim cocok untuk pengembangan ternak.
8. Qurban dan Ekonomi
Jika ingin mengambil manfaat optimal, tak ada salahnya jika program Qurban bukan sekadar
bagaimana menggarap pasar (sektor hilir), tetapi bisa juga menggarap sektor hulunya (usaha
peternakan), misalnya dengan menggerakan program ternak berbasis komunitas. Meskipun
sebagai strategi manajemen, program ekonomi qurban harus mengambil skala prioritas dalam
mengembangkan bisnisnya.Fokus bisnis ternak yang terpenting adalah bagaimana bisa menjadi
market leader di dunia bisnis Qurban. Program ekonomi Qurban mutlak harus memiliki
kemampuan dalam menggarap sektor hilir, melakukan program pemasaran dengan segala
propandanya. Menciptakan dan menjadikan seluruh stakeholders Qurban untuk kepentingan
program pemasarannya. Ini semua merupakan tantangan sekaligus peluang untuk menjadikan
Qurban menjadi bisnis besar, menjadi bisnis dengan multi benefit.
9. Khatimah
Sayangnya, kelebihan-kelebihan ibadah qurban di atas tak selalu mampu diaplikasikan oleh
muslimin. Sejumlah hal masih menjadi kendala. Di antaranya, lemahnya pemahaman masyarakat
Muslim terhadap Islam, termasuk di dalamnya seluk beluk tentang qurban. Di samping itu,
kurangnya sosialisasi tentang qurban kepada masyarakat. Kemiskinan yang mendera masyarakat
Muslim juga menjadi kendala yang menyebabkan mayoritas masyarakat Muslim tidak memiliki
kemampun berqurban. Sementara kelas menengah atas Muslim, masih sangat terbatas yang
memiliki kesadaran ber-Islam. Mereka umumnya† merupakan kaum sekuleris, hedonis, dan
kurang peduli.Pengelolaan qurban melalui lembaga juga masih merupakan paradigma baru,
eksperimen baru. Padahal, fungsi Qurban sebagai alat syiar dakwah yang signifikan hanya akan
berhasil jika Qurban dikelola secara terorganisir melalui kelembagaan. Jadi mengelola qurban
melalui lembaga adalah solusi. Meski demikian optimisme tidak boleh kendor dalam
menjalankan sesuatu yang kita anggap baik bagi ummat. Peradaban Qurban, dengan kerelaan
untuk berkorban, semangat berhati dan berbagi, semoga menjadi solusi bagi semua. Wallahu
aílam bish showab.

BAB II
PELAKSANAAN QURBAN
V. PENGERTIAN QURBAN
QURBAN merupakan suatu aktivitas ibadah masyarakat Muslim dalam bentuk penyembelihan
hewan ternak pada hari raya Idul Adha yang tatacaranya diatur menurut kaidah syariah Islam.
Qurban identik dengan pemotongan hewan ternak yang disyariatkan, dilaksanakan mengiringi
perayaan Idul Adha. Idul Adha sendiri merupakan Hari Raya Istimewa bagi kaum Muslimin
karena merupakan perayaan paling akbar, paling besar. Karena itu, di beberapa tempat di
Indonesia sering disebut sebagai Rayagung, meskipun hari raya Idul Fitri kerap dirayakan lebih
meriah. Dilakukan setiap satu tahun satu kali pada bulah Zulhijjah, pada tanggal 10,11,12, dan
13 setelah Wukuf di Padang Arafah yang merupakan salah satu ritual terpenting dalam rangkaian
ibadah Haji.
VI. DALIL TENTANG QURBAN

surat Al Kautsar ayat 2:

َِّ ‫الكوثر( َوا ْن َح َِّر ل َرب‬:2)


َ َ‫ك ف‬
ِّ‫صل‬

Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (anhar)

Sementara hadits yang berkaitan dengan kurban antara lain:


“Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah ia
mendekati tempat salat Ied kami.” HR. Ahmad dan ibn Majah.
Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban
itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka
menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab:
“Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”
Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn
Majah
“Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang di antara kalian yang ingin berkurban,
maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” HR. Muslim
“Kami berkurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi
untuk tujuh orang. “ HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi.
2.2 Hukum Qurban

Hukum Qurban terbagi 2, yaitu:


1. Sunah Muakad (Sunah Kipayah) yakni sunah yang dikukuhkan dan hanya cukup satu kali.
Dasar berqurban hanya karena mampu.
2. Wajib yakni keharusan berqurban karena atas dasar adanya Nadzar, baik nadzar hakikat atau
nadzar hukum. Seperti mengucapkan:
“Saya akan berqurban apabila saya sehat:, atau “Saya nadzarkan kambing ini hanya untuk
qurban.”

VII. Syarat dan Pembagian Daging Qurban

Syarat dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai berikut :


Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa
berutang.
Kurban harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit, dan
kuping serta ekor harus utuh.
Hewan kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih, sapi atau kerbau telah
berumur 2 tahun, dan domba atau kambing berumur lebih dari 1 tahun.
Orang yang melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan budak), baligh, dan berakal.
Daging hewan kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban, 1/3 disedekahkan,
dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.
2.4 Waktu Qurban
Awal waktu

Waktu untuk menyembelih kurban bisa di ‘awal waktu’ yaitu setelah salat Id langsung dan tidak
menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id,
maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih
sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya .

Dalilnya adalah hadits-hadits berikut: a. Hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِّ‫صلَّى َم ْن‬
َ ‫صالَتَنَا‬
َ ‫ك‬ ُ ُ‫اب فَ َق ِّْد ن‬
َ َ‫س َكنَا َون‬
َِّ ‫س‬ َ َ‫ك أ‬
َِّ ‫ص‬ ُ ُّ‫ن الن‬
َِّ ‫س‬ َِّ َ‫ل ذَب‬
ِّْ ‫ح َو َم‬ ِّْ َ ‫ي أ‬
َِّ ‫ن قَ ْب‬ َ ُ‫أ ُ ْخ َرى َمكَانَ َها فَ ْليُع ِّْد ي‬
َِّ ‫صل‬

“Barangsiapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami,
maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka
hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

ِّْ ‫ْس ِل َ ْهلهِّ يُ َقد ُم ِّهُ َلحْ مِّ ه َُِّو َفإ َّنِّ َما نَ َح َِّر َو َم‬
Dalam lafadz lain disebutkan: ‫ن‬ َِّ ‫ن لَي‬ ُ ُّ‫ش ْيءِّ الن‬
َِّ ‫سكِّ م‬ َ “Barangsiapa yang
menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk
keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.”
Akhir waktu

Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya.
Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal
13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Al-Hasan Al-Bashri
imam penduduk Bashrah, ‘Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auza’i imam
penduduk Syam, Asy-Syafi’i imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini dipilih oleh
Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-
Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut
adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah
hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa
padanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِّ‫ش ْربِّ أ َ ْكلِّ أَيَّا ُِّم التَّ ْشريْقِّ أَيَّا ُم‬


ُ ‫تَ َعالَى ِلِّ َوذ ْكرِّ َو‬

“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.”

Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

ِّ‫َان‬
َ ‫نك‬َِّ ‫سمنُ َها اِْلُضْحيَّ ِّةَ أَ َح ُد ُه ُِّم يَ ْشري ْال ُمسْل ُم ْو‬ ْ ‫ْالح َّجةِّ ذي آخ َِّر اِْل‬
َ ُ‫ض َحى بَ ْع َِّد فَيَ ْذبَ ُح َها فَي‬
“Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan
kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian
yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
Menyembelih di waktu siang atau malam?

Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu pagi,
siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

‫َم ْعلُ ْو َماتِّ أَيَّامِّ في للاِّ اس َِّْم َو َي ْذ ُك ُروا‬

“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)

Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih adalah
diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395,
no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi
keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau
tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa. Adapun ayat di atas
(yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan
persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja. Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-
Thabarani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz:

ُِّّ ‫صلَّى النَّب‬


‫ي نَ َهى‬ َِّ ‫سلَّ َِّم‬
ِّ ِّ‫علَيْه‬
َ ُ‫للا‬ َ ِّ‫باللَّيْلِّ الذَبْح‬
َ ‫عنِّ َو‬

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam hari.” Al-Haitsami


rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan: “Pada sanadnya ada Salman bin Abi
Salamah Al-Janabizi, dia matruk.” Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu
a’lam. (lihat Asy-Syarhul Kabir, 5/194)

VIII. ORANG YANG DITUNTUT UNTUK BERQURBAN

1. Beragam Islam
3. Merdeka
2. Baligh dan berakal
4. Mampu

IX. TEHNIK MEMOTONG HEWAN QURBAN

1. Membaca basmalah, sholawat, takbir, sekaligus membaca do’a qurban bagi dirinya atau orang
lain
‫………اضحية هذه انِّ اللهم‬..‫بن‬/ ‫…… اسمي فتقبلهامني …………بنت‬. / ‫…… اسمه منه‬/ ‫……منهااسمها‬.. ‫ياكريم‬
‫ لى فداء اجعلها اللهم‬/ ‫ له‬/ ‫ الناروسترالى لهامن‬/ ‫له‬/ ‫ لى وبراة النار من لها‬/ ‫ له‬/ ‫النار من لها‬, ‫وفىاالخرة الدنياحسنة فى ربنااتنا‬
‫النار وقناعذاب حسنة‬. ‫العالمين ربِّ والحمدهلل وسلم وصحبه اله على و محمد نا سيد على للا وصلى‬. ‫امين‬.

B. Posisi Kambing
1. Keadaan kambing menyendeh dan kepala ke sebelah utara serta ditenggakan ke atas
2. Potongan leher sebaiknya jangan terlalu dekat pada kepala dan jangan sampai putus

C. Alat Pemotong
1. Dengan golok yang tajam dan sejenisnya
2. Golok tidak boleh diangkat sebelum yakin telah sempurna memotong

X. KETENTUAN KECUKUPAN HEWAN QURBAN

Hewan-Hewan :

- Unta yang berumur 5 tahun memasuki tahun ke 6


- Sapi yang berumur 2 tahun memasuki tahun ke 3
- Kambing (domba / kambing jawa) telah berumur 2 tahun dan sudah tanggal (pulak) gigi.
Dan ketiga hewan tersebut cukup jadi qurban apabila tidak ada satu kecacatan, seperti:
picak, pincang, sakit atau kurus.
Penyembelihan dilakukan pada tanggal 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah
Berqurban didasari niat karena Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya
Qurban kambing cukup untuk 1 orang, sapi dan unta untuk 7 orang.

XI. SARANA DAN PERLENGKAPAN QURBAN


Sarana dan Perlengkapan dalam pelaksanaan proses pemotongan hewan qurban harus benar-
benar dipersiapkan dengan baik, seperti tempat yang memadai dan pisau potong yang tajam serta
petugas potong yang sudah terampil dalam kegiatan menyembelih dan memotong hewan qurban
.
XII. WAKTU DAN TEMPAT PENYEMBELIHAN QURBAN
Waktu dan Tempat Qurban
 .Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq
(sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat
Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka
sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban
sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan
ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.― (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih
qurban.― (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang
telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah
pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur
ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan
oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali
RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak
menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari
Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah (9
Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
 Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana
kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR.
Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah
sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu
pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).

XIII. PEMANFAATAN DAGING QURBAN

Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan)
baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum
nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah
disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi
demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang
hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.

Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban
tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging
qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib
kerabat. Nabi SAW bersabda :
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.― (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)

Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu :
makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak
wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq,
1987).

Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas.
Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-
miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri
sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al, 1978).

Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin
dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993;
Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat
dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).

Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali)
dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan
boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al
Jabari, 1994).

Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah
berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai
hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :

Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu


daripadanya (hewan qurban).“ (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)

Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun
pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al
Jabari, 19984).

Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :

Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah
dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya...―
(HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i
membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah
orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai
berkata,―Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah
dijadikan sebagai milik Allah ?― (Al Jabari, 1994).

Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian
orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman kami--
larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup
orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga
kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan
sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.

XIV. MASYARAKAT SEKITAR


Masyarakat sekitar harus mendapatkan daging hewan qurban yang disembelih, terutama yang
hidup dengan kekurangan dan masuk pada daftar penerima daging hewan kurban . setidaknya
harus ada yang terbagikan sekantung kresek per-kepala kelarga.

XV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
bila dalam suatu kampung warganya sudah pada sejahtera kecukupan, maka lebih baik kurban
dilakukan di kampung lain yang masih banyak faqir-miskinnya.
Namun demikian, bisa juga sebagian dari daging kurban itu utk kita bagi-bagikan ke tetangga
sekitar walaupun kaya, sebagaimana kita sendiri juga boleh mengambil sebagiannya.
Dalam prinsip pembagian daging ini kebanyakan ulama membagi tiga bagian:
Kendati begitu, para ulama masih lebih mengutamakan agar sebagian besar daging dibagi untuk
faqir-miskin. Yang berkurban mengambil sedikit saja. “Maka makanlah sebagian daripadanya
dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. 22:28)
Dengan demikian, mungkin-mungkin saja Anda mendapat pembagian daging di komplek Anda,
walaupun Anda sudah berkurban di tempat lain. Demikian, Wallahua’lam bisshawaab.
B. Saran
Setelah Penulis Menguraikan masalah tersebut banyak sekali kekurangannya. Untuk itu kami
harapkan kepada Bapa dosen khususnya dan kepada para rekan/pembaca pada umumnya untuk
meneliti dan mengkaji kembali hal-hal yang berhubungan dengan masalah ini, supaya para
pembaca mendapat wawasan yang lebih luas, dan kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya
untuk perbaikan kami dalam penyusunan makalah selanjutnya.

XVI. MASALAH YANG DIHADAPI


Masalah yang sering dihadapi itu terkadang datang dari hewan kurban nya yang belum
memenuhi syarat kecukupan umur atau yang lainya, tapi kadang juga masalahnya datang karena
para anggota panitia yang belum memiliki cukup pengalaman dan anggota tim pemotong yang
belum cukup terampil untuk memotong hewan kurban sesuai dengan ketentuan dan syariat
tehnik untuk memotong atau menyembelih hewan qurban tersebut .
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat taufik dan
hidayah-Nya kami menyusun makalah agama Islam tentang qurban ini.
Penyusun makalah ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif dan penjelasannya yang
ringkas, padat, serta jelas dimaksud untuk membantu mempermudah rekan siswa dalam menelah
bahan makalah agama Islam tentang Qurban ini.
Penyusun sudah berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menyajikan makalah ini agar benar-
benar bermanfaat, mudah dipahami dan dapat diterima oleh rekan siswa.
Demikian kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna karena itu yang berupa
saran dan kritik membangun sangat kami harapkan.

QURBAN

1. Pengertian Kurban
Kurban dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti menyembelih hewan pada pagi hari.
Sedangkan menurut istilah, kurban adalah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih
hewan tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah)
Perintah menyembelih Kurban. Firman Allah SWT:

٣﴿‫﴾انﺸاﻨﺋﻙﻫواﻻﺒﺗﺭ‬٢﴿‫﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ‬١﴿‫﴾اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ‬

Artinya: ”Sesungguhnya kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah
yang terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)

2. Hukum Berkurban ada 3,yaitu:

• Wajib bagi yang mampu


Kurban wajib bagi yang mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-Kautsar ayat 1-3:

٣﴿‫﴾انﺸاﻨﺋﻙﻫواﻻﺒﺗﺭ‬٢﴿‫﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ‬١﴿‫﴾اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ‬

Artinya: ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikan
lah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar 1-3)

• Sunnah
Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan:

‫ﻘاﻞاﻤﺭﺖﺒاﻠﻧﺣﺭﻮﻫوﺴﺑﺔﻠﻛﻡ‬

Artinya: Nabi SAW bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih kurban dan kurban itu
sunnah bagi kamu.”
• Sunnah Muakkad
Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni menjelaskan:

‫ﻜﺗﺏﻋﻝاﻠﻧﺣﺭﻮﻠﯾﺱﺒواﺠﺏﻋلﯾﻛﻡ‬

Artinya: ”Diwajibkan melaksanakan kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”(HR. Daruqutni)

SEJARAH QURBAN

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka,
Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al Hajj: 34).

1. Qurban Di masa Nabi Adam As.


"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, Maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-
orang yang bertakwa". (Al Maidah: 27).
Allâh memerintah Adam agar mengawinkan Qabil dengan saudara perempuan kembar Habil
yang bernama Lubuda yang tidak bagus rupa, dan mengawinkan Habil dengan saudara
perempuan kembar Qabil yang bernama Iqlima yang cantik rupa. Pada saat itu Adam dilarang
Allâh mengawinkan perempuan kepada saudara laki-lakinya yang kembar. Namun Qabil
menolak hal ini, sementara Habil menerima. Qabil ingin kawin dengan saudara perempuan
kembarnya sendiri yang cantik rupa. Maka Adam menyuruh kedua anaknya untuk berqurban,
siapa yang diterima qurbannya, itu yang menjadi suami bagi saudara perempuan kembar Qabil
yang cantik
Kemudian kedua anak Adam itu berqurban, Habîl adalah seorang peternak kambing dan ia
berqurban denganKambing Qibas yang berwarna putih, matanya bundar dan bertanduk mulus,
dan berqurban dengan jiwa yang bersih. DanQabil adalah tukang bercocok tanam, Ia berqurban
dengan makanan yang jelek, dan niat yang tidak baik. Maka diterima qurbannya Habil dan tidak
diterima qurbannya Qabil. Dan qurban-qurban itu diletakkan di sebuah gunung dan tanda
diterimanya qurban itu ialah dengan datangnya api dari langit lalu membakarnya. Dan ternyata
api menyambar Kambing Qibas qurbannyaHabil, sebagai tanda diterima qurbannya. Melihat hal
demikian Qabil marah, dan membunuh saudaranya.

2. Qurban di masa Nabi Idris As.


Disunnahkan kepada kaum Nabi Idris As yang taat kepadanya antara lain; beragama Allâh,
bertauhid, ibadah kepada khaliq, membersihkan jiwa dari siksa akhirat dengan cara beramal
shalih di dunia, bersifat Zuhud, adil, puasa pada hari yang ditentukan pada tiap bulan, berjihad,
berzakat dan sebagainya. Dan bagi kaum Idris ditetapkan hari-hari raya pada waktu-waktu yang
tertentu, serta berqurban; di antaranya saat terbenam matahari ke ufuk dan saat melihat hilal.
Mereka diperintah berqurban antara lain dengan al-Bakhûr (dupa atau wangi-wangian), al-
Dzabâih (sembelihan), al-Rayyâhîn (tumbuhan-tumbuhan yang harum baunya), di antaranya al-
Wardu (bunga ros), dan al-hubûb biji-bijian, seperti al-Hinthah (biji gandum), dan juga
berqurban dengan al-Fawâkih (buah-buahan), seperti al-‘Inab (buah anggur).

3. Qurban di masa Nabi Nuh As.


sesudah terjadi taufan (banjir) Nûh, Nabi Nûh As membuat tempat yang sengaja dan tertentu
untuk meletakkan qurban, yang nantinya qurban tersebut sesudah diletakkan di tempat tadi
dibakar.

4. Qurban di masa Nabi Ibrohim As.


Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa usia Ismail sekitar 6 atau 7 tahun. Sejak dilahirkan
sampai sebesar itu Nabi Ismail senantiasa menjadi anak kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi
ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ash-Shaffaat: 102 :
“Maka ketika sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha, Ibrahim berkata: Hai anakku aku
melihat (bermimpi) dalam tidur bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana
pendapatmu” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,
Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Dalam mimpinya, Ibrahim mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi
Ismail. Ketika sampai di Mina, Ibrahim menginap dan bermimpi lagi dengan mimpi yang sama.
Demikian juga ketika di Arafah, malamnya di Mina, Ibrahim bermimpi lagi dengan mimpi yang
tidak berbeda pula. Ibrahim kemudian mengajak putranya, Ismail, berjalan meninggalkan tempat
tinggalnya, Mina. Baru saja Ibrahim berjalan meninggalkan rumah, syaitan menggoda Siti Hajar:
“Hai Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu
Ismail?”. Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: “Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau diapakan
anakku?” Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.
Setibanya di Jabal Qurban, sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya. Nabi Ibrahim melaksanakan
perintah Allah untuk menyembelih Ismail. Rencana itu pun berubah drastis, sebagaimana
difirmankan oleh Allah dalam surat Ash-Shaffaat ayat 103-107:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya,
nyatalah kesabaran keduanya. Dan Kami panggillah Dia: "Hai Ibrohim, “Kamu telah
membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang
berbuat baik”. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar “.

5. Qurban di masa Nabi Musa As.


Penyembelihan qurban berlaku hingga zaman Nabi Musa As. Nabi Musa membagi binatang
yang disediakan untuk qurban kepada dua bagian, sebagian dilepaskan saja dan dibiarkan
berkeliaran sesudah di beri tanda yang diperlukan. Dan sebagian lagi disembelih.

6. Qurban Bani Isroil.


Ummat dulu sebelum kita, jika seorang dari mereka berqurban, orang-orang keluar menyaksikan
apakah qurban mereka itu diterima atau tidak. Jika diterima datang api putih (Baidhâ`u) dari
langit membakar apa yang diqurbankan. Jika qurbannya tidak diterima, api itu tidak muncul. Dan
rupa api itu Lâ dukhâna lahâ wa lahâ dawiyun (api yang tidak berasap dan berbunyi). Dan bila
seorang laki-laki dari mereka (Bani Isrâ’îl) bershadaqah, jika diterima turun api dari langit, lalu
membakar apa yang mereka sodaqohkan.
7. Qurban di masa Nabi zakaria As dan Nabi Yahya As.
Nabi Zakaria As dan Nabi Yahya As adalah di antara nabi dan rosul dari Bani Isroil, pada
keduanya ada qurban. Dan qurbannya adalah binatang dan Amti'atun (barang-barang) lalu di
bakar api.

8. Qurban Pada Bangsa Yahudi dan Nashrani


Bangsa Yahudi merupakan sebagian dari bani Isrâ’îl. Sementara Bani Isrâ’îl adalah keturunan
Nabi Ya’qub As. Nabi Ya’kub bergelar, Isrâ’îl. Pada bangsa Yahudi terdapat qurban yang biasa
mereka lakukan demikian juga pada bangsa Nashrani. Qurban pada bangsa Yahudi dan bangsa
Nashrani, yaitu melakukan pengurbanan dengan membakar sebagai sesaji yang bertujuan
mengingat-ingat kesalahan, yaitu dengan menyembelih sapi dan kambing jantan yang mulus,
tidak cacat. Dengan menghidangkan: tepung, minyak dan susu. Qurban karena adanya
ketentraman, sebagai rasa syukur kepada al-Rabb . Qurban pada bangsa Nashrani, antara lain:
Persembahan missa seorang Kahin berupa roti dan arak. Yang menurut keyakinan pada mereka
hakekatnya, roti dan arak yang mereka qurbankan ditukar dengan daging dan darah al-Masih.

9. Qurban Pada Bangsa Arab Jahilliyah.


Bangsa Arab Jahiliyah juga suka berqurban. Qurban mereka dipersembahkan untuk berhala-
berhala yang mereka sembah. Qurbannya ada binatang yang disembelih untuk berhala, dan ada
binatang yang dilepas bebas berkeliaran, juga untuk berhala.
Cara qurban Arab Jahiliyah, yaitu mereka jika menyembelih binatang qurban, seperti unta,
mereka percikan daging dan darahnya pada al-baet (ka’bah).
Arab Jahili jika mereka menyembelih binatang, memercikan darahnya pada permukaan ka’bah,
dan memotong-motong dagingnya lalu mereka simpan di atas batu.
Selain qurban yang disembelih, juga ada qurban Jahiliyah yang dilepas untuk sembahan mereka,
yaitu Bahîrah, sâibah, washîlah, hâm.

* Bahîrah, ialah unta betina yang telah beranak lima kali, dibebaskan, tidak boleh di ganggu. Jika
anak yang kelima jantan, mereka sembelih dan boleh dimakan baik oleh laki-laki atau
perempuan. Jika Betina dibelah telinganya, dan hanya dapat diambil manfaatnya oleh laki-laki,
tidak boleh oleh wanita. Jika betina itu mati, halal, baik bagi laki-laki atau wanita.

* Sâibah, yaitu unta jantan yang dilepas tidak boleh diganggu karena dipakai nazar pada
Thaugut-thaugut mereka. Orang Arab Jahiliyyah jika mereka sakit atau sesuatu yang hilang
kembali lagi, mereka jadikan unta jantan saibah ini sebagai qurban.

* Washîlah, ialah domba betina jika melahirkan betina, mereka makan. Jika lahir jantan
dipersembahkan buat Tuhan mereka. Jika kembar, mereka tidak menyembelih yang jantan
karena buat Tuhan mereka.

* Hâm, ialah unta jantan yang telah dapat membuntingkan unta betina 10 kali, tidak boleh
diganggu-gugat lagi, untuk Tuhan mereka.

Sembelihan Jahiliyyah itu terbagi tiga:


1. Untuk mendekatkan diri kepada sesuatu yang dipuja. Sembelihan untuk maksud ini dibakar,
mereka ambil kulitnya saja, dan mereka berikan kepada Kahin (dukun).

2. Untuk meminta ampun. Untuk maksud ini, dibakar separuh, dan separuhnya lagi diberikan
kepada kahin (dukun).

3. Untuk memohon keselamatan. Untuk maksud ini mereka makan.

10. Qurban Abdul Muthalib (Kakek Nabi SAW).


Pada waktu Ayah Nabi, Abdullah bin Abdul Muthalib, belum dilahirkan. Abdul Muthalib pernah
bernazar kepada berhalanya, bahwa jika anaknya laki-laki sudah ada sepuluh orang , maka salah
seorang dari mereka akan dijadikan qurban di muka berhala yang ada di sisi Ka'bah yang biasa di
puja oleh bangsawan Quraisy. Oleh sebab itu, setelah istri Abdul Muthalib melahirkan anak laki-
laki maka mereka itu genaplah sepuluh orang. Abdul Muthalib bermimpi pada suatu malam ada
suara yang memanggil, yang ia tidak mengerti maknanya, yaitu, Ihfir Thayyibah!, lalu pada
malam kedua bermimpi lagi, Ihfir Barrah!, berikutnya bermimpi, Ihfir Madhmûnah! dan malam
keempat suara dalam mimpinya yaitu, Ihfir Zamzam!. Setelah itu baru ia mengerti dan
bermaksud untuk melaksanakan mimpinya itu.
Sebelum pelaksanaan qurban itu, Abdul Muthalib mengumpulkan semua anak laki-lakinya dan
mengadakan undian. Pada saat itu undian telah jatuh pada diri Abdullah. Padahal Abdullah itu
seorang anak yang paling muda, yang paling bagus rupanya, dan yang paling dicintainya. Tetapi
apa boleh buat, undian jatuh kepadanya, dan Abdullah menurut saja apa yang menjadi kehendak
ayahnya.
Seketika tersiar kabar di seluruh kota Mekkah, bahwa Abdul Muthalib akan mengurbankan
anaknya yang paling muda. Namun ketika itu orang-orang quraisy menolak dan
menghalanginya. Hingga mereka mendatangi seorang al-‘Arâfat yaitu kahin di Yatsrib. Kahin
Yatsrib menghukumi mereka supaya mengundi antara Abdullah dengan unta. Bila keluar unta,
maka sembelih unta. Jika yang keluar Abdullah maka setiap kali keluar diganti dengan 10 ekor
unta. Lalu mereka kembali ke Makkah, dan melakukan undian antara Abdullah dengan 10 ekor
unta. Undian pertama keluar Abdullah, lalu diganti dengan 10 ekor unta. Hal ini berulang sampai
undian yang kesembilan yang keluar Abdullah, baru yang kesepuluh keluar unta. Maka Abdul
Muthalib mengganti Abdullah dengan 100 ekor unta untuk berqurban. Dan dengan demikian
Abdullah urung untuk dijadikan qurban oleh ayahnya.
Dengan adanya peristiwa itu. Maka Nabi SAW setelah beberapa tahun lamanya menjadi rosul
pernah bersabda,'Aku anak laki-laki dari dua orang yang di sembelih "Ibnu Dzabihain"."

11. Qurban Nabi Muhammad SAW.


Nabi Muhammad SAW melakukan qurban pada waktu Haji Wada di Mina setelah solat Iedul
Adha. Beliau menyembelih 100 ekor unta, 70 ekor di sembelih dengan tangannya sendiri dan 30
ekor di sembelih oleh Sayyidina Ali Ra.
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati),
Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya
(yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan
unta-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur." (Al Hajj:36).
Ayat ini menjelaskan binatang yang dijadikan qurban, tujuan qurban, cara menyembelih hewan
qurban, kapan memakan daging qurban, siapa yang dapat memakan daging qurban. Binatang
qurban, yaitu al-Budnu, dalam bahasa ialah nama yang khusus bagi unta. Sedangkan sapi
dipandang sama menempati tempat unta dalam hukumnya karena Nabi Saw berkata, "Unta
dijadikan dalam tujuh (bentuk) dan sapi merupakan bagian dari ketujuh bentuk itu."

WaAllhu A'lam bi showab.

SEJARAH SINGKAT PERINTAH BERQURBAN

Bagaimana sebenarnya sejarah kurban itu? Peristiwa itu bermula kketika Allah swt. menyuruh
Nabi Ibrahim a.s. lewat mimpi pada malam kedelapan bulan Zulhijah untuk menyembelih ismail,
putra yang sangat dicintai. Sebagai seorang yang taat pada perintah Allah swt., Nabi Ibrahim a.s.
menyampaikan hal itu kepada putranya. Sungguh luar biasa jawaban Nabi Ismail a.s., ternyata
beliau tidak keberatan.
Pada hari kesepuluh bulan Zulhijah, tepat waktu duha, Nabi Ibrahim a.s. melaksanakan perintah
Allah swt., yakni melaksanakan mimpinya. Hari kesepuluh tersebut dikenal dengan sebutan hari
Nahar. Artinya, hari menyembelih.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. melaksanakan perintah Allah swt., Allah swt. mengganti Ismail dengan
seekor kambing sembelihan. Berdasarkan peristiwa itu, Nabi Ibrrahima.s. menyembelih kurban
setiap tanggal 10 Zulhijah. Syariat ini terus berlaku hingga sekarang ( umat Muhammad ).

3. Jenis dan syarat hewan untuk Kurban


• Jenis-jenis binatang yang dapat untuk kurban, syaratnya adalah:
1. Domba : syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
2. Kambing : syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
3. Sapi atau Kerbau : syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
4. Unta : syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.

Sebaiknya berkurban dengan binatang yang mulus dan gemuk serta tidak cacat, seperti:
- Jelas-jelas sakit
- Sangat kurus
- Sebelah matanya tidak berfungsi atau keduanya
- Pincang
- Putus telinga
- Putus ekor,dsb

• Syarat-syarat hewan Kurban


Hewan yang dijadikan untuk kurban hendaklah hewan jantan yang sehat, bagus, bersih, tidak ada
cacat seperti buta, pincang, sangat kurus, tidak terpotong telinganya sebelah atau ekornya
terpotong dan sebagainya.

Ketentuan Qurban Kambing


Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh
anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
‫ﺸاةِ َﻋ ْﻨهُ َو َﻋ ْن أَ ْﻫ ِﻞ ﺑَ ْيتِ ِه‬ َ ُ‫سﻠَّ َم ﯾ‬
َّ ‫ض ِحى ِﺑال‬ َ ‫ﺻﻠَّى هللاُ َﻋﻠَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫الر ُج ُﻞ ﻓِي َﻋ ْه ِد الﻨَّ ِﺒي‬
َّ َ‫َﻛان‬

”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor
kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban
kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa
atau lebih.”

Ketentuan Qurban Sapi dan Unta


Seekor sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7
orang). Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,

ِ ‫س ْﺒعَﺔً َوﻓِى ْالﺒَ ِع‬


ً‫ير َﻋﺸ ََرة‬ َ ِ‫ض َحى ﻓَا ْشت ََر ْﻛﻨَا ﻓِى ا ْلﺒَﻘَ َرة‬
ْ َ ‫ض َر األ‬
َ ‫سفَ ٍر ﻓَ َح‬ ُ ‫ُﻛﻨَّا َم َع َﺭ‬
َّ ‫سﻮ ِﻝ‬
َ ‫ ﻓِى‬-‫ﺻﻠى هللا ﻋﻠيه وسﻠم‬- ِ‫َّللا‬

”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari
raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan
untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”

4. Syarat dan waktu melaksanakan Kurban

 Orang yang berkurban beragama Islam

 Dilaksanakan pada bulan Zulhijah

 Waktu penyembelihan kurban pada tanggal 10 Zulhijah setelah shalat hari raya Idul Adha,
dilanjutkan pada hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan tanggal 13 Zulhijah sampai terbenam
matahari.

5. Cara penyembelihan dan do`a berkurban


1. Cara menyembelih sama dengan penyembelihan yang disyaratkan Islam, yakni penyembelih
harus orang Islam (khusus kurban, sunnah penyembelih adalah yang berkurban sendiri, jika
diwakilkan disunatkan hadiri pada waktu penyembelihannya)
2. Alat untuk menyembelih harus benda tajam. Tidak boleh menggunakan gigi, kuku dan tulang.
3. Memotong 2 urat yang ada di kiri-kanan leher agar lekas matinya, tetapi jangan sampai putus
lehernya (makruh).
4. Binatang yang disembelih hendaklah digulingkan ke sebelah kiri tulang rusuknya agar mudah
saat penyembelihan.
5. Hewan yang disembelih disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat.
6. Orang yang menyembelih disunatkan membaca:
 Basmalah:
Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
 Shalawat:
Artinya: ”Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Muhammad dan kepada
keluarga junjungan kami Muhammad.”
 Takbir
Artinya: ”Allah Maha Besar.”
 Do`a:
‫ﺒسﻡاهللااﻠﺭحمناﻠﺭحﯾﻡاﻠلهﻡﻫﺫﻩﻤﻧﻙفﺗﻗﺑﻝﻤﻧﯼاﻨﻙاﻨﺕارحﻡاﻠﺭحمﯾن‬
Artinya: ”Ya Allah, kurban ini adalah nikmat dari Engkau dan aku berdekat diri kepada Engkau.
Oleh karena itu, terimalah kurbanku! Wahai Zat Yang Maha Pemurah. Engkau Maha Pengasih
dan Maha Penyayang.”

Pemanfaatan Daging Qurban


Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan)
baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum
nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah
disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi
demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang
hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban
tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging
qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib
kerabat. Nabi SAW bersabda :
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu
Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu :
makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak
wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq,
1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas.
Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-
miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri
sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin
dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993;
Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat
dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali)
dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan
boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al
Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah
berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai
hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
“…(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu
daripadanya (hewan qurban).” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun
pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al
Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :
“Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah
dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya.. .”
(HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i
membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati ( ihtiyath), adalah janganlah
orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai
berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan
sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian
orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman kami–
larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup
orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga
kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan
sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.

6. Hikmah dari Kurban


1. Menambah cintanya kepada Allah SWT
2. Akan menambah keimanannya kepada Allah SWT
3. Dengan berkurban, berarti seseorang telah bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia yang telah dilimpahkan pada dirinya.
4. Dengan berkurban, berarti seseorang telah berbakti kepada orang lain, dimana tolong
menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas dan toleransi memang dianjurkan oleh agama
Islam.

DAFTAR PUSTAKA

http://rizaljenius.wordpress.com/2009/10/24/makalah-kurban/

http://aguslezz.wordpress.com/2010/12/06/makalah-qurban/

http://vebrianz.wordpress.com/2011/12/09/makalah-kurban/

http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-quran-dan-hadist/sejarah-qurban.html

KATA PENUTUP

Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang
yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi
ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya`
agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan
sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan
darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. ” (TQS Al Hajj : 37)

Anda mungkin juga menyukai