A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba
(fi'il madhi) - yaqrabu (fi'il mudhari') – qurban wa qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati
atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri
kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah ,
dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari
mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul
07.00 – 10.00 (Ash Shan'ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya
Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq,
Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
Saat terjadi kemantapan hati inilah setan dating menggoda Nabi Ibrahim untuk tidak jadi
menyebelih putranya. Namun karena sudah kuatnya tekad hati Nabi Ibrahim untuk menyembelih
putranya maka apaun bujuk rayu setan keapdanya tidak melemahkan keteguhan beliau. Maka
dengan mengucap “Bismillahi Allahuakbar” beliau melemparkan sebuah batu untuk mengusir
setan tersebut yang menggodanya.
Akal licik rayu setan untuk menggagalkan rencana Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai disini
saja. Gagal menggoda Nabi Ibrahim, setan lalu menggoda istri Nabi Ibrahim. Namun
kejadiannyapun sama. Istri Nabi Ibrahim tak sedikitpun tergoda oleh rayuan setan. Maka dengan
mengucap “Bismillahi Allahuakbar” beliarupun melemparkan sebuah batu. Kejadian
melemparkan batu yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Istri inilah yang sekarang disebut
sebagai lontar jumrah.
Karena setan ini telah minggir semua sebab dilempari dan mereka tidak menggoda lagi.
Maka Nabi Ibrahim dengan mudah melaksanakan niatnya. Kemudian Nabi Ibrahim AS
membawa Ismail ke suatu tempat sunyi di Mina. Dengan berserah diri kepada Allah SWT, Ismail
dibaringkan dan segera Ibrahim AS mengarahkan pisaunya ke leher sang anak. Setelah terbukti
kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail AS maka Allah melarang menyembelih Ismail
dan untuk meneruskan kurban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan ( domba yang
besar ).
D. Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT padasaatIdulAdh-
ha.SabdaNabiSAW :
"Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain
menyembelih qurban." (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah
berpendapat,"Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan
hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama." (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang
berqurban. Sabda Nabi SAW :
"Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan
memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. ." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah XIII/165)
E. Hukum Qurban
Sampai pada seakarang ini para ulama msih berselisih mengenai hukum Idhul Qurban.
Berikut beberapa hadist yang digunakan oleh para ulama untuk menentukan hukum Qurban
Pertama.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. (yang artinya) : ”Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi ia tidak
menyembelih kurban maka jangan sekali-kali ia mendekati mushalla kami” [Riwayat
Ahmad (1/321), Ibnu Majah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al Hakim (2/349) dan (4/231) dan
sanadnya hasan]. Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan
harta untuk mendekati mushalla jika ia tidak menyembelih kurban. Ini menunjukkan bahwa ia
telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah
bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.
Kedua.
Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali, ia berkata : Pada hari raya kurban, aku menyaksikan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. (yang artinya) : ” Siapa yang menyembelih sebelum
melaksanakan shalat maka hendaklah ia mengulang dengan hewan lain, dan siapa yang
belum menyembelih kurban maka sembelihlah” [Diriwayatkan oleh Bukhari (5562), Muslim
(1960), An Nasa'i (7/224), Ibnu Majah (3152), Ath-Thayalisi (936) dan Ahmad (4/312,3131).]
Perintah secara dhahir menunjukkan wajib.
Ketiga.
Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkhutbah pada hari Arafah, beliau bersabda (yang artinya) : ” Bagi setiap keluarga
wajib untuk menyembelih ‘atirah [Berkata Abu Ubaid dalam "Gharibul Hadits" (1/195) :
"Atirah adalah sembelihan di bulan Rajab yang orang-orang jahiliyah mendekatkan diri kepada
Allah dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan hingga dihapus
setelahnya.] setiap tahun. Tahukah kalian apa itu ‘atirah ? Inilah yang biasa dikatakan orang
dengan nama rajabiyah” [Diriwayatkan Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud (2788)
Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasa'i (7/167) dan dalam sanadnya ada rawi
be7rnama Abu Ramlah, dia majhul (tidak dikenal). Hadits ini memiliki jalan lain yang
diriwayatkan Ahmad (5/76) namun sanadnya lemah. Tirmidzi menghasankannya dalam
"Sunannya" dan dikuatkan Al-Hafidzh dalam Fathul Bari (10/4), Lihat Al-Ishabah (9/151)].
Perintah dalam hadits ini menunjukkan wajib. Adapun ‘atirah telah dihapus hukumnya
(mansukh), dan penghapusan kewajiban ‘atirah tidak mengharuskan dihapuskannya kewajiban
kurban, bahkan hukumnya tetap sebagaimana asalnya.
Keempat
Adapun orang-orang yang menyelisihi pendapat wajibnya kurban, maka syubhat mereka
yang paling besar untuk menunjukkan (bahwa) menyembelih kurban hukumnya sunnah adalah
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : ” Apabila masuk sepuluh hari (yang
awal dari bulan Dzulhijjah -pen), lalu salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban
maka janganlah ia menyentuh sedikitpun dari rambutnya dan tidak pula kulitnya“.
[Diriwayatkan Muslim (1977), Abu Daud (2791), An-Nasa'i (7/211dan 212), Al-Baghawi
(1127), Ibnu Majah (3149), Al-Baihaqi (9/266), Ahmad (6/289) dan (6/301 dan 311), Al-Hakim
(4/220) dan Ath-Thahawi dalam "Syarhu Ma'anil Atsar" (4/181) dan jalan-jalan Ummu Salamah
Radhiyallahu 'anha]
Kelima
“ Barangsiapa yang berada dalam kelapangan ( mampu berkurban ), lalu tidak
menyembelih kurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalatku.” ( HR Ahmad dan Ibnu
Majah ).
Atas dasar ayat-ayat dan hadis di atas para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban
ini. Abu Hanifah ( Imam Hanafi ), misalnya, menyatakan menyembelih kurban hukumnya wajib.
Kewajiban ini berlaku setiap tahun bagi yang bermukin ( menetap ). Tetapi mayoritas ulama
seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki, dan Imam Hanbali menyatakan bahwa hukum berkurban itu
tidak wajib, tapi sunnah muakkad ( sunnah yang dikuatkan , yang sangat dianjurkan ).
Mayoritas ulama berpandangan mengenai kesunnahannya ini berdasarkan hadis Rasulullah
SAW yang artinya :
“Bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda apabila kamu melihat hilâl ( awal bulan )
Zulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, hendaklah ia menahan ( diri dari
memotong ) rambut dan kuku-kukunya ( binatang yang akan dikurbankan )”. ( HR Jamaah,
kecuali Bukhari ).
Pendapat bahwa kurban tidak wajib didasarkan pada kalimat : “salah seorang di antara kamu
ingin berkurban.” Tentu bagi yang melakukannya lebih baik.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa :
“Ada tiga hal yang wajib atasku dan sunnah bagi kamu, yaitu : shalat witir,
kurban, dan shalat dhuha’ ( HR Ahmad, Al-Hakim, dan Daru Qutni )”.
Dengan hadis-hadis itulah para ulama berpandangan bahwa hukum melaksanakan ibadah
kurban ini sunnah muakkad.
Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana diriwayatkan dalam “Sunan
Abi Daud” (2810), “Sunan At-Tirmidzi” (1574) dan “Musnad Ahmad” (3/356) dengan sanad
yang shahih dari Jabir- bukanlah pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu
untuk orang yang tidak mampu dari umatnya.
Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya kewajiban ini.
Wallahua’lam
F. Ketentuan-Ketentuan dalam Bequrban
1. Orang yang melakukan kurban hendaklah seorang Muslim yang merdeka ( bukan budak ),
balig, berakal, dan menurut Abu Hanifah, harus orang yang bermukim ( bukan musafir ). Tapi
menurut mazhab lain tetap sah jika musafir melaksanakan ibadah kurban.
2. Setiap Muslim yang mampu harus melaksanakan kurban dengan menyembelih seekor
kambing atau domba, atau seekor sapi / unta untuk tujuh orang bersama-sama. Binatang tersebut
harus disediakan tanpa mengutang.
3. Binatang yang sah untuk kurban harus yang sehat, tidak boleh cacat atau kurus, serta harus
yang sudah cukup umur, yaitu untuk kambing / domba harus sudah berumur satu tahun, sapi atau
kerbau dua tahun, dan unta sudah berumur lima tahun.
4. Penyembelihan dilakukan setelah selesai menjalankan shalat Id pada hari raya Idul
Adha, yang juga disebut yaum al-nahr ( hari penyembelihan kurban ) , atau pada hari-
hari tasyriq ( ayyam al-tasyriq ), yaitu tiga hari setelah hari raya Idul Adha.
5. Orang yang berkurban dianjurkan untuk menyembelih sendiri atau melihatnya pada waktu
penyembelihan. Maksudnya binatang untuk berkurban itu jangan diserahkan begitu saja kepada
orang lain. Kita harus mengetahui dulu orang yang kita tugaskan untuk melaksanakan
penyembelihan itu betul-betul orang yang amanah. Bisa saja pembagian daging kurbannya tidak
tepat sasaran. Hal ini sering terjadi, ada yang miskin tidak kebagian, tapi justru yang mampu
mendapatkannya.
6. Daging kurban itu harus dibagi-bagikan kepada fakir miskin . Mazhab Hanafi, Maliki, dan
Hanbali menyatakan boleh memakannya sedikit daging kurban itu, kecuali kurban yang
dinazarkan. Menurut ulama Mazhab Hanafi , memakan kurban yang dinazarkan adalah haram.
Sedangkan ulama mazhab Maliki dan Hanbali membolehkannya. Tetapi menurut ulama Mazhab
Syafi’i, kurban yang dinazarkan tidak boleh dimakan dagingnya, tetapi kurban biasa ( kurban
yang sunnah ) hukumnya sunnah untuk memakan sebagian kecil dagingnya. Hal ini didasarkan
pada ayat 36 Surah Al -Hajj seperti telah disebutkan di atas. Juga didasarkan pada hadis yang
diriwatkan Baihaki : “Bahwa Rasulullah SAW memakan hati hewan kurbannya.”
G. Waktu dan Tempat Qurban
a.Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari
Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih
sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
"Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka
sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban
sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan
ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam." (HR. Bukhari)
"Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih
qurban." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-
tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh.
Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi'i, Ahmad, Abu Tsaur,
dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat
yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin
Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10
Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti
ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang
Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh
dunia.
b.Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat
Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW
berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan
penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih
qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
H. Syarat Hewan Qurban
Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah
memenuhinya, yaitu.
1. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba
atau kambing biasa.
Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid
Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
"...supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an'am) yang
telah direzekikan Allah kepada mereka." (TQS Al Hajj : 34)
2. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari
domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
a. Ats-tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
3. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan
dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-
aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua matanya,
kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.
4. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (diizinkan)
baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil
merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali
dengan izin teman serikatnya tersebut.
5. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan
gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
6. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat.
Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya
tidak sah.
LEMBAR PENGESAHAN
DISUSUN OLEH :
MENGETAHUI
NIP : NIP :
Kata Pengantar
Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kekhadirat illahi ALLAH SWT, atas segala nikmat
dan ridhoNyalah , penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu tentang
penyembelihan hewan qurban. Selain itu juga untuk menambah rasa keimanan dan ketaqwaan kepada
ALLAH SWT, serta untuk meningkatkan ukhuwah Islamiah melalui kegiatan penyembelihan hewan
qurban dan juga memberikan pembekalan kepada para pemuda tentang salah satu cara hidup secara
Islami.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Kamaludin S.Ag, guru agama kami yang telah
memberikan pembekalan pengetahuan tentang qurban dan telah memfasilitasi kami untuk mengadakan
observasi tentang pelaksanaan pemotongan hewan qurban langsung ke lapangan. Terima kasih juga
kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis tetap berharap semoga
laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, umumnya untuk semua pembaca laporan ini.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti
membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-
orang yang bertakwa”.
Disebutkan dalam Al Qur’an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk
mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur’an bahwa Ibrahim dan Ismail mematuhi
perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba.
Berikut petikan surat Ash Shaaffaat ayat 102-107 yang menceritakan hal tersebut.
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”.
103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya ).
105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar
3. Meningkatkan Keikhlasan
Mencoba bercermin dari kisah Nabi Ibrahim dah Ismail sekedar mengambil pelajaran bahwa
ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih anaknya dan setelah melalui
pengolakan batin yg luar biasa akhirnya beliau memantapkan hati untuk melaksanakan perintah
tersebut ikhlas yg dalam hal ini beliau menyadari bahwa allah yg telah memberinya anugerah
keturunan yg sangat didambakannya dan allah pun yg akan mengambilnya kembali. Harta,
kekuasaan, jabatan, hidup dan mati, keturunan dan segala anugerah kenikmatan yg kita rasakan
pda hakikatnya adalah milik allah dan setiap saat atau kapanpun allah menghendaki maka dia
berhak untuk mengambilnya kembali. Pada saat itulah kita diuji apakah kita sanggup merelakan
apa yg menurut kita adalah milik kita sendiri untuk diambil kembali oleh pemiliknya yg hakiki.
4. Meningkatkan Syiar Agama
Berqurban adalah sebagian dari syiar agama islam, seperti yg dituliskan dalam Qur’an surat Al-
Hajj ayat 4 yg artinya “dan tiap-tiap umat telah kami syariatkan pengembelihan (Qurban) ,
supaya mereka me-nyebut nama allah terhadap binatang ternak yg telah direzekikan Allah
kepada mereka, maka Tuhan mu iyalah Tuhan yg maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yg tunduk patuh (kepada Allah).
5. Meningkatkan Solidaritas sosial dan ukhwah islamiah
Kita sering beranggapan bahwa apa yg kita raih adalah hasil jerih payah sendiri dan melupakan
Allah yg Maha memiliki segala apa yg kita miliki saat ini. Dengan membagikan kepada kalangan
tidak mampu merupakan salah satu bentuk kepedulian social seorang muslim kepada sesamanya
yg tidak mampu. Selain menumbuhkan rasa solidaritas social, juga dapat merekatkan ukhuwah
islamiyah antara tetangga, bahwasanya tidak ada perbedaan suku, ras atau pun agama. Di hari
raya Idul Adha ini pula jalan pemer satu ummat, antara muslim dan non muslim itu bisa saling
menghormati dan menghargai.
6. Qurban dan Solidaritas
Qurban berkaitan erat dengan solidaritas. Solidaritas sejatinya merupakan salah satu tujuan dan
perwujudan dari ibadah Qurban. Solidaritas adalah cerminan sikap, akhlak, dan moral.
Solidaritas merupakan parameter, prinsip, dan fitrah kemanusiaan. Solidaritas adalah nilai,
karakter, dan budaya. Solidaritas adalah solusi berbagai persoalan sosial-kemanusiaan.
Solidaritas bisa menjadi instrumen dalam memperkuat kebersaman, kepedulian, toleransi, dan
perdamaian.
Dunia saat ini dihadapkan pada persoalan kurangnya solidaritas antar bangsa. Masyarakat yang
tidak solider adalah masyarakat yang berpenyakit. Berbagai permasalahan sosial kemanusiaan
yang mendera masyarakat dunia saat ini di antaranya disebabkan oleh hilangnya jiwa solider ini
dari hati manusia.Masyarakat yang solider adalah masyarakat yang peduli, masyarakat yang
berlaku adil, tidak serakah dan masyarakat yang damai. Dan salah satu tujuan dari program
Qurban itu adalah membangun budaya solider masyarakat. Dengan demikian, Qurban
merupakan instrumen strategis dalam memperkuat peran solidaritas sosial-ekonomi masyarakat
Muslim di seluruh dunia sehingga tercapai tatanan kemanusiaan yang harmoni, damai, dan
sejahtera.
7. Qurban dan Ekonomi
Ada sejumlah alasan mengapa ibadah Qurban penting dikelola sebagai sebuah program
masterpiece pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hampir semua bentuk ritual ibadah dalam
Islam membawa manfaat universal dan multidimensi, termasuk di dalamnya adalah manfaat
ekonomi. Jadi, ibadah dalam Islam adalah sebuah peluang ekonomi, sebuah peluang bisnis.
Wajar jika ekonomi dalam Islam ibarat darah dalam tubuh yang fungsinya menghidupi. Ibadah
Haji (rukun Islam ke 5) misalnya. Bukan sekadar ritual ibadah semata berdimensi hablum
minallah, tetapi juga merupakan sebuah aktivitas ekonomi yang dahsyat (hablumminannas).
Perputaran ekonomi langsung atau tidak langsung dari ibadah Haji ini sangatlah besar.
Pemerintah Saudi memperoleh devisa luar biasa besarnya, karena jutaan Muslim tiap tahun
menunaikan ibadah Haji.
Qurban pun demikian, sebuah peluang yang sangat besar yang bisa membangkitkan dan
mendatangkan kekuatan ekonomi yang luar biasa. Tidak seperti ibadah haji, ber-Qurban bisa
dilaksanakan di seluruh penjuru dunia. Qurban bisa menjadi sebuah aset ekonomi, komoditas
perdagangan global. Potensi pasarnya adalah milyaran muslim di seluruh dunia. Sebab, setiap
Muslim pasti menginginkan dirinya untuk berqurban. Atau setidaknya sekian persen dari jumlah
masyarakat Muslim yang jumlahnya lebih dari satu milyar di dunia saat ini. Berarti secara
potensi dibutuhkan milyaran atau jutaan hewan ternak setiap tahun di seluruh dunia untuk
memenuhi permintaan Qurban. Yang berati pula akan terjadi transaksi perdagangan bernilai
milyaran dolar. Bukankah ini sebuah peluang besar, bahkan sangat besar? Harusnya kita
masyarakat Muslimlah yang paling tepat untuk mengelola peluang ini. Walaupun ternak bisa
saja dibeli atau diadakan dari masyarakat manapun termasuk non Muslim, tetapi potensi
masyarakat Muslim untuk mengembangkan usaha ternak ini sangat luar biasa. Hampir semua
negeri Muslim cocok untuk pengembangan ternak.
8. Qurban dan Ekonomi
Jika ingin mengambil manfaat optimal, tak ada salahnya jika program Qurban bukan sekadar
bagaimana menggarap pasar (sektor hilir), tetapi bisa juga menggarap sektor hulunya (usaha
peternakan), misalnya dengan menggerakan program ternak berbasis komunitas. Meskipun
sebagai strategi manajemen, program ekonomi qurban harus mengambil skala prioritas dalam
mengembangkan bisnisnya.Fokus bisnis ternak yang terpenting adalah bagaimana bisa menjadi
market leader di dunia bisnis Qurban. Program ekonomi Qurban mutlak harus memiliki
kemampuan dalam menggarap sektor hilir, melakukan program pemasaran dengan segala
propandanya. Menciptakan dan menjadikan seluruh stakeholders Qurban untuk kepentingan
program pemasarannya. Ini semua merupakan tantangan sekaligus peluang untuk menjadikan
Qurban menjadi bisnis besar, menjadi bisnis dengan multi benefit.
9. Khatimah
Sayangnya, kelebihan-kelebihan ibadah qurban di atas tak selalu mampu diaplikasikan oleh
muslimin. Sejumlah hal masih menjadi kendala. Di antaranya, lemahnya pemahaman masyarakat
Muslim terhadap Islam, termasuk di dalamnya seluk beluk tentang qurban. Di samping itu,
kurangnya sosialisasi tentang qurban kepada masyarakat. Kemiskinan yang mendera masyarakat
Muslim juga menjadi kendala yang menyebabkan mayoritas masyarakat Muslim tidak memiliki
kemampun berqurban. Sementara kelas menengah atas Muslim, masih sangat terbatas yang
memiliki kesadaran ber-Islam. Mereka umumnya† merupakan kaum sekuleris, hedonis, dan
kurang peduli.Pengelolaan qurban melalui lembaga juga masih merupakan paradigma baru,
eksperimen baru. Padahal, fungsi Qurban sebagai alat syiar dakwah yang signifikan hanya akan
berhasil jika Qurban dikelola secara terorganisir melalui kelembagaan. Jadi mengelola qurban
melalui lembaga adalah solusi. Meski demikian optimisme tidak boleh kendor dalam
menjalankan sesuatu yang kita anggap baik bagi ummat. Peradaban Qurban, dengan kerelaan
untuk berkorban, semangat berhati dan berbagi, semoga menjadi solusi bagi semua. Wallahu
aílam bish showab.
BAB II
PELAKSANAAN QURBAN
V. PENGERTIAN QURBAN
QURBAN merupakan suatu aktivitas ibadah masyarakat Muslim dalam bentuk penyembelihan
hewan ternak pada hari raya Idul Adha yang tatacaranya diatur menurut kaidah syariah Islam.
Qurban identik dengan pemotongan hewan ternak yang disyariatkan, dilaksanakan mengiringi
perayaan Idul Adha. Idul Adha sendiri merupakan Hari Raya Istimewa bagi kaum Muslimin
karena merupakan perayaan paling akbar, paling besar. Karena itu, di beberapa tempat di
Indonesia sering disebut sebagai Rayagung, meskipun hari raya Idul Fitri kerap dirayakan lebih
meriah. Dilakukan setiap satu tahun satu kali pada bulah Zulhijjah, pada tanggal 10,11,12, dan
13 setelah Wukuf di Padang Arafah yang merupakan salah satu ritual terpenting dalam rangkaian
ibadah Haji.
VI. DALIL TENTANG QURBAN
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di ‘awal waktu’ yaitu setelah salat Id langsung dan tidak
menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id,
maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih
sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya .
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut: a. Hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِّصلَّى َم ْن
َ صالَتَنَا
َ ك ُ ُاب فَ َق ِّْد ن
َ َس َكنَا َون
َِّ س َ َك أ
َِّ ص ُ ُّن الن
َِّ س َِّ َل ذَب
ِّْ ح َو َم ِّْ َ ي أ
َِّ ن قَ ْب َ ُأ ُ ْخ َرى َمكَانَ َها فَ ْليُع ِّْد ي
َِّ صل
“Barangsiapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami,
maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka
hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
ِّْ ْس ِل َ ْهلهِّ يُ َقد ُم ِّهُ َلحْ مِّ ه َُِّو َفإ َّنِّ َما نَ َح َِّر َو َم
Dalam lafadz lain disebutkan: ن َِّ ن لَي ُ ُّش ْيءِّ الن
َِّ سكِّ م َ “Barangsiapa yang
menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk
keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.”
Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya.
Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal
13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Al-Hasan Al-Bashri
imam penduduk Bashrah, ‘Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auza’i imam
penduduk Syam, Asy-Syafi’i imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini dipilih oleh
Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-
Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut
adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah
hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa
padanya.
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.”
Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
َِّان
َ نكَِّ سمنُ َها اِْلُضْحيَّ ِّةَ أَ َح ُد ُه ُِّم يَ ْشري ْال ُمسْل ُم ْو ْ ْالح َّجةِّ ذي آخ َِّر اِْل
َ ُض َحى بَ ْع َِّد فَيَ ْذبَ ُح َها فَي
“Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan
kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian
yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
Menyembelih di waktu siang atau malam?
Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu pagi,
siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih adalah
diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395,
no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi
keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau
tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa. Adapun ayat di atas
(yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan
persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja. Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-
Thabarani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz:
1. Beragam Islam
3. Merdeka
2. Baligh dan berakal
4. Mampu
1. Membaca basmalah, sholawat, takbir, sekaligus membaca do’a qurban bagi dirinya atau orang
lain
………اضحية هذه انِّ اللهم..بن/ …… اسمي فتقبلهامني …………بنت. / …… اسمه منه/ ……منهااسمها.. ياكريم
لى فداء اجعلها اللهم/ له/ الناروسترالى لهامن/ له/ لى وبراة النار من لها/ له/ النار من لها, وفىاالخرة الدنياحسنة فى ربنااتنا
النار وقناعذاب حسنة. العالمين ربِّ والحمدهلل وسلم وصحبه اله على و محمد نا سيد على للا وصلى. امين.
B. Posisi Kambing
1. Keadaan kambing menyendeh dan kepala ke sebelah utara serta ditenggakan ke atas
2. Potongan leher sebaiknya jangan terlalu dekat pada kepala dan jangan sampai putus
C. Alat Pemotong
1. Dengan golok yang tajam dan sejenisnya
2. Golok tidak boleh diangkat sebelum yakin telah sempurna memotong
Hewan-Hewan :
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan)
baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum
nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah
disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi
demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang
hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban
tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging
qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib
kerabat. Nabi SAW bersabda :
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.― (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu :
makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak
wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq,
1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas.
Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-
miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri
sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin
dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993;
Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/tempat
dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali)
dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan
boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al
Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah
berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai
hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun
pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al
Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW :
Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah
dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya...―
(HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i
membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah
orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai
berkata,―Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah
dijadikan sebagai milik Allah ?― (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian
orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab –menurut pemahaman kami--
larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup
orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga
kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan
sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat taufik dan
hidayah-Nya kami menyusun makalah agama Islam tentang qurban ini.
Penyusun makalah ini disajikan dengan bahasa yang komunikatif dan penjelasannya yang
ringkas, padat, serta jelas dimaksud untuk membantu mempermudah rekan siswa dalam menelah
bahan makalah agama Islam tentang Qurban ini.
Penyusun sudah berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menyajikan makalah ini agar benar-
benar bermanfaat, mudah dipahami dan dapat diterima oleh rekan siswa.
Demikian kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna karena itu yang berupa
saran dan kritik membangun sangat kami harapkan.
QURBAN
1. Pengertian Kurban
Kurban dalam bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti menyembelih hewan pada pagi hari.
Sedangkan menurut istilah, kurban adalah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih
hewan tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah)
Perintah menyembelih Kurban. Firman Allah SWT:
٣﴿﴾انﺸاﻨﺋﻙﻫواﻻﺒﺗﺭ٢﴿﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ١﴿﴾اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ
Artinya: ”Sesungguhnya kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah
yang terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)
٣﴿﴾انﺸاﻨﺋﻙﻫواﻻﺒﺗﺭ٢﴿﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ١﴿﴾اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ
Artinya: ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikan
lah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar 1-3)
• Sunnah
Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan:
ﻘاﻞاﻤﺭﺖﺒاﻠﻧﺣﺭﻮﻫوﺴﺑﺔﻠﻛﻡ
Artinya: Nabi SAW bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih kurban dan kurban itu
sunnah bagi kamu.”
• Sunnah Muakkad
Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni menjelaskan:
ﻜﺗﺏﻋﻝاﻠﻧﺣﺭﻮﻠﯾﺱﺒواﺠﺏﻋلﯾﻛﻡ
Artinya: ”Diwajibkan melaksanakan kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”(HR. Daruqutni)
SEJARAH QURBAN
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka,
Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al Hajj: 34).
* Bahîrah, ialah unta betina yang telah beranak lima kali, dibebaskan, tidak boleh di ganggu. Jika
anak yang kelima jantan, mereka sembelih dan boleh dimakan baik oleh laki-laki atau
perempuan. Jika Betina dibelah telinganya, dan hanya dapat diambil manfaatnya oleh laki-laki,
tidak boleh oleh wanita. Jika betina itu mati, halal, baik bagi laki-laki atau wanita.
* Sâibah, yaitu unta jantan yang dilepas tidak boleh diganggu karena dipakai nazar pada
Thaugut-thaugut mereka. Orang Arab Jahiliyyah jika mereka sakit atau sesuatu yang hilang
kembali lagi, mereka jadikan unta jantan saibah ini sebagai qurban.
* Washîlah, ialah domba betina jika melahirkan betina, mereka makan. Jika lahir jantan
dipersembahkan buat Tuhan mereka. Jika kembar, mereka tidak menyembelih yang jantan
karena buat Tuhan mereka.
* Hâm, ialah unta jantan yang telah dapat membuntingkan unta betina 10 kali, tidak boleh
diganggu-gugat lagi, untuk Tuhan mereka.
2. Untuk meminta ampun. Untuk maksud ini, dibakar separuh, dan separuhnya lagi diberikan
kepada kahin (dukun).
Bagaimana sebenarnya sejarah kurban itu? Peristiwa itu bermula kketika Allah swt. menyuruh
Nabi Ibrahim a.s. lewat mimpi pada malam kedelapan bulan Zulhijah untuk menyembelih ismail,
putra yang sangat dicintai. Sebagai seorang yang taat pada perintah Allah swt., Nabi Ibrahim a.s.
menyampaikan hal itu kepada putranya. Sungguh luar biasa jawaban Nabi Ismail a.s., ternyata
beliau tidak keberatan.
Pada hari kesepuluh bulan Zulhijah, tepat waktu duha, Nabi Ibrahim a.s. melaksanakan perintah
Allah swt., yakni melaksanakan mimpinya. Hari kesepuluh tersebut dikenal dengan sebutan hari
Nahar. Artinya, hari menyembelih.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. melaksanakan perintah Allah swt., Allah swt. mengganti Ismail dengan
seekor kambing sembelihan. Berdasarkan peristiwa itu, Nabi Ibrrahima.s. menyembelih kurban
setiap tanggal 10 Zulhijah. Syariat ini terus berlaku hingga sekarang ( umat Muhammad ).
Sebaiknya berkurban dengan binatang yang mulus dan gemuk serta tidak cacat, seperti:
- Jelas-jelas sakit
- Sangat kurus
- Sebelah matanya tidak berfungsi atau keduanya
- Pincang
- Putus telinga
- Putus ekor,dsb
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor
kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban
kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa
atau lebih.”
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari
raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan
untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”
Waktu penyembelihan kurban pada tanggal 10 Zulhijah setelah shalat hari raya Idul Adha,
dilanjutkan pada hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan tanggal 13 Zulhijah sampai terbenam
matahari.
DAFTAR PUSTAKA
http://rizaljenius.wordpress.com/2009/10/24/makalah-kurban/
http://aguslezz.wordpress.com/2010/12/06/makalah-qurban/
http://vebrianz.wordpress.com/2011/12/09/makalah-kurban/
http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-quran-dan-hadist/sejarah-qurban.html
KATA PENUTUP
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang
yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi
ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya`
agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan
sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan
darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. ” (TQS Al Hajj : 37)