Anda di halaman 1dari 15

KLIPING TENTANG QURBAN

Disusun Oleh :

Akmal Muhammad Zaki

Muhammad Raziq Pratama

MTsN 1Garut

12-09-2023
A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata :
qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan
(mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau
adh- dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha,
yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan
kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada
hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah

B. Dasar Hukum Qurban


Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf,
Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata, “Qurban itu
hukumnya Sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada
di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam
mengerjakan haji.”
Sebagian mujtahidin –seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan sebagian
pengikut Imam Malik— mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif
(lemah)
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan
shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan
pokok ( al hajat al asasiyah) –yaitu sandang, pangan, dan papan– dan kebutuhan
penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih
membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas
dari menjalankan sunnah qurban
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :
“Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. ” (TQS Al
Kautsar : 2)
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu
bagi kamu adalah sunnah.” (HR. At Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.” (HR.
Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah
sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah kamu) dalam
surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi’li). Sedang
hadits At Tirmidzi, “umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum ” (aku diperintahkan
untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits
Ad Daruquthni ” kutiba ‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah
diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa
thalabul fi’li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim
(bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah
wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda
Nabi SAW :
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka
janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah,
dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih.
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia
menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya
seseorang –yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul
Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’ ) seperti halnya
predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau
miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat
Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan
tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab
memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
“Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka
hendaklah ia melaksanakannya. ”
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya)
berkata,”Ini milik Allah, ” atau “Ini binatang qurban.”

C. Keutamaan Qurban dan Dalil tentang Qurban

1. Al – QUR’AN
Syariat Berqurban / Udhhiyah
Firman Allah dalam Al-Quran, surat Al An’am ayat 162-163 :

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah


untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)

a. Al-Qur’an S. Al-Kautsar: 1 – 2,

“Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka


sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.”

b. Al-Qur’an S. Al-Hajj: 37,

”Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah
telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap
hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.

c. Al-Qur’an S. Al-Hajj: 36,

“Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah makan orang yang merasa
cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang
yang

d. Qurban Nabi Ismail


Surat Ash-Shaffat Ayat 102

“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.

e. Qurban Disyari’atkan Kepada Setiap Umat


Surat Al-Hajj Ayat 34

“ dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah
kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah
D. Waktu Pelaksanaan Qurban
1. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga
akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila
disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka
sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih
qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah
menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan)
Islam.” (HR. Bukhari)

Sabda Nabi SAW :


“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk
menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-
tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi
makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i,
Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984)
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan
ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari
sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits
no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal
(Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah
waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka
keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.

Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id
langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak
terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan
barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib
menggantinya
Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga
hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari
di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib,
Al- Hasan Al-Bashri (imam penduduk ), ‘Atha` bin Abi Rabah (imam penduduk ),
Al-Auza’i (imam penduduk ), dan (imam fuqaha ahli hadits). Pendapat ini dipilih
oleh Ibnul Mundzir, dalam Zadul Ma’ad (2/319), Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406,
no. fatwa 8790), dan dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut
adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari
tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang
diharamkan puasa padanya.

2. Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul
Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW
berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga
mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin
Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan
hewan (Abdurrahman, 1990).

E. Ketentuan dan Syarat Hewan Qurban


1. Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan
qurban adalah : unta, sapi, dan
kambing (atau domba). Selain tiga
hewan tersebut, misalnya ayam, itik,
dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban
Allah SWT berfirman :

“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an’am)
yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi,
dan kambing, bukan yang lain

2. Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada
perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan
berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin

“Anak laki-laki hendaklah diaqiqahi dengan 2 kambing, sedangkan anak perempuan


dengan 1 kambing.Tidak mengapa bagi kalian memilih yang jantan atau betina dari
kambing tersebut.” (HR. An Nasai no. 4222 dan Abu Daud no. 2835. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

3. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan
kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur
dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987;
Mahmud Yunus, 1936).

4. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada
cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada
Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas
sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)

Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :

1) yang nyata-nyata buta sebelah,


2) yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3) yang nyata-nyata pincang jalannya,
4) yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
5) yang tidak ada sebagian tanduknya,
6) yang tidak ada sebagian kupingnya,
7) yang terpotong hidungnya,
8) yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah
berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri ( al
maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
“Dianjurkan bagi setiap keluarga menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)

F. Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban


Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
1. Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan
posisi mukanya menghadap ke
arah kiblat, diiringi dengan
membaca doa ” Robbanaa
taqabbal minnaa innaka antas
samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya
Tuhan kami, terimalah kiranya
qurban kami ini, sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.)

2. Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu
tidak menggerak-gerakkan
kepalanya atau meronta.
Penyembelih melakukan
penyembelihan, sambil membaca :
“Bismillaahi Allaahu akbar.”
(Artinya : Dengan nama Allah,
Allah Maha Besar). (Dapat pula
ditambah bacaan shalawat atas
Nabi SAW. Para penonton pun
dapat turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
3. Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah)
yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ….” (sebut nama
orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali
kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….)
4. Menguliti dan memotong hewan qurban

Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali
pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah
yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu

Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan, yaitu :

1. Adz Dzaabih (penyembelih) , yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang
mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan
Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut
mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya
muslim.
2. Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
3. Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih
hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi,
kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum
(saluran nafas) dan mari` (saluran makanan).

G. Cara Pembagian Daging Kurban Sesuai Syariat

Berikut ini 7 cara pembagian daging kurban sesuai syariat beserta dalilnya.:

1. Orang yang Berkurban Boleh Makan Sepertiga Bagian Daging


Orang yang berkurban sunnah berhak memakan sampai sepertiga bagian dari daging hewan
yang dia kurbankan.

2. Orang Berkurban Wajib Dilarang Makan Daging Kurbannya


Orang yang berkurban wajib atau karena nazar, dia dilarang makan daging kurbannya
sedikitpun. Kondisi nomor 1 dan 2 ini, sesuai dengan keterangan dalam berikut ini:

‫ـ (وال يأكل المضحي شيئا من األضحية المنذورة) بل يتصدق وجوبا بجميع أجزائها (ويأكل) أي يستحب للمضحي أن يأكل‬
‫(من األضحية المتطوع بها) ثلثا فأقل‬

Artinya: "(Orang yang berkurban tidak boleh makan sedikit pun dari ibadah kurban yang
dinazarkan [wajib]) tetapi dia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya. (Ia
memakan) maksudnya orang yang berkurban (sunnah) dianjurkan memakan (daging kurban)
sepertiga bahkan lebih sedikit dari itu

3. Dibagikan dalam Bentuk Daging Segar


Cara pembagian daging kurban adalah dalam bentuk daging segar. Cara ini berbeda
dibandingkan ibadah aqiqah yang sudah memasaknya terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan
keterangan berikut:

‫ويطعم) وجوبا من أضحية التطوع (الفقراء والمساكين) على سبيل التصدق بلحمها نيئا فال يكفي جعله طعاما مطبوخا‬
‫ودعاء الفقراء إليه ليأكلوه واألفضل التصدق بجميعها إال لقمة أو لقمتين أو لقما‬
Artinya: "Orang yang berkurban wajib (memberi makan) dari sebagian hewan kurban sunnah
(kepada orang fakir dan miskin) dengan jalan penyedekahan dagingnya yang masih segar.
Menjadikan dagingnya sebagai makanan yang dimasak dan mengundang orang-orang fakir
agar mereka menyantapnya tidak memadai sebagai ibadah kurban. Yang utama adalah
menyedekahkan semua daging kurban kecuali sesuap, dua suap, atau beberapa suap,"

4. Panitia Memasak Sebagian Daging Kurban


Apakah diperbolehkan ketika panitia memasak sebagian daging kurban untuk dimakan
bersama-sama? Dilansir dari bengkaliskab.go.id, hal ini tidak diperbolehkan jika dilakukan
sebagai pemberian upah. Sebab panitia dilarang menerima upah, sesuai hadits Nabi:

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi penyembelihan unta kurbannya dan


juga membagikan semua kulit bagian tubuh dan kulit punggungnya. Dan aku tidak
diperbolehkan untuk memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal." (HR. Bukhari
dan Muslim).

Akan tetapi pada hadits lain, disebutkan upah boleh diberikan jika diambil dari dana di luar
peruntukan hewan kurban. Hal ini sesuai hadits Nabi: "Kami mengupahnya dari uang kami
pribadi." (HR. Muslim).

Sebagai solusi, orang yang berkurban tidak ada salahnya menyedekahkan sedikit bagiannya
untuk dimasak panitia. Kemudian, masakan tersebut juga tidak khusus dimakan panitia,
melainkan untuk warga secara umum. Dengan demikian, bisa dikatakan sebagai pembagian
daging dalam bentuk siap saji.

5. Membagi Daging Kurban untuk Non-Muslim


Ada perbedaan pendapat mengenai pembagian daging kurban kepada orang nonmuslim.
Berdasarkan jurnal UIN Alauddin Makassar, Mazhab Hanafi memperbolehkan pembagian
daging kurban kepada kafir zimmi.

Sementara Imam Malik pernah ditanya mengenai pembagian daging kurban kepada kaum
kafir zimmi. Imam Malik berkata 'tidak masalah', tetapi kemudian meralatnya dengan
mengatakan 'tidak ada kebaikan atas itu'.

Menurut Imam Nawawi yang sesuai dengan pendapat Imam Syafi'i, pembagian daging kurban
untuk kafir zimmi diperbolehkan jika itu daging kurban sunnah, tetapi tidak diperbolehkan
jika itu daging kurban wajib.

6. Membagi Daging Kurban untuk Orang Kaya


Dilansir dari nu.or.id, berdasarkan pendapat ulama Syafi'iyah, membagi daging kurban untuk
orang kaya diperbolehkan. Akan tetapi statusnya berbeda dengan fakir miskin.

Daging kurban untuk fakir miskin statusnya adalah hak milik, artinya boleh dijual kembali jika
diperlukan. Sementara orang kaya hanya boleh memanfaatkan daging kurban yang
diterimanya untuk konsumsi pribadi, dimasak untuk tamu, atau disedekahkan.

Hal ini sesuai dengan keterangan berikut:

‫ قاله في التحفة والنهاية‬، ‫ ألن غايته أنه كالمضحي نفسه‬، ‫له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني‬

"Bagi orang fakir boleh memanfaatkan kurban yang diambil (secara bebas) meski dengan
semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia
tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan kurban yang
diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada
orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri. Keterangan ini
disampaikan dalam kitab al-Tuhfah dan al-Nihayah."

7. Dilarang Menjual Bagian Hewan Kurban


Orang yang berkurban dilarang menjual bagian hewan kurban, baik itu kurban wajib maupun
sunnah. Orang yang berkurban sunnah hanya boleh mengambil bagian maksimal sepertiganya.

‫ـ (وال يبيع) المضحي (من األضحية) شيئا من لحمها أو شعرها أو جلدها أي يحرم عليه ذلك وال يصح سواء كانت منذورة‬
‫أو متطوعا بها‬

Artinya:
"Orang yang berkurban (tidak boleh menjual daging kurban) sebagian dari daging, bulu, atau
kulitnya. Maksudnya, ia haram menjualnya dan tidak sah baik itu ibadah kurban yang
dinazarkan (wajib) atau ibadah kurban sunnah,"

Anda mungkin juga menyukai