Disusun Oleh :
MTsN 1Garut
12-09-2023
A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata :
qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan
(mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau
adh- dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha,
yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan
kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada
hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah
1. Al – QUR’AN
Syariat Berqurban / Udhhiyah
Firman Allah dalam Al-Quran, surat Al An’am ayat 162-163 :
a. Al-Qur’an S. Al-Kautsar: 1 – 2,
”Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah
telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap
hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.
“Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah makan orang yang merasa
cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang
yang
“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
“ dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah
kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah
D. Waktu Pelaksanaan Qurban
1. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga
akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila
disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka
sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih
qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah
menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan)
Islam.” (HR. Bukhari)
Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id
langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak
terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan
barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib
menggantinya
Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga
hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari
di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib,
Al- Hasan Al-Bashri (imam penduduk ), ‘Atha` bin Abi Rabah (imam penduduk ),
Al-Auza’i (imam penduduk ), dan (imam fuqaha ahli hadits). Pendapat ini dipilih
oleh Ibnul Mundzir, dalam Zadul Ma’ad (2/319), Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406,
no. fatwa 8790), dan dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut
adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari
tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang
diharamkan puasa padanya.
2. Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul
Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW
berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga
mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin
Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan
hewan (Abdurrahman, 1990).
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an’am)
yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi,
dan kambing, bukan yang lain
2. Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada
perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan
berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin
3. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan
kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur
dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987;
Mahmud Yunus, 1936).
4. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada
cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada
Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas
sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)
2. Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu
tidak menggerak-gerakkan
kepalanya atau meronta.
Penyembelih melakukan
penyembelihan, sambil membaca :
“Bismillaahi Allaahu akbar.”
(Artinya : Dengan nama Allah,
Allah Maha Besar). (Dapat pula
ditambah bacaan shalawat atas
Nabi SAW. Para penonton pun
dapat turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
3. Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah)
yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ….” (sebut nama
orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali
kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….)
4. Menguliti dan memotong hewan qurban
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali
pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah
yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu
1. Adz Dzaabih (penyembelih) , yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang
mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan
Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut
mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya
muslim.
2. Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
3. Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih
hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi,
kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum
(saluran nafas) dan mari` (saluran makanan).
Berikut ini 7 cara pembagian daging kurban sesuai syariat beserta dalilnya.:
ـ (وال يأكل المضحي شيئا من األضحية المنذورة) بل يتصدق وجوبا بجميع أجزائها (ويأكل) أي يستحب للمضحي أن يأكل
(من األضحية المتطوع بها) ثلثا فأقل
Artinya: "(Orang yang berkurban tidak boleh makan sedikit pun dari ibadah kurban yang
dinazarkan [wajib]) tetapi dia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya. (Ia
memakan) maksudnya orang yang berkurban (sunnah) dianjurkan memakan (daging kurban)
sepertiga bahkan lebih sedikit dari itu
ويطعم) وجوبا من أضحية التطوع (الفقراء والمساكين) على سبيل التصدق بلحمها نيئا فال يكفي جعله طعاما مطبوخا
ودعاء الفقراء إليه ليأكلوه واألفضل التصدق بجميعها إال لقمة أو لقمتين أو لقما
Artinya: "Orang yang berkurban wajib (memberi makan) dari sebagian hewan kurban sunnah
(kepada orang fakir dan miskin) dengan jalan penyedekahan dagingnya yang masih segar.
Menjadikan dagingnya sebagai makanan yang dimasak dan mengundang orang-orang fakir
agar mereka menyantapnya tidak memadai sebagai ibadah kurban. Yang utama adalah
menyedekahkan semua daging kurban kecuali sesuap, dua suap, atau beberapa suap,"
Akan tetapi pada hadits lain, disebutkan upah boleh diberikan jika diambil dari dana di luar
peruntukan hewan kurban. Hal ini sesuai hadits Nabi: "Kami mengupahnya dari uang kami
pribadi." (HR. Muslim).
Sebagai solusi, orang yang berkurban tidak ada salahnya menyedekahkan sedikit bagiannya
untuk dimasak panitia. Kemudian, masakan tersebut juga tidak khusus dimakan panitia,
melainkan untuk warga secara umum. Dengan demikian, bisa dikatakan sebagai pembagian
daging dalam bentuk siap saji.
Sementara Imam Malik pernah ditanya mengenai pembagian daging kurban kepada kaum
kafir zimmi. Imam Malik berkata 'tidak masalah', tetapi kemudian meralatnya dengan
mengatakan 'tidak ada kebaikan atas itu'.
Menurut Imam Nawawi yang sesuai dengan pendapat Imam Syafi'i, pembagian daging kurban
untuk kafir zimmi diperbolehkan jika itu daging kurban sunnah, tetapi tidak diperbolehkan
jika itu daging kurban wajib.
Daging kurban untuk fakir miskin statusnya adalah hak milik, artinya boleh dijual kembali jika
diperlukan. Sementara orang kaya hanya boleh memanfaatkan daging kurban yang
diterimanya untuk konsumsi pribadi, dimasak untuk tamu, atau disedekahkan.
قاله في التحفة والنهاية، ألن غايته أنه كالمضحي نفسه، له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني
"Bagi orang fakir boleh memanfaatkan kurban yang diambil (secara bebas) meski dengan
semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia
tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan kurban yang
diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada
orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri. Keterangan ini
disampaikan dalam kitab al-Tuhfah dan al-Nihayah."
ـ (وال يبيع) المضحي (من األضحية) شيئا من لحمها أو شعرها أو جلدها أي يحرم عليه ذلك وال يصح سواء كانت منذورة
أو متطوعا بها
Artinya:
"Orang yang berkurban (tidak boleh menjual daging kurban) sebagian dari daging, bulu, atau
kulitnya. Maksudnya, ia haram menjualnya dan tidak sah baik itu ibadah kurban yang
dinazarkan (wajib) atau ibadah kurban sunnah,"