Anda di halaman 1dari 97

Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

1. Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

Kamu tentu pernah menyaksikan pementasan drama di sekolahmu. Pementasan drama di kelas
biasanya mempertunjukan adegan yang pendek dengan naskah yang singkat dan sederhana.
Kamu dapat menulis sendiri naskah drama tersebut. Namun, harus diingat waktu pementasan
drama di sekolah, apalagi di kelas waktunya sangat terbatas. Jadi hendaknya ditulis
pula naskah yang singkat dan sederhana. Pementasan drama di kelas biasanya terdiri atas satu
babak saja.
Apabila kamu menyaksikan pementasan drama dengan naskah yang ditulis oleh temanmu
sendiri, tanggapan apa yang akan kamu berikan? Apa saja yang perlu dibahas untuk menanggapi
pementasan tersebut? Hal-hal yang harus kamu perhatikan dan bahas antara lain sebagai berikut.

1. Apakah tema naskah menarik?

Tema yang diangkat untuk naskah drama pentas harus manarik. Hal tersebut dimaksudkan agar
dapat menarik perhatian umum. Tema harus tidak ketinggalan (aptu det) zaman dan mampu
memberikan kesan pada penonton.

2. Bagaimana akting para pemeran?

Akting/teknik berperan harus meyakinkan penonton, tidak boleh penonton mengetahui bahwa
yang dilakukan hanya sebatas pura-pura. Akting pemain harus mampu membuat penonton yakin
tentang segala sesuatu yang dilakukan tokoh.

3. Apakah kerja sama dan kekompakan diterapkan dengan baik di atas panggung?

Pemain drama tidak boleh bersikap egois dan ingin menonjolkan diri sendiri pada waktu
pemetasan. Mereka harus kerja sama antarpemain karena pertunjukan merupakan kerja bersama.
Apabila pemain yang satu tidak merespons pemain lain dengan baik, pementasan akan terlihat
tidak menarik.

4. Bagaimana kepaduan unsur pementasan tersebut?

Yang dimaksud kepaduan adalah kesesuaian antara cerita naskah dan akting pemain, tata rias
(mek ap), busana, musik, dan sebagainya. Apabila unsur tersebut padu, pementasan drama
menjadi satu kesatuan pertunjukan yang menarik.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA
DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL KOMPONEN
PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII E
SMP NEGERI 3 UNGARAN
SKRIPSI
Disusun dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh :
Nama : Zulfah Muyassaroh
NIM : 2101402024
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
SARI
Muyassaroh, Zulfah. 2007. Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Drama
dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Siswa kelas VIII E
SMP Negeri 3 Ungaran. Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs.
Mukh Doyin, M.Si, Pembimbing II: Drs. Agus Nuryatin, M.Hum.
Kata Kunci : Peningkatan, kemampuan menulis teks drama, pendekatan
kontekstual, komponen pemodelan.
Kemampuan menulis teks drama siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Ungaran
belum bisa memperoleh hasil yang maksimal atau memuaskan. Hal ini disebabkan
strategi yang digunakan oleh guru kurang tepat. Dalam proses pembelajaran guru
hanya memberikan penjelasan atau guru hanya ceramah dalam menyampaikan
pembelajaran, sehingga siswa tidak terlibat secara aktif. Perilaku siswa dalam
mengikuti pembelajaan pun belum menunjukkan adanya perilaku yang positif.
Dalam hal ini siswa kurang berminat dan kurang senang untuk mengikuti
pembelajaran tersebut. Hal ini dikarenakan tidak ada motivasi yang dapat
menstimulus siswa untuk menciptakan teks drama yang lebih baik lagi.
Dengan menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran menulis
teks drama melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan menulis teks drama siswa sesuai dengan
kompetensi dasar yang sudah ditentukan di dalam kurikulum 2006. Dan mampu
meningkatkan minat serta mampu memotivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran menulis teks drama.
Berdasarkan paparan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) Apakah dengan menerapkan pendekatan kontekstual
komponen pemodelan mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa kelas VIII
E SMP Negeri 3 Unagaran dalam pembelajaran menulis teks drama dan (2)
Bagaimana perubahan perilaku siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Unagaran dalam
pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual komponen
pemodelan. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan peningakatan
kemampuan menulis teks drama dan perubahan perilaku siswa kelas VIII E SMP
Negeri 3 Ungaran setelah mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Adapun
manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah secara teoretis dapat
memberikan masukan pengetahuan tentang teori pembelajaran menulis teks drama
dan secara praktis sangat bermanfaat bagi guru, siswa, dan sekolah.
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tinadakan kelas (PTK). Subjek
penelitiannya adalah kemampuan menulis teks drama siswa kelas VIII E SMP
Negeri 3 Ungaran. Data dalam penelitian diperoleh dari instrumen tes dan
instrumen nontes. Instrumen tes berupa tes menulis teks drama. sementara
instrumen nontes berupa pedoman obervasi, jurnal, wawancara, dan dokumentasi
iii
foto. Validitas instrumen dilakukan dengan mengkonsultasikan instrumen tersebut
kepada dosen pembimbing dan guru bahasa Indonesia di sekolah yang
bersangkutan. Analisis data tes dilakukan dengan teknik kuantitatif. Adapun untuk
data nontes dianalisis dengan teknik kualitatif.
Hasil yang diperoleh setelah penilitian dilaksanakan cukup memuaskan. Secara
umum siswa dapat dikatakan sudah mengalami peningkatan dalam pembelajaran
menulis teks drama. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa sudah memenuhi batas
ketuntasan yang telah ditentukan. Perilaku siswa pun mengalami perubahan.
Siswa lebih antusias dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran menulis teks
drama. Situasi kelas pun lebih kondusif sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan dengan lancar.
Berdasarkan hasil analisis tes tersebut, penulis menyarankan agar dalam proses
pembelajaran menulis teks drama, guru hendaknya menggunakan teks drama
sebagai model dalam pembelajaran melalui pendekatan konetsktual komponen
pemodelan, sehingga dapat memudahkan siswa dalam menulis teks drama karena
dari model tersebut siswa dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan teks
drama. Dan siswa juga dapat melihat secara langsung bentuk teks drama. selain
itu, model tersebut dapat membangkitkan minat siswa untuk mengikuti
pembelajaran menulis teks drama dan dapat memotivasi siswa untuk menulis teks
drama yang lebih baik.
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia
Ujian Skripsi
Hari :
Tanggal :
Semarang,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Mukh. Doyin, M.Si. Drs. Agus Nuryatin, M.Hum.
NIP 132106367 NIP 131813650
v
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Skripsi, Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 18 April 2007
Panitia Ujian Skripsi
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Rustono, M.Hum Drs. Agus Yuwono, M.Si
NIP 131281222 NIP 132049997
Penguji I Penguji II Penguji III
Dra. Nas Hariyati, M.Pd Drs. Agus Nuryatin, M.Hum Drs. Muh Doyin, M.Si
NIP 131125926 NIP 131813650 NIP 132106367
vi
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang saya tulis dalam skripsi ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, April 2007
Zulfah Muyassaroh
vii
MOTTO
1. Bila kita rela berbagi dengan orang lain tanpa mengharapkan apa-apa,
maka segala kekurangan itu pasti akan menjadi berkah bagi kita
(Seorang Ayah).
2. Kejujuran itu pahit dan mahal harganya, memang agak merugikan.
Namun hakekat kejujuran menyimpan suatu kebaikan
(Dr. H. Achmad Satori Ismail).
3. Ujian pertama dari orang besar sejati adalah kerendahan hati
( John Ruskin).
PERSEMBAHAN
Buah karya ini, penulis persembahkan untuk bapak dan ibu dosen yang
telah bersedia membagikan ilmunya kepada penulis serta almamater.
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. atas berkat, rahmat,
hidayah dan ridho-Nya serta kemudahan yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang membantu dalam
proses penyelesaiannya. Berkat bantuan tersebut penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih kepada
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis;
2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin penelitian kepada
penulis;
3. Ketua jurusan Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin penelitian kepada
penulis;
4. Drs. Mukh Doyin, M.Si. selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan
waktunya dan kesabarannya dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini;
5. Drs. Agus Nuryatin, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan kesabarannya dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini;
6. Drs. Talkkis selaku kepala SMP Negeri 3 Ungaran yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri 3 Ungaran;
ix
7. Ibu Tuti Ida, S.Pd. selaku guru pengampu Bahasa dan Sastra Indonesia kelas
VIII E SMP Negeri 3 Ungaran yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengambil data di kelas tersebut;
8. Bapak Amy Darmo dan Ibu Siti Fatimah, penulis hanya mampu membalas
dengan ucapan terimakasih untuk setiap tetesan keringat dan air mata demi
mewujudkan cita-cita penulis. Untuk kedua kakak penulis (Mas Jay dan Mas
Lid) terimakasih atas segala doa, perhatian, dan semangat yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik meskipun tidak
tepat waktu;
9. seluruh crew La-Tanza ada: Cuki Tayang, Candra ”pooh”, Vita, Lia, Ulfo,
Hida, Julpeh, Nisita, khusus untuk Sandra terimakasih karena telah bersedia
membantu penulis dalam proses penghitungan data dan mengetik, terakhir
untuk teman seperjuangan dan seperguruan penulis Vila Bahar. Berkat kalian
penulis dapat menikmati panorama dan lika liku hidup dalam satu atap. Untuk
generasi penerus La-Tanza (Aliya, Nurul, Hima Wari, Nanung, dan Mia)
terimakasih untuk warna yang kalian berikan dalam hidup penulis;
10. sahabat-sahabat penulis seperti: Retno Butar, Puyil, Ari Satsi, Ipang, chi Nana,
dan Intan terimakasih untuk sharing, bimbingan dan masukan-masukannya;
11. Mas Agung Yuniarto terimakasih untuk doa, semangat, dukungan, dan
kesabarannya menunggu penulis selama penyelesaian skripsi ini;
12. Mba Jab, selaku ibu kos penulis yang telah memberikan tempat tinggal yang
sangat nyaman kepada penulis;
13. Anak-anak PBSI angkatan 2002.
x
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia pada umumnya dan bermanfaat bagi para pembaca pada
khususnya.
Semarang, April 2007
Zulfah Muyassaroh
xi
DAFTAR ISI
SARI............................................................................................................. i
PERNYATAAN........................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................ iv
PENGESAHAN KELULUSAN.................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................... vii
PRAKATA................................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xvii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................... 7
1.3 Pembatasan Masalah................................................................... 8
1.4 Rumusan Masalah....................................................................... 8
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoretis
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................ 10
2.2 Landasan Teoretis....................................................................... 13
2.2.1 Hakikat Menulis Kreatif.................................................... 13
2.2.2 Hakikat Teks Drama ......................................................... 14
2.2.3 Kaidah Teks Drama ......................................................... 23
2.2.4 Menulis Teks Drama......................................................... 25
2.2.5 Elemen Pemodelan............................................................ 29
2.2.6 Pembelajaran Menulis Teks Drama dengan Pendekatan
Kontekstual Komponen Pemodelan .................................. 31
2.2.7 Materi Pembelajaran Menulis Teks Drama dengan
pendekatan Kontekstual Pemodelan.................................. 32
xii
2.2.8 Kriteria Penilaian dalam Pembelajaran Menulis Tek
Drama ................................................................................ 34
2.3 Kerangka berpikir ....................................................................... 38
2.4 Hipotesis ..................................................................................... 41
Bab III Metode Penelitian
3.1 Subjek Penelitian ....................................................................... 42
3.2 Variabel Penelitian...................................................................... 43
3.3 Desain Penelitian ..................................................................... 43
3.3.1 Siklus I ............................................................................... 44
3.3.2 Siklus II.............................................................................. 46
3.4 Instrumen Penelitian ................................................................... 48
3.4.1 Instrumen Tes..................................................................... 49
3.4.2 Instrumen Nontes ............................................................... 53
3.5 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 55
3.5.1 Teknik Tes.......................................................................... 55
3.5.2 Teknik Nontes.................................................................... 55
3.6 Teknik Analisis Data .................................................................. 57
3.6.1 Teknik Kualitatif ............................................................... 57
3.6.2 Teknik Kuantitatif ............................................................. 58
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Hasil Penelitian........................................................................... 59
4.1.1 Prasiklus ............................................................................ 59
4.1.1.1 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Tema....... 60
4.1.1.2 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Setting..... 61
4.1.1.3 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Alur......... 62
4.1.1.4 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Penokohan 62
4.1.1.5 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Bahasa .... 63
4.1.1.6 Hasil Tes Kemampuan Teks Drama Aspek Teks
Berbentuk Teks Drama dan Disajikan dalam
Satu Babak ........................................................... 64
xiii
4.1.1.7 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama
Aspek Kemungkinan untuk Dipentaskan............. 64
4.1.2 Siklus I .............................................................................. 66
4.1.2.1 Hasil Data Tes Siklus I ......................................... 66
4.1.2.1.1 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Tema ...................................................... 67
4.1.2.1.2 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Setting .................................................... 68
4.1.2.1.3 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Alur ........................................................ 69
4.1.2.1.4 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Penokohan.............................................. 70
4.1.2.1.5 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Bahasa...................................... .............. 70
4.1.2.1.6 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Teks Berbentuk Teks Drama dan
Disajikan dalam Satu Babak .................. 71
4.1.2.17 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Kemungkinan untuk Dipentaskan.......... 72
4.1.2.2 Data Nontes ......................................................... 72
4.1.2.2.1 Observasi................................................ 72
4.1.2.2.2 Jurnal ...................................................... 74
4.1.2.2.3 Wawancara............................................. 77
4.1.2.2.4 Dokumentasi Foto .................................. 78
4.1.3 Siklus II ............................................................................. 81
4.1.3.1 Hasil Data Tes ....................................................... 81
4.1.3.1.1. Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Tema...................................................... 83
4.1.3.1.2 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Setting ................................................... 83
xiv
4.1.3.1.3 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Alur ....................................................... 84
4.1.3.1.4 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Penokohan............................................. 85
4.1.3.1.5 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Bahasa ................................................... 85
4.1.3.1.6 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Teks Berbentuk Teks Drama dan
Disajikan dalam Satu Babak .................. 86
4.1.3.17 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek
Kemungkinan untuk Dipentaskan.......... 87
4.1.3.2 Hasil Data Nontes.................................................. 87
4.1.3.2.1. Observasi............................................... 88
4.1.3.2.2. Jurnal..................................................... 89
4.1.3.2.3 Wawancara............................................ 91
4.1.3.2.4 Dokumentasi Foto................................. 92
4.2 Pembahasan ................................................................................ 95
4.2.1 Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Drama............... 96
4.2.2 Perubahan Perilaku ........................................................... 102
Bab V Penutup
5.1 Simpulan..................................................................................... 107
5.2 Saran ........................................................................................... 108
Daftar Pustaka .............................................................................................. 110
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Bagan Cerita dan Detail Tahapan ................................................. 20
Tabel 2 Skor Penilaian ............................................................................... 49
Tabel 3 Aspek Yang Dinilai....................................................................... 49
Tabel 4 Penilaian Kemampuan Menulis Teks Drama ............................... 52
Tabel 5 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Prasiklus ............... 59
Tabel 6 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema.......... 60
Tabel 7 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Setting ............................. 61
Tabel 8 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Alur ................................. 62
Tabel 9 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Penokohan....................... 62
Tabel 10 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Bahasa............................. 63
Tabel 11 Hasil Tes Tes Menulis Teks Drama Aspek Teks Berbentuk Teks
Drama dan Disajikan dalam Satu Babak ...................................... 64
Tabel 12 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Kemungkinan untuk
Dipentaskan................................................................................... 64
Tabel 13 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Siklus I.................. 66
Tabel 14 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema.......... 67
Tabel 15 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Setting ............................. 68
Tabel 16 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Alur ................................. 69
Tabel 17 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Penokohan....................... 70
Tabel 18 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Bahasa............................. 70
Tabel 19 Hasil Tes Tes Menulis Teks Drama Aspek Teks Berbentuk Teks
Drama dan Disajikan dalam Satu Babak ...................................... 71
Tabel 20 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Kemungkinan untuk
Dipentaskan................................................................................... 72
Tabel 21 Hasil Tes Menulis Teks Drama Siklus II...................................... 82
Tabel 22 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema.......... 83
Tabel 23 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Setting .............................. 83
Tabel 24 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Alur ................................. 84
Tabel 25 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Penokohan....................... 85
xvi
Tabel 26 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Bahasa............................. 85
Tabel 27 Hasil Tes Tes Menulis Teks Drama Aspek Teks Berbentuk Teks
Drama dan Disajikan dalam Satu Babak ...................................... 87
Tabel 28 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Kemungkinan untuk
Dipentaskan...................................................................................
Tabel 29 Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Drama Prasiklus,
Siklus I dan Siklus II..................................................................... 96
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1a Kegiatan Siswa ketika Mengamati Model yang berupa Teks
Drama........................................................................................ 79
Gambar 2a Kegiatan Siswa ketika Berkelompok untuk menentukan
Unsur-unsur yang terdapat di dalam Teks Drama..................... 79
Gambar 3a Kegiatan Siswa ketika Menulis Teks Drama ............................ 80
Gambar 1b Kegiatan Siswa ketika Mengamati Model yang berupa Teks
Drama........................................................................................ 93
Gambar 2b Kegiatan Siswa ketika Berkelompok untuk menentukan
Unsur-unsur yang terdapat di dalam Teks Drama..................... 93
Gambar 3b Kegiatan Siswa ketika Menulis Teks Drama ............................ 94
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pembelajaran Siklus I ............................................. 111
Lampiran 2 Contoh teks Drama Siklus I................................................... 114
Lampiran 3 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa Siklus I ..................... 116
Lampiran 4 Pedoman Jurnal Siswa Siklus I ............................................. 117
Lampiran 5 Pedoman Jurnal Guru Siklus I............................................... 118
Lampiran 6 Pedoman Wawancara Siklus I.................................................. 119
Lampiran 7 Pedoman Dokumentasi Foto Siklus I .................................... 120
Lampiran 8 Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Siklus I ......................... 121
Lampiran 9 Hasil Jurnal Siswa Siklus I.................................................... 122
Lampiran 10 Hasil Jurnal Guru Siklus I ..................................................... 130
Lampiran 11 Hasil Wawancara Siklus I ..................................................... 131
Lampiran 12 Hasil Dokumentasi Foto Siklus I .......................................... 134
Lampiran 13 Rencana Pembelajaran Siklus II............................................ 135
Lampiran 14 Contoh Teks Drama Siklus II................................................ 139
Lampiran 15 Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Siklus II ........................ 141
Lampiran 16 Hasil Jurnal Siswa Siklus II................................................... 142
Lampiran 17 Hasil Jurnal Guru Siklus II.................................................... 149
Lampiran 18 Hasil Wawancara Siklus II.................................................... 150
Lampiran 19 Hasil Dokumentasi Foto Siklus II ......................................... 153
Lampiran 20 Hasil Analisis Prasiklus......................................................... 154
Lampiran 21 Hasil Analisis Siklus I ........................................................... 155
Lampiran 22 Hasil Analisis Siklus II.......................................................... 156
Lampiran 23 Hasil Tes Prasiklus ................................................................ 157
Lampiran 24 Hasil Tes Siklus I .................................................................. 158
Lampiran 25 Hasil Tes Siklus II ................................................................. 160
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena
itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa
dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang dipelajari secara lisan
maupun tertulis. Ada empat keterampilan bahasa yang harus diperhatikan,
keempat keterampilan tersebut adalah keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Setiap keterampilan mempunyai hubungan yang sangat
erat ( Tarigan 1986: 1).
Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa perlu mendapat
perhatian yang serius dalam pembelajaran di sekolah. Pembelajaran menulispun
tidak lepas dari keterampilan menyimak dan membaca, dalam hal ini penulis lebih
menekankan pada pembelajaran menulis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pembelajaran menulis harus lebih ditingkatkan.
Kemampuan menulis seharusnya sudah diterapkan sejak siswa duduk di
sekolah dasar, hal ini dapat dijadikan sebagai pondasi bagi siswa dalam
menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMP maupun SMA
bahkan sampai Perguruan Tinggi. Dengan kemampuan menulis siswa dapat
mengembangkan dan menuangkan gagasan dan pengalamannya dalam berbagai
macam bentuk, salah satunya adalah cerita dalam bentuk drama.
2
Dalam menulis diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang
berkesinambungan dan mempunyai urutan logis. Hal ini dapat diwujudkan dalam
penggunaan kosa kata dan tata bahasanya, sehingga dapat menggambarkan atau
menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas.
Bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Urgensi bahasa mencakup segala bidang kehidupan, karena suatu
yang dihayati, diamati, dan dirasakan oleh seseorang dapat dipahami oleh orang
lain, apabila telah diungkapkan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan.
Salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai dalam komunikasi
adalah kemampuan dalam menuangkan dan mengembangkan ide dalam bentuk
tulisan. Ide atau gagasan tersebut kemudian dikembangkan dalam bentuk
rangkaian kalimat. Hasil dari kegiatan menulis adalah untuk dibaca oleh orang
lain. Agar orang lain dapat membaca tulisan tersebut dituntut adanya bahasa yang
mudah dipahami. Oleh karena itu, kemampua menulis tersebut membutuhkan
perhatian dan keseriusan dari instrumen penyelenggara pendidikan, terutama guru
dan kurikulum yang mendukung.
Realitas menunjukkan bahwa kemampuan menulis belum optimal dikuasai
oleh sisiwa, bahkan mahasiswa. Mereka kebanyakan menganggap bahwa menulis
bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Menulis juga dianggap sebagai suatu
kegiatan yang membosankan. Oleh karena itu, perlulah kiranya guru mencari dan
menerapkan pendekatan yang sesuai dalalam upaya untuk meningkatkan
kemampuan menulis siswa.
3
Penelitian tentang kemampuan menulis telah banyak dilakukan, baik
kemampuan menulis naratif, deskriptif, dan argumentatif. Penelitian dalam hal
kemampuan menulis teks drama masih terbatas. Oleh karena itu, peneliti
menganggap perlu untuk melakukan penelitian kemampuan menulis teks drama.
Penelitian ini diberi judul, Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Drama Dengan
Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan.
Tidak sedikit siswa yang mengalami hambatan dalam penguasaan
kemampuan menulis. Kenyataan ini dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran
menulis bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Ungaran yang berorientasi pada teori
dan pengetahuan, sehingga keterampilan berbahasa khususnya menulis kurang
mendapat perhatian.
Kemampuan menulis bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui
uraian atau penjelasan semata-mata. Siswa tidak akan memperoleh keterampilan
menulis hanya dengan duduk, menyimak keterangan guru dan mencatat apa yang
didengar. Pembelajaran menulis dapat berhasil jika dilakukan dengan melatih
kemampuan siswa untuk membuat sebuah tulisan dengan mengamati objek secara
langsung. Dengan demikian, kemampuan siswa dalam menulis lebih banyak
diperoleh dari pengalaman yang berulang-ulang melalui latihan.
Dan tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini masih banyak terjadi
pembelajaran satu arah, artinya gurulah yang aktif berceramah, sedangkan siswa
hanya berperan sebagai pendengar. Metode pembelajaran seperti ini yang
membuat kondisi siswa menjadi pasif. Mereka tidak melakukan kegiatan sehingga
membuat pikiran mereka tidak bekerja karena tidak ada stimulus yang dapat
memberikan gambaran tentang materi yang sedang disampaikan, terutama materi
yang berhubungan dengan menulis teks drama.
4
Kemampuan menulis teks drama merupakan kemampuan yang
penyajiannya logis dan objektif sesuai dengan benda, situasi keadaan yang
diamati. Oleh karena itu, pengamatan secara langsung pada objek yang dijadikan
sebagai bahan tulisan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam
menyusun sebuah teks drama.
Dari hasil pengamatan ternyata banyak siswa yang mengeluh jika kegiatan
belajar sampai pada pokok pembelajaran menulis, apalagi yang berhubungan
dengan kegiatan menulis teks drama. Dalam proses belajar mengajar strategi yang
digunakan oleh guru adalah ceramah. Hal ini yang menyebabkan siswa kurang
tertarik dengan pembelajarn tersebut karena guru tidak memberikan contoh teks
drama. Dengan memberikan contoh teks drama kepada siswa diharapkan siswa
dapat memiliki gambaran tentang teks drama sehingga mampu merangsang siswa
untuk menulis sebuah teks drama yang sesuai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di SMP Negeri 3 Ungaran yang mengajar, diketahui bahwa
kondisi kemampuan menulis teks drama tersebut belum maksimal. Hal ini
disebabkan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang tepat. Dalam
pembelajaran menulis khususnya menulis teks drama guru hanya memberikan
penjelasan mengenai teks drama. Di sini siswa tidak diperlihatkan seacara
langsung bentuk teks drama sehingga dalam proses kegiatannya siswa tidak dapat
menciptakan drama secara baik karena siswa tidak memiliki gambaran mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan teks drama. Hal ini pulalah yang menyebabkan
siswa menjadi kurang berminat dan kurang termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran menulis teks drama. Selain itu tingkat kemampuan menulis teks
5
drama siswa kelas VIII E belum memuaskan, siswa masih mengalami kesulitan
dalam memahami dan mengenal bentuk teks drama.
Kompetensi dasar menulis teks drama juga telah diajarkan tetapi masih
mengalami beragam hambatan. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diperoleh
dari guru bidang studi bahasa indonesia yang menyatakan bahwa siswa belum
mampu menulis drama secara produktif, siswa mau menulis teks drama jika
mendapat tugas dari guru, dimana tema drama yang hendak dibuat sudah
ditentukan oleh guru. Dalam rangka mencapai kompetensi dasar menulis teks
drama yang memuaskan, maka penulis menerapkan pendekatan kontekstual
komponen pemodelan.
Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar
mengajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan
yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam tatanan kehidupan baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
Di dalam pendekatan kontekstual terdapat beberapa komponen salah
satunya adalah komponen pemodelan. Maksudnya dalam sebuah pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru. Pemodelan
pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan
bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa
yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berupa
demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar (Nurhadi
2003: 5).
6
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan
diharapkan dapat mengatasi rendahnya kemampuan menulis teks drama siswa
SMP 3 Ungaran. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual komponen
pemodelan, siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran menulis teks drama karena
dalam pembelajaran tersebut siswa akan diperlihatkan sebuah model teks drama.
Keuntungan memperlihatkan model teks drama dalam pembelajaran menulis
adalah siswa dapat melihat bentuk teks drama secara langsung sehingga dapat
memberikan gambaran kepada siswa tentang teks drama. Sebab penjelasan
mengenai drama saja tidak cukup, jadi selain penjelasan guru juga bisa
memberikan contoh konkret sebuah teks drama karena di dalam sebuah contoh
teks drama tersebut ada tulisan yang menggambarkan tentang situasi atau
keadaan. Dari model teks drama itulah akhirnya siswa dapat menemukan dan
mengembangkan gagasan yang akan mereka tuangkan menjadi sebuah teks
drama. Sehingga dapat menimbulkan perubahan terhadap perilaku siswa menjadi
lebih aktif dan termotivasi serta antusias dalam mengikuti pembelajaran menulis
teks drama.
Selain itu, perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks
drama belum menunjukkan adanya perubahan perilaku yang positif. Siswa
kelihatan kurang berminat dan kurang senang dengan pembelajaran tersebut. Hal
ini dikarenakan tidak ada motivasi yang dapat menstimulus siswa untuk
menciptakan teks drama yang lebih baik dan siswa belum mengenal bentuk teks
drama secara konkret. Dengan menggunakan teks drama sebagai model dalam
pembelajaran menulis teks drama diharapkan dapat membawa perubahan yang
positif terhadap perilaku siswa. Siswa menjadi lebih berminat dan termotivasi
7
untuk menciptakan teks drama yang lebih baik. Siswa pun merasa senang untuk
mengikuti pembelajaran menulis teks drama karena siswa memiliki gambaran
mengenai teks drama dan hal-hal yang berkaitan dengan teks drama melalui
model tersebut. Dengan demikian siswa menjadi lebih aktif dan pembelajaran pun
dapat berjalan dengan lancar.
Dengan menerapkan pendekatan kontekstual komponen pemodelan
diharapkan pembelajaran menulis teks drama selain dapat meningkatkan
kemampuan menulis teks drama, siswa juga dapat mengalami perubahan perilaku
menjadi lebih aktif dan termotivasi. Karena dalam proses pembelajarannya, siswa
akan diperlihatkan contoh teks drama sebagai model yang dapat menstimulus
siswa sehingga siswa dapat mengenal bentuk teks drama dan mempunyai
gambaran tentang teks drama, sehingga siswa dapat menulis teks drama sesuai
dengan unsur-unsur drama dengan mudah. Siswa menjadi lebih perhatian dan
proses pembelajaran pun dapat berjalan dengan lancar.
1.2 Identisifikasi Masalah
Dalam pembelajaran menulis teks drama banyak masalah yang dijumpai
oleh guru, sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Masalah-masalah ini dikarenakan strategi yang digunakan oleh guru masih
berjalan satu arah. Dalam prses pembelajarannya guru hanya memberikan
penjelasan mengenai teks drama. Guru tidak memperlihatkan secara langsung
bentuk teks drama yang konkret. Hal inilah yang membuat siswa menjadi kurang
berminat dan kurang temotivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis teks
drama sebab siswa tidak memiliki gambaran mengenai hal-hal yan berkaitan
dengan teks drama.
8
Sedangkan masalah yang dihadapi oleh siswa adalah tingkat kemampuan
menulis teks drama siswa yang masih rendah atau belum bisa mencapai hasil yang
memuaskan. Hal ini disebabkan siswa masih mengalami kesulitan dalam
memahami teks drama dan siswa belum mengenal bentuk teks drama secara
konkret.
Selain itu, perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks
drama belum menunjukkan adanya perubahan perilaku yang positif. Siswa
kelihatan kurang berminat dan kurang senang dengan pembelajaran tersebut. Hal
ini dikarenakan tidak ada motivasi yang dapat menstimulus siswa untuk
menciptakan teks drama yang lebih baik.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah yang akan dibatasi
oleh peneliti adalah strategi yang digunakan oleh guru dan tingkat kemampuan
siswa dalam menulis teks drama serta perubahan perilaku yang dialami oleh siswa
dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan pada siswa kelas VIII E SMP Negeri 3
Ungaran.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis teks drama dengan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan pada siswa kelas VIII E SMP
Negeri 3 Ungaran?
9
2. Bagaimanakah perubahan perilaku siswa SMP Negeri 3 Ungaran tahun ajaran
2006/2007 setelah mengikuti pembelajaran menulis teks drama dengan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis teks drama siswa SMP
Negeri 3 Ungaran dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
2. Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa SMP Negeri 3 Ungaran tahun
ajaran 2006/2007 setelah mengikuti pembelajaran keterampilan menulis teks
drama dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
1.6 Manfaat Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berharap hasil penelitian
bermanfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis dapat memberikan masukan pengetahuan tentang
pengembangan teori pembelajaran menulis teks drama melalui pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi guru dan siswa karena
dengan menggunakan teknik pemodelan dapat membantu siswa untuk berpikir
secara cepat sehingga memudahkan guru dalam mengarahkan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Penggunaan pendekatan kontekstual komponen pemodelan dalam
pembelajaran kemampuan menulis teks drama dapat dijadikan sebagai salah satu
cara untuk mencapai salah satu tujuan umum pembelajaran mata pelajaran bahasa
dan sastra Indonesia. Dengan harapan dapat menciptakan lulusan yang terampil
berkomunikasi seacara efektif, baik secara lisan maupun tertulis.
Pembelajaran harus memiliki suatu kesiapan dalam suatu bentuk
perencanaan yang sistematis. Keefektifan dalam proses pembelajaran menjadi
faktor penting. Tercapainya kualitas atau peningkatan kemampuan siswa dalam
mempelajari berbagai macam pengetahuan merupakan harapan bagi semua pihak.
Dengan hasil pembelajaran yang memuaskan, pengajar telah berhasil
mengantarkan siswanya dalam belajar.
Penelitian tentang menulis teks drama sebelumnya sudah pernah dilakukan
oleh Thomas Bagio pada sisiwa kelas IV SD Belnardus Semarang. Penelitian
tersebut digunakan oleh penulis sebagai salah satu bahan pertimbangan yang
dapat memberikan sedikit gambaran tentang kemampuan menulis teks drama
siswa kelas IV SD Belnardus Semarang.
Penelitian tersebut menggunakan teknik pembelajaran yang sama dengan
penulis, yaitu pemodelan atau modeling. Dengan teknik modeling atau pemodelan
yang telah diterapkan oleh Thomas, kemampuan menulis teks drama pada siswa
11
kelas IV SD Belnardus Semarang mengalami peningkatan, yaitu dengan adanya
perubahan pada nilai rata-rata yang telah dicapai oleh siswa kelas IV SD
Belnardus semarang, yakni dari nilai rata-rata 64,48% menjadi 73,6%. Selain itu,
siswa pun lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama
karena siswa termotivasi dengan model yang telah diperlihatkan oleh Thomas.
Akan tetapi, dalam hal ini siswa SMP Negeri 3 Ungaran yang akan
menjadi objek penelitian penulis. Karena masa peralihan yang telah dialami oleh
para siswa dapat memberikan pengaruh pada cara pandang dan pola pikir mereka,
sehingga dalam menuangkan gagasan atau ide pun akan lebih berkembang dan
lebih kreatif. Apalagi dengan model yang dihadirkan sebagai contoh yang dapat
memberikan stimulus pada siswa kelas VIII sehingga siswa lebih termotivasi
dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Selain itu, karakter siswa
yang berbeda-beda juga dapat mempengaruhi hasil karya siswa kelas VIII dalam
menulis teks drama, sebab siswa sudah memiliki kebebasan untuk berekspresi,
untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Berikut ini beberapa penelitian yang berkenaan dengan topik penelitian ini
yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan skripsi ini.
Utami dalam penelitiannya yang berjudul Penigkatan Keterampilan
Menulis Teks Drama Jawa Dengan Media Kaset Pada Siswa SMP Negeri 3
Bawang Banjarnegara. Penelitian ini dijadikan sebagai salah satu bahan
pertimbangan skripsi ini karena media kaset merupakan salah satu model yang
digunakan oleh guru untuk menarik perhatian siswa dalam mengikuti
pembelajaran menulis. Penelitian tersebut membuktikan bahwa dengan
12
menggunakan media kaset, keterampilan menulis siswa meningkat. Selain itu,
penggunaan media kaset dalam pembelajaran menulis, menurut penelitian ini
terbukti telah mengubah perilaku siswa menjadi lebih semangat, senang dan
termotivasi dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama.
Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini adalah media yang digunakan.
Penelitian Utami menggunakan media kaset dalam pembelajarannya, sedangkan
penelitian ini dalam proses pembelajarannya hanya memberikan contoh teks
drama yang sudah jadi sebagai media melalui pendekatan kontekstual komponen
pemodelan. Adapun persamaan antara kedua penelitian ini terletak pada subjek
penelitian dan jenis penelitian. Subjek penelitian ini adalah keterampilan menulis
teks drama dan jenis penelitiannya, yaitu penelitian itndakan kelas.
Selain Utami, Bagiyo (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan
Keterampilan Menulis Teks Drama Dengan Teknik Modeling Pada Siswa Kelas
IV D SD PL Bernadus Semarang 2004. Penelitian tersebut telah membuktikan
adanya peningkatan keterampilan menulis teks drama siswa kelas IV SD PL
Bernadus Semarang. Hal ini terjadi setelah siswa melakukan pembelajaran
menulis teks drama dengan teknik pemodelan. Besarnya peningkatan
keterampilan menulis teks drama dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes siklus I
dan siklus II. Pada siklus I siswa mencapai kategori cukup dengan nilai rata-rata
64,48% sedangkan pada siklus II keterampilan menulis teks drama siswa
meningkat dengan nilai rata-rata 73,6%.
Penelitian terakhir tersebut merupakan penelitian yang paling relevan
dengan penelitian ini. Penelitian tersebut sama-sama meneliti tentang menulis
13
drama dan sama-sama menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Namun dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan teks drama sebagai teknik
pembelajaran sebagai upaya peningkatan menulis teks drama siswa, sedangkan
pada penelitian ini menggunakan teks drama sebagai model atau contoh dalam
pembelajaran melalui pendekatan kontekstual sebagai upaya peningkatan
kemampuan menulis teks drama siswa
Penelitian mengenai pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan
kontekstual komponen pemodelan dipilih karena pengguanaan pendekatan
kontekstual diharapkan dapat membantu guru untuk mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan meraka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Adapun
penggunaan komponen pemodelan diharapkan dapat membantu mempermudah
siswa dalam menyusun teks drama sebab siswa sudah distimulus dengan teks
drama yang sudah jadi sehingga siswa dapat lebih aktif dan bersemangat.
2.2 Landasan Teoretis
Teori-teori yang akan dipaparkan berkaitan dengan penelitian ini antara
lain tentang hakekat menulis kreatif, hakekat teks drama, kaidah teks drama,
menulis teks drama, elemen pemodelan, pembelajaran menulis teks drama melalui
pendekatan kontekstual komponen pemodelan, materi pembelajaran menulis teks
drama melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan, dan kriteria
penilaian dalam pembelajaran menulis teks drama melalui pendekatan kontekstual
komponen pemodelan.
14
2.2.1 Hakikat Menulis Kreatif
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis itu sendiri. Setiap keterampilan
mempunyai hubungan erat dengan keterampilan yang lainnya. Oleh karena itu,
keterampilan menulis sudah tentu berhubungan dengan menyimak, berbicara, dan
membaca.
Trianto (2002:2) menyebutkan bahwa tulisan kreatif merupakan tulisan
yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatan
menulis kreatif orang dapat mengenali, menyenangi, menikmati, dan mungkin
menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks
kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai hal
tersebut ke dalam kehidupan nyata. Ekspresif dalam arti bahwa kita dimungkinkan
mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal
yang menggejala dalam diri kita, untuk dikomunikasikan kepada orang lain
melalui tulisan kreatif sebagai sesuatu yang bermakna. Salah satu teks yang
bersifat kreatif adalah teks drama. Menulis keratif pada hakikatnya adalah
menafsirkan kehidupan. Melalui karyanya penulis ingin mengkomunikasikan
sesuatu kepada pembaca. Karya kreatif merupakan interpretasi evaluatif yang
dilakukan penulis terhadap kehidupan, yang kemudian direfleksikan melalui
medium bahasa pilihan masing-masing. Jadi, sumber penciptaan karya kreatif
tidak lain adalah kehidupan kita dalam keseluruhannya.
15
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis teks drama adalah
kegiatan melahirkan pikiranan perasaan secara ekspresif dan apresiatif melalui
teks drama.
2.2.2 Hakikat Teks Drama
Menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen (dalam Hasanudin
1996:2), drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan
harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan
pengertian drama menurut Moulton (dalam Hasanudin 1996: 2) adalah hidup yang
dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang
diekspresikan secara langsung.
Dari beberapa pengertian drama yang telah diungkapkan di atas
mencerminkan bahwa drama adalah sebuah karya yang lebih menonjolkan
dimensi seni lakonnya saja. Padahal meskipun drama ditulis dengan tujuan untuk
dipentaskan, tidak berarti bahwa semua karya drama yang ditulis pengarang
haruslah dipentaskan. Tanpa dipentaskan sekalipun , karya drama dapat dipahami,
dimengerti, dan dinikmati.
Drama adalah kualitas komunikasi, situasi action (segala apa yang terlihat
dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan
pada pendengar/penonton (Harimawan KMA,1986: 16).
Menurut Waluyo drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang
berarti berbuat, belaku, bertindak, atau bereaksi. Drama berarti perbuatan,
tindakan atau action. Sedangkan drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah
16
satu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang dadasarkan atas konflik
batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Dasar teks drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan.
Dalam kegiatan sehari-hari ada pertengkaran, kesedihan, perselingkuhan,
kebahagiaan, kelahiran, kematian, dan lain-lain. Drama itu biasanya seputar itu
saja, seoarang penulis akan menulis kisah percintaan, sengketa, dan lain-lain itu
karena di dalam kehidupan manusia itu ada. Penuangan tiruan kehidupan tersebut
diberi warna oleh penulisnya. Dunia yang ditampilkan di depan pembaca bukan
dunia primer, tetapi dunia sekunder. Aktualisasi terhadap peristiwa dunia menjadi
peristiwa imajiner tersebut seratus persen menjadi hak pengarang. Sisi mana yang
dominan terlihat dalam lakon, ditentukan oleh bagaimana pengarang memandang
kehidupan.
Konflik manusia biasanya muncul akibat dari adanya pertentangan antara
tokoh yang satu dengan yang lainnya. Dengan pertikain itu terciptalah dramatic
action. Daya pikat sebuah teks drama ditentukan oleh dramtic action ini.
Perkembangan dramatic action dari awal sampai akhir, merupakan faktor yang
paling penting untuk membangun sebuah cerita. Unsur kreatifitas pengarang
terlihat dari kemahiran pengarang menjalin konflik, menjawab konflik dengan
surprise, dan memberikan kebaruan dalam jawaban itu. Jika terjadi hal yang
demikian, maka teks drama tersebut memiliki suspense (tegangan) yang
menambah daya pikat dalam sebuah teks drama.
Untuk memahami teks drama secara lengkap dan terinci, maka struktur
drama akan dijelaskan di sini. Unsur-unsur struktur itu saling menjalin
17
membentuk kesatuan dan saling terikat satu dengan yang lain. Menurut
Aminuddin dan Roekhan unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah teks drama
adalah:
1. Penokohan dan Perwatakan
Unsur utama dalam karya drama adalah pelaku. Dalam cerita pelaku
berfungsi untuk (1) menggambarkan peristiwa melalui lakuan, dialog, dan
monolog, (2) menampilkan gagasan penulis naskah secara tidak langsung, (3)
membentuk rangkaian cerita sejalan dengan peristiwa yang ditampilkan, dan (4)
menggambarkan tema atau ide dasar yang ingin dipaparkan penulis naskah
melalui cerita yang ditampilkan. Fungsi tersebut dapat memberikan gambaran
bahwa untuk memahami peristiwa, gagasan pengarang, rangkaian cerita, dan tema
dalam suatu naskah drama, maupun karya pementas drama terlebih dahulu
memahami lakuan, dialog, monolog, pikiran, suasana batin, dan hal lain yang
berhubungan dengan pelaku.
Berdasarkan fungsi di atas pelaku dapat dibedakan antara pelaku utama
dan pelaku tambahan. Pelaku yang menjadi sumber dan berperan uatama dalam
setiap peristiwa, berperan utama dalam membentuk cerita, mempunyai peranan
penting dalan mewujudkan tema disebut pelaku utama. Sebaliknya pelaku yang
hanya berfungsi sebagai pembantu atau pendukung kehadiran pelaku utama
disebut pelaku tambahan.
Agar pelaku yang ditampilkan dapat memberikan efek yang nyata atau
hidup dan menarik perlu diadakan karakterisasi. Salah satu bentuk karakterisasi
yang dilakukan adalah dengan memberikan gambaran penampilan dan gambaran
18
perwatakan kepada para pelaku yang ditampilkannya. Penggambaran pelaku
tersebut dapat dilakukan melalui penggambaran pikiran, sikap, suasana batin,
perilaku, cara berhubungan dengan orang lain, dialog, monolog komentar atau
penjelasan langsung. Selain itu pelaku juga dapat digambarkan melalui
pembicaraan, sikap, maupun pandangan pelaku lain terhadap yang dijadikan
sebagai sasaran pemahaman. Dari sinilah para pembaca dapat merasakan adanya
pelaku yang memberi kesan menyenangkan dan tidak menyenangkan.
2. Latar Cerita
Termasuk dalam latar cerita adalah latar berupa peristiwa, benda, objek,
suasana, maupun situasi tertentu. Latar dalam drama selain berfungsi untuk
membuat cerita menjadi lebih tampak hidup juga dapat dimanfaatkan untuk
menggambarkan gagasan tertentu secara tidak langsung
Latar cerita juga bisa berupa lingkungan kehidupan sosial masyarakat dan
lingkungan sosial budaya. Dalam hal demikian bisa juga latar tersebut tidak dapat
ditentukan berdasarkan gambaran secara fisik tetapi mesti ditafsirkan oleh
pembaca atau penonton. Dalam hal demikian, penafsiran tersebut bisa ditentukan
berdasarkan dialek penutur, alih kode yang dilakukan para pelaku, maupun
berbagai pernik kehidupan sosial budaya yang ditampilkan. Pemahaman latar
sosial budaya bisa juga didasarkan pada hasil penghubungan antara latar fisik,
latar waktu, amupun unsur-unsur lain dalam drama. Misal ketika pelaku
digambarkan menggunakan handphone dan membaca buku terbitan 2000, dengan
mudah pembaca dapat membedakann kemungkinan latarnya apabila yang muncul
19
adalah gambaran pelaku yang menggunakan telepon engkol dan membaca buku
tahun 1968.
3. Tema Cerita
Tema merupakan ide dasar yang melandasi pemaparan suatu cerita. Tema
mesti dibedakan dengan nilai moral atau amanat. Misal, ketika membuat naskah
drama yang berjudul “Sampuraga” penyusun naskah bertolak dari tema “Anak
yang durhaka kepada orang tua akan mendapat hukuman yang setimpal”. Tema
demikian dapat saja terwujudkan dalam gambaran peristiwa maupun rangkaian
cerita yang berbeda-beda sebagai lay down atau landas tumpu penceritaan
sehingga pengembangan cerita mestilah menunjukkan keselarasan dengan tema
ataupun berbagai pokok permasalahan yang digarap melalui pengembangan
ceritanya.
4. Penggunaan Gaya Bahasa
Sebagaimana dalam puisi, karya drama juga menggunakan gaya bahasa
dalam penerapannya. Penggunaan gaya bahasa tersebut antara lain difungsikan
untuk (1) memaparkan gagasan secara lebih hidup dan menarik, (2)
menggambarkan suasana lebih hidup dan menarik, (3) untuk menekankan suatu
gagasan, (4) untuk menyampaikan gagasan secara tidak langsung.
Meskipun ada beberapa kesamaan dengan penggunaan gaya bahasa dalam
puisi maupun karya drama pada umumnya, dalam drama terdapat penggunaan
gaya bahasa yang sulit digunakan dalam puisi karena penggunaan gaya bahasa
tersebut berkaitan dengan penggambaran suatu cerita keseluruhan. Gaya bahasa
yang dimaksud adalah gaya bahasa ironi, yaitu penggunaan gaya bahasa untuk
20
menyampaikan gagasan secara tidak langsung melalui pemaduan antara
penggunaan bahasa, penggambaran peristiwa, dan penyampaian cerita.
5. Rangkaian Cerita
Penentuan rangkaian cerita dalam drama berbagai macam. Apabila
ditentukan berdasarkan cerita berbentuk roman misalnya, rangkaian cerita tersebut
dapat digambarkan melalui tahap-tahap; perkenalan, komplikasi, konflik, klimaks,
antiklimaks, dan penyelesaian. Unsur-unsur dan rangkaian cerita tersebut tidak
selalu berlaku dalam setiap cerita drama. untuk menyusunnya pun pembaca harus
menggambarkan ulang berbagai peristiwa yang termuat dalam cerita yang
dibacanya. Untuk menyusun gambaran peristiwa tersebut sehingga membentuk
sebuah plot, pembaca mungkin menggarapnya berdasarkan urutan waktu maupun
urutan sebab akibat.
Dalam drama yang dibagi menjadi sejumlah babak biasanya kita
menemukan detail tahapan cerita dalam setiap babaknya yang dapat kita rinci ke
dalam tahap-tahap tertentu. Bahkan tidak terutup kemungkinan dalam setiap
babak tersebut seakan-akan kita sudah bisa membentuk sebuah kesatuan cerita
yang belum menggambarkan adanya klimaks dan penyelesaian. Adapun detail
tahapan cerita dalam setiap bagiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1. Bagan Cerita dan Detail Tahapan
Bagan Cerita Detail Cerita
Awal Paparan (expositian): penjelasan/perkenalan
awal
Rangsangan (anciting): munculnya peristiwa
awal
Gawatan (rising action): munculnya benih
konflik/komplikasi
21
Tengah Konflik (Conflic)
Kerumitan (komplikasi)
Klimaks (klimaks)
Akhir Peleraian
Penyelesaian
Bisa saja sebuah cerita panjang di dalamnya menggunakan model
penceritaan secara flash back atau menggunakan pola sorot balik. Dalam hal
demikian cerita bisa diawali dari klimaks, kemudian menuju ke cerita bagian
awal,dan seterusnya. Atau dari sorot balik itu diawali dari klimaks untuk
kemudian menuju konflik dan kerumitan. Pada sisi lain bisa saja rangkaian cerita
yang dituangkan pengarang itu dalam plot ganda. Artinya dari sebuah judul cerita
pengarang menampilkan sejumlah pelaku utama yang masing-masing melahirkan
rangkaian cerita yang berbeda-beda sehingga masing-masing juga dapat
membentuk alur cerita yang berbeda-beda sehingga masing-masing cerita tersebut
terjalin dalam satu keutuhan judul.
Di dalam sebuah karya drama ada juga yang menyebut plot sebagai unsur
utama. Memang kedua unsur tersebut saling menjalin. Kekuatan plot terletak
dalam kekuatan penggambaran watak, sebaliknya kekuatan watak pelaku hanya
hidup dalam plot yang meyakinkan.
Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang
merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu
berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat dua tokoh utama itu
bertentangan, misalnya: kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh
brutal, tokoh pembela kebenaran kontra tokoh bandit, tokoh ksatria kontra
penjahat, tokoh bermoral kontra tokoh tidak bermoral, dan lain sebagainya.
22
Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai titik
klimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian.
Berdasarkan beberapa batasan teori yang telah dikemukakan oleh beberapa
ahli di atas tersebut, penulis setuju dengan batasan teori yang telah diungkapkan
oleh Aminuddin dan Roekhan sebagai rujukan dalam peulisan skripsi ini. setiap
teori yang telah dikemukakan tersebut pasti memliki kelemahan dan kelebihan
masing-masing. Adapun kelemahan dan kelebihan teori yang telah dikemukakan
oleh Aminuddin dan Roekhan, yaitu kelebihanya teori tersebut mengemukakan
tentang unsur-unsur yang terdapat di dalam sebuah teks drama. Teori ini lebih
mengarah pada penjelasan mengenai pemahaman tentang fungsi yang terdapat di
dalam unsur-unsur sebuah teks drama. Dengan mengetahui unsur-unsur drama
tersebut seorang penulis dapat membuat drama dengan imajinasinya sendiri
karena seorang penulis telah memilki gambaran tentang hal-hal yang harus
diperhatikan di dalam sebuah teks drama. Sedangkan kelemahan yang terdapat di
dalam teori tersebut mungkin drama yang akan dihasilkan kurang dapat
memberikan efek yang nyata sesuai dengan situasi dan kondisi yang diceritakan.
Berdasarkan simpulan tersebut penulis memilih untuk menggunakan teori
yang dikemukakan oleh Aminuddin dan Roekhan karena dengan menggunakan
teori tersebut sebagai rujukan dalam penulisan skripsi ini, diharapkan teks drama
yang akan dihasilkan oleh siswa sesuai dengan situasi dan kondisi yang nyata
sehingga teks drama tersebut selain dapat dipentaskan juga dapat dinikmati oleh
pembaca.
23
2.2.3 Kaidah Teks Drama
Apabila menyebut istilah drama, maka kita berhadapan dengan dua
kemungkinan, yaitu drama naskah dan drama pentas. Keduanya bersumber pada
drama naskah.
Drama berasal dari bahasa Yunani ”draomai” yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Drama
naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan
prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra
yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan
mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan (Waluyo 2001:2).
Drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai salah satu genre sastra,
drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin
(semantik, makna). Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau ragam tutur.
Ragam tutur itu adalah ragam sasatra. Oleh karena itu, bahasanya dan maknanya
tunduk pada konfensi sastra, yang menurut Teeuw meliputi hal-hal berikut ini.
1. Teks sastra memiliki unsur atau struktur batin atau intern structure relation,
yang sebagian-bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan
2. Naskah sastra juga memiliki struktur luar atau extern structure relation, yang
terikat oleh bahasa pengarangnya
3. Sistem sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat kompleks
dan bersusun-susun. Selanjutnya Teeuw juga menyebutkan tiga ciri khas karya
sastra, yaitu 1) teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang
batasannya ditentukan dengan kebulatan makna, 2) dalam teks sastra
24
ungkapan itu sendiri penting, diberi makna, disemantiskan segala aspeknya, 3)
dalam memberi makna itu di satu pihak karya sastra terkait oleh konvensi,
tetapi di lain pihak menyimpang dari konvensi dengan pembaharuan, antara
mitos dengan kontra mitos (Teeuw dalam Waluyo 2001:7).
Dalam penyusunan naskah, pembabakan plot itu biasanya diwujudkan dalam
babak dan adegan. Perbedaan babak berarti perbedaan setting, baik berarti waktu,
tempat, maupun ruang. Perbedaan itu cukup baralasan karena setting berubah
secara fundamental. Babak-babak itu dibagi-bagi menjadi adegan-adegan.
Pergantian adegan yang satu dengan yang lain mungkin karena masuknya tokoh
lain dalam pentas, kejadian dalam waktu yang sama, tetapi peristiwannya lain,
ataupun karena kelanjutan satu peristiwa yang tidak memerlukan pergantian
setting (Waluyo 2001:12).
Dengan demikian, drama sebagai karya sastra hampir sama dengan karya sasta
dalam prosa. Keduanya sama-sama menceritakan tentang tokoh, konflik, setting,
dan amanat yang ingin disampaikan. Perbedaanya prosa disampaikan secara
naratif sedangkan drama disajikan dalam bentuk dialog.
Drama juga disajikan dalam bentuk babak dan adegan. Babak sama dengan
bagian, setiap babak terdiri atas beberapa adegan. Dan ciri adegan biasanya
ditandai dengan adanya pergantian pelaku dan peristiwa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penulisan teks
drama harus memperhatikan kaidah teks drama yang meliputi: 1) teks drama
disajikan dalam bentuk babak dan adegan, 2) ada kemungkinan untuk dipentaskan
dalam teks drama yang disajikan.
25
2.2.4 Menulis Teks Drama
Menurut Tarigan (1982:21), menulis adalah melukiskan lambing grafik
yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami dan dapat dibaca oleh
oaring lain sehingga orang tersebut dapat membaca lambang-lambang grafik itu
dengan jelas.
Menurut Marwoto (1995:12), menulis adalah kemampuan untuk
mengungkapkan gagasan, pikiran, pendapat, ilmu pengetahuan, dan pengalamanpengalaman
kehidupan dalam bahasa tulis yag jelas, runtut, enak,, dan mudah
dipahami oleh orang lain.
Drama menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen (dalam
Hasanudin 1996:2) adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan
harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan
pengertian drama menurut Moulton (dalam Hasanudin 1996:2) adalah hidup yang
dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yag
diekspresikan secara langsung.
Menurut Waluyo drama berasal dari bahasa Yunani “Draomai” yang
berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau bereaksi. Darama berarti perbuatan,
tindakan action. Sedangkan drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu
genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin
dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Menurut Jabrohim dkk (dalam Jabrohim 2003: 122), penulisan teks drama
merupakan suatu proses yang utuh, yang mempunyai keseluruhan. Ada berbagai
aspek yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menulis sebuah teks drama, yaitu
26
1) penciptaan latar (creatting setting), 2) penciptaan tokoh yang hidup (freshing
out character), 3) penciptaan konflik-konflik (working with konflik), 4) penulisan
adegan. Dan uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Penciptaan latar (creating setting)
Lingkungan fisisk tempat penulis drama menempatkan aksi (action) para
tokoh ciptaannya disebut setting. Biasanya para penulis drama yang sudah
berpengalaman seringkali menggunakan suatu lingkungan yang aktual (nyata),
yaitu dengan observasi sebagai dasar setting drama yang akan ditulis dengan
memodifikasi hasil observasi agar menjadi setting yang paling baik untuk sebuah
drama. Karena dengan observasi terhadap lingkungan yang aktual menyediakan
begitu banyak detail yang bermanfaat untuk penulis drama sendiri, bahkan juga
dapat menyuburkan imaji penulis, dalam arti bukan hanya diimpikan semata.
Inspirasi untuk menyusun setting berada dalam drama itu sendiri, yaitu
penulis dapat menemukan indikasi-indikasi setting dalam serangkaian dialog para
tokoh, dalam konflik-konflik, dan elemen-elemen lain yang ada dalam drama itu
sendiri.
2. Penciptaan tokoh yang hidup (freshing out character)
Deskripsi tokoh utama dalam drama biasanya ditulis seperti deskripsi
setting. Penulis drama melukiskannya seringkas dan setepat mungkin. Informasi
yang biasa termasuk di dalamnya, yaitu (1) Nama tokoh; (2) Usia tokoh; (3)
Deskripsi tokoh secukupnya; (4) Hubungan tokoh utama dengan tokoh-tokoh
lainnya. Para penulis drama mendasarkan karakter tokoh drama mereka pada
orang-orang yang dikenal secara akrab. Mereka menggunakan orang-orang yang
27
secara nyata ada di tengah-tengah masyarakat sebagai model yang mereka
sediakan segi-segi permukaan karakter tokoh dan menggali wawasan kehidupan
yang tidak hanya tersedia jika mereka hanya bergantung pada semata-mata pada
imajinasi.
Meskipun aspek itu sederhana tapi sangat membantu dalam membangun
karakter tokoh karena aspek tersebut dapat memperlihatkan kepribadian
tokoh,yaitu tentang bagaimana ia mengenakan pakaian. Apa yang disandang
tokoh dan bagaimana ia menyandangnya.
3. Penciptaan konflik-konflik (working with konflik)
Dalam konflik seorang tokoh menginginkan sesuatu, sedangkan tokoh
yang lain berusaha mencegah keinginan itu. Definisi konflik adalah seorang tokoh
ingin (mempunyai motivasi) mencapai tujuan (goal) tertentu, tetapi seorang
(sesuatu) merintangi (mencegah) keberhasilan tokoh pertama tadi. Jika motivasi
tokoh pertama tadi cukup kuat, maka tokoh itu berusaha kuat mengatasi
rintangan-rintangan itu dengan taktik-taktik agar ia berhasil mencapai tujuannya.
4. Penulisan adegan
Seorang penulis drama yang sudah berpengalaman sebelum menulis
adegan lengkap dengan dialog, terlebih dahulu memetakan konflik berupa naratif
yang belum ada dialognya. Adegan ditulis sebagai sebuah cerita. Dengan
menghidupkan tokoh-tokoh terntu dengan mengembangkan karakternya dan
menempatkan tokoh-tokoh pada setting kehidupan mereka serta menemukan
situasi-situasi yang bisa menimbulkan konflik, kemudian dituangkan ke dalam
28
skenario dasar berupa sebuah adegan pendek, maka penulisan sebuah drama
sebagian sudah terselesaikan.
Berdasarkan beberapa batasan teori yang telah dikemukakan oleh beberapa
ahli di atas tersebut, dalam hal ini penulis setuju dengan batasan teori yang telah
diungkapkan oleh Jabrohim dkk. sebagai rujukan dalam peulisan skripsi ini. setiap
teori yang telah dikemukakan tersebut pasti memliki kelemahan dan kelebihan
masing-masing. Kelebihan yang terdapat di dalam teori yang dikemukakan oleh
Jabrohim dkk. misalnya, teori tersebut mengemukakan tentang cara menulis teks
drama dengan memperhatikan beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai dasar
dalam penulisan sebuah teks drama seperti: penciptaan latar (creating setting),
penciptaan tokoh yang hidup (freshing out character), penciptaan konflik
(working with konflik), dan penulisan adegan. Di dalam teori tersebut ada
beberapa aspek yang menurut Jabrohim, sebelum seorang penulis memulai
menciptakan sebuah teks drama telebih dahulu mengadakan observasi terhadap
tempat yang akan dijadikan sebagai setting dalam drama tersebut agar dapat
mengasilkan karya drama sesuai dengan situasi yang akan diceritakan. Begitu juga
dengan krakter tokoh yang akan diciptakan, seorang penulis biasanya mengamati
orang-orang yang ada disekitarnya sebagai model untuk memperoleh gambaran
karakter seorang tokoh yang nyata dengan menggali wawasan dari masing-masing
tokoh tersebut. Dengan demikian, berdasarkan teori ini drama yang akan
dihasilkan oleh seorang penulis dapat membangkitkan daya imaji pembaca seolaholah
pembaca dapat menikmati drama tersebut seperti berada di dalam kehidupan
yang nyata atau dapat memberi kesan yang menarik dan menyenangkan bagi para
29
pembaca, jadi teori ini lebih mengemukakan tentang cara atau penerapan dalam
menulis sebuah teks drama dan teori ini dapat dijadikan sebagai landasan ketika
kita akan menulis sebuah teks drama. Sedangkan kelemahan yang terdapat di
dalam teori tersebut untuk dapat menciptakan sebuah teks drama, seorang penulis
membutuhkan waktu yang cukup lama karena penulis harus benar-benar
megamati beberapa aspek dasar secara langsung.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis drama
merupakan kemampuan untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
pengalaman-pengalaman kehidupan yang dapat melukiskan sifat dan sikap
manusia dengan action dan perilaku yang ditulis dalam bentuk dialog dengan
berdasarkan atas konflik yang tajam dan jelas sehingga pembaca dapat merasakan
suasana dan peristiwa yang terdapat di dalam cerita drama tersebut.
Di samping harus memperhatikan hal-hal di atas juga harus
memperhatikan kaidah penulisan teks drama. Adapun kaidah penulisan teks
drama adalah sebagai berikut.
1. Teks drama yang disajikan dalam bentuk babak
2. Ada kemungkinan untuk dipentaskan.
2.2.4 Elemen Pemodelan
Komponen pemodelan merupakan salah satu dari tujuh komponen
pembelajaran kontekstual. Maksud komponen pemodelan dalam pembelajaran
adalah dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada
model yang ditiru.model itu bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu, cara
melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, dan cara melafalkan sesuatu.
30
Dengan demikian, guru memberi model tentang ‘bagaimana cara belajar’
(Depdiknas 2002:16).
Dalam pendekatan kontekstual komponen pemodelan, guru bukan satusatunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Siswa bisa
ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika
kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau
memenangkan kontes berbahasa inggris, siswa tersebut dapat ditunjuk untuk
mendemonstrasikan keahliannya. Siswa ‘contoh’ tersebut dikatakan sebagai
model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai ‘standar’
kompetensi yang harus dicapai.
Model juga dapat didatangkan dari luar. Misalnya seorang penutur asli
berbahasa Inggris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi ‘model’
cara belajar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara dan sebagainya
(Nurhadi dan Senduk 2003:50).
Dengan demikian, dalam pembelajaran menulis teks drama guru akan
menghadirkan model yang berupa teks drama yang dibuat sendiri atau diambil
dari sumber lain kepada siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Sebelum
mengerjakan tes menulis teks drama siswa mengamati dan membahas model yang
dihadirkan secara bersama-sama sehingga siswa dapat mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan teks drama, misalnya unsur-unsur drama. Jadi, teks drama yang
dihasilkan siswa sesuai dengan yang diharapkan karena siswa dapat
mengembangkan ide yang ada di pikirannya berkat model yang telah
diperlihatkan oleh guru sebagai acuannya.
31
2.2.5 Pembelajaran Menulis Teks Drama Dengan Pendekatan
Kontekstual Komponen Pemodelan
Pembelajaran menulis teks drama di sini menggunakan pendekatan
kontekstual. Ketika melaksanakan pembelajaran kontekstual, sebenarnya ketujuh
komponen pendekatan kontekstual tidak dapat lepas satu dengan lainnya. Akan
tetapi kita dapat menekankan pada satu atau dua komponen saja. Pembelajaran
menulis teks drama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kotekstual
komponen pemodelan.
Dalam pembelajaran menulis teks drama guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang. Selanjutnya guru
menghadirkan model yang berupa contoh teks drama yang dijadikan model.
Model tersebut dihadirkan untuk memberitahukan kepada siswa tentang bentuk
teks drama dan untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami teks
drama, sehingga siswa dapat memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam teks
drama nodel ini tidak untuk ditiru oleh siswa, melainkan untuk menstimulus
siswa agar siswa dapat memiliki gambaran tentang teks drama yang akan siswa
buat. Di sini siswa menjadi lebih aktif karena siswa harus bisa menemukan sendiri
pengetahuan tentang teks drama dari model tersebut. Misalnya, pengertian, ciriciri
dan unsur-unsur drama. Dan peran guru di sini hanya sebagai fasilitator dan
motivator yang mengarahkan dan memotivasi keaktifan siswa.
Setelah mengamati model tersebut, siswa berdiskusi dengan teman satu
kelompoknya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan teks drama.
Kemudian dibahas bersama guru. Setelah siswa mengetahui hal-hal yang
32
berakitan dengan teks drama, siswa diminta menulis sebuah teks drama dengan
memperhatikan hal-hal yang berakaitan dengan drama. Agar situasi cerita dalam
teks drama tersebut menjadi lebih hidup, siswa harus bisa menggambarkannya
sesuai dengan situasi yang ada tentang apa yang dirasakan, dilihat, dan didengar.
Pada saat siswa praktik menulis teks drama, guru mengarahkan kegiatan siswa.
Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan dapat memecahkan masalah
kemampuan menulis teks drama siswa dan diharapkan dapat mengubahan tingkah
laku siswa selama pembelajaran menulis teks drama.
2.2.6 Materi Pembelajaran Menulis Teks Drama dengan Pendekatan
Kontekstual Komponen Pemodelan
Sesuai dengan jenjang pendidikan, sekolah menengah pertama (SMP)
materi yang diajarkan pun semakin mendalam. Salah satu kompetensi
pembelajaran sastra yang harus dicapai oleh siswa adalah menulis teks drama.
Adapun indicator yang harus dicapai oleh siswa adalah siswa mampu menulis teks
drama dengan menggunkan bahasa yang sesuai untuk mengembangkan
penokohan, menghidupkan konflik, dan manghadirkan latar yang mendukung.
Bahan pembelajaran yang digunakan adalah materi tentang menulis teks
drama. Materi tersebut, terdiri atas bagian-bagian teks drama dan langkah-langkah
menulis teks drama. Teks drama memiliki bagian-bagian judul, deskripsi
penokohan, babak (yang terdiri atas prolog, monolog/dialog, dan epilog), dan
penunjuk pementasan. Istilah prolog, monolog, dan epilog dikemukakan oleh
Suharianto (2005-65) yang menyatakan bahwa prolog adalah penjelasan yang
disamapaikan sebelum suatu pertunjukkan dimulai. Monolog adalah percakapan
33
yang dilakukan oleh seorang pelaku. Dan epilog adalah penjelasan yang diberikan
pada akhir suatu pertunjukkan atau pementasan.
Langkah-langkah menulis teks drama dimulai dari merumuskan tema atau
gagasan, mendeskripsikan penokohan atau memberi nama-nama tokoh, membuat
garis besar isi cerita, mengembangkan garis besar isi cerita ke dalam dialogdialog,
membuat petunjuk pementasan yang baiasanya ditulis dalam tanda kurung
maupun dapat ditulis dengan huruf miring atau huruf capital semua, dan memberi
judul pada teks drama yang sudah ditulis
Adapun pemilihan bahan naskah drama yang diajarkan harus memenuhi
kriteria tertentu. Waluyo (2001:199) mengemukakan pemilihan bahan naskah
drama untuk diajarkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan jiwa murid.
2) Tingkat kesulitan bahasanya sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa murid
yang akan menggunakannya. Jika bahasanya terlalu sulit, maka apresiasi tidak
mungkin akan dapat dibina.
3) Bahasanya sedapat mungkin menggunakan bahasa yang standar, kecuali jika
cerita memang memasalahkan penggunaan dialek. Penggunaan dialek sedikit
mungkin tidakklah begitu jelek, tetapi jika dapat dihindarkan sebaiknya
dihindari.
4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan Negara kita
5) Naskah hendaknya mempunyai cirri-ciri yaitu adanya masalah yang jelas,
adanya tema yang jelas, adanya perwatakan peranan, adanya penggunakan
34
kejutan yang tepat, bertolak dari gagasan murni penulis, dan menggunakan
bahasa yang baik.
2.2.7 Kriteria Penilaian Dalam Pembelajaran Menulis Teks Drama
Sistem penilaian yang digunakan dalam pembelajaran menulis teks drama
ini adalah penilaian proses dan hasil. Hal ini, diharapkan dapat menciptakan
pembelajaran dengan hasil yang memuaskan atau berkualitas. Sesuai dengan
pendapat Mulyasa (2002:102) yang menyatakan bahwa kualitas pembelajaran
dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan
berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar
(75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental atau sosial dalam
proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan yang tinggi semangat
yang besar, dan rasa percaya diri sendiri. Dari segi hasil, proses pembelajaran
dikatakan berhasil jika terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri pserta
didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) lebih lanjut
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas jika masukan merata,
menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, sesuai dengan
kebutuhan/perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Penilaian proses dilakukan dengan menilai perilaku siswa pada saat
pembelajaran berlangsung, yang dapat diambil melalui data observasi, jurnal, dan
wawancara. Penilaian hasil dilakukan dengan menilai teks drama yang ditulis oleh
siswa dengan menitikberatkan pada aspek tema, aspek setting atau latar, aspek
konflik, aspek penokohan, dan aspek bahasa. Berikut ini adalah kriteria yang
digunakan dalam penilain teks drama siswa.
35
1) Tema
Tema merupakan ide dasar yang melandasi pemaparan suatu cerita. Dalam
hal ini, tema yang diangkat harus selaras dengan pengembangan dari berbagai
pokok permasalahan yeng terdapat di dalam cerita tersebut.
2) Setting
Termasuk dalam setting atau latar adalah latar berupa peristiwa, benda,
objek, suasana, maupun situasi tertentu. Untuk setting atau lattar kriteria penilaian
menitikberatkan pada penggambaran setting secara ringkas, jelas, dan hidup.
Karena setting dalam drama selain berfungsi untuk menghidupkan cerita, juga
dimanfaatkan untuk menggambarkan gagasan tertentu secara tidak langsung.
3) Konflik
Dasar teks drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan.
Konflik manusia biasanya muncul akibat dari adanya pertentangan antara tokoh
yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu kriteria penilaian konflik
menitikberatkan pada terciptanya konflik yang tajam dan jelas. Konflik dikatakan
tajam dan jelas apabila konflik yang diciptakan semakin lama semakin meningkat
sampai klimaks. Jadi di dalam cerita tersebut konflik diciptakan tahap demi tahap
mulai dari tahap pengenalan kemudian muncul peristiwa awal, kemudian ditengah
cerita terjadi kerumitan sampai klimaks. Dengan munculnya klimaks tersebut
konflik yang terjadi akan mulai reda dengan adanya peleraian yang akhirnya
sampai pada penyelesaian.
36
4) Penokohan atau perwatakan
Unsur utama dalam karya drama adalah pelaku yang berfungsi untuk (1)
menggambarkan peristiwa melalui lakuan, dialog, dan monolog, (2) menampilkan
gagasan penulis naskah secara tidak langsung, (3) membentuk rangkaian cerita
sejalan dengan peristiwa yang ditampilkan, dan (4) menggambarkan tema yang
dipaparkan penulis naskah melalui cerita yang ditampilkan. Fungsi tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa untuk memahami peristiwa, gagasan pengarang,
rangkaian cerita, dan tema dalam suatu naskah drama, maupun karya pementas
drama terlebih dahulu memahami lakuan, dialog, pikiran, suasana batin, dan hal
lain yang berhubungan dengan pelaku.
Berdasarkan fungsi tersebut kriteria penilaian untuk penokohan atau
perwatakan difokuskan pada karakter tokoh yang digambarkan secara jelas agar
pelaku yang ditampilkan dapat memberikan efek yang nyata dan menarik.
Penggambaran pelaku dapat dilakukan melalui penggambaran pikiran, sikap,
suasana batin, perilaku, cara berhubungan dengan orang lain, dialog, monolog,
komentar atau penjelasan langsung dengan bahasa yang sesuai dengan karakter
masing-masing tokoh.
5) Bahasa
Dalam karya drama penggunaan gaya bahasa berfungsi untuk (1)
memaparkan gagasan secara lebih hidup dan menarik, (2) menggambarkan
suasana lebih hidup dan menarik, (3) untuk menekankan suatu gagasan, (4) untuk
menyampaikan gagasan secara tidak langsung. Oleh karena itu, kriteria penilaian
untuk penggunaan gaya bahasa menitikberatkan pada pengguaan gaya bahasa
37
yang dapat menggambarkan setiap karakter tokoh yang berbeda. Karena melalui
gaya bahasa yang digunakan oleh masing-masing karakter tokoh yang berbeda
dapat menggambarkan suasana maupun peristiwa yang sedang terjadi dalam cerita
tersebut sehingga pembaca atau penonton dapat merasakan situasi tersebut.
Drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat,
berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbutan, tindakan atau action.
Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi
dan prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra
yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan
mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo 2001:2).
Dalam penyusunan naskah, pembabakan plot itu biasanya diwujudkan
dalam babak dan adegan. Perbedaan babak berarti perbedaan setting, baik berarti
waktu, tempat, maupun ruang. Perbedaan itu cukup beralasan karena setting
berubah secara fundamental. Babak-babak itu dibagi-bagi menjadi adegan-adegan.
Pergantian adegan yang satu dengan dengan yang lain mungkin karena masuknya
tokoh lain dalam pentas, kejadian dalam waktu yang sama, tetapi peristiwanya
lain, ataupun karena kelanjutan satu peristiwa yang tidak memerlukan pergantian
setting (Wluyo 2001:12).
Dengan demikian, drama sebagai karya sastra hamper sama dengan karya
sastra dalam prosa. Keduanya sama-sama menceritakan tentang tokoh, konflik,
setting, dan amanat yang ingin disampaikan. Perbedaanya prosa disampaikan
secara naratif sedangkan drama disajikan dalam bentuk dialog.
38
Drama juga disajikan dalam bentuk babak dan adegan. Babak sama
dengan bagian, setiap babak terdiri atas beberapa adegan. Dan cirri adegan
biasanya ditandai dengan adanya pergantian pelaku dan peristiwa.
Berdasarkan uraian di atas criteria penilaian dalam kaidah penulisan teks
drama yang sesuai difokuskan pada:
1. Teks drama yang disajikan dalam bentuk babak
2. Ada kemungkinan untuk dipentaskan.
2.3 Kerangka Berpikir
Tujuan pengajaran bahasa membantu siswa mengembangkan keterampilan
berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis. Salah satu kemampuan siswa yang
mendasar adalah kemampuan untuk mengekspresikan diri dengan menggunakan
bahasa tulis. Kemampuan menulis merupakan kemampuan bahasa yang semakin
penting untuk dikuasai. Kemampuan tersebut sangat potensial, yaitu (1) sebagai
sarana menemukan sesuatu, (2) memunculkan ide baru, (3) melatih kemampuan
mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep atau ide, (4) melatih sikap
objektif, (5) membantu untuk menyerap dan memproses informasi, dan (6) untuk
membantu berpikir secara aktif.
Dengan demikian keterampilan menulis di sekolah-sekolah perlu
ditingkatkan, tidak terkecuali di SMP Negeri 3 Ungaran karena pembelajaran
menulis yang berhasil akan membawa manfaat yang besar dalam keterampilan
berbahasa siswa.
39
Kemampuan menulis teks drama siswa SMP Negeri 3 Ungaran masih
rendah. Hal ini disebabkan guru tidak menerapkan pemodelan dalam proses
pembelajaran menulis teks drama. Guru hanya memberikan penjelasan mengenai
teks drama. Guru tidak memperlihatkan secara langsung bentuk teks drama yang
konkret. Hal inilah yang membuat siswa menjadi kurang berminat dan kurang
temotivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis teks drama sebab siswa tidak
memiliki gambaran mengenai hal-hal yan berkaitan dengan teks drama. Selain itu
siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami dan mengenal bentuk teks
drama.
Strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis selama ini
masih berjalan satu arah. Dalam pembelajaran menulis teks drama di kelas, guru
menggunakan teknik ceramah sehingga siswa kurang berminat dalam mengikuti
pembelajaran menulis teks drama karena siswa merasa bosan saat pembelajaran
berlangsung.
Kompetensi dasar menulis teks drama pun sudah diajarkan akan tetapi
masih ada hambatan yang dialami oleh siswa. Hal ini sesuai dengan keterangan
yang diperoleh dari guru yang bersangkutan yang menyatakan bahwa siswa belum
mampu menulis drama secara produktif, siswa mau menulis teks drama jika
mendapat tugas dari guru, dimana tema yang hendak dibuat sudah ditentukan oleh
guru.
Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengubah pendekatan
yang digunakan dalam pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan sebagai alternatife, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontekstual
40
komponen pemodelan. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan
motivator. Jadi, siswa yang dituntut untuk berperan aktif.
Berdasarkan masalah terebut di atas, peneliti menggunakan penelitian
tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini melalui dua siklus. Tiap siklus terdiri
atas empat tahap, yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Siklus satu dimulai dengan tahap perencanaan, berupa rencana kegiatan
langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memecahkan masalah. Pada tahap
tindakan, peneliti melakukan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Tindakan yang dilakukan adalah mengadakan pembelajaran menulis teks drama
dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Tahap observasi dilakukan
ketika pembelajaran berlangsung. Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran
kemudian direfleksi. Kelebihan yang diperoleh dalam siklus satu dipertahankan.
Sedangkan kelemahan yang ada dicari solusinya dalam siklus dua dengan cara
memperbaiki perencanaan pada siklus dua. Setelah perencanaan pada siklus dua
diperbaiki, tahap selanjutnya adalah tindakan dan observasi dilakukan sama
dengan silkus satu. Hasil yang diperoleh pada tahap tindakan dan observasi pada
siklus dua kemudian direflesikan untuk menentukan kemajuan-kemajuan yang
telah dicapai dalam proses pembelajaran. Kemudian hasil tes siklus satu dan
siklus dua dibandingkan dalam hal pencapaian nilai. Hal ini digunakan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan menulis teks drama dengan pendekatan
kontekstual komponen pemodelan.
41
2.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah kemampuan menulis teks drama dan tingkah laku siswa kelas VIII E SMP
Negeri 3 Ungaran akan meningkat jika dalam pembelajarannya menggunakan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kemampuan menulis teks drama siswa kelas
VIII E SMP Negeri 3 Ungaran Semarang. Kelas ini adalah salah satu dari lima
kelas yang ada, yaitu VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, dan VIII E.
Penelitian ini memilih kelas VIII E dengan alasan:
1. Berdasarkan kegiatan pembelajaran sehari-hari kelas ini termasuk kelas yang
masih rendah prestasinya, dan kurang termotivasi dalam belajar. Keadaan
kelas sering pasif sebab strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru
masih berjalan satu arah, sehingga dalam proses pembelajarannya siswa hanya
mendengkarkan penjelasan dari guru saja.
2. Kemampuan menulis teks drama siswa kelas VIII E yang hasilnya belum
memuaskan karena sebagian dari siswa belum memahami dan mengenal
bentuk teks drama.
3. Sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi Bahasa Indonesia siswa kelas
VIII harus mempunyai kemampuan keterampilan menulis.
4. Selain itu, SMP Negeri 3 Ungaran dijadikan sebagai tempat untuk
mengadakan penelitian sebab untuk mempermudah dalam proses pengambilan
data.
43
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini ada dua macam, yaitu variabel kemampuan menulis
teks drama dan variabel menggunakan media teks drama dengan pendekatan
kontekstual komponen pemodelan
Variabel pertama kemampuan menulis teks drama. Kemampuan menulis
teks drama adalah suatu proses kegiatanan megungkapkan suatu ide, gagasan, dan
pengalaman hidup dengan menggambarkan situasi kehidupan yang dituangkan
dalam bentuk tulisan yang berupa dialog dan memiliki beberapa aspek antara lain:
tema, perwatakan, alur, dan bahasa.
Variabel kedua adalah penggunaan media teks drama dengan pendekatan
kontekstual komponen pemodelan. Pemodelan adalah teknik menyampaikan
pembelajaran melalui contoh-contoh teks drama. Di dalam proses
pembelajarannya menggunakan model berupa teks drama. Di sini siswa
diperlihatkan contoh teks drama sehingga siswa dapat melihat secara langsung
bentuk teks drama. Setelah itu siswa diminta untuk berlatih membuat teks drama.
3.3 Desain Penelitian
Desain penelitian Tindakan Kelas dengan model Kemmis dan Taggart
(dalam Madya 1994:24) merupakan model yang tidak terlalu sulit untuk
digunakan. Model ini terdiri atas empat komponen, yaitu:
1. Rencana, yaitu tindakan yang akan digunakan untuk memperbaiki,
meningkatkan atau perubahan sebagai solusi. Dalam penelitian ini rencana
yang berupa pembelajaran menulis teks drama.
44
2. Tindakan, yaitu tindakan apa yang dilakukan guru sebagai upaya perbaikan,
peningkatan atau perubahan sebagai solusi. Maksudnya melakukan perbaikan
terhadap kesalahan siswa dalam menulis teks drama.
3. Observasi atau pengamatan, yaitu mengamati hasil atau dampak dari tindakan
yang dilaksanakan oleh siswa. Kesalahan siswa, kesulitan yang dihadapi
siswa, kegairahan siswa, tanggapan siswa, kita himpun dan kita jadikan
pertimbangan untuk perencanaan pada siklus berikutnya.
Desain penelitian yang akan dilakukan menganut model Kemmis dan
McTaggart (Arikunto 2002:84) pelaksanaan penelitian tindakan kelas dalam dua
siklus dapat digambarkan dengan mengikuti alur sebagai berikut:
Keterangan P: Perencanaan
T: Tindakan
O: observasi
R: Refleksi
3.3.1 Siklus I
Siklus ini dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran menulis teks
drama dengan menggunakan pendekatan kontekstual komponen pemodelan,
selain itu siklus I digunakan sebagai komparasi atau pembanding dengan
45
pembelajaran pada siklus II. Langakah-langkah yang digunakan dalam siklus I
adalah sebagai berikut:
a. Perencanan
Pada siklus I peneliti menyusun rencana pembelajaran yag berisi 1) judul,
yang meliputi jenis mata pelajara, jenjang pendidikan, tema, kelas, semester,
alokasi waktu, 2) skenario pembelajaran, meliputi kegiatan, pendahuluan,
kegiatan inti, penutup, 3) alat dan bahan 4) strategi pembelajaran, 5) sarana dan
sumber belajar 6) jenis penelitian.
b. Tindakan
Langkah awal tahap ini adalah guru mengadakan kegiatan apersepsi
singkat dengan menceritakan yang berhubungan dengan drama, bertanya jawab
dan menyampaikan tujuan pembelajaran serta memberitahukan kompetensi yang
harus dicapai siswa. Kegiatan selanjutnya guru memberikan materi tentang unsurunsur
drama. Kemudian guru meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil.
Setelah itu guru membagikan teks drama kepada tiap-tiap kelompok. Selanjutnya
siswa diminta untuk mendiskusikan isi drama tersebut. Langkah selanjutnya guru
meminta siswa untuk mendiskusikan tema yang akan ditulis oleh masing-masing
anggota kelompok. Setelah itu guru menugasi tiap-tiap anggota kelompok untuk
menulis sebuah teks drama sesuai dengan tema yang sudah didiskusikan secara
individu.
Pada akhir pembelajaran, guru merefleksi pembelajaran bersama siswa
dengan memberikan simpulan.
46
c. Observasi
Peneliti mengamati perilaku siswa selama proses pembelajaran
berlangsung, yaitu mengamati sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis
teks drama, keaktifan siswa dalam bertanya dan menanggapi pendapat teman serta
keseriusan dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama dari awal sampai
akhir.
d. Refleksi
Peneliti menganalisis hasil pengamatan dengan berdasarkan atas hasil
menulis teks drama dan perilaku belajar siswa selama mengikuti proses kegiatan
menulis teks drama. Sejauh mana siswa aktif berinteraksi antara guru dengan
siswa atau siswa dengan siswa dan melihat kemampuan intelektual siswa dalam
memahami teks drama. Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian siswa masih merasa kesulitan dalam menentukan penokohan dan konflik
yang tajam dan jelas. Analisa terhadap hasil kegiatan menulis teks drama pada
siklus I ini akan digunakan sebagai pembanding dalam tindakan siklus II.
3.3.2 Siklus II
Siklus II ini dilakukan sebagai uasaha untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam menulis teks drama sekaligus digunakan untuk mengetahui peran
serta siswa selama mengikuti proses pembelajaran menulis teks drama.
Penilaian proses dan penilaian hasil ini merupakan satu kesatuan yang
dijadikan bahan acuan peneliti untuk mengetahui peningkatan kemampuan dan
perubahan perilaku belajar siswa dalam menulis teks drama.
47
a. Perencanaan
Pada siklus II peneliti menyusun rencana pembelajaran yang berisi 1)
judul, yang meliputi jenis mata pelajaran, jenjang pendidikan, tema, kelas,
semester, alokasi waktu, 2) skenario pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, penutup, 3) alat dan bahan, 4) strategi pembelajaran 5) sarana dan
sumber belajar, 6) jenis penilaian.
b. Tindakan
Langkah awal yang dilakukan dalam siklus II ini tidak jauh berbeda
dengan siklus I. Setelah mengetahui kekurangan yang terdapat dalam siklus I,
peneliti akan mencoba memperbaiki pada silkus II untuk menghindari kesalahan
yang sama dalam siklus I. Berdasarkan hasil tindakan siklus I diketahui bahwa
siswa masih merasa kesulitan dalam menentukan penokohan dan menentukan
konflik yang tajam dan jelas. Bagian-bagian yang masih sulit dipahami oleh siswa
menjadi perhatian peneliti untuk ditindaklanjuti dalam siklus II.
Kegiatan yang dilakukan sama dengan kegiatan yang telah dilakukan pada siklus
I. Akan tetapi pada tindakan siklus II ini peneiliti lebih memfokuskan pada
masalah penokohan dan konflik. Dalam siklus II ini peneliti masih menampilkan
model yang berupa teks drama, dan guru menugasi siswa untuk meyusun teks
drama dengan memperhatikan kesalahan yang pernah dilakukan siswa
sebelumnya. Sebelum pembelajaran berakhir guru memberitahukan manfaat yang
diperoleh dari kegiatan menuli teks drama kepada siswa.
48
c. Pengamatan
Dalam siklus II ini peneliti juga mengamati segala perilaku siswa selama
mengikuti pembelajaran. Apakah siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti
pemebelajaran tersebut. Dengan begitu peneliti mengetahui peningkatan minat
siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Teks kemampuan
menulis teks drama diobservasi di luar jam pelajaran bahasa Indonesia, peneliti
berharap pada siklus II ini ada peningkatan kemampuan dan perubahan perilaku
belajar siswa dalam menulis teks drama.
d. Refleksi
Pada siklus II ini peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap kinerja
siswa. Analisa kinerja siswa ini meliputi sejauh mana siswa aktif dan antusias
dalam mengikuti kegitan menulis teks drama. Setelah menganalisis siklus II
selesai peneliti kemudian membandingkan hasil siklus I dengan siklus II. Dengan
demikian permasalahan peningkatan kemampuan dan perubahan perilaku belajar
siswa dalam menulis teks drama dapat diketahui.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk penilaian tes dan
kegiatan observasi. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui kemampuan dan
perilaku belajar siswa dalam meulis teks drama.
49
3.4.1 Instrumen Tes
Instrumen penelitian yang berupa tes digunakan untuk mengungkapkan
data tentang kemampuan menulis teks drama dan memahami bentuk teks drama.
Bentuk instrumen penelitian yang berupa tes adalah tes tertulis berupa yang
berupa perintah kepada siswa untuk menulis teks drama. Pada instrumen tersebut
digunakan pedoman penilaian kemampuan menulis teks drama dengan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
Tabel 2. Skor penilaian
No. Aspek Penilaian Skor Maksimal
1. Tema 10
2. Setting 10
3. Alur 25
4. Penokohan 15
5. Bahasa 20
6. Teks berbentuk naskah
drama dan disajikan dalam
satu babak
10
7. Ada kemungkinan untuk
dipentaskan
10
Jumlah 100
Tabel 3. Aspek yang Dinilai
No. Aspek
Penilaian
Rentang
Skor
Kriteria Kategori
1. Tema 10
8
6
1) Jika tema drama
sangat relevan
dengan keperluan
pementasan
2) Jika tema drama
relevan dengan
keperluan
pementasan
3) Jika tema drama
cukup relevan
dengan keperluan
Sangat baik
Baik
Cukup
50
3
pementasan
4) Jika tema drama
kurang relevan
dengan keperluan
pementasan
Kurang
2. Setting 10
8
6
3
1) Setting drama
dapat
dideskripsikan
sangat jelas,
ringkas dan
sangat hidup
2) Setting drama
dideskripsikan
secara
ringkas,jelas, dan
hidup
3) Setting drama
dideskripsikan
cukup ringkas,
jelas, dan cukup
hidup
4) Setting drama
dideskripsikan
kurang ringkas,
jelas, dan kurang
hidup
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
3. Konflik 25
19
12
6
1) Konflik tampak
sangat tajam dan
jelas
2) Konflik tampak
tajam dan jelas
3) Konflik tampak
cukup tajam dan
jelas
4) Konflik tampak
kurang tajam dan
jelas
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
4. Penokohan/per
watakan
15
11
7
1) Karakter tokoh
dapat
digambarkan
dengan sangat
jelas
2) Karakter tokoh
digambarkan
dengan jelas
3) Karakter tokoh
Sangat baik
Baik
Cukup
51
3
digambarkan
dengan cukup
jelas
4) Karakter tokoh
digambarkan
dengan kurang
jelas
Kurang
5. Bahasa 20
15
10
5
1) Bahasa yang
digunakan sangat
sesuai untuk
setiap karakter
tokoh yang
berbeda
2) Bahasa yang
digunakan sesuai
untuk setiap
karakter tokoh
yang berbeda
3) Bahasa yang
digunakan cukup
sesuai untuk
setiap karakter
tokoh yang
berbeda
4) Bahasa yang
digunakan kurang
sesuai untuk
setiap karakter
tokoh yang
berbeda
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
6. Teks berbentuk
naskah drama
dan disajikan
dalam satu
babak
10
8
6
3
1) Berbentuk teks
drama dan
disajikan dalam
satu babak
2) Berbentuk teks
drama dan
disajikan lebih
dari satu babak
3) Berbentuk teks
drama dan tidak
disajikan dalam
bentuk babak
4) Bukan teks drama
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
52
7. Ada
kemungkinan
untuk
dipentaskan
10
8
6
3
1) Sangat mungkin
untuk
dipentaskan
2) Mungkin untuk
dipentaskan
3) Kemungkinan
untuk
dipentaskan tapi
sulit
4) Tidak mungkin
untuk
dipentaskan
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Kajian teks digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
menguasai penulisan teks drama. Keberhasilan itu peneliti kelompokkan menjadi
empat kategori,yaitu sangat baik, baik, cukup, dan kurang dengan rentang nilai
50-100.
Berdasarkan pedoman penilaian di atas, peneliti dapat mengetahui hasil tes
menulis teks drama. Tes akan dilakukan satu kali dalam setiap siklus yang
dilaksanakan pada akhir pembelajaran. Apabila hasil teks drama siswa pada siklus
I belum sesuai dengan target yang ditetapkan, maka akan diadakan tindakan siklus
II. Siswa yang memperoleh hasil sangat baik adalah siswa yang mendapat skor
85-100, siswa yang memperoleh hasil yang baik adalah siswa yang mendapat
jumlah skor antara 75 sampai 84, siswa yang memperoleh hasil cukup adalah
siswa yang mendapat skor antara 65-74, sedangkan siswa yang memperoleh hasil
kurang adalah siswa yang memperoleh skor 0 sampai 64
Tabel 4. Penilaian Kemampuan Menulis Drama
No. Kategori Kategori
1. Sangat baik 85-100
2. Baik 75-84
3. Cukup 65-74
4. Kurang 0-64
53
3.4.2 Instrumen Nontes
Instrument nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
pedoman wawancara, pedoman jurnal, dan pedoman dokumentasi foto.
3.4.2.1 Pedoman Observasi
Pedoman observasi memuat segala tingkah laku siswa selama
pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual komponen
pemodelan. Adapun aspek yang diamati, yaitu 1) antusias siswa dalam mengikuti
pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual komponen
pemodelan, 2) respon siswa pada saat pembentukan kelompok dalam
pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual komponen
pemodelan, 3) respon siswa pada saat mendiskusikan isi teks drama untuk
menemukan unsur-unsur drama dalam pembelajaran menulis teks drama, 4)
antusias siswa dalam menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual
komponen pemodelan.
3.4.2.2 Pedoman Jurnal
Pedoman jurnal yang dibuat, yaitu pedoman jurnal siswa dan guru. Jurnal
guru memuat segala sesuatu yang terjadi dalam proses pembelajaran. Pedoman
jurnal siswa digunakan untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada saat
proses pembelajaran berlangsung dan untuk mengungkapkan kesulitan yang
dialami oleh siswa dalam pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan
kontekstual komponen pemodelan. Jurnal siswa memuat tentang 1) pendapat
siswa tentang pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual
komponen pemodelan yang dilakukan oleh guru, 2) pendapat siswa tentang
54
media teks drama yang digunakan dalam pembelajaran tersebut, 3) pendapat siswa
tentang penggunaan pendekatan kontekstual komponen pemodelan yang
digunakan dalam pembelajaran tersebut, 4) kesulitan yang dialami siswa dalam
mengungkapkan gagasan atau ide dalam menulis teks drama berdasarkan teks
drama tersebut, 5) hal-hal yang ingin disampaikan oleh siswa berkenaan dengan
pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual komponen
pemodelan.
3.4.2.3 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi atau
pendapat siswa tentang pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan
kontektual komponen pemodelan. Dalam pedoman wawancara ini, hal-hal yang
ditanyakan, yaitu 1) pendapat siswa mengenai pembelajaran yang telah
berlangsung, 2) pendapat siswa mengenai penggunaan teks berita sebagai model
yang digunakan dalam pembelajaran tersebut, 3) pendapat siswa tentang
penggunaan pendekatan kontekstual komponen pemodelan dalam pembelajaran,
4) perasaan siswa ketika diminta menulis teks drama berdasarkan teks drama yang
dihadirkan oleh guru, 5) kesulitan yang dialami oleh siswa dalam kegiatan
menulis teks drama berdasarkan teks drama yang dihadirkan oleh guru, 6) manfaat
yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran tersebut, 7) kesan, pesan,
dan saran siswa tentang pembelajaran yang telah berlangsung.
3.4.2.4 Dokumentasi Foto
Dokumentasi foto memuat tentang rekaman berbagai tingkah laku siswa
selama penelitian berlangsung secara visual dari awal hingga akhir pembelajaran
55
yang dilakukan oleh observer. Hal-hal yang perlu didokumtasikan adalah 1)
kegiatan siswa ketika membaca teks drama secara berkelompok, 2) kegiatan siswa
dalam berdiskusi untuk menemukan unsur-unsur yang terdapat dalam teks drama,
3) kegiatan siswa ketika berdiskusi untuk menentukan tema yang akan dijadikan
sebauah teks drama, 4) kegiatan siswa ketika menulis teks drama.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Salah satu kegiatan penting dalam penelitian adalah pengumpulan data
yang diperlukan, karena hasilnya sangat menentukan untuk penelitian. Penelitian
ini menggunakan dua teknik pengambilan data, yaitu teknik tes dan teknik non
tes.
3.5.1 Teknik Tes
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan tes yang
dilakukan sebanyak dua kali. Tes ini dijadikan sebagai tolak ukur peningkatan
keberhasilan siswa dalam menulis teks drama setelah pembelajaran diakukan. Tes
menulis teks drama ini berupa lembar tugas berisi perintah kepada siswa untuk
menulis teks drama. Hasil tes berupa teks drama.
3.5.2 Teknik Nontes
Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara, jurnal siswa, jurnal guru, dan dokumentasi foto.
3.5.2.1 Observasi
Observasi dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang
digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa rehadap pembelajaran yang
56
dilakukan oleh guru. Dalam melakukan observasi, peneliti dibantu oleh guru yang
bersangkutan.
3.5.2.2 Wawancara
Wawancara dilaksanakan kepada siswa yang mendapat nilai tinggi, sedang,
dan rendah. Wawancara dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran dan kesulitan yang dialami oleh siswa pada saat pemebelajaran
berlangsung. Dalam melakukan wawancara digunakan teknik bebas, yaitu
pertanyaan telah disiapkan peneliti dan responden bebas memberikan jawaban.
Kegiatan wwancara dilaksanakan di luar jam pelajaran dan dilakukan setelah
diketahui hasil yang diperoleh siswa. Wawancara dilaksanakan setelah
pembelajaran siklus I dan siklus II. Untuk masing-masing siklus, siswa yang
diwawancari sebanyak tiga orang dengan perincian sebagai berikut: siswa yang
memiliki nilai terbaik, siswa yang memiliki nilai sedang, dan siswa yang memiliki
nilai paling rendah atau kurang.
3.5.2.3 Jurnal
Jurnal merupakan catatan harian yang ditulis siswa selama proes pembelajaran
berlangsung. Sementara itu, guru juga mengisi jurnal guru yang sudah disiapkan
sebelumnya.
3.5.2.4 Dokumentasi
Pengambilan data dokumentasi foto dilakukan pada saat pembelajaran
berlangsung dan ketika melakukan wawancara. Dalam melakukan pengambilan
gambar, peneliti dibantu oleh observer untuk memotret. Pengambilan gambar
pada masing-masing siklus tetap mengacu pada empat kegiatan sebagai berikut: 1)
57
kegiatan siswa ketika mengamati model yang berupa teks drama; 2) kegiatan
siswa ketika berkelompok untuk menggali informasi dalam teks drama; dan 3)
kegiatan siswa ketika sedang menulis teks drama.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
3.6.1 Teknik Kualitatif
Teknik kualitatif ini diperoleh dari data non tes, yaitu: observasi, wawancara,
jurnal, dan dokumentasi foto. Data observasi dan jurnal kegiatan siswa yang
kemudian dikelompokkan berdasarkan aspek-aspek yang diteliti. Dalam hal ini,
data observasi dan jurnal digunakan untuk memilih siswa yang mengalami
kesulitan untuk dijadikan responden dalam wawancara.
Data wawancara berfungsi utnuk mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa
dengan melakukan pendekatan melalui wawancara siswa akan lebih berani
mengemukakan permasalahannya mengenai kemampuan menulis dramanya.
Dengan demikian peneliti akan lebih mengetahui kesulitan siswa sehingga dapat
mencari jalan terbaik untuk mengatasinya dalam upaya meningkatkan
kemampuan menulis drama siswa.
Sementara itu, data yang berupa foto digunakan sebagai bukti otentik proses
pembelajaran dan ketika siswa sedang diwawancarai. Data ini memberikan
gambaran yang jelas akan penerapan pembelajaran menulis drama dengan
menggunakan pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
58
3.6.2 Teknik Kuantitatif
Teknik kuantitatif digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
didasarkan pada hasil tes yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada akhir
siklus I dan akhir siklus II. Adapaun langkah penghitungannya adalah dengan
menghitung skor yang diperoleh siswa, menghitung skor komulatif dari seluruh
aspek, menghitung skor rata-rata, menghitung nilai, menghitung nilai rata-rata,
dan menghitung nilai presentase dengan rumus sebagai berikut:
SP = x100%
R
SK
Keterangan:
SP : Skor Presentase
SK : Skor Kumulatif
R : Jumlah Responden
Hasil penghitungan siswa dari masing-masing tes ini kemudian dibandingkan
antara siklus I dan silkus II. Hasil ini akan memberikan gambaran mengenai
presentase peningkatan kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran
menulis teks drama melalaui pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan disajikan hasil tes dan nontes yang diperoleh dari
penelitian. Hasil penelitian tersebut terbagi atas tiga bagian, yaitu tes prasiklus,
slus I, dan hasil tes siklus II. Hasil tes prasiklus berupa kemampuan menulis teks
drama dengan menggunakan teks drama sebagai model melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan. Hasil nontes diperoleh dari observasi, jurnal,
wawancara, dan dokumentasi.
4.1.1 Prasiklus
Hasil tes prasiklus berupa kemampuan menulis teks drama sebelum dilakukan
penelitian. Hasil tes prasiklus ini berfungsi untuk mengetaui keadaan awal
kemampuan menulis teks drama siswa. Tes yang dilakukan adalah tes menulis
teks drama. Hasil tes prasiklus dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 5. Hasil Tes Kemampuan Menulis teks Drama Prasiklus
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 85-100 0 0 0
2 Baik 75-84 0 0 0
3 Cukup 65-74 1 66 2,5
4 Kurang 0-64 39 2103 97,5
Jumlah 40 2169 100
54,2
Kategori
Kurang
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VIII E
dalam menulis teks drama untuk kategori sangat baik dengan rentang skor 85-100
dan kategori baik dengan rentang skor 75-84 tidak ada atau sebesar 0%. Untuk
59
60
kategori cukup dengan rentang skor 65-74 dicapai oleh 1 siswa atau sebesar
2,5%. Sedangkan kategori kurang dengan rentang skor 0-64 dicapai oleh 39 siswa
atau sebesar 97,5%. Jadi nilai rata-rata kemampuan menulis teks drama siswa
pada prasiklus sebesar 54,2 atau masih pada kategori kurang. Nilai rata-rata
tersebut berasal dari jumlah skor masing-masing aspek yang dinilai dalam menulis
teks drama, yaitu tema, setting, alur, penokohan atau perwatakan, dan aspek
bahasa. Dengan demikian, kemampuan menulis teks drama perlu ditingkatkan.
Peningkatan tersebut dilakukan dengan melakukan tindakan siklus I, yaitu
kegiatan menulis teks drama dengan menggunakan teks drama sebagai model
dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Hasil
dari masing-masing aspek dapat dipaparkan sebagai berikut.
4.1.1.1 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Tema
Pada aspek tema ini, penilaian difokuskan pada pemilihan tema yang sesuai
dengan isi cerita. Hasil tes penilaian tes menulis teks drama pada aspek tema
dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 6. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 10 3 30 7,5
2 Baik 8 27 216 67,5
3 Cukup 6 10 60 25
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 306 100
7,7
Kategri
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan tema untuk kategori sangat baik dicapai oleh 3 siswa atau sebesar
30%. Untuk kategori baik dicapai oleh 27 siswa atau sebesar216%. Kategori
61
cukup dicapai oleh 10 siswa atau sebesar 25%. Sedangkan untuk kategori kurang
tidak ada atau sebesar 0%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama untuk aspek
tema sebesar 7,7 atau termasuk dalam kategori baik.
4.1.1.2 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Setting
Pada aspek setting atau latar, penilaian difokuskan pada setting drama yang
dapat menciptakan suasana yang lebih hidup. Hasil penilaian tes menulis teks
drama pada aspek setting dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.
Tabel 7. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Setting
No. Kategori Rentag
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 6 60 15
2 Baik 8 23 184 57,5
3 Cukup 6 11 66 27,5
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 310 100
7,6
Kategori
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan setting untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 6 siswa atau
sebesar 15%. Kategori baik berhasil dicapai oleh 23 siswa atau sebesar 57,5%.
Sedangkan untuk kategori cukup dicapai oleh 11 siswa atau sebesar 27,5%. Jadi
nilai rata-rata menulis teks drama aspek setting sebesar 7,6 atau termasuk dalam
kategori baik.
4.1.1.3 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Konflik
Pada aspek alur ini, penilaian difokuskan pada konflik yang tampak tajam dan
jelas. Hasil tes menulis teks drama untuk aspek alur dapat dilihat pada tabel 7
berikut.
62
Tabel 8. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Konflik
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 25 0 0 0
2 Baik 19 0 0 0
3 Cukup 12 32 384 80
4 Kurang 6 8 48 20
Jumlah 40 432 100
10,8
Kategori
kurang
Data pada tabel di atas menujukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan alur untuk kategori sangat baik dan kategori baik tidak ada atau
sebesar 0%. Untuk kategori cukup berhasil dicapai oleh 32 siswa atau sebesar
80%. Dan untuk kategori kurang dicapai oleh 8 siswa atau sebesar 20%. Jadi nilai
rata-rata menulis teks drama aspek alur sebesar 10,8 dan termasuk dalam kategori
kurang
4.1.1.4 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Penokohan atau perwatakan
Pada aspek penokohan atau perwatakan, penilaian difokuskan pada karakter
tokoh yang digambarkan sesuai dengan situasi yang diceritakan. Hasil tes menulis
teks drama aspek penokohan atau perwatakan dapat dilihat pada tabel 8 berikut.
Tabel 9. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Penokohan
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 15 0 0 0
2 Baik 11 27 297 67,5
3 Cukup 7 13 91 32,5
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 388 100
9,7
Kategori
Baik
Data di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menentukan
penokohan atau perwatakan untuk kategori sangat baik dan kategori kurang tidak
63
ada atau sebesar 0%. Kategori baik dicapai oleh 27 siswa atau sebesar 67,5%. Dan
kategori cukup berhasil dicapai oleh 13 siswa atau sebesar 32,5%. Jadi nilai ratarata
menulis teks drama siswa untuk aspek penokohan atau perwatakan sebesar
13,2 atau termasuk dalam kategori baik.
4.1.1.5 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Bahasa
Pada aspek bahasa, penilaian difokuskan pada bahasa yang digunakan mudah
dimengerti dan komunikatif. Hasil tes menulis teks drama aspek bahasa dapat
dilihat pada tabel 9 berikut.
Tabel 10. Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Bahasa
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 20 0 0 0
2 Baik 15 6 90 15
3 Cukup 10 33 330 82,5
4 Kurang 5 1 5 2,5
Jumlah 40 425 100
10,6
Kategori
Cukup
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan bahasa untuk kategori sangat baik tidak ada atau sebesar 0%. Untuk
kategori baik berhasil dicapai oleh 6 siswa atau sebesar 15%. Sedangkan untuk
kategori cukup berhasil dicapai oleh 33 siswa atau sebesar 82,5% dan kurang
dicapai oleh 1 siswa atau sebesar 2,5%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama
aspek bahasa 10,6 atau termasuk dalam kategori cukup.
64
Tabel 11. Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Teks Berbentuk
Teks Drama dan Disajikan dalam Satu Babak.
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot Skor Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 2 20 5
2 Baik 8 0 0 0
3 Cukup 6 9 54 22,5
4 Kurang 3 29 87 72,5
4
Kategori
Kurang
Jumlah 40 161 100
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek teks drama yang berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu
babak untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 2 siswa atau sebesar 5%.
dan kategori baik tidak ada atau sebesar 0%. Untuk kategori cukup dicapai oleh 9
siswa atau sebesar 22,5%. Dan untuk kategori kurang dicapai oleh 29 siswa atau
sebesar 72,5%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama aspek teks drama yang
berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak sebesar 4 atau masih dalam
kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam
menyajikan teks dalam bentuk teks drama yang disajikan dalam satu babak.
Tabel 12. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Kemungkinan
Dipentaskan.
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 0 0 0
2 Baik 8 0 0 0
3 Cukup 6 9 54 22,5
4 Kurang 3 31 93 77,5
Jumlah 40 147 100
3,7
Kategori
Kurang
65
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek ada kemungkinan dipentaskan untuk kategori sangat baik dan
kategori baik tidak ada atau sebesar 0%. Untuk kategori cukup dicapai oleh 54
siswa atau sebesar 22,5%. Dan untuk kategori kurang dicapai oleh 31 siswa atau
sebesar 77,5%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama aspek ada kemungkinan
dipentaskan masih dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada
sebagian siswa yang merasa kesulitan dalam menyajikan teks drama yang
memungkinkan untuk dipentaskan.
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek teks drama yang berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu
babak untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 2 siswa atau sebesar 5%.
dan kategori baik tidak ada atau sebesar 0%. Untuk kategori cukup dicapai oleh 9
siswa atau sebesar 22,5%. Dan untuk kategori kurang dicapai oleh 29 siswa atau
sebesar 72,5%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama aspek teks drama yang
berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak sebesar 4 atau masih dalam
kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam
menyajikan teks dalam bentuk teks drama yang disajikan dalam satu babak.
Data yang diperoleh dari hasil tes prasiklus menunjukkan bahwa masih ada
beberapa aspek yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran menulis teks drama.
Agar dapat meningkatkan kemampuan menulis teks drama siswa, dalam
Penelitian Tindakan Kelas akan mencoba untuk menerapkan pemodelan melalui
pendekatan kontekstual komponen pemodelan dalam proses pembelajaran menulis
66
teks drama pada siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Ungaran. Dan model yang akan
dihadirkan dalam pembelajaran tersebut adalah teks drama.
4.1.2 Siklus I
Siklus I merupakan tindakan awal penelitian menulis teks drama dengan
menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan. Tindakan siklus I ini dilaksanakan untuk
mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis teks
drama dengan teks drama sebagai model melalui pendekatan kontekstual
komponen pemodelan. Pelaksanaan pembelajaran menulis teks drama pada siklus
I terdiri atas data tes dan data nontes. Hasil kedua data tersebut akan diuraikan
sebagai berikut.
4.1.2.1 Hasil Data Tes Siklus I
Hasil tes siklus I ini merupakan data awal setelah dilakukan tindakan
pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan teks drama teks drama
sebagai model melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Kriteria
penilaian pada siklus I ini meliputi lima aspek penilaian, yaitu aspek tema, aspek
setting, aspek alur, aspek penokohan atau perwatakan, dan aspek bahasa. Hasil tes
siklus I dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini.
Tabel 13. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Siklus I
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 85-100 0 0 0
2 Baik 75-84 1 83 2,5
3 Cukup 65-74 1 66 2,5
4 Kurang 0-64 38 2101 95
Jumlah 40 2250 100
56,25
Kategori
Kurang
67
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa kelas
VIII E SMP Negeri 3 Ungaran, dalam menulis teks drama untuk kategori sangat
baik dengan rentang skor 85-100 tidak ada atau sebesar 0% dan kategori baik
dengan rentang skor 75-84 dicapai oleh 1 siswa atau sebesar 2,5%. Untuk kategori
cukup dengan rentang skor 65-74 berhasil dicapai oleh 1 siswa atau sebesar 2,5%.
Sedangkan untuk kategori kurang dengan rentang skor 0-64 dicapai oleh 38 siswa
atau sebesar 95%. Jadi nilai rata-rata kemampuan menulis teks drama siswa pada
siklus I sebesar 56,25 atau termasuk dalam kategori kurang. Nilai rata-rata
tersebut berasal dari jumlah skor masing-masing aspek yang dinilai dalam menulis
teks drama, yaitu aspek tema, aspek setting, aspek alur, aspek penokohan atau
perwatakan, dan aspek bahasa. Berikut ini akan dipaparkan hasil tes siklus I.
4.1.2.1.1 Hasil Tes Menulis Teks Drama Aspek Tema
Pada aspek tema ini, penilaian difokuskan pada tema yang sesuai dengan isi
cerita tersebut. Berikut ini adalah tabel 11 yang menunjukkan hasil tes menulis
teks drama aspek tema.
Tabel 14. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 10 5 50 12,5
2 Baik 8 34 272 87,5
3 Cukup 6 1 6 2,5
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 328 100
8,2
Kategori
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan tema untuk kategori sangat baik sangat baik berhasil dicapai oleh 5
siswa atau sebesar 12,5%. Kategori baik berhasil dicapai oleh 34 siswa atau
68
sebesar 87,5%. Untuk kategori cukup berhasil dicapai oleh 1 siswa atau sebesar
2,5%. Sedangkan, untuk kategori kurang tidak ada atau sebesar 0%. Jadi nilai
rata-rata menulis teks drama aspek tema pada siklus I 8,2 atau masuk pada
kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menentukan tema
yang relevan dengan keperluan pementasan.
4.1.2.1.2 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Setting
Pada aspek Setting kali ini, penilaian lebih difokuskan pada setting drama
yang dapat menciptakan suasana yang lebih hidup. Hasil tes menulis teks drama
aspek setting dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini.
Tabel 15. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Setting
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Ratarata
1 Sangat Baik 10 12 120 30
2 Baik 8 23 184 57,5
3 Cukup 7 5 30 12,5
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 334 100
8,4
Kategori
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan setting untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 12 siswa atau
sebesar 30%. Kategori baik dicapai oleh 23 siswa atau 57,5%. Untuk kategori
cukup berhasil dicapai oleh 5 siswa atau sebesar 12,5%. Sedangkan, kategori tidak
ada atau sebesar 0%. Jadi untuk nilai rata-rata menulis teks drama aspek setting
sebesar 8,4 atau termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian siswa sudah mampu mendeskripsikan setting dengan ringkas, jelas dan
hidup.
69
4.1.2.1.3 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Konflik
Pada aspek alur ini, penilaian lebih difokuskan pada konflik yang dapat
digambarkan dengan tajam dan jelas, jadi konflik yang terjadi dalam cerita
tersebut dapat diceritakan secara tajam dan jelas. Hasil tes menulis teks drama
aspek alur ini dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini.
Tabel 16. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Konflik
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 25 0 0 0
2 Baik 19 2 38 5
3 Cukup 12 29 348 72,5
4 Kurang 6 9 54 22,5
Jumlah 40 440 100
11
Kategori
cukup
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek alur untuk kategori sangat baik tidak ada atau sebesar 0%.
Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 2 siswa atau sebesar 5%. Sedangkan,
kategori cukup berhasil dicapai oleh 29 siswa atau sebesar 72,5%. Kategori
kurang berhasil dicapai oleh 9 siswa atau sebesar 22,5%. Jadi nilai rata-rata
menulis teks drama aspek alur sebesar 11 atau masuk pada kategori cukup. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian siswa sudah mampu dalam menentukan konflik
yang tajam dan jelas meskipun masih ada beberapa siswa yang masih belum
mencapai hasil yang maksimal.
4.1.2.1.4 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Penokohan
Pada aspek penokohan ini, penilaian lebih difokuskan pada karakter tokoh
yang dapat digambarkan sesuai dengan situasi yang diceritakan. Hasil tes
70
kemampuan menulis teks drama aspek penokohan dapat dilihat pada tabel 13
berikut ini.
Tabel 17. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Penokohan
Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 15 0 0 0
2 Baik 11 28 308 70
3 Cukup 7 12 84 30
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 392 100
9,8
Katogori
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menentukan penokohan untuk kategori sangat baik dan kurang tidak ada atau
sebesar 0%. Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 28 iswa atau sebesar 70%.
Dan kategori cukup dicapai oleh 12 siswa atau sebesar 30%. Jadi nilai rata-rata
untuk menulis teks drama aspek penokohan sebesar 9,8 atau masuk pada kategori
baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menggambarkan karakter
tokoh dengan jelas
4.1.2.1. 5 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Bahasa
Pada aspek bahasa kali ini, penilaian lebih difokuskan pada penggunaan
bahasa yang mudah dihayati dan komunikatif. Berikut tabel 14 yang akan
menunjukkan hasil tes kemampuan menulis teks drama aspek bahasa.
Tabel 18. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Bahasa
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase Rata-rata
1 Sangat Baik 20 0 0 0
2 Baik 15 8 120 20
3 Cukup 10 32 320 80
4 Kurang 5 0 0 0
Jumlah 40 440 100
11
Kategori
Baik
71
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek bahasa untuk kategori sangat baik dan kategori kurang tidak ada
atau sebesar 0%. Untuk kategori baik dicapai oleh 8 siswa atau sebesar 20%. Dan
untuk kategori cukup dicapai oleh 32 siswa atau sebesar 80%. Jadi nilai rata-rata
menulis teks drama aspek bahasa sebesar 11 atau termasuk dalam kategori baik.
Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu dalam menggunakan bahasa
yang sesuai untuk masing-masing karakter tokoh yang berbeda.
Tabel 19. Hasil Tes Kemampuan Teks Drama Aspek Teks Berbentuk Teks
Drama dan Disajikan dalam Satu Babak.
N0. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 4 40 10
2 Baik 8 2 16 5
3 Cukup 6 6 36 15
4 Kurang 3 28 84 70
Jumlah 40 176 100
4,4
Kategori
Kurang
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek teks drama yang berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu
babak untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 4 siswa atau sebesar 10%.
dan kategori baik berhasil dicapai oleh 2 siswa atau sebesar 5%. Untuk kategori
cukup dicapai oleh 6 siswa atau sebesar 15%. Dan untuk kategori kurang dicapai
oleh 28 siswa atau sebesar 70%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama aspek teks
drama yang berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak sebesar 4,4 atau
masih dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih merasa
kesulitan dalam menyajikan teks dalam bentuk teks drama yang disajikan dalam
satu babak.
72
Tabel 20. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Kemungkinan
Dipentaskan.
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 0 0 0
2 Baik 8 1 8 2,5
3 Cukup 6 5 30 12,5
4 Kurang 3 34 102 85
Jumlah 40 140 100
3,4
Kategori
Kurang
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek ada kemungkinan dipentaskan untuk kategori sangat baik tidak
ada atau sebesar 0%. Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 1 siswa atau
sebesar 2,5%. Untuk kategori cukup dicapai oleh 5 siswa atau sebesa 12,5%. Dan
untuk kategori kurang dicapai oleh 34 siswa atau sebesar 85%. Jadi nilai rata-rata
menulis teks drama aspek ada kemungkinan dipentaskan masih dalam kategori
kurang. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian siswa yang merasa
kesulitan dalam menyajikan teks drama yang memungkinkan untuk dipentaskan.
4.1.2.2 Data Nontes
Hasil penelitian nontes pada siklus I adalah hasil dari observasi, jurnal,
wawancara, dan dokumentasi foto. Berikut ini adalah data yang diperoleh dari
hasil nontes yang meliputi:
4.1.2.2.1 Observasi
Pengambilan data melalui observasi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku
siswa selama mengikuti pembelajaran. Observasi ini dilakukan selama
pembelajaran berlangsung. Pada siklus I ini, seluruh perilaku siswa selama
pembelajaran berlangsung dapat digambarkan melalui obervasi. Selama proses
73
pembelajaran berlangsung tidak semua siswa mengikuti dengan baik. Ada
beberapa siswa yang masih menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan,
diantaranya masih ada siswa yang asyik bercanda dan mengobrol dangan teman
sebangku atau sekelompoknya. Ada juga siswa yang kelihatan bermalas-malasan
dalam mengikuti pembelajaran sehingga situasi kelas menjadi tidak kondusif.
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa siswa berantusias mengikuti
pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan teks drama sebagai model
melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Hal ini ditunjukkan oleh
siswa yang antusias dalam mengikuti pembelajaran mulai dari apersepi sampai
akhi pembelajaran.
Meskipun dalam proses pembelajaran situasi kelas kurang kondusif, karena
masih ada beberapa siswa yang bercanda dan mengobrol dengan teman sebangku
atau sekelompoknya, namun hasil yang dicapai siswa sudah cukup baik dan siswa
pun cukup antusias dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Antusias
siswa diketahui dari respon sebagian siswa yang memperhatikan penjelasan yang
diberikan oleh peneliti dan menghayati teks drama yang diperlihatkan. Hal ini
disebabkan siswa baru memperoleh pembelajaran menulis teks drama dengan
menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran.
Respon yang diberikan siswa ketika dibagikan teks drama sangat baik. Hal ini
terjadi karena dalam kegiatan belajar mengajar, jarang sekali menampilkan model,
sehingga dengan ditampilkan atau diperlihatkan teks drama sebagai model dalam
pembelajaran tersebut ditanggapi baik oleh siswa.
74
Respon yang diberikan siswa pada saat mendiskusikan isi cerita dalam teks
drama tersebut dengan teman satu kelompoknya juga baik. Mereka saling
bekerjasama untuk menemukan unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama
tersebut. Namun ada beberapa siswa yang tidak terlibat secara aktif dengan
kelompoknya, mereka terlihat asyik mengobrol dan bercanda dengan teman
sekelompoknya atau hanya diam saja.
Antusias siswa dalam menulis teks drama cukup baik. Para siswa antusias
dalam menulis teks drama. Siswa tampak tenang dalam menyelesaikan tugas
menulis teks drama karena siswa termotivasi dengan model yang diperlihatkan.
Namun ada juga siswa yang masih asyik bercanda dan mengobrol sendiri
sehingga mengganggu siswa yang sedang berkonsentrasi menulis teks drama.
4.1.2.2.2 Jurnal
Jurnal yang digunakan dalam penelitian siklus I ini ada dua macam, yaitu
jurnal siswa dan jurnal guru. Kedua jurnal tersebut mengungkap tentang perasaan
siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung.
a. Jurnal Siswa
Jurnal siswa merupakan jurnal yang harus diisi oleh siswa. Jurnal siswa ini
diisi setelah proses pembelajaran selesai. Tujuan diadakannya jurnal siswa ini
untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung
dan untuk mengetahui kesulitan yang dialami oleh siswa.
Pada dasarnya sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang baik
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan oleh peneliti, karena metode
pembelajaran yang digunakan peneliti mudah dipahami. Selain itu, penggunaan
75
teks drama sebagai model dalam pembelajaran sangat membantu siswa dalam
menentukan unsur-unsur yang terdapat di dalam sebuah teks drama, sehingga
siswa dapat menulis teks drama dengan mudah. Dengan dihadirkannya teks drama
tersebut juga dapat memacu kreativitas siswa dalam menulis teks drama.
Pernyataan mereka membuktikan bahwa mereka tertarik dan menyukai materi
yang diajarkan oleh peneliti.
Pada dasarnya sebagian besar siswa tidak mengalami kesulitan untuk
menentukan unsur-unsur yang terdapat dalam teks drama. Dengan dihadirkannya
teks drama sebagai model dalam pembelajaran, siswa dapat menggali unsur-unsur
yang terdapat di dalam teks drama tersebut melalui isi cerita yang ada di dalam
drama tersebut. Berdasarkan isi cerita drama tersebut siswa dapat menuangkan ide
atau gagasan dalam bentuk teks drama.
Walaupun siswa terlihat menaggapi dan menerima dengan baik pembelajaran
menulis teks drama dengan menggunakan teks drama sebagai model melalui
pendekatan kontekstual komponen pemodelan, namun kesulitan masih dialami
oleh beberapa siswa. Berdasarkan hasil analisis, kesulitan yang dialami siswa
meliputi: 1) siswa merasa kesulitan dalam menentukan tema yang relevan dengan
keperluan pementasan 2) siswa merasa kesulitan dalam menentukan konflik yang
tajam dan jelas, 3) siswa juga merasa kesulitan dalam menggambarkan tokoh
dengan jelas, 4) waktu yang diberikan pada siswa sangat terbatas, dan 5) siswa
merasa kurang jelas karena volume suara yang kurang keras. Peneliti
menyimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa pada saat
pembelajaran berlangsung merupakan hal yang wajar karena tidak semua siswa
76
dapat berkonsentrasi dengan baik dan dapat menyerap materi yang disampaikan
dengan mudah. Namun, setidaknya strategi yang baru ini dapat memberikan
pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat bagi siswa dan dapat ditingkatkan
lagi pada kesempatan berikutnya.
Hal-hal yang dikemukakan oleh siswa berkenaan dengan proses pembelajaran
yang telah dilakukan oleh peneliti berbeda-beda. Sebagian besar siswa memberi
masukan pada suara peneliti yang kurang keras dalam menjelaskan materi atau
tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Ada pula yang menyarankan agar cerita
dalam drama tersebut disampaikan secara lisan dan dipentaskan di depan. Selain
itu siswa juga memberi masukan agar waktu yang diberikan untuk menulis teks
drama perlu ditambah sehingga siswa dapat membuat cerita drama yang lebih
baik. Sedangkan saran-saran yang diberikan oleh siswa agar pembelajaran
menulis teks drama dengan menghadirkan teks drama sebagai model melalui
pendekatan kontekstual komponen pemodelan lebih dikembangkan lagi.
b. Jurnal Guru
Jurnal guru berisi tentang hal-hal yang dirasakan oleh guru pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat pembelajaran
berlangsung, dapat dijelaskan bahwa peneliti merasa kurang puas terhadap proses
pembelajaran, karena masih ada beberapa siswa yang belum sepenuhnya
mengikuti pembelajaran dengan baik. Siswa terlihat kurang siap dalam mengikuti
pembelajaran menulis teks drama. Namun ketika pembelajaran berlangsung, siswa
merespon dengan baik terhadap pembelajaran menulis teks drama dengan
77
menggunakan teks drama sebagai model melalui pendekatan kontekstual
komponen pemodelan.
Siswa memberikan respon yang positif ketika peneliti menghadirkan teks
drama sebagai model dalam pembelajaran. Kehadiran model tersebut sangat
membantu siswa dalam menentukan ide penulisan teks drama. Ketika peneliti
meminta mereka untuk membentuk sebuah kelompok kecil siswa juga merespon
dengan baik. Mereka langsung berkumpul dengan kelompok yang sudah
ditentukan. Kemudian mereka bekerjasama untuk mendiskusikan isi cerita yang
terdapat di dalam teks drama tersebut.
Secara keseluruhan, siswa cukup aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Mereka menunjukkan sikap antusias dan tenang dalam mengikuti rangkaian
kegiatan pembelajaran. Situasi kelas ketika pembelajaran berlangsung cukup
terkendali, walaupun suasananya sedikit ramai tapi masih fokus pada materi yang
diajarkan.
4.1.2.2.3 Wawancara
Pada siklus I ini, wawancara dilakukan pada tiga orang siswa yang
memperoleh nilai tertinggi, cukup, dan nilai terendah dalam mengikuti tes menulis
teks drama. Wawancara pada siklus I ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
sikap siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh peneliti..
Wawancara ini mengungkap tentang: 1) pendapat siswa mengenai pembelajaran
yang berlangsung, 2) pendapat siswa mengenai teks drama yang digunakan
sebagai model dalam pembelajaran, 3) perasaan siswa ketika diminta untuk
menulis teks drama dengan menghadirkan teks drama sebagai model, 4) kesulitan
78
yang dialami siswa dalam kegiatan menulis teks drama, 5) usaha yang dilakukan
siswa untuk mengatasi kesulitan dalam menulis teks drama, dan 6) manfaat yang
diperoleh siswa etelah mengikuti pembelajaran tersebut.
Respon baik dilontarkan oleh ketiga siswa yang mendapat nilai tertinggi,
cukup, dan nilai terendah. Pada umumnya siswa menerima pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti dengan baik. Penggunaan teks drama sebagai model dalam
pembelajaran sangat membantu siswa dalam menulis teks drama, selain itu siswa
juga dapat mengembangkan kreativitasnya.
Kesulitan yang dialami oleh masing-masing siswa ketika diminta untuk
menulis teks drama pada umumnya sama, yaitu kesulitan dalam menentukan alur
cerita. Dan untuk mengatasi kesulitan tersebut, ketiga siswa tersebut mencermati
kembali teks drama yang diberikan oleh peneliti.
Pembelajaran menulis teks drama dengan menghadirkan teks drama sebagai
model melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelanyang telah dilakukan
oleh peneliti ternyata memberikan manfaat bagi siswa. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh ketiga siswa yang diwawancarai. Mereka
mengemukakan bahwa pembelajaran menulis teks drama yang telah dilakukan
oleh peneliti dapat menambah pengetahuan siswa tentang teks drama. Selain itu,
dengan menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran sangat
membantu siswa dalam menulis sebuah teks drama.
4.1.2.2.4 Dokumentasi Foto
Pada siklus I ini dokumentasi foto yang diambil meliputi kegiatan siswa ketika
mengamati model pembelajaran yang berupa teks drama, kegiatan siswa ketika
79
berdiskusi dengan kelompoknya untuk menemukan unsur-unsur yang terdapat
dalam teks drama tersebut, dan kegiatan siswa ketika sedang menulis teks drama.
Berikut adalah deskripsi gambar pada saat pemebelajaran berlangung.
Gambar 1a menunjukkan respon siswa yang kurang antusias dengan model
yang diperlihatkan oleh guru. Dalam gambar tersebut ada beberapa siswa yang
terlihat masih asyik berbicara sendiri dengan teman satu kelompoknya. Ada juga
siswa yang terlihat diam saja tidak mengamati model yang telah diberikan oleh
guru. Akan tetapi masih ada bebrapa siswa yang membaca dan mengamati teks
drama tersebut dengan sungguh-sungguh.
80
Gambar 2a menunjukkan kegiatan siswa ketika berdiskusi. Mereka diminta
untuk mendiskusikan isi cerita yang terdapat dalam teks drama tersebut, kemudian
mereka diminta untuk menentukan unsur-unsur yang terdapat dalam teks drama
tersebut. Pada gambar tersebut siswa terlihat cukup aktif dalam kegiatan
kelompoknya, meskipun masih ada siswa yang terlihat diam saja tidak membantu
kelompoknya dalam berdiskusi. Pada gambar tersebut masih menunjukkan bahwa
siswa belum begitu antusias dengan pembelajaran yang telah diberikan oleh guru.
Gambar 3a menunjukkan kegiatan siswa ketika menulis teks drama. Pada
gambar tersebut, siswa terlihat cukup antusias dan serius dalam mengerjakan
tugas yang telah diberikan oleh guru, yaitu menulis teks drama. Ada juga siswa
yang bertanya kepada guru tentang hal yang belum mereka pahami. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa sudah mulai aktif. Ada juga siswa yang terlihat masih
belum paham akan tetapi siswa tersebut lebih memilih untuk mempehatikan
pekerjaan teman daripada bertanya langsung kepada guru. Dalam hal ini situasi
yang tercipta dalam tindakan sklus I belum kondusif karena masih ada siswa yang
mengganggu siswa lain.
81
4.1.3 Siklus II
Tindakan siklus II dilakukan karena hasil yang diperoleh pada siklus I belum
memuaskan dan masih dalam kategori cukup. Selain itu, masih ada beberapa
perilaku siswa yang kurang menyenangkan selama proses pembelajaran
berlangsung. Tindakan siklus II ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang
dialami pada siklus I dan berupaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menulis teks drama sehingga mencapai hasil yang memuaskan.
Pada siklus II ini, penilitian dilakukan dengan rencana dan persiapan yang
lebih matang dibandingkan dengan siklus I. Dengan adanya perbaikan yang
dilakukan dalam pembelajaran tanpa mengabaikan penggunaan teks drama
sebagai model dan pendekatan kontekstual komponen pemodelan, maka hasil
penelitian yang berupa nilai tes menulis teks drama mengalami peningkatan dari
kategori cukup menjadi baik. Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta lebih
antusias dalam mengikuti pembelajaran. Untuk hasil tes maupun nontes pada
siklus II kali ini akan diuraikan sebagai berikut.
4.1.3.1 Hasil Data Tes Siklus II
Hasil tes siklus II ini merupakan data kedua setelah diterapkan pembelajaran
menulis teks drama dengan menggunakan teks drama sebagai model dalam
pembelajaran melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan yang disertai
dengan upaya perubahan pemebelajaran. Kriteria penilaian dalam siklus II masih
tetap sama dengan kriteria penilain pada siklus I yang meliputi lima aspek, yaitu
aspek tema, apek setting, aspek alur aspek penokohan atau perwatakan, dan aspek
bahasa. Hasil tes siklus II dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini.
82
Tabel 21. Hasil Tes kemampuan Menulis Teks Drama
No. Kategori Rentang
Skor Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%) Rata-rata
1 Sangat Baik 85-100 0 0 0
2 Baik 75-84 3 228 7,5
3 Cukup 65-74 13 890 32,5
4 Kurang 0-64 24 1465 60
Jumlah 40 2583 100
65
Kategori
cukup
Data pada tabel di atas nenunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VIII E
dalam menulis teks drama untuk kategori sangat baik dengan rentang skor 85-100
tidak ada atau sebesar 0%. Untuk kategori baik dengan rentang skor 75-84
berhasil dicapai oleh 3 siswa atau sebesar 7,5%. Dan untuk kategori cukup dicapai
oleh 13 siswa atau sebesar 32,5%. Sedangkan, untuk kategori kurang dicapai oleh
24 siswa atau sebesar 60%. Jadi nilai rata-rata kemampuan menulis teks drama
siswa pada siklus II kali ini sebesar 65 atau masih termasuk dalam kategori cukup.
Meskipun demikian, para siswa sudah dapat dikatakan bahwa sebagian siswa
sudah dapat menulis teks drama dengan baik karena nilai rata-rata yang dicapai
oleh siswa sudah sesuai dengan batas ketuntasan yang telah ditentukan, yaitu 65.
Nilai rata-rata tersebut berasal dari jumlah skor masing-masing aspek yang dinilai
dalam menulis teks drama, yaitu aspek tema, aspek setting, aspek penokohan atau
perwatakan, aspek bahasa, aspek teks yang berbentuk teks drama dan disajikan
dalam satu babak serta kemungkinan dipentaskan. Hasil dari masing-masing
aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
83
4.1.3.1.1 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema
Pada aspek tema ini, penilaian lebih difokuskan pada pemilihan tema yang
sesuai dengan isi cerita. Hasil tes menulis teks drama aspek tema dapat dilihat
pada tabel 16 berikut ini.
Tabel 22. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Tema
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 19 190 47,5
2 Baik 8 21 168 5,25
3 Cukup 6 0 0 0
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 358 100
9
Kategori
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek tema untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 19 siswa
atau sebesar 47,5%. Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 21 siswa atau
sebesar 5,25%. Untuk kategori cukup dan kategori kurang tidak ada atau sebesar
0%. Nilai rata-rata kemampuan menulis Teks drama siswa pada aspek tema
sebesar 9 atau masuk pada kategori baik.
4.1.3.1.2 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Setting
Pada aspek setting, penilaian lebih difokuskan pada setting drama yang dapat
menciptakan suasana yang lebih hidup. Hasil tes kemampuan menulis teks drama
aspek setting dapat dilihat pada tabel 17 berikut ini.
Tabel 23. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Setting
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 11 110 27,5
2 Baik 8 29 232 72,5
3 Cukup 6 0 0 0
8,6
Kategori
Baik
84
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 342 100
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek setting untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 11 siswa
atau sebesar 27,5%. Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 29 siswa atau
sebesar 72,5%. Sedangkan Kategori cukup dan kategori kurang tidak ada atau
sebesar 0%. Jadi nilai rata-rata kemampuan menulis teks drama aspek setting
sebesar 8,6 atau termasuk dalam kategori baik.
4.1.3.1.3 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Konflik
Pada aspek alur ini, penilaian lebih difokuskan pada konflik yang tajam dan
jelas. Hasil tes kemampuan menulis teks drama aspek alur dapat dilihat pada tabel
18 berikut ini.
Tabel 24. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Konflik
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 25 0 0 0
2 Baik 19 19 361 47,5
3 Cukup 12 21 252 52,5
4 Kurang 6 0 0 0
Jumlah 40 613 100
15,3
Kategori
cukup
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek alur untuk kategori sangat baik tidak ada atau sebesar 0%.
Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 19 siswa atau sebesar 47,5%. Dan untuk
kategori cukup berhasil dicapai oleh 21 siswa atau sebesar 52,5%. Sedangkan,
untuk kategori kurang tidak ada atau sebesar 0%. Jadi nilai rata-rata kemampuan
menulis teks drama aspek konflik sebesar 15,3 atau masuk pada kategori cukup.
85
4.1.3.1.4 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Penokohan
Pada aspek penokohan, penilaian lebih difokuskan pada karakter tokoh yang
digambarkan sesuai dengan situasi yang diceritakan. Hasil tes kemampuan
menulis teks drama aspek penokohan dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini.
Tabel 25. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Penokohan
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 15 0 0 0
2 Baik 11 37 407 92,5
3 Cukup 7 3 21 7,5
4 Kurang 3 0 0 0
Jumlah 40 428 100
10,7
Kategori
baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek penokohan untuk kategori sangat baik dan kategori kurang tidak
ada atau sebesar 0%. Untuk kategori baik berhasil dicapai oleh 37 siswa atau
sebesar 92,5%. Dan, untuk kategori cukup berhasil dicapai oleh 3 siswa atau
sebesar 7,5%. Jadi nilai rata-rata kemampuan teks drama aspek penokohan
sebesar 10,7 atau termasuk dalam kategori baik.
4.1.3.1.5 Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Bahasa
Pada aspek bahasa, penilaian lebih difokuskan pada penggunaan nahasa yang
mudah dihayati dan komunikatif. Hasil tes kemampuan menulis teks drama aspek
bahasa dapat dilihat pada tabel 19 berikut ini.
Tabel 26. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Bahasa
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 20 0 0 0
2 Baik 15 13 195 37,5
3 Cukup 10 27 270 62,5
11,6
Kategori
Sangat
86
4 Kurang 5 0 0 0
Jumlah 40 465 100
Baik
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek bahasa untuk kategori sangat baik dan kategori kurang tidak ada
siswa atau sebesar 0%. Kategori baik berhasil dicapai oleh 13 siswa atau sebesar
37,5%. Untuk kategori cukup berhasil dicapai oleh 27 siswa atau sebesar 62,5%.
Jadi nilai rata-rata kemampuan menulis teks drama aspek bahasa sebesar 11,6 atau
masuk pada kategori sangat baik.
Tabel 27. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Teks
Berbentuk Teks Drama dan Disajikan dalam Satu Babak.
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
Skor
Presentase
(%)
Rata-rata
1 Sangat Baik 10 2 20 5
2 Baik 8 3 24 7,5
3 Cukup 6 17 102 42,5
4 Kurang 3 18 54 45
Jumlah 40 200 100
5
Kategori
Cukup
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek teks drama yang berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu
babak untuk kategori sangat baik berhasil dicapai oleh 2 siswa atau sebesar 5%.
dan kategori baik berhasil dicapai oleh 3 siswa atau sebesar 7,5%. Untuk kategori
cukup dicapai oleh 17 siswa atau sebesa 42,5%. Dan untuk kategori kurang
dicapai oleh 18 siswa atau sebesar 45%. Jadi nilai rata-rata menulis teks drama
aspek teks drama yang berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak
sebesar 5 atau masih dalam kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa masih
ada beberapa siswa yang merasa kesulitan dalam menyajikan teks dalam bentuk
87
teks drama yang disajikan dalam satu babak. Meskipun demikian, sudah dapat
dikatan bahwa sebagian siswa sudah dapat menulis teks dalam bentuk teks drama
dan disajikan dalam satu babak dengan baik.
Tabel 28. Hasil Tes Kemampuan Menulis Teks Drama Aspek Ada Untuk
Kemungkinan Dipentaskan.
No. Kategori Rentang
Skor
Frekuensi Bobot
skor
Presentase Ratarata
1 Sangat Baik 10 1 10 2,5
2 Baik 8 4 32 10
3 Cukup 6 10 60 25
4 Kurang 3 25 75 67,5
Jumlah 40 177 100
4,4
Kategori
Kurang
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama aspek ada kemungkinan dipentaskan untuk kategori sangat baik
berhasil dicapai oleh 1 siswa atau sebesar 2,5%. dan kategori baik berhasil dicapai
oleh 4siswa atau sebesar 10%. Untuk kategori cukup dicapai oleh 10 siswa atau
sebesa 25%. Dan untuk kategori kurang dicapai oleh 25 siswa atau sebesar 67,5%.
Jadi nilai rata-rata menulis teks drama aspek ada kemungkinan dipentaskan masih
dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian siswa
yang merasa kesulitan dalam menyajikan teks drama yang memungkinkan untuk
dipentaskan. Meskipun demikian, ada beberapa siswa yang teks dramanya
mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan
4.1.3.2. Data Nontes
Hasil penelitian nontes pada siklus II ini sama dengan siklus I, data nontes
tersebut berasal dari hasil observasi, jurnal, wawancara, dan dokumentasi foto.
Berikut adalah data yang diperoleh dari hasil nontes yang meliputi:
88
4.1.3.2.1 Observasi
Pengambilan data melalui observasi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku
siswa selama mengikuti pembelajaran. Observasi dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung.
Pada siklus II ini, seluruh perilaku siswa selama mengikuti pembelajaran dapat
digambarkan melalui observasi. Selama proses pembelajaran berlangsung, hampir
semua siswa mengikuti dengan baik, sehingga suasana kelas menjadi lebih
kondusif.
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa siswa lebih antusias dalam
mengikuti pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan teks drama
sebagai model pemebelajaran melalui pendekatan kontekstual komponen
pemodelan. Hal ini ditunjukkan dengan antusias mereka ketika mengikuti
pembelajaran mulai dari apersepi sampai akhir pembelajaran.
Proses pemebelajaran menulis teks drama pada siklus II kali ini lebih
kondusif, sehingga hasil yang dicapai siswa lebih baik dari siklus I dan siswa
terlihat lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Antusias siswa dapat
diketahui melalui respon sebagian besar siswa yang sangat antusias dengan
adanya model dalam proses pembelajaran menulis teks drama. Dan mereka juga
kelihatan semangat ketika diminta untuk menulis teks drama. Hal ini disebabkan
karena siswa baru memperoleh pengetahuan lebih banyak lagi mengenai teks
drama.
Respon yang diberikan siswa ketika dibagikan teks drama sebagai model
dalam pembelajaran sangat baik. Karena dalam kegiatan belajar mengajar jarang
89
menampilakan model, sehingga kehadiran teks drama sebagai model dalam
pembelajaran tersebut mendapat respon yang poitif.
Respon yang ditunjukkan siswa pada saat mendiskusikan teks drama dengan
teman satu kelompoknya juga baik. Mereka berdiskusi untuk menemukan unsurunsur
yang terdapat di dalam teks drama tersebut. Pada siklus II hampir semua
siswa terlibat secara aktif dengan kelompoknya.
Antusia siswa dalam menulis teks drama juga lebih baik dibandingkan pada
siklus I. Para siswa kelihatan lebih bersemangat dalam menulis teks drama. Iswa
tampak tenang ketika menyelesaikan tugas menulis teks drama. Karena mereka
merasa terbantu dengan model yang dihadirkan oleh peneliti. Situasi kelas juga
terkendali sehingga sangat mendukung konsentrasi siswa dalam menulis teks
drama.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa siswa lebih bersemangat dan
lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama dengan
menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual komponen pmodelan.
4.1.3.2.2 Jurnal
Jurnal yang digunakan dalam penelitian siklus II ini ada dua macam, yaitu
jurnal siswa dan jurnal guru. Kedua jurnal tersebut mengemukakan tentang
perasaan siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung.
a. Jurnal Siswa
Jurnal siswa merupakan jurnal yang harus diisi oleh siswa. Jurnal siswa ini
diisi setelah proses pembelajaran selesai. Tujuan diadakan jurnal siswa ini adalah
90
untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung
dan untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa.
Pada dasarnya siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. Karena strategi pembelajaran yang
digunakan peneliti sangat membantu dan mudah dipahami. Selain itu, penggunaan
teks drama sebagai model dalam pembelajaran sanagat membantu siswa dalam
menulis teks drama. Pernyataan mereka membuktikan bahwa mereka tertarik dan
menyukai materi yang diajarkan oleh peneliti.
Pada dasarnya siswa tidak mengalami kesulitan utnuk menulis teks drama
setelah menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran menulis teks
drama. Siswa dapat menggali unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama
melalui model tersebut. Dari model tersebut dapat memberikan gambaran kepada
siswa mengenai teks drama, sehingga lebih memudahkan siswa untuk menulis
teks drama.
b. Jurnal Guru
Jurnal guru berisi tentang hal-hal yang dirasakan oleh guru selama proses
pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti pada saat
pembelajaran berlangsung, dapat digambarakan bahwa peneliti merasa puas
terhadap pembelajaran pada waktu itu, karena siswa sepenuhnya mengikuti
pembelajaran dengan baik. Siswa terlihat lebih siap untuk mengikuti pembelajaran
menulis teks drama.
91
Siswa memberikan respon yang baik ketika peneliti mulai menghadirkan
model berupa teks drama. Kehadiran teks drama sebagai model dalam
pembelajaran sangat membantu siswa untuk menulis teks drama yang lebih baik
lagi. Ketika peneliti meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil, siswa
langsung merespon dengan baik. Mereka langsung berkelompok dengan
kelompok yang sudah ditentukan. Kemudian mereka bekerjasama untuk
menemukan unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama tersebut. Dan siutasi
kelas pun telihat lebih kondusif, meskipun masih ada beberapa siswa yang hanya
diam saja.
Secara keseluruhan, siswa lebih aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Mereka lebih antusias dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran menulis
teks drama. Situasi kelas menjadi lebih terkendali, sehingga pembelajaran dapat
berjalan dengan lancar.
4.1.3.2.3 Wawancara
Pada siklus II kali ini, wawancara tetap dilakukan pada tiga orang siswa yang
mendapat nilai paling tinggi, cukup, dan nilai paling rendah dalam menulis teks
drama. Wawancara pada siklus II ini dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana
perubahan sikap siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh
peneliti. Wawancara ini mengungkap tentang: 1) pendapat siswa mengenai
pembelajaran yang telah berlangsung, 2) pendapat siswa mengenai penggunaan
teks drama sebagai model dalam pembelajaran, 3) kesulitan yang dialami oleh
siswa dalam kegiatan pembelajaran menulis teks drama, 4) usaha yang dilakukan
92
oleh siswa untuk mengatasi kesulitan yang dialami, 5) manfaat yang diperoleh
setelah mengikuti pembelajaran tersebut.
Ketiga siswa yang memperoleh nilai tertinggi, cukup, dan nilai terendah
memberikan respon yang baik terhadap pembelajaran yang telah berlangsung.
Siswa pada umumnya menerima pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti
dengan baik. Penggunaan teks drama sebagai model dalam dalam pembelajaran
dirasakan siswa sangat membantu siswa dalam menulis teks drama. Selain dapat
menambah pengetahuan dan wawasan yang baru tentang teks drama, juga dapat
menumbuhkan kreativitas siswa dalam menulis teks drama.
Ketika peneliti menanyakan kesulitan yang dialami oleh masing-masing siswa,
ketiga siswa tersebut memberikan jawaban yang sama. Ketiga siswa tersebut
mengatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan, ketika diminta untuk
menulis teks drama.
Pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan teks drama sebagai
model dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan
yang telah dilakukan oleh peneliti, ternyata dapat memberikan manfaat bagi
siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh ketiga siswa
tersebut. Mereka mengemukakan bahwa pembelajaran menulis teks drama yang
telah dilakukan oleh peneliti membuat mereka lebih paham mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan teks drama dan memudahkan siswa untuk menulis teks drama.
4.1.3.2.4 Dokumentasi Foto
Pada siklus II ini, dokumentasi foto yang diambil sama dengan foto yang
diambil pada siklus I, yaitu meliputi kegiatan siswa ketika sedang mengamati
93
model pembelajaran yang berupa teks drama, kegiatan siswa ketika sedang
berdiskusi dengan teman satu kelompoknya, dan kegiatan siswa ketika sedang
menulis teks drama. Deskripsi gambar pada siklus II selengkapnya akan dipaparka
sebagai berikut.
Gambar 1b menunjukkan kegiatan siswa ketika mengamati model yang
diberikan oleh guru. Mereka terlihat lebih antusias, semangat, dan lebih serius
dalam mengamati model yang telah diberika oleh guru. Mereka membaca teks
drama tersebut dengan sungguh-sungguh. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
respon siswa terhadap pembelajaran yang diberikan sudah baik. Mereka dapat
mengikuti pembelajaran dengan antusias dan bersemangat.
94
Gambar 2b menunjukkan kegiatan siswa ketika berdiskusi dengan teman satu
kelompoknya. Pada gambar tersebut siswa terlihat lebih aktif dalam kegiatan
kelompoknya. Mereka terlihat lebih serius dalam mengerjakan tugas yang telah
diberikan oleh guru. Kegiatan yang mereka lakukan sama dengan kegiatan yang
dilakukan pada siklus I, yaitu mereka diminta untuk mendiskusikan unsur-unsur
yang terdapat dalam isi teks drama yang telah diberikan oleh guru.
Gambar 3b menunjukkan kegiatan siswa ketika menulis teks drama. Pada
gambar tersebut, siswa terlihat lebih serius dan tidak ada siswa yang terlihat
berbicara sndiri dengan teman satu kelompoknya. Siswa terlihat lebih
bersemangat dan serius dalam menulis teks drama. Situasi kelas pun terlihat lebih
kindusif sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dari
gambar tersebut dapat diasumsikan bahwa siswa telah mengalami perubahan
perilaku yang lebih baik.
95
4.2 Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan pada hasil tes prasiklus, siklus I,
dan siklus II. Pembahasan hasil tersebut meliputi hasil tes dan nontes.
Pembahasan hasil tes penelitian mengacu pada pemerolehan skor yang dicapai
siswa ketika diminta untuk menulis teks drama. Aspek-aspek yang dinilai dalam
kemampuan menulis teks drama meliputi lima aspek, yaitu aspek tema, aspek
setting, aspek alur, aspek penokohan atau perwatakan, dan aspek bahasa.
Pembahasan hasil nontes berpedoman pada empat bentuk instrumen penelitian,
yaitu lembar observasi, jurnal, pedoman wawancara, dan dokumentasi foto.
Peneliti dalam mengawali proses pembelajaran menulis teks drama dengan
menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan pada siklus I dan silkus II, dengan
mengucapkan salam terlebih dahulu kepada siswa. Kemudian peneliti melakukan
apersepsi dengan menanyakan keadaan siswa dan mengarahkan perhatian siswa
agar siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh peneliti.Setelah itu
peneliti meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil yang terdiri atas empat
sampai lima orang. Kemudian peneliti membagikan teks drama kepada semua
siswa. Siswa mulai membaca dan mengamati teks drama tersebut, kemudian
disusul dengan berdiskusi untuk menemukan unsur-unsur yang terdapat di dalam
teks drama tersebut. Selanjutnya, peneliti meminta perwakilan dari satu kelompok
untuk menyampaikan hasil diskusinya. Peneliti meminta siswa berdiskusi untuk
menentukan tema yang akan dijadikan teks drama. Kemudian peneliti meminta
siswa untuk menulis teks drama.
96
Berdasarkan hasil tes menulis teks drama tersebut, peneliti dapat mengetahui
kemampuan menulis teks drama siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Ungaran pada
siklus II.
4.2.1 Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Drama
Hasil tes menulis teks drama prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada
tabel 20 berikut ini.
Tabel 29. Peningkatan Kemampuan Menulis teks Drama prasiklus, siklus I, dan
siklus II
No. Aspek Nilai Rata-Rata Kelas Peningkatan
P SI SII P-SI % SI-SII % P-SII %
1 I 7,7 8,2 9 0,5 6,5 0,8 9,8 13 16,9
2 II 7,6 8,4 8,6 0,8 10,5 0,2 2,4 1,0 13,2
3 III 10,8 11 15,3 0,2 1,9 4,3 39,1 4,5 41,7
4 IV 9,7 9,8 10,7 0,1 1,0 0,9 9,2 1,0 10,3
5 V 10,6 11 11,6 0,4 3,8 0,6 5,5 1,0 9,4
6 VI 4 4,4 5 0,4 10 0,6 13,6 1,0 25
7 VII 3,7 3,5 4,4 -0,2 -5,4 0,9 25,7 0,7 18,9
Jumlah 54,2 56,3 65 2,2 4,1 8,3 14,7 10,5 19,4
Keterangan: I= tema, II= setting, III= alur, IV= penokohan, V= bahasa, VI= teks
bebentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak
Berdasarkan rekapitulasi data hasil tes kemampuan menulis teks drama dari
prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dijelaskan bahwa kemampuan menulis teks
drama siswa pada setiap aspek penilaian menulis teks drama mengalami
peningkatan. Berikut adalah uraian tabel 20.
Hasil prasiklus menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan menulis teks
drama sebesar 54,2. Dari rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan
menulis teks drama siswa masih tergolong kategori kurang atau rendah karena
berada pada rentang nilai 0-64. Rata-rata tersebut berasal dari jumlah skor rata97
rata masing-masing aspek. Pada prasiklus, rata-rata untuk masing-masing aspek
adalah sebagai berikut: 1) aspek tema sebesar 7,7; 2) aspek setting sebesar 7,6; 3)
aspek konflik sebesar 10,8; 4) aspek penokohan sebesar 9,7; 5) aspek bahasa
sebesar10,6; 6) aspek teks berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak
sebesar 4; dan 7) aspek kemungkinan dipentaskan sebesar 3,7
Kemampuan siswa dalam menulis teks drama yang masih tergolong rendah
disebabkan oleh siswa belum mengenal bentuk teks drama dan pendekatan serta
strategi yang digunakan guru kurang tepat. Pada saat pembelajaran menulis teks
drama prasiklus guru belum menggunakan teks drama sebagai model dalam
pembelajaran. Selain itu guru juga belum menerapkan pendekatan kontekstual
komponen pemodelan sehingga membuat siswa kurang berminat terhadap
pembelajaran menulis teks drama.
Hasil tes menulis teks drama siklus I dengan rata-rata nilai klasikal 56,3
masih tergolong dalam kategori kurang, karena berada pada rentang nilai 0-64.
Meskipun termasuk dalam kategori kurang, tetapi ada beberapa siswa yang sudah
berhasil mencapai nilai rata-rata yang sesuai dengan batas ketuntasan yang sudah
ditentukan,yaitu 65. Nilai rata-rata tersebut berasal dari skor rata-rata tiap aspek
pada penilaian menulis teks drama.
Pada aspek tema rata-rata skor yang dicapai siswa sebesar 8,2 sehingga
tergolong dalam kategori baik dan mengalami peningkatan sebesar 0,5 atau
sebesar 6,5% dari skor rata-rata prasiklus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
secara umum siswa sudah mampu menentukan tema yang relevan dengan
keperluan pementasan.
98
Pada aspek setting, rata-rata skor yang dicapai siswa sebesar 8,4 atau termasuk
kategori cukup. Dalam hal ini siswa mengalami peningkatan sebesar 0,8 atau
sebesar 10,5% dari skor rata-rata prasiklus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sebagian siswa sudah mampu mendeskripsikan setting secara rinci, jelas dan
hidup.
Untuk aspek konflik rata-rata skor yang dicapai oleh siswa sebesar 11 atau
termasuk dalam kategori cukup dan mengalami peningkatan sebesar 0,2 atau
sebesar 1,9% dari skor rata-rata prasiklus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sebagian siswa sudah mampu menciptakan konflik yang tajam dan jelas.
Untuk aspek penokohan rata-rata skor yang dicapai oleh siswa sebesar 9,8
atau termasuk dalam kategori baik. Dalam hal ini siswa mengalami peningkatan
sebesar 0,1 atau sebesar 1,0% dari skor rata-rata prasiklus. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menggambarkan karakter tokoh dengan
jelas.
Untuk aspek bahasa rata-rata skor yang dicapai oleh siswa sebesar 11 atau
termasuk kategori cukup dan mengalami peningkatan sebesar 0,4 atau sebesar
3,8% dari skor rata-rata prasiklus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian
siswa sudah mampu dalam menggunakan bahasa yang dapat menggambarkan
karakter tokoh yang berbeda.
Untuk aspek teks berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak ratarata
skor yang dicapai oleh siswa sebesar 4,4 atau masih dalam kategori kurang
dan mengalami peningkatan sebesar 0,4 atau sebesar 10% dari skor rata-rata
99
prasiklus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian siswa belum mampu
menghasilkan bentuk teks drama yang sesuai dengan kaidah penulisan teks drama.
Untuk aspek ada kemungkinan untuk dipentaskan rata-rata skor yang dicapai
oleh siswa sebesar 3,5 atau masih dalam kategori kurang dan mengalami
penurunan sebesar -0,2 atau sebesar -5,4% dari skor rata-rata prasiklus. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian siswa belum mampu menghasilkan teks
drama yang memiliki kemungkinan untuk dipentaskan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama siklus I mengalami peningkatan sebesar 2,2 atau 4,1% dari skor ratarata
prasiklus.
Hasil tes menulis teks drama siklus II berhasil mencapai nilai sebesar 65 atau
masuk kategori cukup karena berada pada rentang nilai 65-74. Pencapaian skor
tersebut berarti sudah memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian
tindakan siklus III tidak perlu dilakukan. Hasil pemerolehan nilai dari masingmasing
aspek pada siklus II dapat diuraikan sebagai berikut.
Pada aspek tema rata-rata skor yang dicapai siswa sebesar 9 atau termasuk
kategori baik dan mengalami peningkatan sebesar 0,8 atau sbebsar 9,8% dari skor
rata-rata siklus I. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum siswa sudah
mampu menentukan tema yang relevan dengan keperluan pementasan
Pada aspek setting, rata-rata skor yang dicapai siswa sebesar 8,6 atau termasuk
kategori baik dan mengalami peningkatan sebesar 0,2 atau sebesar 2,4% dari skor
rata-rata siklus I. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum siswa sudah
mampu mendeskripsikan setting secara rinci, jelas dan hidup.
100
Untuk aspek konflik rata-rata skor yang dicapai oleh siswa sebesar 15,3 atau
termasuk dalam kategori baik. Dalam hal ini siswa mengalami peningkatan
sebesar 4,3 atau sebesar 39,1% dari skor rata-rata siklus I. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara umum siswa sudah mampu dalam menetukan konflik
yang tajam dan jelas.
Untuk aspek penokohan rata-rata skor yang dicapai oleh siswa sebesar 10,7
atau termasuk dalam kategori baik. Dalam hal ini siswa mengalami peningkatan
sebesar 0,9 atau sebesar 9,2% dari skor rata-rata siklus I. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menggambarkan karakter masingmasing
tokoh yang berbeda.
Untuk aspek bahasa rata-rata skor yang dicapai oleh siswa sebesar 11,6 atau
termasuk dalam kategori baik. Dalam hal ini siswa mengalami peningkatan
sebesar 0,6 atau sebesar 5,5% dari skor rata-rata siklus I. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah mampu dalam menggunakan bahasa yang dapat
menggambarkan karakter tiap-tiap tokoh.
Untuk aspek teks berbentuk teks drama dan disajikan dalam satu babak ratarata
skor yang dicapai oleh siswa sebesar 5 atau masih dalam kategori cukup dan
mengalami peningkatan sebesar 0,6 atau sebesar 13,6% dari skor rata-rata siklus I.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian siswa sudah mampu menghasilkan
bentuk teks drama yang sesuai dengan kaidah penulisan teks drama.
Untuk aspek ada kemungkinan untuk dipentaskan rata-rata skor yang dicapai
oleh siswa sebesar 4,4 atau masih dalam kategori kurang dan mengalami
peningkatan sebesar 0,9 atau sebesar 25,7% dari skor rata-rata siklus I. Hasil
101
tersebut menunjukkan bahwa masih ada beberapa siswa yang belum mampu
menghasilkan teks drama yang memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Akan
tetapi dalam hal ini sudah dapat dikatakan bahwa sebagian siswa sudah mampu
menghasilkan teks drama yang sesuai dengan kaidah penulisan teks drama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis
teks drama sudah mengalami peningkatan, peningkatan dari prasiklus ke siklus I
sebesar 2,2 atau sebesar 4,1%, peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 8,3
atau sebesar 14,7%, dan peningkatan dari prasiklus ke siklus II sebesar 10,5 atau
sebesar 19,4%.
Peningkatan kemampuan siswa dalm menulis teks drama merupakan prestasi
yang patut dibanggakan sebab sebelum dilakukan tindakan siklus I dan siklus II,
kemampuan menulis teks drama siswa masih kurang. Namun setelah diterapkan
pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan teks drama sebagai model
dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan dari
siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan.
Dengan adanya peningkatan nilai rata-rata tiap aspek pada siklus I
membuktikan bahwa penggunaan teks drama sebagai model pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan dapat meningkatkan kemampuan
menulis teks drama siswa kelas VIIIE SMP N 3 Ungaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan teks drama sebagai model pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan terbukti mampu membantu siswa
dalam meningkatkan kualitas, kreativitas, produktivitas, dan efektivitas
pembelajaran siswa dalam menulis teks drama.
102
Kehadiran teks drama sebagai model pembelajaran dan penggunaan
pendekatan kontekstual komponen pemodelan dalam pembelajaran menulis teks
drama siswa kelas VIIIE SMP N 3 Ungaran terbukti mampu membantu
kelancaran, efektivitas, dan efisiensi pencapaian tujuan pembelajaran. Penggunaan
teks drama dalam pembelajaran sangat membantu siswa untuk mengatasi
kesulitan yang mereka alami dalam menentukan unsur-unsur teks drama.
Penggunaan pendekatan kontekstual komponen pemodelan dalam pembelajaran
dapat memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengeluarkan pendapat dan
gagasannya dalam bentuk teks drama. Penggunaan model yang tepat dan
pemilihan pendekatan yang tepat mampu meningkatkan minat belajar siswa dan
pada akhirnya prestasi siswa juga turut meningkat.
4.2.2 Perubahan Perilaku
Peningkatan kemampuan siswa dalam menulis teks drama ini diikuti pula
dengan adanya perubahan perilaku siswa mulai dari prasiklus sampai siklus II.
Secara umum siswa merasa senang mengikuti pembelajaran menulis teks drama
dengan menggunakan teks drama sebagai model pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan. Hasil ini dapat diketahui dari observasi, jurnal,
dan wawancara. Kondisi siswa pada siklus I menunjukkan bahwa siswa kurang
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Selain itu, masih
ada beberapa siswa yang belum mencapai hasil yang sudah ditentukan secara
klasikal, yaitu 65. Kondisi kelas pun pada saat itu belum kondusif, hal itu
disebabkan ada beberapa siswa yang masih asyik bercanda dan berbicara sendiri
103
dengan teman sebangku atau sekelompoknya ketika proses pembelajaran
berlangsung.
Terkait dengan model yang dihadirkan oleh peneliti, siswa menanggapi hal
tersebut dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada jurnal siswa yang sebagian besar
mengemukakan bahwa dengan menghadirkan model dalam pembelajaran menulis
teks drama sangat membantu dan mempermudah siswa dalam menulis teks drama.
Selain itu, siswa juga merasa termotivasi karena siswa dapat mengekspresikan
kreativitas mereka melalui menulis teks drama.
Respon siswa ketika diminta untuk mendiskusikan teks drama maupun
menentukan tema untuk menulis teks drama cukup baik. Mereka bekerjasama
untuk menentukan unsur-unsur yang terdapat dalam teks drama tersebut. Namun,
masih ada beberapa siswa yang tidak aktif dalam kelompoknya. Mereka hanya
diam saja atau asyik bercanda dan berbicara dengan teman sebangku atau satu
kelompoknya.
Kemudian dari hasil observasi maupun dokumentasi foto diketahui bahwa
siswa sangat antusias ketika mengamati model yang telah diberikan oleh peneliti.
Namun, ada juga siswa yang kurang antusias dengan model yang dihadirkan oleh
peneliti. Hal ini disebabkan mereka merasa malas untuk membaca dan memahami
model tersebut. Ada juga siswa yang hanya diam saja dan acuh terhadap model
yang diperlihatkan. Hal ini disebabkan siswa kurang berminat dengan
pembelajaran pada hari itu.
Meskipun hasil tes kemampuan menulis teks drama pada siklus I belum
termasuk pada kategori baik, setidaknya ada upaya yang dilakukan oleh siswa,
104
yaitu dengan memperbaiki kesulitan yang dialami. Adapun usaha yang dilakukan
oleh siswa dengan cara mengamati dan mencoba untuk memahami teks drama
yang telah diberikan oleh peneliti. Dengan cara seperti itu siswa berharap dapat
memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai teks drama, sehingga memudahkan
siswa untuk menulis teks drama.
Kondisi yang digambarkan pada siklus I ini merupakan permasalahan yang
harus dipecahkan untuk upaya perbaikan pada siklus II. Rencana pembelajaran
pada siklus II harus lebih matang daripada siklus I. Pola pembelajaran pada siklus
II juga merupakan hasil pertimbangan pendapat dari siswa yang tercantum dalam
jurnal dan wawancara. Secara umum siswa sudah merasa senang dengan adanya
model dalam pemebelajaran menulis teks drama karena lebih memudahkan siswa
untuk menulis teks drama, sehingga siswa merasa termotivasi dan antusias dalam
mengikuti pembelajaran. Akan tetapi, ada beberapa siswa yang menginginkan
agar pada siklus II teks drama yang digunakan sebagai model dalam pembelajaran
menulis adalah teks drama yang utuh, sehingga lebih memudahkan siswa dalam
memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam drama tersebut. Karena dalam hal
ini siswa masih merasa kesulitan dalam menentukan konflik yang tajam dan jelas
dan penokohan yang dapat digambarkan secara jelas.
Hasil dari penerapan siklus II ini ternyata membawa pengaruh yang positif dan
cukup memuaskan. Suasana pada siklus II terlihat lebih kondusif. Siswa merespon
dengan baik pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan teks drama
sebagai model dalam pembelajaran tersebut. Siswa sangat antusias dan lebih
bersemangat dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh peneliti. Namun, ada
105
juga siswa yang merasa bosan dengan pembelajaran menulis teks drama akan
tetapi pada akhirnya siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran menulis teks
drama. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata kemampuan siswa dalam menulis teks
drama mengalami peningkatan dan teks drama yang dihasilkan semakin baik.
Kenyataan ini dibuktikan pada hasil tes menulis teks drama dari prasiklus, siklus
I, sampai siklus II yang semakin meningkat, meskipun masih ada beberapa siswa
yang belum mencapai batas ketuntasan yang ditentukan akan tetapi dalam hal ini
siswa sudah dapat dikatakan telah berhasil menulis teks drama dengan baik.
Terkait dengan penggunaan teks drama sebagai model dalam pembelajaran
menulis teks drama, secara umum siswa merespon dengan baik. Sebagain besar
siswa mengemukakan bahwa model yang digunakan dalam pembelajaran tersebut
sangat membantu siswa dalam menulis teks drama. Dengan model tersebut siswa
menjadi lebih paham mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama,
sehingga memudahkan siswa untuk menuangkan ide atau gagasannya dalam
bentuk teks drama. Selain itu, siswa juga merasa termotivasi utnuk menulis teks
drama yang lebih baik.
Respon yang ditunjukkan siswa pada saat mendiskusikan unsur-unsur yang
terdapat di dalam teks drama tersebut sangat baik dibandingkan dengan kegiatan
pada siklus I. Mereka kelihatan lebih serius dalam menghayati dan memahami
teks drama tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi dan dokumentasi foto
diketahui bahwa antusias siswa ketika sedang mengamati dan berdiskusi serta
mengerjakan tugas menulis teks drama sangat baik. Mereka mengerjakan tugas
106
dengan serius dan tenang. Siswa juga terlihat lebih mudah dalam memahami teks
drama sehingga siswa dapat menghasilkan teks drama yang lebih baik. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa sudah mulai mampu untuk menulis teks drama.
Berdasarkan analisis data dan situasi pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan
bahwa perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran mengalami perubahan.
Perubahan perilaku ini mengarah pada perubahan perilaku yang baik. Siswa
semakin aktif dan bersungguh-sungguh dalam belajar tanpa terbebani dan tidak
ada tekanan karena mereka merasa senang dan dapat belajar dengan santai
Suasana pun menjadi lebih terkendali dan kondusif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa belajar menulis teks drama dengan menggunakan teks drama
sebagai model dalam pembelajaran menulis teks drama melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan sangat menarik, karena memudahkan siswa
dalam menulis teks drama. Selain itu, siswa juga dapat pengetahuan yang lebih
dalam lagi mengenai teks drama. Dan siswa pun merasa termotivasi untuk
mengekspresikan kreativitasnya dalam menulis teks drama, sehingga siswa dapat
menghasilkan teks drama yang lebih baik.
107
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil analisis penelitian dan pembahasan
Penelitian Tindakan Kelas ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Kemampuan menulis teks drama siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Ungaran
setelah mengikuti pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan
teks drama sebagai model dalam pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan mengalami peningkatan. Hasil data dari
tes prasiklus menunjukkan skor rata-rata kelas sebesar 54,2 dan pada siklus
I rata-rata kelas sebesar 56,3. Hal ini berarti menunjukkan ada peningkatan
sebesar 4,1%. Pada siklus II menghasilkan skor rata-rata kelas sebesar 65.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar
14,7%. Jadi peningkatan dari prasiklus sampai siklus II sebesar 19,4%.
2. Perilaku siswa kelas VIII E SMP Negeri 3 Ungaran dalam mengikuti
pembelajaran menulis teks drama melalui pendekatan kontekstual
komponen pemodelan mengalami perubahan. Perubahan perilaku
dibuktikan dari perilaku yang kurang menyenangkan berubah menjadi
perilaku yang psositif. Pada siklus I siswa belum begitu cermat dalam
menentukan tema yang relevan dengan keperluan pementasan, para siswa
juga masih bingung dalam menentukan konflik yang tajam dan jelas, dan
dalam menggambarkan tokoh yang jelas. Pada siklus II, siswa sudah
menunjukkan adanya peningkatan terhadap pembelajaran menulis teks
108
drama, yaitu siswa semakin cermat dalam menentukan tema yang relevan
dengan keperluan pementasan, siswa sudah dapat menentukan alur yang
tajam dan jelas, dan sudah dapat menggambarkan tokoh yang sesuai dengan
suasana yang diceritakan. Meskipun masih ada beberapa siswa yang merasa
kesulitan dalam menentukan unsur-unsur teks drama tetapi hal itu dapat di
atasi oleh siswa dengan mengamati dan memahami kembali teks drama
yang diberikan oleh peneliti. Siswa juga semakin antusias dan bersemangat
dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Sebab siswa merasa
senang dan termotivasi dengan adanya model yang diperlihatkan oleh
peneliti dalam pembelajaran menulis teks drama melalui pendekatan
kontekstual komponen pemodelan.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, peneliti menyarankan
agar:
1. Guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran menulis teks drama,
menggunakan model berupa teks drama supaya dalam proses pembelajaran
siswa lebih termotivasi dan antusias karena siswa secara langsung
mengetahui bentuk teks drama sehingga siswa memiliki gambaran
mengenai hal-hal yang terdapat di dalam teks drama. Selain itu, proses
pembelajaran pun dapat berjalan dengan lancar karena siswa lebih aktif dan
siswa merasa senang mengkuti pembelajaran tersebut.
2. Guru bahasa Indonesia hendaknya menerapkan pendekatan kontekstual
komponen pemodelan sebagai alternatif dalam pembelajarn menulis teks
drama.
109
3. Para siswa harus lebih sering berlatih dalam kegiatan belajar mengajar
khususnya dalam pembelajaran menulis teks drama sehingga kemampuan
menulis siswa dapat meningkat dan dapat menghasilkan teks drama yang
lebih baik.
110
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin dan Roekhan. 2003. Apresiasi Drama. Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi. Jakarta
Bagiyo, Thomas. 2004. Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama Dengan
Teknik modeling Pada Siswa SD Kelas IV D PL Belnardus Semarang.
Skripsi. Unnes.
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 kompetensi dasar. Jakarta.
Etin Sumiatin dan Widaningsih. 2005. Memahami Bahasa dan Sasatra Indonesia
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTS). Bandung: CV.armico.
Hasanudin. 1996. Drama Karya Dalam Dua Dimensi Kajian Teori, Sejarah, dan
Analisis. Bandung: Angkasa
Jabrohim. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusrini, Idda Ayu. 2005. Asah Terampil Bahasa Indonesia SMP Kelas 2. Brebes:
Yudhistira
Sayuti, Suminto A. 2002. Pengembangan Keterampilan Menulis. Makalah.
Disajikan dalam Lokakarya Nasional. Membaca Menulis Bagi Guru
SLTP Semarang, 3-14 Juli.
Senduk dan Nurhadi. 2003. Pnedekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) dan Penerapana dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menulis Suatu Keterampilan Deskriptif. Bandung:
Angkasa.
Utami, Titi. 2005. Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama Jawa Dengan
Media Kaset Pada Siswa SMP Negeri 3 Bawang Banjarnegara.
Skripsi. Unnes
Waluyo, Herman J. 2001. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia
110
111
RENCANA PEMBELAJARAN
Siklus I
Nama Sekolah : SMP Negeri 3 Umgaran
Kelas/Semester : VIII/I
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi : Mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui
kegiatan menulis kreatif drama.
Kompetensi Dasar : Menulis teks drama.
Indikator : Siswa mampu menulis teks drama dengan menggunakan
bahasa yang sesuai untuk mengembangkan penokohan,
menghidupkan konflik, dan mendeskripsikan latar yang
mendukung.
Materi Pokok :
� Unsur-unsur teks drama
1) Tema
2) Setting
3) Alur
4) Penokohan
5) Bahasa
� Langkah-langkah dalam menulis teks drama:
1) Merumuskan Tema
2) Mendeskripsikan tokoh
3) Membuat garis besar cerita
4) Mengembangkan garis besar isi cerita ke dalam dialog-dialog
112
Media Pembelajaran : Teks drama
Skenario Pembelajaran
No Kegiatan Pembelajaran Waktu Metode
1
2
Pendahuluan
a. guru mengucapkan salam
b. guru melakukan apersepsi
c. guru menyampaikan tujuan
pembelajaran pada hari itu
d. guru menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai
oleh siswa setelah mengikuti
pembelajaran
Kegiatan Inti
a. guru menyampaikan materi
tentang unsur-unsur drama
b. guru membagi siswa menjadi
kelompok kecil yang masingmasing
kelompok terdiri atas 4
atau 5 orang
c. guru membagikan teks drama
kepada masing-masing
kelompok
d. guru meminta siswa
mendiskusikan isi drama
tersebut
5’
30’
Tanya jawab
Ceramah
Tanya jawab
Berdiskusi
113
3
e. guru meminta salah satu
kelompok menyampaikan hasil
diskusinya untuk dibahas
bersama
f. guru menjelaskan tentang
langkah-langkah menulis teks
drama
g. guru meminta tiap-tiap
kelompok untuk
mendiskusikan tema yang akan
ditulis dalam sebuah teks
drama
h. guru menugasi tiap-tiap
anggota kelompok untuk
menyusun teks drama sesuai
dengan tema yang sudah
didiskusikan secara individu.
i. siswa mengumpulkan hasil
pekerjaan kepada guru.
Penutup
a. guru bertanya, apakah siswa
senang dengan pembelajaran
pada hari itu
b. guru bersama siswa membuat
refleksi pembelajaran
5’
Penugasan
114
Penilaian
1. Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung
2. Penilaian hasil kerja individu
Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Peneliti
Tuti Ida, S.Pd Zulfah Muyassaroh
NIP 131567676 NIM 2101402024
Mengetahui
Kepala SMP Negeri 3 Ungaran
115
RENCANA PEMBELAJARAN
Siklus II
Nama Sekolah : SMP Negeri 3 Ungaran
Kelas/semester : VIII/1
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi : Mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui
kegiatan menulis kreatif drama.
Kompetensi Dasar : Menulis teks drama.
Indikator : Siswa mampu menulis teks drama dengan menggunakan
bahasa yang sesuai untuk mengembangkan penokohan,
menghidupkan konflik, dan mendeskripsikan latar yang
mendukung.
Materi Pokok :
� Unsur-unsur teks drama
6) Tema
7) Setting
8) Alur
9) Penokohan
10) Bahasa
� Langkah-langkah dalam menulis teks drama:
5) Merumuskan Tema
6) Mendeskripsikan tokoh
7) Membuat garis besar cerita
8) Mengembangkan garis besar isi cerita ke dalam dialog-dialog
Media Pembelajaran : Teks drama
116
Skenario Pembelajaran
No Kegiatan Pembelajaran Waktu Metode
1
2
Pendahuluan
a. guru mengucapkan salam
b. guru menanyakan keadaan
siswa
c. guru menyampaikan tujuan
pembelajaran pada hari itu
Kegiatan Inti
a. guru memberikan umpan balik
terhadap pembelajaran yang
telah dilakukan pada siklus I
b. guru membagi siswa menjadi
kelompok kecil yang masingmasing
kelompok terdiri atas 4
atau 5 orang
c. guru membagikan teks drama
kepada tiap-tiap kelompok
d. guru meminta siswa
mendiskusikan isi drama
tersebut
e. guru meminta salah satu
kelompok menyampaikan hasil
diskusinya untuk dibahas
bersama
5’
30’
Tanya jawab
Ceramah
Tanya jawab
Berdiskusi
117
3
f. guru menugasi tiap-tiap anggota
kelompok untuk menyusun
teks drama dengan tema bebas
secara individu.
g. siswa mengumpulkan hasil
pekerjaan kepada guru.
Penutup
a. guru bertanya, apakah siswa
senang dengan pembelajaran
pada hari itu
b. guru bersama siswa membuat
refleksi pembelajaran pada hari
itu
5’ Penugasan
Penilaian
a. Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung
b. Penilaian hasil kerja individu
Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Peneliti
Tuti Ida, S.Pd Zulfah Muyassaroh
NIP 131567676 NIM 2101402024
Mengetahui
Kepala SMP Negeri 3 Ungaran
118
Hasil Analisis Tes Prasiklus
No. Aspek Penilaian
1234567
Jumlah
Skor
Katego
ri
Batas
Ketuntasan
1 6 6 12 11 15 3 3 56 Kurang Tidak
2 8 6 6 11 15 3 3 52 Kurang Tidak
3 8 10 6 11 10 10 6 61 Kurang Tidak
4 6 8 12 11 10 3 3 53 Kurang Tidak
5 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
6 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
7 8 10 12 7 10 3 36 53 Kurang Tidak
8 8 8 12 11 10 6 3 61 Kurang Tidak
9 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
10 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
11 10 8 6 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
12 8 10 12 11 10 6 3 60 Kurang Tidak
13 8 6 12 11 15 3 3 58 Kurang Tidak
14 8 10 6 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
15 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
16 6 6 12 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
17 8 6 12 7 10 10 6 59 Kurang Tidak
18 8 6 12 11 10 3 3 53 Kurang Tidak
19 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
20 8 8 12 11 10 6 6 61 Kurang Tidak
21 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
22 8 6 12 7 10 6 6 55 Kurang Tidak
23 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
24 8 6 12 11 10 3 3 53 kurang Tidak
25 8 8 12 11 15 6 3 60 Cukup Tuntas
26 8 10 6 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
27 8 6 6 11 15 3 3 52 Kurang Tidak
28 6 8 12 11 15 6 3 51 Kurang Tidak
29 6 6 12 7 10 6 6 53 Kurang Tidak
30 6 8 12 11 10 3 3 53 Kurang Tidak
31 6 8 12 11 10 3 3 58 Kurang Tidak
32 6 6 12 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
33 - - - - - - - - - -
34 8 8 6 7 10 6 3 51 Kurang Tidak
35 6 8 12 11 10 3 3 53 Kurang Tidak
36 - - - - - - - - Kurang -
37 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
38 8 8 12 11 10 6 6 61 Kurang Tidak
39 6 8 6 11 15 3 3 52 Kurang Tidak
40 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
41 10 8 12 11 10 3 3 57
42 10 10 12 7 10 3 3 55 Kurang
Jumlah 306 310 432 388 425 167 147 2169
7,7 7,6 10,8 9,7 10,6 4 3,7 54,2 Kurang
119
Hasil Analisis Tes Siklus I
No. Aspek Penilaian
1234567
Jumlah
Skor
Kategori Batas
Ketuntasan
1 8 6 6 11 15 3 3 52 Kurang Tidak
2 10 10 19 11 15 10 8 83 Sangat baik Tuntas
3 8 8 6 11 10 10 3 56 Kurang Tidak
4 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
5 8 10 12 7 10 3 3 53 Kurang Tidak
6 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
7 8 10 6 11 10 10 3 61 Kurang Tidak
8 8 10 12 11 10 3 3 57 Kurang Tidak
9 8 8 12 7 10 3 3 55 Kurang Tidak
10 8 10 12 11 10 3 3 53 Kurang Tidak
11 8 8 12 7 10 3 3 55 Kurang Tidak
12 8 8 12 7 15 3 3 56 Kurang Tidak
13 8 8 12 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
14 8 8 12 7 10 3 6 63 Kurang Tidak
15 8 10 12 11 10 8 3 53 Kurang Tidak
16 8 10 6 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
17 8 8 12 7 10 3 3 58 Kurang Tidak
18 8 8 12 11 10 6 3 51 Kurang Tidak
19 8 8 12 11 15 3 3 60 Kurang Tidak
20 8 8 12 11 10 3 3 58 Kurang Tidak
21 8 8 6 11 10 6 3 52 Kurang Tidak
22 10 8 6 11 10 6 3 51 Kurang Tidak
23 8 8 12 7 10 6 3 51 Kurang Tidak
24 8 10 12 11 10 10 3 60 kurang Tidak
25 10 8 6 11 15 6 6 66 Cukup Tuntas
26 8 8 6 11 15 3 6 60 Kurang Tidak
27 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
28 8 6 12 11 15 3 3 58 Kurang Tidak
29 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
30 8 8 12 11 10 3 3 55 Kurang Tidak
31 6 8 12 11 15 3 3 58 Kurang Tidak
32 10 6 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
33 - - - - - - - - - -
34 10 6 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
35 8 10 6 11 10 3 3 51 Kurang Tidak
36 - - - - - - - - - -
37 8 8 12 11 10 3 3 53 Kurang Tidak
38 8 10 12 7 10 3 3 55 Kurang Tidak
39 8 6 12 11 10 8 6 61 Kurang Tidak
40 8 8 19 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
41 8 10 12 7 10 6 3 56 Kurang Tidak
42 8 10 12 11 10 3 3 57 Kurang
Jumlah 358 334 440 392 440 176 140 2250
8,2 8,4 11 9,8 11 4,4 3,5 52,6 Kurang
120
Hasil Analisis Tes Siklus II
No. Aspek Penilaian
1234567
Jumlah
Skor
Kategori Batas
Ketuntasan
1 10 8 12 11 15 10 8 74 Cukup Tuntas
2 10 8 19 11 15 6 8 70 Cukup Tuntas
3 8 8 12 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
4 10 8 12 11 15 3 3 62 Kurang Tidak
5 8 8 12 11 10 6 3 58 Kurang Tidak
6 10 8 12 11 10 6 6 63 Kurang Tidak
7 8 10 12 11 10 6 3 60 Kurang Tidak
8 10 8 19 11 10 6 6 70 Cukup Tuntas
9 10 8 19 11 10 3 3 64 Kurang Tidak
10 8 8 19 11 10 6 3 65 Cukup Tuntas
11 10 8 19 11 10 6 3 67 Cukup Tuntas
12 10 8 12 11 15 3 3 62 Kurang Tidak
13 8 8 19 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
14 10 8 19 11 10 6 3 70 Cukup Tuntas
15 8 8 12 11 15 3 3 60 Kurang Tidak
16 10 8 12 11 10 6 6 63 Kurang Tidak
17 8 8 19 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
18 8 8 19 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
19 8 10 12 11 10 3 3 57 Kurang Tidak
20 8 10 19 11 15 3 3 69 Cukup Tuntas
21 10 8 12 11 10 6 6 63 Kurang Tidak
22 8 8 12 11 10 6 3 58 Kurang Tidak
23 8 8 12 7 10 3 3 51 Kurang Tidak
24 10 8 19 11 10 6 6 70 Cukup Tuntas
25 10 10 12 11 15 6 6 66 Cukup Tuntas
26 8 8 12 11 10 3 3 60 Kurang Tidak
27 10 10 12 11 10 6 6 65 Cukup Tuntas
28 8 10 19 11 10 3 3 64 Kurang Tidak
29 8 8 19 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
30 8 8 19 11 10 8 6 70 Cukuo Tuntas
31 8 10 19 7 10 3 3 60 Kurang Tidak
32 10 8 12 7 15 6 8 66 Cukup Tuntas
33 - - - - - - - - - -
34 10 10 12 11 15 6 3 67 Cukup Tuntas
35 10 8 12 11 15 3 3 62 Kurang Tidak
36 - - - - - - - - - -
37 8 8 19 11 10 3 3 62 Kurang Tidak
38 10 10 12 11 10 6 3 62 Kurang Tidak
39 10 8 19 11 15 8 6 77 Baik Tuntas
40 8 10 12 11 15 10 10 76 Baik Tuntas
41 8 10 19 11 10 3 3 64 Kurang Tidak
42 8 8 19 11 15 8 6 75 Baik Tuntas
Jumlah 358 342 613 428 465 200 177 2583
9 8,6 15,3 10,7 11,6 5 4,4 65 Cukup

Model Pembelajaran Menulis Drama dengan Konversi Cerpen


Konversi Cerpen

Strategi yang efektif untuk memotivasi siswa dalam menulis naskah drama, yaitu strategi konversi
cerpen. Strategi konversi cerpen memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan
menulis naskah drama melalui: (1) penentuan tokoh dan penokohan, (2) penentuan latar, (3) penentuan
alur, (4) penentuan tema, dan (5) penentuan amanat. Dalam penelitian ini dilalui 3 tahapan, yaitu (1)
tahap pramenulis, (2) tahap menulis, (3) tahap pascamenulis
Tahap pramenulis melalui dua kegiatan, yaitu (1) pembangkitan skemata, dan (2) pemahaman cerpen.
Pembangkitan skemata pada tahap pramenulis adalah film, lagu anak, membaca gambar dan cerita. Hasil
yang diperloleh dalam pembangkitan skemata yang dilakukan adalah memberikan motivasi kepada siswa
untuk dapat belajar memahami cerpen. Dengan memahami cerpen, siswa dapat menulis naskah drama.
Pemahaman cerpen adalah kegiatan siswa untuk mengenal dan memahami cerpen, agar siswa dapat
menulis naskah. Dengan memahami cepen melalui identifikasi struktur cerpen, menjadikan pembelajaran
siswa meningkat dalam menulis naskah drama.
Tahap menulis dirancang melalui teknik pengubahan kartu strukur yang telah diindentifikasi ke
bentuk draf naskah drama. Pelaksanaan menulis naskah drama dipandu dan bimbingan guru untuk
menulis draft naskah melalui hasil pengerjaan kartu struktur. Tahap pascamenulis ditandai dengan
kegiatan diskusi kelompok, penyajian hasil diskusi, pengeditan, revisi, dan publikasi.
Pada tahap pramenulis, disarankan kepada guru dapat:
a. menggunakan media gambar yang lengkap,
b. kartu struktur diharapkan memiliki panduan yang jelas, agar dapat dipahami siswa dalam
mengidentifikasi cerpen.
Tahap menulis, guru disarankan
a. guru dapat mendesain langkah-langkah menulis naskah drama melalui Strategi Konversi Cerpen, dengan
panduan menulis naskah drama yang lebih kreatif,
b. pemodelan naskah drama yang lebih lengkap dan terperinci, misalnya penjelasan setiap adegan dari
tokoh/perwatakan, serta naskah yang memiliki gambar,
c. guru berupaya membimbing dan melatih siswa menggunakan ejaan,tanda baca, dan kalimat yang benar,
d. guru diharapkan memandu dan membimbing siswa dalam memahami cerita atau menulis naskah drama.
Tahap pascamenulis, guru diharapkan:
a. memperhatikan dan memotivasi siswa untuk dapat berdiskusi,
b. memperhatikan hasil revisi dan perbaikan menulis naskah drama,
c. mementaskan hasil naskah untuk dipertunjukkan,
d. memperhatikan penilaian proses dan hasil dari setiap siswa, dan
e. memperhatikan alokasi waktu, disarankan kepada guru untuk merencanakan alokasi waktu secara
fleksibel.
Kontekstual Komponen Pemodelan
Pembelajaran menulis teks drama di sini menggunakan pendekatan
kontekstual. Ketika melaksanakan pembelajaran kontekstual, sebenarnya ketujuh
komponen pendekatan kontekstual tidak dapat lepas satu dengan lainnya. Akan
tetapi kita dapat menekankan pada satu atau dua komponen saja. Pembelajaran
menulis teks drama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kotekstual
komponen pemodelan.
Dalam pembelajaran menulis teks drama guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang. Selanjutnya guru
menghadirkan model yang berupa contoh teks drama yang dijadikan model.
Model tersebut dihadirkan untuk memberitahukan kepada siswa tentang bentuk
teks drama dan untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami teks
drama, sehingga siswa dapat memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam teks
drama nodel ini tidak untuk ditiru oleh siswa, melainkan untuk menstimulus
siswa agar siswa dapat memiliki gambaran tentang teks drama yang akan siswa
buat. Di sini siswa menjadi lebih aktif karena siswa harus bisa menemukan sendiri
pengetahuan tentang teks drama dari model tersebut. Misalnya, pengertian, ciriciri
dan unsur-unsur drama. Dan peran guru di sini hanya sebagai fasilitator dan
motivator yang mengarahkan dan memotivasi keaktifan siswa.
Setelah mengamati model tersebut, siswa berdiskusi dengan teman satu
kelompoknya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan teks drama.
Kemudian dibahas bersama guru. Setelah siswa mengetahui hal-hal yang
berakitan dengan teks drama, siswa diminta menulis sebuah teks drama dengan
memperhatikan hal-hal yang berakaitan dengan drama. Agar situasi cerita dalam
teks drama tersebut menjadi lebih hidup, siswa harus bisa menggambarkannya
sesuai dengan situasi yang ada tentang apa yang dirasakan, dilihat, dan didengar.
Pada saat siswa praktik menulis teks drama, guru mengarahkan kegiatan siswa.
Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan dapat memecahkan masalah
kemampuan menulis teks drama siswa dan diharapkan dapat mengubahan tingkah
laku siswa selama pembelajaran menulis teks drama.

Sumber: Pembelajaran Menulis Teks Drama Dengan Pendekatan http://id.shvoong.com/social-


sciences/education/2120512-pembelajaran-menulis-teks-drama-dengan/#ixzz1JGoUCzbM

“Kita semua adalah mahkluk kreatif, dan kreatifitas adalah seperti otot yang akan menguat jika
kita terus melatihnya.” (Indra Suherjanto).

A. Proses Kreatif

Menulis naskah drama merupakan kegiatan proses kreatif. Kreatifitas menyangkut tahapan
pemikiran imajinatif: merasakan, menghayati, menghayalkan, dan menemukan kebenaran. Untuk
mendalami proses perjalanan melihat, mendalami, dan mewujud tersebut perlu fase-fase proses
dengan pola:

1. Merasakan

Merasakan adalah bagian terpenting dari panca indera manusia. Segala sensasi dalam diri
manusia selalu dengan fase merasakan. Merasakan diartikan sudah melewati proses melihat,
mendengar, dan menyerap.

2. Menghayati

Menghayati diartikan mendalami atau merasakan betul-betul temuan-temuan yang telah


dilakukan pada fase merasakan. Indikator menghayati adalah sampai pada kesadaran pribadi
terhadap sensasi yang diperolehnya.

3. Menghayalkan

Menghayalkan adalah fase memunculkan kembali apa yang telah dirasakan, apa yang
dihayati dalam wujud khayalan dengan harapan memperoleh hayalan-hayalan lain yang baru.

4. Mengejawantahkan

Mengejawantahkan adalah fase mewujud dari tiga proses sebelumnya. Fase ini perlu
menggunakan filter estetik agar curahan-curahan hasil fase sebelumnya lebih bernilai.

5. Memberi Bentuk

Memberi bentuk adalah fase penguatan pengejawantahan dengan proses alamiah,


mengalir, dengan menggunakan simbol-simbol dan metafora sehingga keinginan dan angan-
angan dapat menjadi sebuah karya.

B. Menciptakan Konflik

Kreatifitas pengarang dalam menulis naskah dapat dilihat dari kemampuan pengarang
menciptakan konflik dengan surprise atau kejutan-kejutan, menjalin konflik-konflik tersebut, dan
memberikan empati dalam penyelesaian konflik. Konflik biasanya dibangun oleh pertentangan
tokoh. Pertentangan karakter, pertentangan visi tokoh, pertetangan pandangan dan ideologi
tokoh, lingkingan, nilai-nilai dan sebagainya. Plot atau alur drama ada tiga, yaitu:

1. Sirkuler (cerita berkisar pada satu peristiwa saja),

2. Linear (cerita bergerak secara berurutan dari A-Z),

3. Episodic (jalinan cerita itu terpisah/ terpotong-potong dan kemudian bertemu pada akhir
cerita).

C. Menciptakan Tokoh

Kehadiran tokoh/ pelaku dalam sebuah drama menjadi penting. Tokoh atau pelaku akan mejadi
penentu gerak alur cerita ( protagonis, antagonis, tritagonis). Tokoh sangat berperan dalam
menjelaskan ide atau inti cerita yang dibangun. Kehadiran beberapa tokoh pendukung juga
memberi kesan tersendiri dari sebuah naskah drama. Tokoh berperan penting dalam membangun
konflik naskah. Bisa jadi tokoh tidak menyelesaikan masalah tersebut. Namun, kekuatan sebuah
naskah drama adalah kuatnya karakter yang dibangun oleh penulis dalam mendeskripkan
seorang tokoh agas sutradara paham betul membentuk karakter tersebut.

D. Menciptakan Dialog

Apalah arti hadir seorang tokoh tampa sebilah kata. Itulah hal utama yang perlu diperhatikan
dalam menampilkan dialog. Dialog yang dibawakan tokoh/ pelaku merupakan salah satu aspek
esensial yang ada dalam naskah drama. Bila bentuk dialog disertai dengan lakuan akan lebih
memperjelas maknanya. Muatan emosi, konsep, dan perasaan tokoh disampaikan melalui dialog.

E. Menciptakan Simbol
Naskah drama sebagai karya sastra merupakan proses kreatif individu pengarang yang berbicara
tentang dirinya yang disajikan secara tidak langsung atau dengan menggunakan symbol-simbol
bahasa, gerak, dan bunyi.

F. Menciptakan Naskah Berbobot

1. Menampilkan gagasan baru melalui pemikiran imajinatif.

2. Memiliki konflik dengan surprise (kejutan-kejutan), kaya suspense (ketegangan) sehingga


memikat untuk dibaca atau dipentaskan.

3. Menghadirkan tokoh sebagai penentu gerak alur cerita.

4. Memiliki dialog yang bermuatan emosi, konsep, dan perasaan tokoh disertai dengan lakuan.

5. Menggunakan simbol-simbol bahasa, gerak, dan bunyi.

6. Menampilkan problem kehidupan manusia, mengandung aspek moral, dan mengandung


nilai-nilai pendidikan.

Pembelajaran Menulis Naskah Drama


oleh Halimah
Hamalik (2001:57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Melalui definisi tersebut kita dapat memberikan batasan pembelajaran menulis naskah drama sebagai
proses belajar menulis naskah drama yang didukung oleh serangkaian komponen pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran menulis naskah drama.
Drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan
watak pelaku melalui tingkah laku atau dialog yang dipentaskan. Drama sering disebut dengan teater,
yaitu sandiwara yang dipentaskan sebagai ekspresi rasa keindahan atau seni. Sebagai karya seni,
drama perlu diapresiasi. Salah satu cara apresiasi drama ialah dengan menemukan unsur-unsur
drama. Salah satu unsur tersebut ialah tokoh.
Mulyana (1998) mejabarkan struktur drama sebagai berikut.
a. Alur dan pengaluran
b. Tokoh dan penokohan
c. Latar dan peran latar
d. Tema
e. Perlengkapan
f. Bahasa
a. Alur dan Pengaluran

Yang menyangkut kaidah alur adalah pola dasar cerita, konflik, gerak alur, dan penyajiannya. Yang
disebut konflik adalah terjadinya tarik-menarik antara kepentingan-kepentingan yang berbeda, yang
memungkinkan lakon berkembang dalam suatu gerak alur yang dinamis. Dengan demikian, gerak
alur terbentuk dari tiga bagian utama, yaitu situasi awal atau disebut juga pemaparan, konflik, serta
penyelesaiannya. Kemudian, penyajian pola dasar tersebut dilakukan dengan membaginya ke dalam
bagian-bagian yang disebut adegan dan babak. Kekhasan sebuah drama akan tampak melalui
penyajian cerita dalam susunan babak dan adegan.
Menentukan Konflik dengan Menunjukan Data yang Mendukung
Dalam drama, konflik merupakan unsur yang memungkinkan para tokoh saling berinteraksi. Konflik
tidak selalu berupa pertengkaran, kericuhan, atau permusuhan di antara para tokoh. Ketegangan batin
antar tokoh, perbedaan pandangan, dan sikap antar tokoh sudah merupakan konflik. Konflik dapat
membuat penonton tertarik untuk terus mengikuti atau menyaksikan pementasan drama.
Bentuk konflik terdiri dari dua, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah
konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan lingkungan alamnya (konflik fisik) atau dengan
lingkungan manusia (konflik sosial). Konflik fisik disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan
lingkungan alam. Misalnya,seorang tokoh mengalami permasalahan ketika banjir melanda desanya.
Konflik sosial disebabkan oleh hubungan atau masalah sosial antar manusia. Misalnya, konflik terjadi
antara buruh dan pengusaha di suatu pabrik yang mengakibatkan demonstarasi buruh. Konflik
Internal adalah konflik yang terjadi dalam diri atau jiwa tokoh. Konflik ini merupakan perbenturan
atau permasalahan yang dialami seorang tokoh dengan dirinya sendiri, misalnya masalah cita-cita,
keinginan yang terpendam, keputusan, kesepian, dan keyakinan.
Kedua jenis konflik diatas dapat diwujudkan dengan bermacam peristiwa yang terjadi dalam suatu
pementasan drama. Konflik-konflik tersebut ada yang merupakan konflik utama dan konflik-konflik
pendukung. Konflik Utama (bias konflik eksternal, konflik internal, atau
kedua-duanya) merupakan sentral alur dari drama yang dipentaskan, sedangkan konflik-konflik
pendukung berfungsi untuk mempertegas keberadaan konflik utama.
Bagaimana menentukan konflik dengan menunjukkan data yang mendukung dalam sebuah drama?
Data pendukung adanya konflik antara lain dapat dicermati dari perbedaan pandangan dan sikap yang
ditampakkan dalam dialog, ekspresi dan lakuan tokoh-tokoh.
b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam drama mesti memiliki ciri-ciri, seperti nama diri, watak, serta lingkungan sosial yang
jelas. Pendeknya, tokoh atau karakter yang baik harus memiliki ciri atau sifat yang tiga dimensional,
yaitu yang memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Harymawan (1988:25-26) dalam
bukunya, Dramaturgi, menyebutkan bahwa rincian dimensi fisiologis terdiri atas usia, jenis kelamin,
keadaan tubuh, dan ciri-ciri muka; dimensi sosiologis terdiri atas status sosial, pekerjaan (jabatan dan
peranan di dalam masyarakat), pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup (kepercayaan,
agama, dan ideologi), aktivitas sosial/organisasi, hobi dan kegemaran, bangsa (suku dan keturunan);
dimensi psikologis meliputi mentalitas dan moralitas, temperamen, dan intelegensi (tingkat
kecerdasan, kecakapan, dan keahlian khusus dalam bidang-bidang tertentu).
Biasanya, tokoh-tokoh utama muncul di awal cerita, yaitu pada tahap pemaparan. Hal itu
dimaksudkan agar publik, khususnya pembaca atau penonton dapat mengenali mereka. Sepanjang
cerita, tokoh-tokoh akan mempertahankan ciri-ciri mereka. Kemudian, konflik tercipta akibat
perbedaan yang terdapat di antara tokoh-tokoh, yang berupaya mewujudkan keinginan mereka.
Perbedaan itulah yang semakin lama semakin meningkatkan konflik dan berpuncak sebagai klimaks.
c. Latar dan Peran Latar

Latar dalam pementasan drama terdiri dari tempat, waktu, dan suasana. Penataan latar akan
menghidupkan suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana, menguatkan karakter tokoh,
serta menjadikan pementasan drama semakin menarik. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar
akan ikut menentukan kualitas pementasan drama secara keseluruhan.Seperti halnya alur dan tokoh,
unsur ruang dan waktu pun mengikuti konvensi umum yang didasari pada peniruan realitas
kehidupan. Ruang dapat disisipi pengarang dengan petunjuk pemanggungan (kadang-kadang disebut
dengan istilah kramagung, waramimbar, atau teks samping) dan dialog, cakapan, atau wawancang.
Ruang yang merupakan pijakan tempat peristiwa terjadi umumnya jelas, menunjang lakuan drama,
dan sesuai dengan lingkup cerita.Konvensi waktu juga mesti tunduk pada prinsip kepaduan dan
kejelasan. Dalam drama, waktu lakukan atau saat tokoh-tokoh bertindak adalah waktu kini,
sedangkan waktu cerita atau waktu yang digunakan oleh para tokoh dalam dialog mereka dapat
berupa waktu lampau maupun waktu yang akan datang. Waktu lampau terjadi, misalnya untuk
menceritakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, sementara waktu yang akan datang dapat
digunakan untuk menyampaikan rencana atau ramalan peristiwa yang akan terjadi.
d. Tema Drama

Tema drama adalah gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema drama
merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan oleh penulis naskah.
Tema itu bersifat umum dan terkait dengan aspek-aspek kehidupan di sekitar kita.
Tema Utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama, sedangkan
tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama yang mendukung tema
utama.
Bagaimana menemukan tema dalam drama? Tema drama tidak disampaikan secara implisit. Setelah
menyaksikan seluruh adegan dan dialog antarpelaku dalam pementasan
drama, kamu akan dapat menemukan tema drama itu. Kamu harus menyimpulkannya dari
keseluruhan adegan dan dialog yang ditampilkan. Maksudnya tema yang ditemukan tidak
berdasarkan pada bagian-bagian tertentu cerita.
Walaupun tema dalam drama itu cenderung”abstrak”, kita dapat menunjukkan tema dengan
menunjukkan bukti atau alasan yang terdapat dalam cerita. Bukti-bukti itu dapat ditemukan dalam
narasi pengarang, dialog antar pelaku, atau adegan atau rangkaian adegan yang saling terkait, yang
semuannya didukung oleh unsur-unsur drama yang lain, seperti latar, alur, dan pusat pengisahan.
e. Perlengkapan
Perlengkapan juga tunduk pada konvensi seperti unsur yang telah kita sebutkan. Perlengkapan
merupakan unsur khas teater, yang dapat berupa objek atau benda-banda yang diperlukan sebagai
pelengkap cerita, seperti perlengkapan tokoh, kostum, dan perlengkapan panggung. Perlengkapan
(dalam kramagung dan wawancang) selalu sesuai dengan keperluan cerita.
f. Bahasa

Bahasa dalam drama konvensional juga tunduk pada konvensi stilistika. Misalnya, para tokoh
melakukan dialog dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lingkungan sosial mereka
serta watak mereka. Selain itu, seorang tokoh berkomunikasi dengan tokoh lainnya untuk
menyampaikan suatu amanat. Kemudian, di antara mereka diharapkan terjadi dialog yang bermakna
yang akan menyebabkan cerita berkembang.
Menulis sebuah drama diperlukan persiapan dengan menentukan tema, plot, untuk kerangka cerita,
penokohan, konflik, dan penyelesaian. Pada umumnya, naskah drama dipersiapkan untuk
dipentaskan di panggung. Oleh karena itu, naskah drama tersusun atas dialog-dialog antar tokoh yang
satu dengan yang lainnya.Cerita drama yang sering dipentaskan saat ini biasanya menceritakan sisi
kehidupan manusia seperti kemiskinan, perjuangan hidup, cinta pada orang tua dan sebagainya. Jadi,
cerita dalam drama merupakan miniatur kehidupan masyarakat yang dapat direnungkan, diambil
hikmahnya, atau bahan kritikan yang sangat halus namun tajam mengenai kehidupan masyarakat atau
kehidupan bernegara. Namun ada juga drama yang hanya bertujuan untuk menghibur atau juga untuk
mendidik.
Menulis Naskah Drama
Menulis naskah drama berbeda dengan menulis puisi, cerpen atau novel, kalau puisi ditulis dengan
bentuk beris dan bait. Cerpen dan novel ditulis dengan kalimat yang membentuk paragraf-paragraf
dengan kutipan langsung atau percakapan. Sedangkan, pada drama ditulis dengan dua bagian. Bagian
pertama berisi percakapan dan bagian kedua berisi petunjuk pemanggungan, misalnya ketentuan
gerak, mimik para pemain drama atau situasi panggung.
Langkah-langkah menyusun naskah drama
a. Menentukan tema/ide cerita
b. Menentukan para pelaku/tokoh
c. Menentukan adegan-adegan
d. Menulis naskah

Kualifikasi ketika kita akan menulis naskah drama


Remy Sylado (1996) mengemukakan bahwa terdapat empat segi kualifikasi ketika kita akan menulis
drama, yaitu (1) isi dramatik, (2) bahasa dramatik, (3) bentuk dramatik, dan (4) struktur dramatik.
a. Isi Dramatik
Dalam drama hendaknya berisi premis dan tema. Premis merupakan persoalan utama yang hendak
diangkat dalam cerita, sedangan tema dapat dipahami sebagai perwujudan dari premis, yaitu dengan
memberi jawaban atau pemecahan yang bersifat menympulkan. Misalnya, apabila premisnya adalah
"takut pada wanita", maka temanya dapat berupa pernyataan berikut, "seorang lelaki yang takut pada
istri langsung mencelakakan orang lain".
Setelah kita dapat menentukan premis dan tema, kita pun dapat menguraikan secara singkat isi
dramatik yang akan kita kembangkan dalam drama nanti. Misalnya, premis dan tema di atas dapat
diuraikan demikian, "Seorang kolonel tiba-tiba geram di lapangan, memarahi mayor. Mayor bingung,
tak berdaya, dan tak berani pada atasan itu, lantas mendamprat habis-habisan pada kapten. Kapten
tak berani pada atasannya, lantas memaki-rnaki letnan. Letnan tak berani pada atasannya, lantas
menempeleng pipi kanan dan pipi kiri sersan. Sersan tak berani pada atasannya, lantas menggebuk
dan menendang kopral. Kopral tak berani pada atasannya, lantas menghajar prajurit sampai babak
belur. Di bawah prajurit tak ada lagi pangkat terendah. Tiba-tiba seekor anjing lewat di situ.
Langsung prajurit memukul anjing itu dengan popor bedil sampai mati. Persoalan pokoknya ternyata
dapat diusut dari awal sekali, sang kolonel ternyata punya "atasan" yang sangat ditakutinya, yaitu
istrinya sendiri.
b. Bahasa Dramatik
Bahasa drama yang kita gunakan dapat prosaik, puitik, atau sosiologik. Apabila kita menyukai
dialog-dialog yang disusun dengan kalimat-kalimat seperti layaknya prosa, maka bahasa drama kita
termasuk ke dalam bahasa prosaik. Namun, apabila kita menuliskannya dengan berfokus pada
versifikasi, seperti penataan bait, larik, rima, dan irama, maka bahasa drama kita bersifat prosaik.
Kemudian, jika dialog-dialog drama kita sesuaikan dengan konteks, sehingga memungkinkan
munculnya ragam dan dialek bahasa Indonesia, maka sudah dapat dipastikan bahwa kita
menggunakan bahasa drama yang bersifat sosiologik.
b. Bentuk Dramatik

Yang menyangkut bentuk dramatik adalah ragam ekspresi, gaya ekspresi, dan plot literer. Dalam
drama konvensional, kita telah mengenali ragam ekspresi yang baku, seperti tragedi, komedi,
tragikomedi, melodrama, dan farce (banyolan).
Gaya ekspresi menyangkut visi dan pandangan penulis, yang penuangannya biasanya sesuai dengan
paham atau aliran yang dianutnya, apakah realisme, ekspresionisme, eksistensialisme, atau
absurdisme. Penulis dapat saja memilih ragam ekspresi yang sesuai dengan pandangannya.
Plot literer adalah plot yang terdapat dalam teks drama. Jadi, plot yang dibuat oleh pengarang, buka
plot yang diwujudkan oleh gerak yang dilakukan aktor di atas panggung.
c. Struktur Dramatik

Strukur dramatik menyangkut pekembangan dan kaitan antarkonflik yang muncul, memuncak, dan
berakhir. Dalam drama konvensional, struktur dramatiknya seperti konvensi klasik plot menurut
Aristotelles atau dapat juga seperti yang dikembangkan oleh Gustav Freytag (Harymawan, 1988: 20),
yaitu eksposisi, komplikasi, resolusi, klimaks, dan konklusi. Konklusi dalam tragedi disebut katastrof
(berakhir dengan kesedihan), sementara dalam komedi disebut denumen (berakhir dengan
kebahagiaan).
Beberapa Pelatihan Menulis Naskah Drama
Dengan pengetahuan mengenai konvensi drama dan dengan ditambah keberanian, kita dapat
memulai untuk menulis drama sesuai dengan saran Japi Tambajong. Akan tetapi, jika penguasaan
kualifikasi di atas memerlukan waktu yang tidak sekejap, maka beberapa pelatihan praktis yang
dimodifikasi dari Moody (1971: 88) dapat dijadikan bahan pegangan, yaitu dengan (1) menggali
nilai-nila dramatik (dari drama yang sudah ada), (2) menulis dialog imajiner, dan (3) menciptakan
situasi dramatik dari berbagai sumber.
a. Mengadaptasi, Menyadur, dan Memvisualisasi Drama yang sudah Ada
Drama yang tersedia di perpustakaan, di toko-toko buku, atau yang dijadikan bahan kurikulum di
sekolah lebih banyak yang "enak" untuk dibaca daripada dipentaskan. Hal itu disebabkan tidak
semua pengarang drama mengetahui seluk-beluk teater atau pemanggungan, meskipun ketika mereka
menulis drama, benaknya pasti berusaha untuk memvisualisasi panggung. Keadaan ini
mengakibatkan pihak yang akan mementaskan drama, misalnya sutradara, perlu menyunting terlebih
dahulu naskah drama yang akan dipentaskan. Selain itu, antara drama sebagai karya sastra di satu
pihak dan teater di lain pihak merupakan bentuk seni yang memiliki kekhasan masing-nasing. Dalam
teater, naskah drama hanyalah salah satu unsur teater sehingga kretaivitas sutradara lebih penting
daripada otonomi pengarang drama.
Anggap saja bahwa Anda adalah seorang sutradara yang akan mewujudkan sebuah naskah drama ke
dalam seni pertunjukan. Ada dua buah naskah drama yang menarik Anda, akan tetapi terdapat dua
masalah yang belum terpecahkan. Naskah pertama merupakan naskah terjemahan dari bahasa asing
sehingga belum kontekstual. Naskah kedua sedikit sekali mencantumkan kramagung atau petunjuk
pentasnya sehingga miskin dengan imajinasi visual. Bagaimana cara memecahkan masalah ini? Agar
kontekstual, naskah pertama dapat Anda adaptasi atau Anda sadur sesuai dengan konteks zaman dan
tempat yang Anda inginkan dan naskah kedua dapat dikonkretkan dengan lebih memperjelas
kramagungnya. Contoh pertama telah kita singgung pada saat membicarakan Rendra dengan drama
Perampok-nya, sedangkan cohtoh kedua sering kali dilakukan oleh sutradara dalam proses
produksinya, yaitu dengan lebih mengkonkretkan naskah drama dengan floo-rplan (penggambaran
arah gerak pemain) dan promp-tbook (naskah yang sudah disunting sesuai dengan keperluan
pementasan).
b. Membuat Dialog Imajiner
Latihan menulis pun dapat Anda lakukan dengan membuat dialog imajiner berdasarkan situasi
dramatik yang sangat Anda kenal. Misalnya, Anda membuat dialog antara dua pihak yang memiliki
masalah atau konsep yang bertentangan: para buruh dengan majikannya, para pemburu dengan
pencinta lingkungan hidup, para pedagang kakilima dengan petugas Tibum atau Satpol P.P., atau
dapat juga kita memecahkan persoalan yang di tinjau dari dua sudut yang berbeda. Di media massa
kadang-kadang terdapat rubrik yang berisi wawancara imajiner dengan tokoh-tokoh yang sudah
meninggal, misalnya wawancara imajiner Christianto Wibisono dengan Bung Karno. Wawancara itu
dibuat karena pengarang (pewawancara) sangat mengenal subjek yang dibicarakan. Dia tahu betul
siapa Bung Karno, apa gagasan dan filsafatnya.
c. Mendramakan berbagai Sumber yang Mengandung Peristiwa Dramatik
Zaman kita kini adalah zaman informasi. Apabila peristiwa kecil dan remeh dapat menarik karena
dikemas secara apik dalam pemberitaannya, bagaimana dengan peristiwa besar, seperti jatuhnya
pesawat terbang, kudeta berdarah, gempa bumi, dan meningganya
kepala negara? Peristiwa-peristiwa seperti itu tentu dapat Anda jadikan bahan penulisan drama.
Dengan catatan, Anda mesti mampu melihat atau menemukan peristiwa dramatik di dalamnya.
Misalnya, apabila Anda membaca berita mengenai jatuhnya pesawat terbang Adam Airi atau Garuda,
peristiwa dramatik dapat Anda buat dengan membayangkan bahwa Anda adalah bagian dari
penumpang yang selamat, atau ketika Anda membaca berita terhentinya pertandingan sepak bola
karena ulah penonton yang berlaku anarki, Anda membayangkan bahwa Andalah trouble maker-nya
sehingga khawatir, cemas, dan takut berkecamuk di dalam dada.
Sumber pencarian peristiwa dramatik, tentunya tidak hanya berita dalam surat kabar, majalah, atau
televisi, namun segala sumber yang menarik Anda dan dipandang sebagai potensi dalam
memunculkan peristiwa dramatik. Misalnya, esai, pledoi pengadilan, bahkan profil seorang tokoh
dapat mengandung peristiwa dramatik, terlebih-lebih jika orientasi kita pada pertunjukkan di atas
panggung. Sebagai bukti, kelompok teater di Jakarta, yaitu Teater SAE pernah menampilkan drama
berjudul Pertumbuhan di Meja Makan, yang naskahnya bersumber dari berbagai tulisan di surat
kabar; Wellem Pattirajawane, seorang aktor dari Teater Kecil, pernah menampilkan monolog yang
bersumber dari buku Indonesia Menggugat karangan Bung Karno, Atau Adi Kurdi, aktor dari
Bengkel Teater Rendra, pernah menampilkan monolog yang bersumber dari profil dan keberanian
Adi Andojo sebagai hakim agung muda.
Namun, kita harus kembali pada tujuan semula, yaitu berlatih menulis drama. Oleh sebab itu, segala
bahan yang dipilih dibaktikan agar Anda terampil menulis drama, misalnya dengan mengemas bahan
itu secara apik ke dalam dialog dan kramagung, yang kemudian ditata kembali dalam adegan demi
adegan serta babak.
RUJUKAN
Hassanuddin. 1996. Drama Karya Dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis.
Bandung: Angkasa.
Harymawan, RMA.1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda.
Mulyana, Y., dkk. 1998. Sanggar Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung : Gunung Larang.
_________. 1996. Peristiwa Teater. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
_________. Tanpa Tahun. “Analisis Naskah Drama.” Kertas Kerja.
Satoto, Sudiro. 1990. “Drama-Drama Arifin C. Noer: Proses Penciptaan Penyajian, dan Teknik
Pemahamannya.” Makalah pada Pertemuan Ilmiah Nasional III HISKI di Malang 26-28 November
1990.
Stanislavski. 1980. Persiapan Seorang Aktor. Terjemahan Asrul Sani. Jakarta:
Pustaka
Soelarto, B. 1985. Lima Drama. Jakarta: Gunung Agung.
Stanislavski. 1980. Persiapan Seorang Aktor. Terjemahan Asrul Sani. Jakarta: Pustaka Jaya .
Sudjiman, Panuti. (Peny). 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Sumiyadi. 1992. “Drama sebagai Seni Sastra dan Pertunjukan” dalam Mimbar Pendidikan Bahasa
dan Seni No. XVIII.
Sylado, Remy. 1996. “Menulis Naskah Drama dan Permasalahan Sekitarnya”. Pikiran Rakyat, 10
September.
Taylor, Loren E. 1988. Drama dan Teater Remaja. Terjemahan A.J. Sutrisman.Yogyakarta :
Hanindita.
Zaidan, Abdul Razak. 2000. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Menciptakan setting (latar) adalah menggambarkan situasi tempat terjadinya


peristiwa, misalnya sebuah apatemen yang mempunyai tiga pintu; satu untuk ke
kamar mandi, satu untuk ke wc, dan satunya lagi untuk keluar. Hanya ada sebuah
jendela dengan korden baru tetapiharganya murah tergantung di jendela itu.

Melakukan eksplorasi, yaitu menjelajahi tempat (lingkungan), sekurang-kurangnya


satu tempat yang bersuasana ramai (sibuk) dan yang satunya lagi bersuasana sepi,
serta menyaring stiap orang dengan aktivitasnya. Kita catat sebanyakmungkin
detail tempat itu.

Menulis latar, yaitu dengan mengobservasi sebuah lingkungan baik yang sedang
diamati maupunlingkungan masa lampau, kemudian menyusun daftar tanggapan
panca indra terhadap detail-detail lingkungan tersebut.

Menciptakan tokoh, yaitu mendeskripsikan secara ringkas tentang tokoh. Susunan


tokoh drama adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam
susunan tokoh perlu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik,
jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Penulisan lakon sudah menggambarkan
perwatakan tokoh-tokohnya.

Mendenkripsikan tokoh, yaitu bagaimana tokoh sekarang berdasarkan hasil


observasi tokoh masa lampau yang ada dalam kenangan. Detail yang harus
dideskripsikan ialah ada dan bagaimana tokoh mengenakan pakaian, bersamaan
dengan itu juga bagaimana profil kepribadian tokoh dengan mengacu kepada
sejarah singkat kehidupannya.

Meletakkan tokoh dalam latar, yaitu menempatkan tokoh masa sekarang ke dalam
tokoh masa lampau. Tokoh diciptakan tampil sederhana dengan sepotong kegiatan
yang spesifik, dengan beberapa bagian latar tempat tokoh-tokoh itu melakukan
kegiatan yang beralasan.

Menciptakan tokoh berbicara, yaitu dengan mempertemukan dua orang tokoh yang
saling berhubungan, sehingga muncul dialog. Dapat pula dilakukan dengan
menemukan dua tokoh antagonistik yang berbicara secara monolog. Menempatkan
semua elemen bersama-sama menjadi skenario dasar, yaitu dengan menuliskan
sebuah deskripsi naratif yang berisi segala sesuatu yang terjadi dalam adegan yang
merupakan penempatan bersama-sama elemen menjadi kesatuan yang kohesif.

Menulis serangkaian adegan ke dalam draf. Berdasarkan atas eksplorasi terhadap


skenario dasar, kita buat draf pertama untuk sebagian adegan. Di sini dapat kita
tuliskan sebagian adegan yang berisi konflik tajam, penuh kekuatan yang terjadi di
antara dua tokoh.

Penulisan draf kedua: menulis kembali draf pertama yaitu merangkai draf pertama
dan menciptakan konflik bergerak dengan kekuatan penuh, sehingga cerita
bergerak maju. Menciptakan rintangan-rintangan dan taktik-taktik dirasakan
kongkret dan hidup, situasi sudah benar, dan dialog-dialog sudah dirasakan wajar.
(elhy/blogger.com)

Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak
manusia dengan action dan perilaku. Dengan pengertian lain, naskah drama ditulis dengan
maksud untuk dipentaskan. Sebagai seni sastra, drama harus ditulis dengan
memenuhi syarat-syarat kesastraan. Namun karena drama tujuannya untuk dipentaskan,
pengarang harus juga memerhatikan persyaratan-persyaratan pementasan saat menulis drama.
Oleh karena itu, dalam naskah drama selain cerita dialog-naratif, terdapat pula petunjuk tentang
bagaimana keadaan panggung, petunjuk gerak-gerik pelaku, tata cahaya, dan sebagainya.

Dalam menulis drama, kamu harus memahami unsur-unsur pembentuk sebuah drama. Unsur itu
adalah alur, penokohan, latar (ruang dan waktu), dan bahasa (dialog).

• Alur

Alur drama harus tunduk pada pola dasar cerita yang menuntut adanya konflik yang berawal,
berkembang, dan kemudian terselesaikan. Konflik adalah terjadinya tarik-menarik antara
kepentingan-kepent ingan yang berbeda, yang memungkinkan lakon berkembang dalam suatu
gerak alur yang dinamis. Dengan demikian, alur terbentuk menjadi tiga bagian, yaitu pemaparan,
konflik, dan penyelesaiannya.

• Tokoh

Tokoh dalam drama memiliki ciri-ciri: nama diri, watak, serta lingkungan sosial yang jelas.
Pendeknya, tokoh atau karakter yang baik harus memiliki ciri atau sifat yang tiga dimensional,
yaitu memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fiosologis terdiri atas usia,
jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri-ciri muka; dimensi sosiologis terdiri atas status sosial,
pendidikan, kehidupan pribadi, dan pandangan hidup; dan dimensi psikologis meliputi mentalitas
dan moralitas, temperamen, dan intelegensi.

• Latar

Latar ruang merupakan pijakan tempat peristiwa terjadi umumnya jelas, menunjang lakuan
drama, dan sesuai dengan lingkup cerita. Sedangkan, latar waktu menunjukkan kapan peristiwa
itu terjadi.

• Bahasa

Bahasa dalam drama konvesional harus disesuaikan dengan ragam bahasa yang sesuai dengan
lingkungan sosial mereka serta watak mereka. Selain itu, seorang tokoh berkomunikasi dengan
tokoh lainnya untuk menyampaikan suatu amanat. Kemudian, di antara mereka diharapkan
terjadi dialog yang bermakna yang akan menyebabkan cerita berkembang

Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan drama? Drama merupakan potret kehidupan yang
dipentaskan. Kisah-kisah drama diambil dari kehidupan nyata. Sebagai contoh, peristiwa
pertengkaran antara dua petani yang berebut air dikemas sedemikian rupa sehingga enak
didengar dan ditonton.
Sebagai remaja, tentunya kamu pernah mengalami atau melihat peristiwa yang sering terjadi di
sekitarmu. Peristiwa itu dapat kamu tulis menjadi naskah drama.

Perhatikan contoh naskah drama berikut!

Inu : Tenang, Jati. Tidak apa-apa!


Jati : Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang lain menangis?
Inu : Hei, bukan aku penyebabnya, Jati! (Tertawa)
Jati : Gila! Tidak kusangka! Kini aku tahu siapa sebenarnya kamu, lnu!
Inu : Ampun, Jati! Sabar, Jati! Nih, baca! (memberikan selembar kertas)
Jati : (dengan segan menerima kertas itu kemudian tertegun membacanya)
Maaf, kami sedang latihan akting menangis, jangan ganggu, ya! Trim’s!
Gila! Sudah! Selesai! Hentikan latihan gila-gilaan ini!
(semua tertawa terbahak-bahak, sementara Jati salah tingkah)
Menulis Naskah Drama
Pada hakikatnya, inti karya sastra yang berupa drama adalah adanya konflik
(pertentangan-pertentangan). Konflik-konflik tersebut ditata sehingga membentuk
alur dan dikemuakakan dalam bentuk dialog. Bagaimanakah menentukan konflik
dan bagaimana menulis naskah drama? Untuk menulis karya sastra drama, kamu
dapat memulainya dengan menentukan konflik, menyusun urutan peristiwa dalam
satu babak, mengembangkan urutan peristiwa menjadi naskah drama satu babak,
melengkapi dialog, mengomentari dan menyunting naskah drama. Untuk itu,
ikutilah kegiatan pembelajaran berikut!

1. Menentukan Konflik
Tentunya kamu sering melihat konflik atau pertentangan-pertentangan itu di
masyarakat, di sinetron, atau dalam kehidupanmu sendiri.
Menyusun naskah drama dapat kamu mulai dengan menentukan suatu konflik.
Konflik dapat kamu temukan dengan mengamati konflik yang ada di sekitarmu,
mengamati konflik dalam sinetron/film, atau membayangkan konflik yang pernah
kamu alami. Untuk mengidentifikasi konflik yang dikenal/dialami, tulislah salah satu
konflik/pertentangan berdasarkan peristiwa nyata yang kamu sukai! Diskusikan
pemilihan konflik dengan kelompokmu! Misalnya konflik yang akan digambarkan
adalah pertentangan anak dan orangtuanya karena orangtuanya mempunyai
pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapannya.

2. Menyusun Urutan Peristiwa untuk Satu Babak


Lengkapilah konflik yang telah kamu tentukan menjadi sebuah rangkaian cerita!
Berilah nama tokoh-tokoh yang ada dalam rangkaian ceritamu! Nama tokoh tidak
harus sama dengan nama tokoh aslinya dalam peristiwa nyata. Amati contoh
berikut!

Asri seorang siswa SMP malu memiliki bapak seorang penjual bubur di gerobak. Dia
marah karena ketika melihat bapaknya berjualan di sekolahnya, padahal dia pernah
meminta ayahnya untuk tidak berjualan di sekolahnya. Sesampai di rumah Asri
marah kepada ayahnya. Ayahnya tetap berpendapat bahwa pekerjaannya mulia
dan tidak harus ditinggalkan. Asri membandingkan ayahnya dengan ayah Shanti
sahabatnya yang seorang pejabat dan selalu dibangga-banggakan Shanti. Ternyata
ayah Shanti ditangkap polisi karena korupsi dan masuk koran. Asri di sekolah kaget
ketika melihat teman-temannya membicarakan penangkapan ayah Shanti yang
dimuat di koran. Reaksi teman Asri di sekolah mencemooh Shanti yang selama ini
terlalu membanggga-banggakan jabatan ayahnya. Guru menjelaskan bahwa tidak
boleh memvonis Shanti karena kita tidak boleh menilai seseorang dari ayahnya.
Dengan peristiwa itu, Asri menjadi sadar bahwa orang dinilai bukan karena
orangtuanya tetapi karena prestasinya. Asri bangga meskipun ayahnya hanya
seorang penjual bubur di gerobak dorong.
Baca sekali lagi rangkaian peristiwa yang akan kamu tulis dalam drama! Pilih
bagian peristiwa yang akan kamu gambarkan dalam adegan! Tentukan berapa
adegan yang akan kamu gambarkan! Misalnya, dengan rangkaian peristiwa dalam
konflik pada kegiatan tersebut dipilihlah peristiwa-peristiwa berikut.

Adegan 1
Dialog antara Asri dan Ayahnya mengenai profesi pekerjaan ayahnya yang
dianggap oleh Asri ”sangat memalukan”.
Asri : Apapun alasannya, aku nggak mau tahu.
Ayah : Meskipun kita harus tidak makan?
Asri : Kalau begitu aku besok akan berhenti sekolah.
Ayah : Mengapa?
Asri : Untuk cari makan sendiri.
Ayah : Bukan begitu As
Asri : Pokoknya aku tidak mau, pilih aku berhenti sekolah atau bapak cari pekerjaan
lain.
Ayah : Kamu tahu aku tidak punya keahlian apa-apa. Sejak ibumu masih hidup aku
sudah menjalani pekerjaan ini. 20 tahun As!
Asri : Hasilnya … hanya begini-begini saja
Ayah : Bagi saya kamu dapat sekolah dan jadi anak yang sholekah itu sudah cukup.
Asri : Enak si Shanti. Ayahnya pejabat dan dihormati di mana-mana. Dia dengan
Bangga dapat menunjukkan foto ayahnya yang sedang meresmikan sebuah
bendungan.
Ayah : Terserah pendapatmu, biarlah ayah dengan pendirian ayah sendiri. Bagi
Ayah, yang penting pekerjaan itu halal dan dapat digunakan sebagai alat
beribadah. Aku mau sembahyang dulu. kamu juga belum sembahyang kan? (Ayah
Asri masuk. Asri melemparkan tasnya dengan kesal lalu masuk mengikuti ayahnya)

Adegan 2
Kelas sedikit gaduh. Nampak beberapa siswa duduk di kelas. Pelajaran belum
dimulai. Siswa-siswa berebutan memegang koran dan menunjuk foto dalam koran.
Asri masuk kelas dan sedikit terkejut melihat temannya berebut baca koran.
Toni : Nggak nyangka ya ternyata mobil mewah itu ….
Agus : Iya ya… nggak nyangka.
Asri : Ada apa ini?
Dewi : Itu..tuh ratu kelas kita… ternyata bokapnya ……!
Asri : Kenapa?
Dewi : Baca koran ini!
Asri : (menyahut koran yang di pegang Dewi) Kasihan Shanti!
Guru : Sudah masuk anak-anak! Segera bersiap!
(Ketua kelas memimpin berdoa)
Guru : Ibu tahu, apa yang kalian ributkan hari ini.
Agus : Iya Bu…! Sekarang kita punya teman anak seorang koruptor!
Guru : Tidak boleh begitu Gus! Kita tidak boleh memvonis apa-apa terhadap Shanti.
Anak tidak pernah minta dilahirkan dari orangtua yang bekerja sebagai apa pun.
Dewi : Tapi dia terlalu membangga-banggakan sebagai anak pejabat, Bu.Guru
Guru : Kita jangan pernah memandang anak siapa teman kita, pandanglah
bagaimana perilaku dan prestasi teman kita itu. (mata Bu guru melirik Asri) Asri
menunduk.
Guru : Sekarang kita mulai pelajaran Bahasa Indonesia. Buatlah puisi tentang
seseorang yang kamu kagumi! (kelas hening sejenak, guru berjalan mengelilingi
siswanya yang sedang membuat puisi)
Guru : Yang sudah selesai, saya minta membacakan di depan kelas.
Agus : Saya Bu! (Agus menuju ke depan kelas dengan mantap dan membaca
puisinya)
Ibuku Pahlawanku
Malam buta kau terjaga
Membawa bakul tua
Menjadi penjaja sayuran
Meski bukan pilihan
Kau mantap
menatap masa depan
Ibuku …………….!
Bagiku kau adalah pahlawan
Guru : Bagus, seorang bakul juga pahlawan. Siapa lagi yang sudah selesai?
Asri : Saya ingin mencoba Bu! (Asri berjalan pelan ke depan kelas)
Gerobakmu mengoyak sepi
semua gang kau susuri
Tak peduli
orang yang penuh harga diri
menatapnya dengan risi
demi cita yang terpatri
dia yakin Tuhan selalu
menemani
Guru : Puisimu belum diberi judul As? Apa judulnya?
Asri : Ayahku (jawabnya mantap)
Toni : Hebat! Ternyata penjual makanan keliling bisa mendidik anaknya selalu juara
kelas. (terdengar bel istirahat berbunyi)
Guru : Puisi yang lain kita bacakan pada pelajaran berikutnya. Kita istirahat dulu.
Kelas : Hoore ! (semua teman-temannya berhamburan keluar)
Asri menunduk sendirian, dia bergumam lirih ……… Maafkan aku Ayah!

Apakah semua bagian cerita telah dikembangkan dalam drama? Tandailah bagaian
drama yang menunjukkan hal-hal berikut!
a. Asri marah dengan ayahnya tetapi ayahnya tetap beranggapan bahwa
pekerjaannya adalah pekerjaan mulia.
b. Asri menyadari bahwa seseorang akan dinilai dari prestasinya bukan dari
pekerjaan ayahnya.

4. Latihan Melengkapi Dialog dari Rangkaian Peristiwa dalam Gambar


Selain dengan pancingan konflik seperti yang telah dijelaskan di atas, penulisan
naskah drama juga dapat dilakukan dengan mengamati gambar atau peristiwa
yang menyentuh perasaan
a. Amati gambar di samping! Gambar pengemis kecil di tengah hujan lebat
menadahkan tangan kepada penumpang mobil
b. Bayangkan apa saja yang bisa terjadi dengan tokoh-tokoh yang terlibat dalam
gambar/peristiwa!
c. Buatlah rangkaian cerita dengan memikirkan mengapa pengemis kecil itu
sungguh-sungguh mencari uang padahal hujan deras mendera? Mengapa tidak
menunggu hujan reda? Apa yang bisa terjadi pada pengemis kecil itu dengan terus
menadahkan tangan di tengah hujan tersebut?
Pilihlah peristiwa yang akan kamu gambarkan dalam dramamu! Misalnya, peristiwa
di rumah mewah dan peristiwa di rumah pengemis kecil. Lakukanlah langkah-
langkah berikut ini!
a. Tulislah dialog-dialog yang mungkin terjadi dalam peristiwa di rumah mewah dan
peristiwa di rumah pengemis! Lakukan secara berkelompok!
Dialog apa yang kira-kira terjadi sewaktu pengemis kecil berada dirumah mewah?
Dialog apa yang kira-kira terjadi sewaktu ibu muda meninggalkan pengemis kecil di
ruang tamu? Dialog apa yang terjadi ketika bertemu ibunya di rumah pengemis?
Apa yang dikatakan gadis kecil ketika mendapatkan ibunya meninggal? Dialog apa
yang terjadi ketika pengemis itu mengembalikan uang hasil penjualan arloji?

b. Susunlah dialog-dialog yang telah kamu diskusikan sehingga menggambarkan


rangkaian cerita yang digambarkan! Lihat contoh penulisan naskah drama pada
kegiatan yang lalu! Beri nama tokoh-tokoh yang akan kamu tampilkan! Tambahkan
pula narasi (penjelasan suasana tempat atau lakuan tokoh seandainya drama
dipentaskan)!

5. Mengomentari Naskah Drama yang Disusun


Naskah drama setiap kelompok dipasang di papan tulis! Setiap kelompok akan
membaca hasil karya kelompok lain. Komentarilah naskah drama yang disusun dari
segi (1) kesesuaian dialog dengan peristiwa yang akan digambarkan, (2) kejelasan
bahasa dalam dialog, (3) ketepatan bentuk drama, dan (4) kejelasan narasi
(penjelasan) sehingga mudah dipentaskan.

6. Menulis dan Menyunting Naskah Drama


Setelah kamu berlatih menyusun naskah drama dengan rangkaian peristiwa yang
sudah ditetapkan, sekarang kamu ditugasi menyusun naskah drama dengan
menentukan sendiri rangkaian peristiwanya. Tulislah rangkaian cerita dan susunlah
sebuah naskah drama secara kelompok berdasarkan rangkaian cerita yang kamu
buat!

Naskah drama yang kamu susun akan dinilai dari segi (1) keunikan konflik yang
diangkat dalam naskah drama, (2) kelogisan penyelesaian konflik, (3) kesesuaian
dialog dengan rangkaian peristiwa yang digambarkan, (4) kejelasan isi dialog, dan
(5) kejelasan narasi (penjelasan) sehingga mudah dipentaskan.

Menciptakan naskah drama, tidak dapat hanya berangkat dari ruang kosong alias mengandalkan
kayalan, ilham dan lainnya. Meskipun bagian dari fiksi, naskah drama merupakan dunia
penciptaan yang disangga oleh data, fakta sosial, logika dan imajinasi. Yang dimaksud data
adalah bahan-bahan yang dikisahkan. Fakta sosial adalah kenyataan yang tumbuh dan hidup di
masyarakat yang dapat dikenali, dirasakan dan dihayati. Logika adalah jalan pikiran yang dapat
diikuti dan dirunut sebab-akibatnya. Sedangkan imajinasi adalah daya fantasi yang menjandikan
sebuah karya memiliki jarak estetis dengan realitas, atau karya itu menjelma menjadi jagat
estetis, sebuah dunia kemungkinan yang sarat dengan keindahan. Meskipun terkait dengan data
dan fakta sosial, namun karya fiksi bukan merupakan “laporan kering dari lapangan”, di mana
data dan fakta itu berhenti sebagai unsur yang membeku. Data dan fakta itu harus diposisikan
sebagai materi cerita yang diolah, di-create secara maksimal sehingga dapat menarik untuk
dikisahkan kepada publik. Untuk itu dibutuhkan kemampuan imajinasi dan kemampuan logika,
sehingga karya itu tidak hanya ditopang data dan fakta yang kuat (baca: sosiologis), tetapi juga
make sense (logis) dan indah. Sehingga karya itu tidak mengada-ada, karena gagal mengenali
realitas sosial yang dikisahkan.

Berbeda dengan ilmu (misalnya sosiologi) yang bertujuan menganalisis dan menguraikan fakta
dan data sosial sehingga menghasilkan abstraksi, ‘seni sastra’ (baca: karya prosa, termasuk
naskah drama) bertujuan mengisahkan data dan fakta sosial yang terkait dengan soal-soal
kemanusia atau kehidupan yang lebih luas. Sebagai realitas estetik, karya fiksi itu dapat dikenali,
dirasakan, dipahami, dihayati dan diapresiasi.

Sebagai contoh, seorang sosiolog akan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap realitas
kemiskinan, dibanding seorang penulis fiksi. Sang sosiolog itu akan menggunakan pisau
analisisnya, sehingga menghasilkan data dan fakta yang ‘mati’ (baca angka-angka, kategori-
kategori, tabel-tabel, dan lainnya).

Sedangkan seorang penulis cerita/fiksi/penulis naskah drama, punya strategi lain. Ia


mengisahkan kemiskinan itu melaui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, menggambarkan secara
detail setting sosialnya, melukiskan kondisi rumahnya (dinding bambu, lantai tanah, lampu
minyak, kursi reyot, dll), melukiskan kondisi psikologis tokoh-tokohnya (cemas, sedih, dll),
melukiskan kondisi fisik tokoh-tokohnya (kurus, berpenyakitan, mata cekung, baju lusuh, dll).
Sehingga, soal kemiskinan yang semula abstrak dan tak bisa dirasakan itu, menjadi konkrit dan
hadir.

MENGOLAH IDE

Dalam naskah drama, setidaknya, terkandung dua hal. Yakni, ide sosial dan ide estetik. Ide sosial
adalah gagasan terkait dengan persoalan-persoalan sosial, di mana manusia pelaku mengalami
benturan. Sedangkan ide estetik adalah gagasan yang terkait dengan faktor-faktor estetika atau
keindahan, di mana karya itu diwujudkan lewat kemampuan teknik ungkap (pengolahan symbol,
idiom, dll).

Sebuah naskah drama tidak lahir dari ruang kosong atau tanpa diawali oleh ide. Ide kerap
dipandang sebagai pembuka ruang kemungkinan, di mana suatu masalah, suatu tema itu
dikisahkan. Ide menggerakkan tema. Tema menggerakkan cerita/kisah.

Pertanyannya adalah, bagaimana cara mendapatkan ide cerita? Ide bisa ditemukan melalui riset.
Ada dua jenis riset yang bisa dipakai. Yakni riset pustaka dan riset sosial.
Riset pustaka dilakukan lewat penelitian/penyerapan dunia wacana, dunia bacaan atau dunia
buku. Ia bisa berupa wacana tentang ilmu sosial, hasil penelitian-penelitian, buku-buku fiksi
(puisi, cerpen, novel dll), buku-buku sejarah, politik, koran, majalah, tabloid, dll. Referensi yang
kita jaring dari jagat wacana/jagat pustaka itu akan menjadi ilham/inspirasi bagi proses kreatif
kita.

Sedangkan riset sosial adalah pengamatan atau penelitian/studi di lapangan guna menemukan
berbagai persoalan masyarakat sekaligus persoalan manusia (hubungan antarmanusia) yang
berada dalam lingkup persoalan itu. Karena itu, di samping kita mempelajari persoalan, kita juga
mempelajari berbagai watak manusia, beserta pandangan-pandangan ideal dan sikap-sikap
sosialnya.

Dari riset pustaka mungkin saja kita terinspirasi oleh sebuah cerpen, novel atau puisi yang
menarik. Mungkin kita tertarik pada persoalan yang diangkat dalam suatu cerpen. Mungkin kita
tertarik pada tokoh dalam suatu novel. Mungkin kita tertarik pada renungan yang terkandung
dalam suatu puisi. Atau kita tertarik pada sebuah kasus yang muncul di media massa cetak.
Berbagai materi ilham itu, --jika kita tidak berpretensi untuk menyadur atau menuliskan kembali
kisah nyata—harus kita dudukan sebagai kunci pembuka persoalan.

Dalam konteks itu, kita bisa mengacu pada contoh cerpen-cerpen karya Seno Gumira Ajidarma
tentang Timor Timur (lihat kumpulan cerpen Saksi Mata). Seno mengolah kembali realitas
politik yang terjadi di Timor Timur itu, lewat pemunculan tokoh baru dengan karakter yang
kompleks, lewat pemaparan setting tempat dengan nama berbeda, dan dengan substansi masalah
yang berbeda. Bukan lagi perang antara ABRI versus pejuang bawah tanah Timur Timur an sich,
melainkan menukik ke wilayah kemanusiaan suatu tokoh. Hasilnya adalah sebuah dunia kisah,
dunia imajinasi yang memiliki nilai tafsir yang kaya.

Contoh lain adalah skenario Sayekti Hanafi (yang sudah disinetronkan) karya Alex Suprapto
Yudo. Ia berangkat dari kasus nyata di masyarakat yang terpublikasi di media massa cetak,
tentang penyanderaan bayi yang dilakukan sebuah rumah sakit karena orang tua bayi itu tudak
mampu menebus seluruh ongkos kelahiran bayinya. Alex mengambil substansi masalahnya,
kemudian dikembangkan lewat kekayaan imajinasinya.

MENGUJI DATA DAN FAKTA

Dari paparan di atas, sesungguhnya ide bisa didapatkan dari mana saja. Karena itu, sebagai
penulis, kita tidak harus “ngarang” (menulis dari ruang kosong), jika kita punya kepekaan sosial,
kepekaan intuisi, dan kepekaan intelektual untuk menjaring berbagai hal dan kemungkinan yang
ada di ruang sosial kita.

Setelah ide kita temukan, maka pekerjaan kita selanjutnya adalah melakukan eksekusi materi,
dengan menguji fakta dan data yang kita miliki, sehingga cerita kita menjadi masuk akal (make
sense) dan sesuai dengan logika cerita yang kita bangun. Artinya, kita perlu mengenali secara
lebih rinci berbagai hal yang terkait dengan materi cerita, seperti setting waktu, setting sosial,
setting tempat, karakter tokoh dll. Kita juga dituntut untuk sahih mengenali benda-benda yang
memiliki makna signifikan bagi cerita yang kita bangun.

MERUMUSKAN TEMA

Setelah kita yakin dengan seluruh data dan fakta, maka langkah selanjutnya adalah menentukan
tema. Tema adalah gagasan besar yang melandasi cerita. Artinya, dalam tema itu terkandung
gagasan atau pandangan kita tentang suatu masalah. Dan, biasanya tema itu bisa dirumuskan
dalam suatu kalimat, misalnya “Perjuangan perempuan terhadap dominasi laki-laki.” Atau
“Tragedi kemanusiaan dalam masyarakat yang korup”, dll.

Dalam proses penulisan cerita, tema itu berfungsi sebagai orientasi cerita, sehingga cerita
menjadi punya fokus atau tidak melebar ke mana-mana. Tema itu juga “membimbing” kita untuk
menciptakan tokoh-tokoh, menciptakan setting sosial, setting waktu, setting suasana peristiwa ,
dll.

KONKRITISASI TEMA

Tema yang semua abstrak itu harus kita konkritkan, menjadi sebuah kisah. Untuk itu kita perlu
menentukan beberapa hal:
1. Seeting masalah sebagai sumber konflik.
2. Setting waktu
3. Setting tempat
4. Tokoh-tokoh, dengan berbagai karakternya, yang terlibat konflik.
5. Pesan sosial.

SETTING MASALAH adalah persoalan mendasar yang melatarbelakangi berlangsungnya


konflik antartokoh. Ia menjadi pemicu persoalan yang membawa tokoh-tokohnya ke dalam
masalah yang kompleks. Misalnya kasus korupsi atau apa saja yang menarik untuk kita olah.

SETTING WAKTU menyakut kapan persoalan itu terjadi. Waktu di sini bisa diartikan tahun
peristiwa maupun kesatuan waktu dalam logika cerita (pagi, siang, sore, malam, dini hari, dll).
Waktu dalam pengertian tahun peristiwa akan mengikat cerita pada dinamika masyarakat yang
terkandung di dalamnya. Misalnya jika waktu itu menunjukkan angka tahun 1970-an, maka
dinamika masyarakat yang digambarkan pun harus sesuai dengan masa itu. Sangat tidak logis
misalnya pada masa itu Anda menampilkan tokoh menggenggam hand phone.

Sedangkan waktu dalam pengertian “pagi”, “siang”, “sore”, “malam “atau “dini hari”, terkait
dengan suasana.

SETTING TEMPAT terkait dengan di mana peristiwa itu terjadi.


Pengertian tempat itu bisa mengacu pada wilayah geografis misalnya desa, kota, negara atau
mengacu pada pengertian lokasi: ruang kantor, halaman rumah, teras, pantai, jalan besar, goa,
pub, hotel, dll.

TOKOH-TOKOH yang terlibat dalam cerita adalah manusia yang riil, punya darah-daging,
punya ambisi, punya idealisasi, dan punya watak. Maka tokoh-tokoh itu harus kita identifikasi
lewat:
a. Jenis kelamin (laki-laki, perempuan)
b. Nama-nama tokoh (Pak Abas, Bu Was, Samirin, Ningrum, Togar, Joni, dll)
c. Ciri-ciri fisik (tubuh pendek/tinggi, kulit kuning/sawo matang, rambut ikal, wajah
cantik/manis atau biasa-biasa saja, dst)
d. Ciri-ciri psikologis (ambisius, jujur, rakus, dermawan, culas, suka menolong, suka bersolek,
konsumtif, dll)
e. Status sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, dll).

PESAN SOSIAL adalah muatan nilai yang terkait dengan pandangan hidup atau pandangan ideal
yang dimunculkan berkaitan dengan masalah yang kita ceritakan. Misalnya, pesan itu berbunyi,
“Hidup mewajibkan kita untuk berbagi kepada sesama”. Akan tetapi dalam perwujudannya
pesan itu tidak ditampilkan secara verbal, melainkan lewat berbagai peristiwa dramatik. Dalam
konteks naskah drama, pesan itu harus mampu dilukiskan, bukan dinyatakan lewat statement.

SINOPSIS

Sebelum kita tindaklanjuti ke dalam penulis naskah drama, maka kita harus menuliskan lebih
dulu sinopsis/ringkasan cerita. Yang terpenting, dalam sinopsis harus mengandung unsur-unsur
cerita:
1. Objek masalah
2. Tokoh dengan berbagai wataknya
3. Setting waktu dan tempat
4. Alur cerita atau berbagai peristiwa yang dianyam oleh logika “sebab-akibat”.
Artinya, peristiwa pertama berkaitan atau punya akibat terhadap peristiwa selanjutnya.
5. Alur cerita yang mengandung tangga dramatik atau tanjakan peristiwa dramatik yang
menjadikan cerita itu makin memuncak dan memfokus.

Dalam penulisan cerita, sinopsis itu bisa saja tidak sepenuhnya tergambar persis dengan cerita
yang terbangun. Penulis punya kemungkinan untuk mengembangkan gagasan cerita,
menampilkan tokoh-tokoh baru yang penting, memperkaya konflik dan lainnya.
Setelah sinopsis ditulis, maka tugas kita adalah membuat treatment, susunan adegan yang
memiliki hubungan sebab akibat. Artinya adegan pertama terkait dengan adegan dua, dan
seterusnya. Hubungan antar adegan itu harus membentuk alur, atau plot yang mengandung
tangga dramatik. Meksipun masih dalam secara ringkas, dalam setiap adegan harus terkandung:
(1)tokoh, (2)peristiwa, (3) muatan dialog, dan (4) suasana.

Setelah treatment tersusun, maka pekerjaan kita selanjutnya adalah menuliskan treatment itu
dalam bentuk naskah drama, di mana setiap adegan yang semula hanya merupakan inti-inti
peristiwa, diurai menjadi adegan yang utuh baik dialog para tokohnya maupun peristiwa dan
suasananya. Peristiwa dan suasana dituliskan dalam bentuk keterangan atau penjelasan yang
berfungsi sebagai rujukan bagi sutradara atau pemain yang mementaskan naskah tersebut

Anda mungkin juga menyukai