Disusun oleh :
2022
BAB 1 Pendahuluan
a. Latar Belakang
Keterampilan berbahasa menduduki peranan penting dalam proses komunikasi
manusia. Sejak dini, seorang siswa sudah dituntut untuk mengembangkan empat
keterampilan bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Keterampilan ini dipelajari untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta dapat
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia nantinya
(suryaman,2009:5). Meskipun dipelajari secara bertahap, empat keterampilan ini
masih sulit untuk dikembangan oleh siswa. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Nani membuktikan bahwa siswa sulit mengembangkan keterampilan menyimak,
berbicara, membaca dan menulis karna faktor fisiologi yaitu masalah dalam panca
indra dan psikologis yaitu kurangnya minat, motivasi dan cara belajar siswa.
Pada umumnya pengajaran bahasa pada siswa terpacu pada pemberian
materi dengan metode ceramah, ataupun kegiatan pembelajaran yang membuat
siswa mudah merasa bosan. Seperti pengajaran keterampilan menulis, siswa
biasanya hanya akan terpaku pada media pembelajaran berupa teks. Padahal,
dengan media yang sesuai, siswa dapat menangkap materi pembelajaran dengan
mudah. Di era globalisasi ini seharusnya pengajaran bahasa indonesia mampu
memanfaatkan media belajar yang lebih luas seperti video, televisi dan film. Agar
proses pembelajaran tidak mengalami kesulitan, maka masalah perencanaan,
pemilikan dan pemanfaatan media perlu dikuasai denga baik oleh pengajar
(iskandarwassid dan sunensar, 2008:158).
Keterampilan menulis dianggap sulit karna memerlukan penguasaan
unsur kebahasaan, dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang harus terjalin sehingga
dapat menghasilkan tulisan yang runtut dan padu (iskandarwassid dan sunensar,
2008:248). Pada jenjang sekolah menengah atas atau SMA, banyak materi
pembelajaran yang membutuhkan keterampilan menulis, diataranya adalah menulis
cerpen. Cerpen adalah sebuah karangan pendek yang menceritakan suatu kejadiana
atau peristiwa. Dalam proses pembelajaran menulis cerpen, siswa tidak hanya
menerima teori tentang menulis cerpen, tetapi siswa juga dituntut untuk
mempraktekkan teori-teori yang telah diajarkan untuk menghasilkan sebuah karya
sastra, yaitu cerpen.
Dalam kegiatan menulis cerpen, tentunya harus ada
penguasaan unsur kebahasaan. Unsur kebahasaan yang mencirikhaskan isi tulisan
dari pengarang lain adalah gaya bahasa. Menurut Keraf dalam Tarigan (2009:5)
gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa. Setiap karya sastra
memiliki karakter kebahasaan tersendiri, sebab gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan maksud melalui bahasa secara khas. Sering kali, siswa merasa
kesulitan menuliskan sebuah cerpen karna tidak memiliki gaya bahasa sendiri atau
belum memahami gaya bahasa yang dimilikinya. Maka dari itu, penelitian ini
dilakukan untuk membantu meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa
melalui penggunaan gaya bahasa dalam film pendek.
Film pendek bisa menjadi alternatif media dalam pembelajaran
cerpen. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bayu Seno Aji dalam
skripsinya yang berjudul “Keefektifan media film pendek dalam pembelajaran
menulis cerpen siswa kelas X SMAN 1 wadaslintang kec. Wadadlintang kab.
Wonosobo” ia menemukan perbedaan signifikat antara keterampilan siswa yang
diajar menggunakan media film pendek dan yang tidak. siswa yang diajar
meggunakan media film pendek lebih menguasai keterampilan menulis cerpen lebih
cepat dan efektif dibanding dengan siswa yang tidak menggunakan media film
pendek.
Peneliti mengambil film pendek berjudul “Anak Lanang”
sebagai media pembelajaran karna film pendek ini memiliki karakteristik gaya
bahasa yang unik dengan menggunakan bahasa anak sekolah dasar yang
membicarakan banyak hal. Terlebih, film yang telah menjadi juara di tiga ajang
perlombaan film pendek ini dianggap pantas menjadi media pembelajaran siswa
karna bahasa dan pembahasan yang ringan meskipun keseluruhan isi film
menggunakan bahasa jawa.
Maka dari itu, berdasarkan permasalahan di atas, peneliti
berencana menelaah gaya bahasa yang ada dalam film pendek “Anak Lanang” dan
menganalisis pengaruhnya terhadap keterampilan menulis cerita pendek siswa kelas
XI.
b. Kajian Penelitian yang Relefan
Berikut ini akan disajikan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang telah
dilakukan, yaitu sebagai berikut:
Penelitian Mega Fahrizah tahun 2013 berjudul Pengaruh
Penggunaan Media Gambar Terhadap Keterampilan Menulis Puisi Pada Siswa
Kelas V Di Sdit Az-Zahra Pondok Petir Sawangan Depok Tahun Pelajaran
2013/2014 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan
media gambar terhadap keterampilan menulis puisi siswa kelas V di SDIT Az-Zahra
Pondok Petir yaitu dari hasil rata-rata nilai pretest yang diperoleh kelas eksperimen
yaitu 63,83. Rata-rata nilai pretest kelas kontrol yaitu 62,92. Setelah dilakukan
tindakan pada kedua kelas, maka diperoleh rata-rata posttest kelas eksperimen yaitu
sebesar 78,46 dan kelas kontrol sebesar 72,96. Jumlah peningkatan kelas ekperimen
berdasarkan nilai pretest dan posttest sebesar 14,63% sedangkan pada kelas kontrol
sebesar 10.04%. Perhitungan hipotesis dengan menggunakan Uji-t yakni uji paired
sampel T Test dan diperoleh pada taraf signifikan 0,05 menunjukan bahwa nilai
probabilitas (sigifikansi) adalah .011. Karena nilai signifikansi 0.011< α = 0.05,
maka Ho ditolak. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan media gambar
berpengaruh terhadap keterampilan menulis puisi pada siswa kelas V semester
genap di SDIT Az-Zahra Pondok Petir.
Penelitian Windari tahun 2013 berjudul Pengaruh Penggunaan
Media Film Terhadap Keterampilan Menulis Cerpen Siswa Kelas Xii Sma Negeri
1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
terhadap penggunaan media film siswa kelas XII SMA Negeri 1 Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan karena thitung > t tabel(8,092>1,697). Tingkat
keterampilan menulis cerpen setelah menggunakan media film siswa kelas XII
SMA Negeri 1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatannilai rata-rata 81,27 dengan
klasifikasi 76 - 85% yaitu Baik. Jadi, disimpulkan bahwa keterampilan menulis
cerpen SMA Negeri 1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan sesudah menggunakan
media film lebih baik daripada sebelum menggunakan media film.
Dari kedua penelitian terdahulu di atas, dapat dilihat bahwa
sebuah media pembelajaran berpengaruh dalam keterampila menulis siswa. Hanya
saja hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah objek
penelitian yang lebih menyempit, bukan hanya pengaruh media belajarnya namun
juga pengaruh focus lainnya yaitu gaya baha. Maka dari itu, penelitian ini
mengambil judul pengaruh gaya bahasa dalam film terhadap keterampilan menulis
siswa.
c. Identifikasi Masalah
Beberapa identifikasi masalah yang muncul berdasarkan latar belakang masalah di
atas adalah sebagai berikut:
a. Siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran menulis cerpen.
b. Siswa belum mamemahami gaya bahasa yang dimiliki
c. Pembelajaran yang masih menggunakan metode konvensional.
d. Guru bahasa Indonesia yang belum memanfaatkan media yang dapat
merangsang dan menarik motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen.
e. Pengggunaan media “film pendek” dalam pembelajaran menulis cerpen perlu
diuji.
d. Batasan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, muncul banyak permasalahan yang harus
diselesaikan. Agar penelitian ini lebih terfokus dan mendalam kajiannya, perlu ada
pembatasan masalah penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada
permasalahan tentang analisis gaya bahasa dalam film pendek “Anak Lanang” dan
pengaruhnya terhadap keterampilan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA
e. Rumusan Penelitian
Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Apakah gaya Bahasa pada film pendek “Anak Lanang” berpengaruh terhadap
keterampilan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA?
f. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun
praktis.
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
menentukan media pembelajaran menulis cerpen yang tepat dan efektif,
khususnya bagi guru Bahasa Indonesia.
b. Manfaat praktis
a. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru sebagai pertimbangan
dasar untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran menulis cerpen siswa.
b. Bagi Siswa
Penggunaan m edia “film pendek” dapat memotivasi siswa dalam 10
mengekspresikan dan menuangkan ide kreatif dalam proses pembelajaran
menulis cerpen.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan penulis dapat digunakan sebagai
pengembangan proses pengajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia
1. Gaya Bahasa
a. Pengertian gaya bahasa
Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah Style. Kata style diturunkan
dari kata latin Stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin.
Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada
lempengan tadi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 112) Menurut Tarigan (2013:04) gaya
bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan
jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
benda atau hal lain yang lebih umum. enurut penjelasan Harimurti
Kridalaksana (dalam Okke, 2002:45) gaya bahasa (style) mempuyai tiga
pengertian yaitu: (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Secara umum,
Gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui bahasa, tingkah laku,
berpakaian, dan sebagainya. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu.
Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya.
Begitu pula sebaliknya. Style atau gaya bahasa dapat di batasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Gorys Keraf, 2009 Hal. 113)
▪ Segi Nonbahasa
Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-macam
unsur. Pada dasarnya style dapat dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:
▪ Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka
gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsure bahasa yang
dipergunakan, yaitu : Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa
berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat, gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang
paling tepat yang sesuai untuk posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat
tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian dalam
masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan
dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. (Gorys Keraf,
2009 Hal. 117)
• Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya lengkap, gaya
yang dipergunakan dalam kesepakatan-kesepakatan resmi, gaya
yang dipergumakan oleh mereka yang diharapkan
mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Contoh:
Amanat kepresidenan, pidato-pidato yang penting, dan
sebagainya (Gorys Keraf, 2009 Hal. 117)
• Gaya Bahasa Tidak Resmi
Gaya bahasa tidak resmi juga merupakan gaya bahasa yang
dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam
kesempatan tidak formal atau kurang formal. Gaya ini biasanya
dipergunakan dalam artikel-artikel mingguan, buku-buku
pegangan, majalah, tabloid dan sebagainya. (Gorys Keraf, 2009
Hal. 118)
Gaya bahasa resmi dan tidak resmi dapat dibandingkan sebagai
berikut: gaya bahasa resmi dapat diumpamakan sebagai pakian
resmi, pakaian upacara, sedangkan gaya bahasa tidak resmi
adalah bahasa dalam pakaian kemeja, yaitu berpakaian secara
baik, konfesional, cermat, tetapi untuk keperluan sehari-hari,
bukan untuk pesta peristiwa resmi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)
• Gaya Bahasa Percakapan
Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa
percakapan itu sendiri. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya
adalah kata-kata yang populer atau kata-kata yang dikenal dan
kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa ini digunakan
ketika bercakap-cakap dengan orang lain, kebiasaan-kebiasaan
dan sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)
b. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti(ajakan) yang
pancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana.
Sering kali sugesti ini akan lebih nyata jika diikuti dengan suara dari
pembicara, bila yang dihadapi adalah bahasa lisan. (Gorys Keraf, 2009 Hal.
120)
Gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah
wacana, dibagi atas: gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga dan gaya
menengah.
• Gaya sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah
pelajaran, perkuliahan, dan sebagainya. Gaya ini cocok pula
digunakan untuk menyampaikan fakta atau pembuktian-
pembuktian. Untuk mempergunakan gaya ini secara efektif,
penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup.
(Gorys Keraf, 2009 Hal. 121)
• Gaya Mulia dan Bertenaga
Sesuai dengan namanya gaya ini penuh dengan vitalitas dan
enersi, dan biasanya digunakan untuk menggerakkan sesuatu.
Menggerakkan sesuatu itu tidak hanya dengan tenaga ungkapan
pembicara tetapi juga mempergunakan nada keagungan dan
kemuliaan. Contoh khutbah tentang kemanusiaan dan keagamaan.
(Gorys Keraf, 2009 Hal. 122)
• Gaya Menegah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk
menimbulkan suasana senang dan damai, karena tujuannya untuk
menciptakan suatu keadaan yang senang dan damai, maka nada
yang digunakan lemah lembut, penuh kasih sayang dan
mengandung humor agar dapat menghibur pendengar. Contoh
Pada kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, rekreasi dan
sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)
c. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Gaya bahasa ini diciptakan berdasarkan struktur kalimat. Struktur kalimat
disini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang
dipentingkan dalam kalimat tersebut. Keraf membagi gaya bahasa
berdasrkan struktur kalimat menjadi:
• Klimaks, gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang
bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang
dimulai dari gagasan yang kurang penting kepada hala-hal yang
lebih penting.
• Antiklimaks, gaya bahasa yang yang gagasannya diurutkan dari
yang paling penting ke gagasan yang kurang penting.
• Paralelisme adalah gaya bahasa yang bersifat sejajar dalam
pemakaian kata-kata atau frasafrasa yang menduduki fungsi yang
sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Namun bila terlalu
banyak digunakan, maka kalimat-kalimat akan menjadi kaku dan
mati.
• Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan
yang bertentangan, dengan menggunakan kata-kata atau
kelompok kata yang berlawanan.
• Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian
kalimat yang dianggap penting untuk member tekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai. Jenis-jenis repetisi diantaranya
adalah epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, symploche,
mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
d. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna Gaya bahasa
berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trope
atau figure of speech. Dalam gaya bahasa ini, terjadi suatu penyimpangan
bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa dalam ejaan,
pembentukkan kata, konstruksi kalimat, klausa, frasa, ataupun aplikasi
sebuah istilah untuk memperoleh kejelasan, penekanan, hiasan, humor,
atau sesuatu efek yang lain. Fungsi dari figure of speech ini adalah
menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi
asosiasi, menimbulkan gelak ketawa atau untuk hiasan. Gaya bahasa ini
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
• Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang mengalami
penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek
tertentu.
• Gaya bahasa Kiasan adalah gaya bahasa yang mengalami
penyimpangan lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.
Menurut Tarigan (2013:6) menyebutkan ada sekitar enam puluh gaya bahasa
yang termasuk ke dalam empat kelompok. Empat kelompok gaya bahasa
tersebut adalah (1) gaya Bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan,
(3) gaya bahasa pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan.
A. Gaya bahasa perbandingan
Terdapat beberapa ragam gaya bahasa yang telah dijelaskan oleh
Tarigan.Menurut beliau ada sekitar 10 ragam gaya bahasa perbandingan
yakni: perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori,
antitesis, pleonasme, perifrasis, prolepsis, dan koreksio
1) Perumpamaan
Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya
berhubungan dan yang sengaja kita anggap sama.
2) Metafora
Menurut Poerwadarminta (dalam Tarigan, 2013: 15-16) metafora
adalah pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai
lukisan yang berdasaarkan persamaan atau perbandinga
3) Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat insani kepada
benda yang tak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013: 17-18).
4) Depersonifikasi
Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat benda pada
manusia yang lebih bersifat pada pengandaian. Gaya bahasa ini
kebalikan dari gaya bahasa personifikasi Henry Guntur Tarigan (2013:
21-22)
5) Alegori
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang;
merupakan metafora yang diperluas Henry Guntur Tarigan (2013: 24).
6) Antitesis
Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara
dua antonim. Dengan kata lain menggunakan kata-kata yang
mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan henry Guntur
Tarigan (2013: 27).
7) Pleonasme
Pleonasme adalah pemakaian kata yang berlebihan dan bila kata yang
berlebihan itu dihilangkan artinya tetap utuh (Tarigan, 2013: 29).
8) Perifrasis
Perifrasis cukup mirip dengan pleonasme, dan kata yang berlebihan
itu dapat diganti dengan satu kata saja Keraf ( melalui Tarigan 2013:
31).
9) Prolepsis
Prolepsis adalah gaya yang berwujud mempergunakan lebih dari satu
atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang
sebenarnay terjadi (Tarigan, 2013: 33).
10) Koreksi
Koreksi adalah sesuatu yang ingin ditegaskan kembali dengan
memeriksa dan memperbaiki atau mengoreksi mana-mana yang salah
(Tarigan, 2013: 34-35).
B. Gaya Bahasa Pertentangan
Henry guntur tarigan mengungkapkan majas pertentangan adalah sesuatu
namun bertentangan dengan makna yang sesungguhnya (Tarigan, 2013:
55). Tarigan (2013: 55) mengungkapkan bahwa majas pertentangan ini
terdapat dua puluh gaya bahasa, yaitu: hiperbola, litotes, ironi, oksimoron,
paronomasia, paralipsis, zeugma (silepsis), satire, innuendo, antifrasis,
paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis, histeron
proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme.
1. Hiperbola
Henry Guntur Tarigan (2013: 55) mengungkapkan bahwa hiperbola
adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-
lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat,
meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
2. Litotes
Anton Moeliono (dalam Tarigan, 2013: 58-59) mengungkapkan bahwa
litotes adalah ungkapan menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk
yang negative atau bentuk yang bertentangan.
3. Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan
maksud untuk mengolok-olok (Tarigan, 2013: 61-62).
4. Oksimoron
Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung penegasan
atau pendirian suatu hubungan sintaksis – baik koordinasi maupun
determinasi – antara dua antonim.
5. Paronomasia
Menurut Ducrot & Todorov (dalam Tarigan, 2013: 64-65)
mengungkapkan bahwa paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi
penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain; kata-kata
yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda.
6. Paralipsis
Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang
digunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak
mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri (Ducrot & Todov
dalam Tarigan, 2013: 66).
7. Zeugma dan Silepsis
Menurut Ducrot & Todov zeugma dan silepsis (dalam Tarigan, 2013:
68) adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua kontruksi rapatan
dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata
lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai
hubungan dengan kata yang pertama.
8. Satire
Henry Guntur Tarigan (2013: 70) mengungkapkan bahwa satire
merupakan sejenis argumen yang beraksi secara tidak langsung,
terkadang secara aneh bahkan ada kalanya dengan cara yang cukup lucu
yang menimbulkan tertawaan.
9. Inuendo
Menurut Gorys Keraf (dalam Tarigan, 2013: 74) mengungkapkan
bahwa inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya
10. Antifrasis
Henry Guntur Tarigan (2013: 76) mengungkapkan bahwa antifrasis
adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya.
11. Paradoks
Menurut Gorys Keraf (dalam Tarigan, 2013: 77-78) bahwa paradoks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
nyata dengan fakta-fakta yang ada.
12. Klimaks
menurut Gorys Keraf (dalam Tarigan, 2013: 79) bahwa klimaks adalah
semacam gaya bahasa yang
mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat
kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
13. Antilimaks
Antilimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang
diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang
penting.
14. Apostrof
Apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat
dari yang hadir kepada yang tidak hadir (Tarigan, 2013: 83-84).
15. Anastrof
Menurut Gorys Keraf (dalam Tarigan, 2013: 85) anastrof atau inversi
adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dalam pembalikan susunan
kata yang biasa dalam kalimat.
16. Apofasis
Apofasis atau disebut preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis
atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal
(Tarigan, 2013: 86-87).
17. Histeron Proteron
Menurut Henry Guntur Tarigan (2013: 88) histeron proteron adalah
semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang
logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatakn
sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa.
18. Hipalase
Hipalase adalah sejenis gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari
suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan (Keraf, 2013:
89-90)
19. Sinisme
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang
berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati.
20. Sarkasme
menurut Gorys Keraf (dalam Tarigan, 2013: 92) kata sarkasme berasal
dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari kata kerja sakasein
yang berarti ‘merobek-robek daging seperti anjing’, ‘menggigit bibir
karena marah’ atau ‘bicara dengan kepahitan’.
b. Tujuan menulis
Tarigan (2008: 24), membagi tujuan menulis dilihat dari penulis yang belum
berpengalaman sebagai berikut. Pertama, memberitahukan atau mengajar.
Kedua, meyakinkan atau mendesak. Ketiga, menghibur atau menyenangkan.
Keempat, mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang
berapi-api. Menulis pada intinya bertujuan untuk menceritakan,
memberitahukan, dan menginformasikan sesuatu tentang apa yang dirasakan,
diinginkan, atau diimpikan oleh penulis kepada pembaca.
c. Manfaat menulis
Selain sebagai alat mengungkapkan perasaan penulis, keterampilan menulis
juga memiliki banyak manfaat diantaranya yaitu menurut Tarigan (2008:22)
mengungkapkan bahwa menulis sangat penting bagi pendidikan karena
memudahkan para pelajar berpikir. Juga dapat memudahkan, merasakan, dan
menikmati hubungan-hubungan memperdalam daya tanggap atau presepsi
seseorang, memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan
bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu dalam menjelaskan pikiran-
pikiran. Tidak jarang, seseorang menemui apa yang sebenarnya dipikirkan
dan rasakan mengenai orang-orang, gagasangagasan, masalah-masalah, dan
kejadian-kejadian hanya dalam proses menulis yang aktual
3. Cerpen
a. Pengertian Cerpen
Cerpen disebut juga cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekali
duduk. Menurut Muhardi dan Hasanuddin (1992:11), bahwa cerpen
cenderung tidak menjelaskan latar cerita yang meliputi tempat, waktu,
suasana, dan penanda kultur cerita, sehingga pembaca tidak mendapat
gambaran sempurna. Penokohan cerpen cenderung tidak jelas juga, karena
cerpen tidak mendeskripsikan keadaan fisik tokoh. Gambaran keadaan fisik
tokoh cenderung diinformasikan langsung kepada pembaca oleh pengarang.
Menurut Nurgiyantoro (2012:10), cerpen adalah cerita yang pendek. Akan
tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak
ada kesepakatan diantara para pengarang dan para ahli. Nurgiyantoro
mengemukakan pendapat beberapa para ahli mengenai hakikat cerita yang
merujuk pada pengertian cerpen.
Forster (dalam Nurgiyantoro, 2012:91), yang mengartikan cerpen sebagai
sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan
waktu. Seperti halnya Forster, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012:91) juga
memberikan pengertian cerpen sebagi sebuah urutan kejadian yang sederhana
dalam urutan waktu, dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2012:91) mengartikan
sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang
disajikan dalam sebuah karya fiksi.
b. Unsur-unsur Cerpen
Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang dibangun oleh unsur-unsur,
antara lain unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Nurgiyantoro (2012:23)
menyatakan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai
karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud, tema, latar, plot, penokohan,
sudut pandang penceritaan, gaya bahasa dan, amanat. Nurgiyantoro
(2012:23), menyatakan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada
diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus dapat dikatakan
sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra,
namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.
c. Ciri-ciri Cerpen
Menurut Tarigan (2011:180–181), ciri-ciri khas sebuah cerita pendek adalah
sebagai berikut.
• Pertama, ciri-ciri utama cerita pendek adalah: singkat, padu, dan
intensif (brevity, vunity, and intensity).
• Kedua, unsur-unsur utama cerita pendek adalah : adegan, tokoh, dan
gerak (scene, character, and action).
• Ketiga, bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik
perhatian (incisive, suggestive, dan alert).
• Keempat, cerita pendek haruslah mengandung interprestasi pengarang
tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara lansung
maupun tidak lansung.
• Kelima, sebuha cerita pendek haruslah menimbulkan suatu efek
dalam pikiran pembaca.
• Keenam, cerita pendek haruslah menimbulkan perasaan pada
pembaca bahwa jalan cerita yang pertama menarik perasaan dan baru
kemudian menarik pikiran.
• Ketujuh, cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden
yang dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan dalam pikiran pembaca.
• Kedelapan, dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama
menguasai jalan cerita.
• Kesembilan, cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku utama.
• Kesepuluh, cerita pendek harus mempunyai suatu efek atau kesan
yang menarik.
• Kesebelas, cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
• Kedua belas, cerita pendek memberi impresi tunggal.
• Ketiga belas, cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek.
• Keempat belas, cerita pendek menyajikan satu emosi.
• Kelima belas, jumlah kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya
di bawah 10. 000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (atau kira-
kira 33 halaman kuarto spasi rangkap).
4. Media Film
a. Pengertian Media Film
Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan. Salah satunya
adalah media audio visual gerak berupa film. Menurut Usman dan Asnawir
(2002:95), film adalah media audio visual yang bersuara. Menurut Arsyad
(2005:50), film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame
dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara
mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa media film merupakan media audio visual
bergerak yang bersifat menyalurkan atau pengantar informasi dan dapat
merangsang pikiran, dan perasaan siswa.
Keterampilan
Gaya bahasa Cerpen Media film
menulis
Langkah-
Jenis-jenis gaya langkah
Tujuan menulis Unsur cerpen
bahasa penggunaan
media film
Kelebihan dan
Gorys Keraf, Manfaat
Ciri-ciri cerpen kekurangan
2009 menulis
media film
6. Kerangka Berpikir
Keterampilan menulis seringkali dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, hal ini
mengakibatkan rendahnya minat siswa dalam pembelajaran menulis padahal pada
jenjang sekolah menengah atas atau SMA, banyak materi pembelajaran yang
membutuhkan keterampilan menulis. Bukan hanya itu, keterampilan menulis juga
dibutuhkan di hampir semua jenis pekerjaan, hal ini menjadi alasan besar untuk
mengharuskan murid memiliki keterampilan menulis. Penggunaan media film
sebagai media pembelajaran diharapkan bisa menjadi dorongan awal untuk
memancing partisipasi siswa dalam kegiatan menulis, yaitu pada materi menulis
cerita pendek. Dalam keterampilan menulis, gaya Bahasa dapat membantu penulis
lebih mengeksplorasi secara lebih luas ide pikiran yang akan dituangkan dalam
sebuah tulisan. Adapun kerangka berpikir dapat dilihat pada bagian kerangka
berpikir berikut ini:
7. Hipotesis Penelitian
Dari pengertian diatas dapat diketahui, penggunaan hipotesis dalam penelitian karena
hipotesis sesungguhnya baru sekedar jawaban sementara terhadap hasil penelitian
yang akan dilakukan. dengan adanya hipotesis, penelitian menjadi lebih jelas arah
pengujiannya. Adapun hipotesis yang penulis gunakan adalah :
Ho : Tidak ada Pengaruh Gaya Bahasa dalam Film Pendek “Anak Lanang” Terhadap
Keterampilan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas Xi Ma Al-Khairiyah Tahun
Pelajaran 2021-2022
Ha : Terdapat Pengaruh Gaya Bahasa dalam Film Pendek “Anak Lanang” Terhadap
Keterampilan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas Xi Ma Al-Khairiyah Tahun
Pelajaran 2021-202
4. Mengamati
keadaan
5. Memilih dan
memanfaatkan
informan
6. Menyiapkan
instrument
penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi menyusun rancangan penelitian berupa pengajuan
identifikasi masalah, kemudian memilih lokasi penelitian, mengurus
perizinan (izin tempat pelaksanaan penelitian), obsevasi (mengamati
keadaan), menenukan objek penelitian (memilih dan memanfaatkan
informan), menyiapkan instrument penelitian (penyusunan kisi-kisi
instrumen dan instrument), dan serta konsultasi pada dosen
pembimbing.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini meliputi memahami dan memasuki lapangan (Pengambilan
data sesuai dengan instrumen yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya), dan aktif dalam kegiatan (pengumpulan data (uji coba
instrumen penelitian di luar populasi penelitian)).
3. Tahap Penyelesaian
Tahap ini meliputi analisis data (statistik deskriptif, uji normalitas,
korelasi product moment, dan koefisien determinasi (KD)) dan
penyusunan laporan penelitian (mengambil keputusan dan veifikasi).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kebutuhan analisa
dan pengkajian. Penelitian ini mencari jenis gaya bahasa dalam film pendek “Anak
Lanang” yang kemudian akan diimpelemntasikan dalam pembelajaran majas siswa. Maka
dari itu penelitian ini menggunakan Teknik pengumpulan data berupa simak dan catat
untuk mengumpulkan data gaya bahasa dalam film pendek “Anak Lanang”, dan angket
untuk pengumpulan data hasil test pembelajaran majas siswa. Pengumpulan data
dilakukan sejak penulis menentukan permasalahan yang sedang dikaji, teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah:
a. Simak
Metode yang dilakukan adalah dengan menyimak dialog-dialog yang dilakukan oleh
para tokoh dalam film pendek “Anak Lanang”
b. Catat
Setelah menyimak dialog-dialog yang ada dalam film, peneliti akan mencatat secara
keseluruhan kemudian menandai dialog yang mengandung gaya bahasa.
c. Angket
Metode angket atau kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian
pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti. Untuk
memperoleh data, angket disebarkan kepada responden (orang-orang yang menjawab
atas pertanyaan yg diajukan untuk kepentingan penelitian), terutama pada penelitian
survei. Angket akan digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah diberikan pembelajaran gaya bahasa dalam film pendek “Anak Lanang”,
anget ini berkaitan dengan keterampilan menulis cerita pendek.
Daftar Rujukan
Aji, Seno Bayu. 2012. Keefektifan media film pendek dalam pembelajaran menulis
cerpen siswa kelas X SMAN 1 wadaslintang kec. Wadadlintang kab. Wonosobo. Skripsi.
(daring). (emprints.uny.ac.id). diakses tanggal 27 Agustus 2022
Dewi, Eliana. 2019. Analisis Majas Perbandingan, Pertautan, Dan Pertentangan, Dalam
Novel Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 Karya Pidi Baiq. Skripsi. (daring).
(repository.usd.ac.id). diakses tanggal 7 september 2022
Hasanah. uswatun. 2020. Hubungan Antara Minat Baca dengan Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Siswa Kelas IV SD Inpres 1 Donggulu. Skripsi. (daring). (lib.fkipuntad.com).
diakses tanggal 27 Agustus 2022
Hermawan, Dani. Nurhayanti, Ranti. 2020. Pengaruh Teknik Reka Cerita Gambar
terhadap Pembelajaran Menulis Cerita Fantasi. Jurnal. (daring). (ejournal.unibba.ac.id).
diakses tanggal 27 Agustus 2022