Anda di halaman 1dari 60

SELEKSI TANAMAN F1 JERUK (Citrus sp.

) PADA
FASE PEMBIBITAN

Oleh :
IRSYADUL IBAD

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2009
SELEKSI TANAMAN F1 JERUK (Citrus sp.) PADA
FASE PEMBIBITAN

Oleh :
IRSYADUL IBAD
0210470035-47

SKRIPSI
Disampaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2009
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : SELEKSI TANAMAN F1 JERUK (Citrus sp.)


PADA FASE PEMBIBITAN

Nama : Irsyadul Ibad

NIM : 0210470035 – 47

Jurusan : Budidaya Pertanian

Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Pertama Kedua

Ir. Respatijarti., MS. Chaireni Martasari SP. MSi.


NIP. 130 935 099 NIP. 080 132 745

Ketua Jurusan

Dr.Ir. Agus Suryanto. MS


NIP. 130 935 809

Tanggal Persetujuan :
LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan

MAJELIS PENGUJI

Prof. Dr. Ir. Kuswanto. MS Ir. Respatijarti. MS


Penguji Utama Penguji Kedua

Chaireni Martasari. SP. MSi Dr. Ir. Nurul Aini. MS


Penguji Ketiga Penguji Keempat

Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1983 di Malang dari ayah bernama
H. Musthofa dan ibu bernama Jannatul Ma’wa.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di MI Bustanul Ulum
tahun ajaran 1996/1997, lulus MTs Hasyim Asyari tahun ajaran 1998/1999,
menyelesaikan studi di Madrasah Aliyah Negeri Malang II tahun ajaran
2001/2002 dan diterima di Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian pada tahun
2002 melalui jalur PSB.
Ringkasan

Irsyadul Ibad. 0210470035-47. Seleksi Tanaman F1 Jeruk ( Citrus sp.) Pada


Fase Pembibitan. Di bawah bimbingan Ir. Respatijarti, MS dan Chaireni
Martasari, SP.MSi

Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat


prioritas untuk dikembangkan karena usaha tani jeruk memberikan keuntungan
maksimal bagi petani. Pada saat ini pertanaman jeruk rakyat didominasi oleh jeruk
siam. Kelebihan jeruk siam ini antara lain masa panen jeruk yang cepat,
produktivitas cukup tinggi, morfologi pohon jeruk yang rendah, serta kemampuan
adaptasi yang luas. Kelemahan jeruk siam ini adalah kulit buah yang kurang
menarik, keeratan epicarp pada mesocarp yang cukup erat sehingga menghambat
pada waktu pengelupasan serta umumnya berbiji banyak, akibatnya ketika panen
harganya rendah.
Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kualitas jeruk siam ini yakni
dengan mengadakan persilangan. Tetua yang dipilih pada kegiatan persilangan ini
adalah jeruk keprok Satsuma. Jeruk keprok Satsuma ini memiliki beberapa sifat
unggul pada buahnya seperti kulit buah yang bagus, ukuran buah yang besar, tidak
berbiji dan mempunyai rasa yang enak.
Untuk mengetahui keberhasilan dari suatu kegiatan persilangan salah
satunya dengan menyeleksi tanaman F1 nya. Seleksi untuk suatu sifat dari hasil
persilangan merupakan langkah awal untuk mendapatkan varietas-varietas baru
yang unggul.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan individu tanaman F1 yang
memiliki vigoritas tinggi, juvenilitas rendah, sifat morfologi yang lebih dekat
dengan tetua betina pada fase pembibitan, serta untuk mengetahui adanya variasi
jumlah stomata pada individu-individu tanaman F1. Hipotesis yang diajukan
adalah diduga terdapat individu-individu tanaman F1 jeruk yang memiliki
vigoritas tinggi, juvenilitas rendah, sifat morfologi yang lebih dekat dengan tetua
betina pada fase pembibitan, dan diduga terdapat variasi jumlah stomata pada
individu-individu tanaman F1.
Penelitian ini dilaksanakan di Screen House dan Laboratorium Pemuliaan
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropik Tlekung. Penelitian dimulai
bulan Desember 2007 sampai Juni 2008. Alat yang digunakan pada penelitian ini
antara lain : jangka sorong, meteran, naungan plastik, label, kamera, zoom stereo
microscop, pinset, cawan petri, pipet. Bahan yang digunakan adalah 4 populasi
jeruk hasil persilangan yaitu Jeruk Siam Madu x Keprok Satsuma, Jeruk Siam
Banjar x Kerprok Satsuma, Jeruk Siam Pontianak x Keprok Satsuma, Jeruk Siam
Mamuju x keprok Satsuma, dan 5 tetua sebagai kontrol yakni Jeruk Siam Madu,
Siam Banjar, Siam Pontianak, Siam Mamuju, Keprok Satsuma, selain itu juga
digunakan pupuk urea, kuteks, Antracol, Decis.
Pelaksanaan penelitian ini berupa pengamatan populasi jeruk hasil
persilangan yang telah di minigrafting. Selain itu juga dilakukan kegiatan
pemeliharaan atau perawatan tanaman secara intensif, adapun bentuk perawatan
tanaman tersebut meliputi: penyiraman, pemupukan, serta pengendalian hama dan
penyakit tanaman.
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara seleksi individu pada 4 populasi
jeruk hasil persilangan. Adapun variable pengamatan antara lain : Vigoritas
meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, diameter batang,
Juvenilitas yakni ada tidaknya duri dengan mengukur jumlah duri perpohon,
Kemiripan morfologi dengan tetua betina meliputi bentuk daun, tipe daun,
permukaan daun berdasarkan diskriptor list dari IPGRI, Sitogenetika meliputi
kerapatan stomata. Data pengamatan morfologi dianalisis dengan menggunakan
analisa deskriptif, sedangkan untuk pengamatan stomata data dianalisis dengan
menggunakan uji t pada taraf 5%.
Dari hasil penelitian diketahui terdapat perbedaan yang nyata pada
pengamatan vigoritas antara populasi tanaman F1 dengan tanaman tetuanya. Hasil
pengamatan vigoritas (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang dan
lebar daun) rata-rata populasi tanaman F1 (hibrida) yang diamati menunjukkan
hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan tetua persilangannya. Pada
penelitian ini parameter jumlah duri/pohon tidak dapat digunakan sebagai salah
satu kriteria seleksi pada populasi tanaman F1 jeruk pada fase pembibitan.
Sebagian besar individu-individu pada populasi tanaman F1 menunjukkan karakter
morfologi yang mirip dengan masing-masing tanaman tetua betinanya (Siam
Banjar, Siam Madu, Siam Mamuju dan Siam Pontianak). Terdapat penambahan
maupun pengurangan jumlah kerapatan stomata pada tiap individu-individu
tanaman F1 yang diamati terhadap masing-masing tanaman tetuanya. Seleksi
tanaman F1 jeruk hasil persilangan pada fase pembibitan ini diperoleh yakni 15
individu untuk populasi P1V1 (Siam Banjar x K. Satsuma), 16 individu untuk
populasi P2V1 (Siam Madu x K. Satsuma), 27 individu untuk populasi P4V1
(Siam Mamuju x K. Satsuma) dan 27 individu untuk populasi P6V2 (Siam
Pontianak x K. Satsuma).
Summary

Irsyadul Ibad. 0210470035-47. Selection of F1 Orange Plants (Citrus sp.) in


Seeding Phase. Under Supervision Ir. Respatijarti, MS and Chaireni
Martasari, SP.MSi

Citrus is one of horticultural commodities which have priority to be


developed for the agricultural efforts on this plant contribute maximum benefits
for farmers. At this day the orange plantation is dominated by species of siam.
The advantages of this species are harvesting period is quickly, higher
productivity, a moderate morphological level, widely adaptable. The weaknesses
of this species are uninteresting outside layer or the peel, and containing many
seeds, resulting in lower price on harvesting.
The method is by using crossing. The parent chosen in this experiment is
Satsuma orange. Satsuma orange has qualifications such as goods peel color, the
size is big, seedless and delicious.
In order to find out the succeed of crossing activity is by selecting the F1
plants. Selection on the nature of crossing output is the beginning step to get new
superior varieties.
The objectives of the research are to find out the individual of F1 plant
which own the qualities of high vigority, less juvenility, the similarity of
morphology with the female parent on seedling phase and also to know the
variation number of stomata at crop individuals of F1. Hypothesis of the research
is suspected that the individuals of F1 citrus plants own high vigority, less
juvenility, and the morphological similarity with the female parent in seedling
phase and estimated that variation number of stomata at crop individuals of F1.
A research was conducted at Screen House and plant breeding laboratory
Balit Jestro Tlekung, from Desember 2007 to June 2008. Tools use in this
research such as: sliding phase, unit of metrical device, plastics covering, label,
cameras, zoom stereo microscope, pincers, petrical cup, pipette. Material use in
this research are 4 populations of crossing plant product such as Siam Madu x
Satsuma Orange, Siam Banjar x Satsuma Orange, Siam Pontianak x Satsuma
Orange, Siam Mamuju x Satsuma Orange, and five heads as controls such Siam
Madu, Siam Banjar, Siam Pontianak, siam Mamuju, Satsuma, and fertilizers such
as urea-based fertilizer, coutext, antracol, decis.
The implementations of the research are in the form of observation of the
populations of citrus crossing outcome which has been minigrafting. Besides, the
researcher establises and maintain the culture intensively, the maintaining process
of plants such as : watering, fertilizing, and controlling plant disease and pest.
This research is done be selecting of individual out of 4 population of
citrus crossing results. The variables of the research are : vigority on the height of
plants, number of leaves, length and width of leaves, diameters of stems,
Juvenility : whether or not thorn by couting thorns per knuckle, the morphological
similarity among female heads consisting of the shape of the leaves, types of
leaves, the surface of leaves based on descriptor list provided by IPGRI,
Sitogenetics consists of stomata density. Morphological observation data is
analyzed by an analysis of desriptive, whereas the stomata observation data is
analyzed by t-test at level 5%.
Research result showed that there were different at vigority observation
between crop populations of F1 with parent. The result of vigority observation (the
height of plants, number of leaves, length and width of leaves, diameters of stems)
showed crop population of F1 have mean better than parent. In this research
parameter of couting thorns per knuckle cannot be used as one criteria of
selection. The most individuals at crop population of F1 showed the
morphological similarity with the female head (Siam Banjar, Siam Madu, Siam
Mamuju and Siam Pontianak). There are addition and also reduction of stomata
density at every crop individuals of F1 than parent. Selection of F1 orange plants
in seeding phase, 15 individuals of F1 plants (P1V1) were obtained, 16 individuals
of F1 plants (P2V1) were obtained, 27 individuals of F1 plants (P4V1) were
obtained and 27 individuals of F1 plants (P6V2) were obtained.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan


rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Seleksi Tanaman F1 Jeruk (Citrus sp.) Pada Fase Pembibitan”.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penyusun sampaikan kepada :
1. Ir. Respatijarti. MS. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan.
2. Chaireni Martasari SP. MSi. selaku dosen pembimbing kedua, yang juga telah
banyak memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan, dan saran.
3. Pihak Balit Jestro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti kegiatan penelitian.
4. Kedua oranng tua yang tidak henti-hentinya memberikan semangat serta
doanya.
5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas segala
informasi dan dukungan yang telah diberikan.
Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca dan rekan-rekan semua demi kesempurnaan skripsi ini, sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Malang, Juni 2009

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.3 Hipotesis .......................................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Klasifikasi Jeruk Siam .................................................................................... 3
2.2 Morfologi Jeruk Siam ...................................................................................... 3
2.3 Pewarisan Sifat Tanaman F1 ........................................................................... 4
2.4 Penyelamatan Embrio ...................................................................................... 6
2.5 Seleksi .............................................................................................................. 8

III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu .......................................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 10
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................... 11
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................... 11
3.5 Pelaksanaan Seleksi ......................................................................................... 11
3.5 Pengamatan ..................................................................................................... 12
3.6 Analisis Data ................................................................................................... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil .................................................................................................................. 14
4.2 Pembahasan....................................................................................................... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 35
5.2 Saran.................................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Teks

1. Data Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, Panajang


Dan Lebar Daun, Jumlah Duri/Pohon, Jumlah Stomata Populasi
Siam Banjar x Satsuama (P1V1).......................................................... 15
2. Data Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, Panajang
Dan Lebar Daun, Jumlah Duri/Pohon, Jumlah Stomata Populasi
Siam Madu x Satsuama (P2V1) ........................................................... 18
3. Data Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, Panajang
Dan Lebar Daun, Jumlah Duri/Pohon, Jumlah Stomata Populasi
Siam Mamuju x Satsuama (P4V1)....................................................... 21
4. Data Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Diameter Batang, Panajang
Dan Lebar Daun, Jumlah Duri/Pohon, Jumlah Stomata Populasi
Siam Pontianak x Satsuama (P6V2) .................................................... 22
5. Individu-individu Terseleksi Pada Tiap Populasi Tanaman F1 ........... 36

Lampiran

1. Data Karakterisasi Daun Populasi Tanaman Tetua..............................42


2. Data Karakterisasi Daun Populasi Tanaman P1V1..............................43
3. Data Karakterisasi Daun Populasi Tanaman P2V1..............................44
4. Data Karakterisasi Daun Populasi Tanaman P4V1..............................45
5. Data Karakterisasi Daun Populasi Tanaman P6V2..............................46
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Lampiran

1. Denah Percobaan.................................................................................. 39
2. Deskriptor List Tanaman Jeruk............................................................ 40
3. Gambar Daun Populasi Tanaman P1V1 .............................................. 47
4. Gambar Daun Populasi Tanaman P2V1 .............................................. 48
5. Gambar Daun Populasi Tanaman P4V1 .............................................. 49
6. Gambar Daun Populasi Tanaman P6V2 .............................................. 50
7. Gambar Daun Tanaman Tetua (Siam Banjar)...................................... 51
8. Gambar Daun Tanaman Tetua (Siam Madu) ....................................... 51
9. Gambar Daun Tanaman Tetua (Siam Mamuju)................................... 51
10. Gambar Daun Tanaman Tetua (Siam Pontianak) ................................ 52
11. Gambar Daun Tanaman Tetua (Satsuma) ............................................ 52
12. Populasi Tanaman F1 dengan Tanaman Tetua ..................................... 53
13. Stomata Jeruk Populasi Tanaman F1 dan Tanaman Tetua ................... 55
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat


prioritas untuk dikembangkan karena usaha tani jeruk memberikan keuntungan
maksimal bagi petani. Sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi,
sudah selayaknya pengembangan jeruk ini mendapat perhatian yang besar,
mengingat kontribusinya yang besar pada perekonomian nasional.
Saat ini umumnya para petani menanam jeruk siam. Ada beberapa
kelebihan yang menyebabkan petani cenderung menanam jeruk siam antara lain
bentuk morfologi pohon jeruk yang tidak tinggi, cepat berbuah (rata-rata umur 2.5
th sudah dapat berbuah), serta kemampuan adaptasi yang luas. Tetapi jeruk siam
ini mempunyai beberapa kekurangan pada buahnya seperti kulit buah yang kurang
menarik, keeratan epicarp pada mesocarp yang cukup tinggi sehingga dapat
menghambat dalam pengelupasan serta umumnya berbiji banyak (Poerwanto,
2004).
Adapun upaya untuk meningkatkan kualitas jeruk siam ini dapat melalui
persilangan atau fusi protoplas. Pada kegiatan ini persilangan 1 arah yang dipilih
untuk meningkatkan kualitas jeruk siam tersebut. Kegiatan persilangan merupakan
salah satu usaha untuk meningkatkan keragaman genetik dan menggabungkan
sifat-sifat yang ada pada masing-masing tetua. Adapun tetua yang dipilih pada
kegiatan persilangan ini adalah jeruk keprok Satsuma. Jeruk keprok Satsuma ini
memiliki beberapa sifat unggul pada buahnya seperti warna kulit buah yang
menarik (kuning-orange), ukuran buah yang besar, tidak berbiji dan mempunyai
rasa yang enak.
Untuk mengetahui keberhasilan dari suatu kegiatan persilangan salah
satunya dengan menyeleksi tanaman F1 nya. Seleksi untuk suatu sifat dari hasil
persilangan merupakan langkah awal untuk mendapatkan varietas-varietas baru
yang unggul (Poespodarsono, 1998). Dasar pemilihan dalam seleksi adalah
penampilan fenotip, dengan harapan genotip-genotip yang terkandung didalamnya
merupakan genotip yang unggul. Seleksi berdasarkan tanaman tunggal merupakan
seleksi awal dimana evaluasi dalam melaksanakan seleksi dilakukan terhadap
setiap individu tanaman (Basuki, 1992). Pada tahap seleksi pemilihan tanaman
secara individual dilakukan dengan cara memilih tanaman terbaik.
Kegiatan seleksi pada fase pembibitan ini merupakan tahap awal dari
rangkaian penelitian panjang. Adapun kegiatan penelitian tersebut antara lain
melihat kemiripan F1 dengan tetua (fase pembibitan, fase vegetatif dewasa, fase
generatif), memisahkan bibit yang memiliki vigor rendah, membedakan zigotik
dan nuselus. Dari hasil seleksi pada fase pembibitan ini individu-individu yang
terseleksi (tanaman F1) nantinya akan disilangkan kembali dengan tetua
betinanya, dimana tanaman F1 dari backcross tersebut diharapkan 80 % mirip
jeruk siam. Dengan demikian seleksi pada fase pembibitan sangat perlu dan akan
menguntungkan bila dapat diterapkan semenjak tanaman masih muda, dengan
demikian waktu, tenaga dan biaya dapat diperkecil. Seleksi pada fase pembibitan
dilakukan untuk mendapatkan individu-individu tanaman F1 jeruk yang memiliki
tingkat vigoritas tinggi, juvenilitas rendah serta kemiripan morfologi dengan tetua
betina ( dalam hal ini jeruk siam).

1.2 Tujuan
1. Untuk mendapatkan individu tanaman F1 yang memiliki vigoritas tinggi,
juvenilitas rendah, sifat morfologi yang lebih dekat dengan tetua betina
pada fase pembibitan.
2. Untuk mengetahui adanya variasi jumlah stomata pada individu-individu
tanaman F1
1.3 Hipotesis
1. Terdapat individu tanaman F1 jeruk yang memiliki vigoritas tinggi,
juvenilitas rendah, serta sifat morfologi yang lebih dekat dengan tetua
betina pada fase pembibitan.
2. Terdapat variasi jumlah stomata pada individu-individu tanaman F1 yang
diamati.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jeruk Siam


Jeruk siam hanya merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies dan
varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Bisa di bayangkan famili
Rutaceae saja memiliki anggota tidak kurang dari 1300 spesies. Para ahli botani
mengelompokkan semua anggota famili ini ke dalam 7 subfamili Aurantiodae
yang beranggotakan sekitar 33 genus. Subfamili ini masih di bagi-bagi lagi dalam
beberapa kelompok tribe dan subtribe. Jeruk tergolong dalam rumpun citriae dan
subtribe citriae. Dari subtribe inilah berbagai jenis anggota tanaman jeruk berasal,
termasuk didalamnya jeruk siam. Setiawan, Iwan dan Trisnawati (2003)
menjelaskan bahwa jeruk siam termasuk dalam famili Rutales, dengan genus
Citrus, subgenus Eucitrus. Jeruk siam ini memiliki nama spesies Citrus nobilis
Lour.
2.2 Morfologi Jeruk Siam
Umumnya batang pohon jeruk siam yang dibudidayakan secara komersial
mempunyai tinggi antara 2,5 – 3 m. pohon tersebut biasanya berasal dari
cangkokan atau okulasi. Untuk pohon yang berasal dari okulasi tingginya
ditentukan oleh penggunaan batang bawahnya. Pohon jeruk siam yang
menggunakan batang bawah JC (Japanese citroen) biasanya memiliki tinggi
sekitar 275,2 cm, lingkaran batang 16.8 cm dan lebar tajuk sekitar 197,5 / 207,5
cm (dua arah). Sedangkan yang menggunakan batang bawah RL (Rough lemon)
biasanya memiliki tinggi sekitar 267,5 cm, lingkaran batang 31,9 cm dan lebar
tajuk 217,5 / 217,5 (dua arah). Kebanyakan varietas jeruk siam memiliki bentuk
dan ukuran daun yang bisa dibedakan dari jenis jeruk lainnya. Bentuk daunnya
oval dan berukuran sedikit lebih besar dari jeruk keprok garut. Ukuran daunnya
sekitar 7,5 cm x 3,9 cm dan memiliki sayap daun kecil yang berukuran sekitar 0,8
cm x 0,2 cm. Ujung daunnya agak terbelah, sedangkan bagian pangkalnya
meruncing. Urat daunnya menyebar sekitar 0,1 cm dari tepi daun. Antara batang
dengan daun dihubungkan oleh tangkai daun dengan panjang sekitar 1,3 cm.
Sekitar bulan September – November biasanya tanaman jeruk mulai
berbunga. Bentuk dan warna bunganya cukup menarik. Ukurannya yang kecil
mungil dengan warna putih segar seperti bunga melati dapat menarik kumbang
untuk melakukan penyerbukan. Setelah terjadi penyerbukan muncul buahnya yang
lebat. Berbeda dengan jeruk garut yang agak gopeng, bentuk jeruk siam ini lebih
bulat. Ukuran buahnya juga lebih kecil jika dibandingkan jeruk garut. Ukuran
idealnya sekitar 5,5 cm x 5,9 cm.
Jeruk siam mempunyai ciri khas : kulit buahnya tipis (sekitar 2 mm),
permukaanya halus, licin mengkilap dan menempel lekat pada daging buahnya.
Dasar buahnya berleher pendek dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya
pendek dengan panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2,6 mm. Biji buahnya
berbentuk ovoid, warnanya putih kekuningan dengan ukuran sekitar 0,9 cm x 0,6
cm, dan jumlah biji per buahnya sekitar 20 biji. Daging buahnya lunak dengan
rasa manis dan harum. Lebih menarik lagi, produksi buahnya cukup lebat dengan
berat per buah sekitar 75,6 gr. Satu pohon rata-rata dapat menghasilkan sekitar 7,3
kg buah. Biasanya sudah dapat dipanen pada bulan Mei – Agustus ( Setiawan et
al, 2003).
2.3 Pewarisan Sifat Tanaman F1
Kegiatan persilangan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
keragaman genetik dan menggabungkan sifat-sifat yang ada pada masing-masing
tetua. Poespodarsono (1988) menjelaskan bahwa keragaman bisa ditingkatkan
dengan adanya modifikasi akibat tanaman berada di lingkungan baru beradaptasi,
atau dengan manipulasi dari manusia seperti persilangan buatan dan mutasi
buatan.
Dalam program pemuliaan tanaman persilangan antarspesies memainkan
peranan penting. Teknik ini digunakan jika keragaman genetik yang diinginkan
tidak ditemukan pada spesies yang dibudidayakan. Persilangan antarspesies dapat
memfasilitasi introgresi gen antartaksa (Song, Kang, dan Peffley, 1997).
Persilangan antarspesies juga memungkinkan untuk mendapatkan hibrida dengan
variasi yang tinggi, seperti adanya mutasi serta perluasan adaptasi baik terhadap
lingkungan abiotik maupun biotik atau memperoleh individu dengan kombinasi
karakter yang baru. Dengan melalui kegiatan persilangan akan diperoleh suatu
populasi yang memisah untuk sifat-sifat yang diinginkan, yang karenanya akan
diperoleh keragaman genetik baik untuk sifat kualitatif maupun kuantitatif sebagai
akibat terbentuknya rekombinasi gen-gen baru (Allard, 1960).
Sifat kualitatif umumnya dikendalikan oleh sedikit gen yang mempunyai
peranan utama (major gene) dan dicirikan oleh : sebaran fenotip yang diskontinu,
pengaruhnya secara individu mudah dikenali, cara pewarisannya sederhana, tidak
atau sedikit dipengaruhi oleh lingkungan dan penyidikan pengaruh gen demi gen
dapat dilakukan dengan genetika Mendel. Sebaliknya pada sifat kuantitatif yang
dikendalikan oleh banyak gen, masing-masing gen berpengaruh kecil terhadap
ekspresi sifat (minor gene) dan dicirikan oleh : sebaran kelas kontinu, peran gen
tidak jelas, pengaruhnya secara individu sukar diidentifikasi, dan pewarisan sifat
tidak dapat ditunjukkan dengan sidik gen seperti pada genetika Mendel tetapi
dapat didekati dengan metode statistika berdasarkan pendugaan nilai tengah,
ragam dan peragam populasi (Kasno, 1990).
Menurut Crowder (1997) sifat pada tanaman banyak diatur oleh satu gen.
Gen-gen dalam individu diploid berupa pasangan-pasangan allele dan masing-
masing tetua mewariskan satu allele dari pasangan gen tadi kepada keturunannya.
Pewarisan sifat yang dapat dikenal dari keturunannya secara genetik ini disebut
hereditas. Hukum pewarisan ini mengikuti pola yang teratur dan terulang dari
generasi ke generasi. Gen-gen yang mengendalikan sifat ini ada yang dominan
dan ada yang resesif. Galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (allele
AA) maupun sifat-sifat resesif (allele aa) dari suatu karakter tertentu. Bila suatu
karakter disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam allele (Aa). Tetapi
menampakkan sifat dominan (apabila dominan lengkap). Individu-individu
heterozigot pada F1 tadi menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai
allele dominan A dan setengahnya memiliki allele resesif a.
Persilangan antarspesies umumnya menghasilkan tanaman F1 yang fertile
parsial hingga steril penuh atau murni, karena genom berasal dari tetua yang
berbeda, sehingga ketika pembelahan sel meiosis terjadi pembentukan multivalen
(Poespodarsono, 1988). Akibatnya gamet yang terbentuk memiliki kromosom
yang khimera (Hansen dan Andersen, 1998).

2.4 Penyelamatan Embrio (Embrio rescue)


Banyak silangan F1 yang berharga kehilangan hasil karena embrionya
gugur dan tidak terbentuk biji untuk seleksi selanjutnya. Hal tersebut disebabkan
sifat inkompatibilitas seksual yang terjadi antara silangan berkerabat jauh dan
silangan antar genera. Inkompatibilitas ini menyebabkan ketidaksempurnaan
pembentukan endosperm, meski pembentukan embrionya sempurna, sehingga
endosperm gagal dalam mensuplai nutrisi dan embrio gugur. Pada tanaman jeruk
inkompatibilitas yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya embrio abortus
(Viloria dan Brancho, 2005). Embrio ini dapat diselamatkan dengan memelihara
embrio tersebut pada media aseptik untuk menggantikan fungsi endosperm
(Watimena, 1992).
Kultur embrio merupakan salah satu teknologi somaklonal yang
diaplikasikan paling awal dalam pemuliaan tanaman dan telah digunakan dalam
sejumlah keadaan untuk memperoleh hibrida intergenerik atau interspesifik.
Dengan kultur embrio, suatu embrio dipisahkan dari biji yang sedang berkembang
beberapa hari setelah pembuahan dan pembiakan dalam medium cair atau padat
dalam lingkungan terkendali untuk menghasilkan bibit tanaman yang dapat
menghasilkan tanaman dewasa (Nasir, 2002).
Dengan kultur embrio pemuliaan tanaman jeruk melalui persilangan dapat
dipercepat, karena tidak perlu menunggu buah jeruk hasil penyerbukan silang tua,
tetapi dengan menggunakan buah yang masih muda, yaitu pada umur 10-14
minggu, disamping itu tidak lagi diperlukan kegiatan seleksi tanaman nuselar,
karena pada umur tersebut jaringan nuselus masih belum membentuk embrio
(Sutanto dan Purnomo, 2004).
Budidaya meristem atau embrio bertujuan untuk menumbuhkan kalus dari
eksplan yang ditanam. Menurut Santoso dan Nursandi (2002), secara in vitro
kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi bagian yang
berbeda menunjukkan kecepatan inisiasi dan pertumbuhan kalus yang berbeda
pula. Bagian tanaman yang masih aktif membelah atau potensial aktif membelah
seperti hipokotil, kotiledon, embrio muda, batang muda, daun muda merupakan
bagian yang mudah menghasilkan kalus.
Secara ideal semua tanaman yang diregenerasikan dari sel atau jaringan
harus identik dengan tetuanya. Namun keterlibatan berbagai proses regenerasi
tanaman dapat mengganggu stabilitas genetik sel-sel tersebut. Dalam kultur in
vitro adanya tekanan hormonal telah diketahui bisa merangsang adanya
keragaman genetik sel-sel somatik pada banyak spesies.
Santoso dan Nursandi (2002), menjelaskan variasi genetik yang paling
umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel, hal tersebut terjadi karena
munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau
hormon. Instabilitas kromosom tersebut dapat menyangkut perubahan jumlah
ataupun struktur kromosomnya.
Melalui kultur in vitro khususnya kultur kalus, sel dan protoplast dapat
menyebabkan ketidakstabilan kromosom di dalam sel, hanya sedikit spesies yang
diklonkan melalui kultur kalus tanpa mengalami perubahan kromosom, terutama
bila aktifitas subkultur dilakukan berulang-ulang untuk waktu yang panjang.
Watimena (1992) menjelaskan bahwa keragaman genetik dapat dicapai melalui
fase tak berdiferensiasi yang relatif panjang.
Beberapa hasil penelitian, telah banyak diketahui keberhasilan dari teknik
ini. Hasil penelitian pada tanaman jeruk diketahui metode embrio rescue dapat
digunakan untuk menyelamatkan embrio zigotik dari persilangan jeruk siam
dengan keprok dan antar-pamelo dengan tingkat keberhasilan tinggi. Dari hasil
peneltian juga diketahui bahwa tingkat kematangan dan fase tumbuh embrio
mempengaruhi hasil embrio rescue, pengambilan embrio setelah fase torpedo
pada persilangan Siam Banjar dengan Keprok Satsuma, Siam Madu dengan
Satsuma dan Pamelo Nambangan dengan Pamelo Magetan lebih cepat dalam
menghasilkan plantlet dengan efisiensi waktu hingga 50% (Agisimanto, et al,
2007).
2.5 Seleksi
Seleksi tanaman merupakan salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman
yaitu dengan memilih salah satu atau beberapa sifat dari suatu populasi yang telah
ada. Seleksi berdasarkan tanaman tunggal merupakan seleksi awal dimana
evaluasi dalam melaksanakan seleksi dilakukan terhadap setiap individu tanaman
(Basuki, 1992). Dasar pemilihan dalam seleksi adalah penampilan fenotip, dengan
harapan genotip – genotip yang terkandung didalamnya merupakan genotip yang
unggul.
Dalam pemuliaan tanaman persilangan antarspesies memiliki peran yang
sangat penting. Dengan persilangan antarspesies memungkinkan untuk
mendapatkan hibrida dengan variasi yang tinggi, misal adanya mutasi serta
perluasan adaptasi baik terhadap lingkungan abiotik maupun biotik, diperoleh
individu tanaman yang memiliki sifat tahan terhadap hama dan penyakit atau
memperoleh individu-individu dengan kombinasi karakter yang baru. Adanya
variasi yang tinggi dalam persilangan antarspesies memberikan peluang yang
besar untuk dilakukan seleksi.
Keragaman genetik juga dapat diperoleh melalui kultur in vitro salah
satunya dengan melalui kultur embrio. Kultur embrio merupakan salah satu
teknologi somaklonal yang diaplikasi paling awal dalam pemuliaan tanaman dan
telah digunakan dalam sejumlah keadaan untuk memperoleh hibrida intergenerik
atau interspesifik. Varisai genetik yang dihasilkan melalui kultur in vitro termasuk
variasi atau keragaman somaklonal. Menurut Wattimena (1992) keragaman
somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang
terjadi didalam kultur jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel –
sel bermutasi maupun adanya polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik
yang terjadi didalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah
kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma (Evans dan Sharp 1986;
Ahlowalia 1986). Dengan demikian, dari kultur jaringan dapat diseleksi genotipe
yang berguna bagi pemuliaan tanaman.
Seleksi suatu sifat akan menghasilkan sifat-sifat yang berkolerasi positif
dengan sifat yang diseleksi. Seleksi bisa didasarkan pada fenotip individu tanaman
atau pada rata-rata fenotip famili (Zuraida, Mirantyorini dan Dimyati, 1994).
Kegiatan seleksi pada fase pembibitan ini ditujukan untuk mendapatkan individu-
individu tanaman F1 jeruk yang memiliki sifat-sifat morfologi seperti pada jeruk
siam ( dalam hal ini jeruk siam bertindak sebagai tetua betina ), disamping juga
untuk mendapatkan individu-individu yang memiliki tingkat vigoritas tinggi serta
juvenilitas rendah.
III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Screen House dan Laboratorium Pemuliaan
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropik Tlekung, Batu dengan
ketinggian tempat 950 m dpl, suhu rata-rata harian antara 18 C - 30 C.
Penelitian dimulai bulan Desember 2007 sampai Juni 2008 .

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : jangka sorong,
meteran, naungan plastik, label, kamera, zoom stereo microscop, pinset, cawan
petri, pipet.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah 4 populasi jeruk hasil persilangan yaitu :
a. Jeruk Siam Madu x Jeruk Keprok Satsuma
b. Jeruk Siam Banjar x Jeruk Keprok Satsuma
c. Jeruk Siam Pontianak x Jeruk Keprok Satsuma
d. Jeruk Siam Mamuju x Jeruk Keprok Satsuma
Sedangkan tetua yang digunakan sebagai kontrol yaitu
a. Jeruk Siam Madu d. Jeruk Siam Mamuju
b. Jeruk Siam Banjar e. Jeruk Keprok Satsuma
c. Jeruk Siam Pontianak

Selain itu juga digunakan :


1. Pupuk Urea
Digunakan untuk memberikan ketersediaan unsur hara bagi tanaman
serta sebagai bahan untuk memacu pertumbuhan tanaman.
2. Kuteks
Sebagai bahan atau alat bantu untuk pengamatan stomata yakni dengan
mengoleskan kuteks tersebut pada daun.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara seleksi individu pada 4 populasi
jeruk hasil persilangan.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini berupa pengamatan pada 4 populasi jeruk hasil
persilangan. Selain itu juga dilakukan kegiatan pemeliharaan atau perawatan
tanaman secara intensif, adapun bentuk perawatan tanaman tersebut meliputi:
penyiraman, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Untuk
kegiatan penyiraman dilaksanakan pada pagi hari dengan frekuensi 2-3 kali
seminggu atau sesuai kebutuhan agar tidak kering sehingga aktivitas tanaman
tidak terganggu. Pada kegiatan pemupukan, pupuk yang diberikan adalah urea
dengan dosis 2 gr/l air diberikan seminggu sekali. Pengendalian hama dan
penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan pestisida yang sesuai dengan
gejala yang menyerang, misalnya pengendalian penyakit dapat menggunakan
fungisida Antracol 70 WP berbahan aktif propireb dengan dosis 2 gr/l , sedangkan
pengendalian hama berupa ulat menggunakan Decis 2.5 EC berbahan aktif
deltametrin dengan dosis 2 cc/l.

3.5 Pelaksanaan Seleksi


Pelaksanaan seleksi individu pada penelitian ini yakni individu-individu
pada tiap populasi tanaman F1 diamati sesuai dengan variabel yang ingin diamati.
Untuk pengamatan vigoritas (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
panjang dan lebar daun) individu terpilih menunjukkan hasil lebih tinggi
dibandingkan tetuanya. Untuk pengamatan juvenilitas (jumlah duri/pohon)
individu terpilih menunjukkan hasil sama dengan atau lebih kecil dibandingkan
tanaman tetuanya. Untuk pengamatan morfologi daun individu-individu terpilih
menunjukkan kedekatan sifat morfologi daun terhadap tetua betinanya dan untuk
pengamatan jumlah stomata individu-individu terpilih menunjukkan jumlah
stomata berbeda nyata dalam uji t pada taraf 5%. Dari hasil pengamatan akan
diperoleh sejumlah individu terpilih sesuai dengan variabel yang diamati baik itu
vigoritas, juvenilitas, kedekatan sifat morfologi dengan tetua betinanya maupun
jumlah stomata. Individu-individu yang terpilih pada pengamatan vigoritas
kemudian dicocokkan dengan individu yang terpilih pada pengamatan juvenilitas,
kedekatan morfologi dengan tetua betina dan pengamatan jumlah stomata.
Individu-individu tanaman yang sama terpilih pada tiap variabel pengamatan
tersebut merupakan individu yang terseleksi.

3.6 Pengamatan
Pengamatan dilakukan satu bulan setelah minigrafting. Adapun variabel
pengamatan meliputi :
1. Vigoritas
a. Tinggi tanaman
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung tinggi tanaman dari
pangkal batang sampai titik tumbuh. Pengamatan ini dilakukan pada saat
tanaman berumur 3 bulan.
b. Jumlah daun
Dilakukan dengan menghitung seluruh daun yang ada dengan
kriteria daun telah membuka sempurna dan warnanya hijau, sedangkan
daun yang gugur tidak masuk dalam hitungan. Pengamatan ini dilakukan
pada saat tanaman berumur 3 bulan.
c. Panjang dan lebar daun
Pengamatan dilakukan dengan mengambil sample daun ke 4.
Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 3 bulan.
d. Diameter batang
Diameter batang ditentukan dengan mengukur diameter batang
planlet yang telah tersambung. Pengamatan ini dilakukan pada saat
tanaman berumur 3 bulan.
2. Juvenilitas
Yang diamati pada pengamatan juvenilitas adalah ada tidaknya duri,
dengan mengukur jumlah duri per pohon.
3. Kemiripan Morfologi dengan Tetua Betina
a. Bentuk daun
b. Tipe daun
c. Permukaan daun
Parameter di atas diamati berdasarkan descriptor list dari IPGRI dan diamati
ketika tanaman berumur 3 bulan. (Lampiran 2)
4. Sitogenetika
Jumlah stomata
Kerapatan stomata pada jeruk dilakukan dengan mengoleskan
kuteks pada bawah daun kemudian ditunggu hingga kering, selanjutnya
ditempelkan isolasi bening. Kuteks yang telah melekat pada permukaan
daun tersebut diambil kemudian diamati menggunakan mikroskop. Yang
diamati pada parameter pengamatan ini adalah jumlah stomata.

3.6 Analisa Data


Data pengamatan morfologi dianalisis dengan menggunakan analisa
deskriptif, sedangkan untuk pengamatan stomata data dianalisis dengan
menggunakan uji t pada taraf 5%.
Kerapatan stomata :
b=axy

dimana :
b = Jumlah kerapatan stomata
a = Jumlah kerapatan di mikroskop
y = Luas daun
= Luas bidang pandang miroskop ( 2.5 mm2)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Sebanyak 4 populasi jeruk hasil persilangan yang digunakan dalam
kegiatan seleksi pada fase pembibitan ini. Empat populasi jeruk hasil persilangan
tersebut antara lain Jeruk Siam Banjar x Keprok Satsuma (P1V1), Jeruk Siam
Madu x Keprok Satsuma (P2V1), Jeruk Siam Mamuju x Keprok Satsuma (P4V1)
dan Jeruk Siam Pontianak x Keprok Satsuma (P6V2), dimana masing-masing
populasi tersebut diwakili sebanyak 50 individu tanaman. Selain itu juga
digunakan 5 tetua sebagai Kontrol antara lain Jeruk Siam Banjar, Siam Madu,
Siam Mamuju, Siam Pontianak dan Keprok Satsuma yang masing-masing tetua
tersebut diwakili sebanyak 8 individu tanaman. Seluruh individu tanaman pada 4
populasi jeruk hasil persilangan tersebut merupakan tanaman F1. Seleksi tanaman
F1 pada fase pembibitan ini ditujukan untuk mendapatkan individu-individu yang
memiliki tingkat vigoritas tinggi, juvenilitas rendah, serta kemiripan dengan tetua
betina ( dalam hal ini Jeruk Siam bertindak sebagai tetua betina).
♦ Populasi Tanaman F1 Siam Banjar x Satsuma (P1V1)
Data hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
panjang dan lebar daun, jumlah duri/pohon, jumlah stomata populasi tanaman F1
Siam Banjar x Satsuma (P1V1) disajikan pada Tabel 1.
Sebaran data pada variabel pengamatan tinggi tanaman menunjukkan nilai
rata-rata papulasi tanaman F1 Siam Banjar x Satsuma yaitu 54,4 cm dengan
standar deviasi 13,82 dan memiliki nilai ragam sebesar 191,13. Rata-rata tinggi
tanaman tetua betina (Siam Banjar) sebagai kontrol yaitu 20,8 cm. Dari 50
individu pada populasi P1V1 yang diamati untuk pengamatan tinggi tanaman ini
terdapat 49 individu yang memiliki potensi tinggi tanaman melebihi tinggi
tanaman tetuanya.
Berdasarkan Tabel 1. diketahui sebaran data pada variable pengamatan
jumlah daun menunjukkan nilai rata-rata yaitu 31,66 dengan standar deviasi 7,5
dan memiliki nilai ragam sebesar 56,27. Rata-rata jumlah daun tanaman tetua
betina (Siam Banjar) sebagai kontrol yaitu 9. Dari hasil pengamatan individu-
individu pada populasi P1V1 menunjukkan banyaknya jumlah daun pada populasi
Tabel 1. Data tinggi tanaman (TT), jumlah daun (JD), diameter batang (DB), panjang
dan lebar daun (PD dan LD), jumlah duri/pohon (JDR), dan jumlah stomata
(JS) populasi Siam Banjar x Satsuma (P1V1)

No Tan TT JD DB PD LD JDR JS
1 63,4* 39* 0,575* 6,1 2,4 32 395,447*
2 47,4* 29* 0,425* 5,8 2,2 25 247,384*
3 64,8* 36* 0,375* 6,6* 2,5 29 310,348
4 69* 40* 0,55* 7,1* 3,2* 32 366,947
5 37,3* 24* 0,325* 5,5 2 18 348,506
6 63,5* 38* 0,55* 6,8* 2,4 35 354,148
7 66,2* 38* 0,475* 7,1* 3* 33 328,278
8 50* 26* 0,35* 7* 2,6 22 328,015
9 50* 30* 0,485* 6,2 2,4 28 216,85*
10 58,6* 35* 0,575* 5 1,6 32 356,006
11 70* 40* 0,525* 7* 2,9 34 374,134*
12 67,7* 40* 0,525* 7,3* 2,5 35 313,835
13 64,3* 37* 0,45* 6,7* 2,4 31 233,005*
14 75,8* 42* 0,55* 7* 2,8 37 346,788
15 65* 37* 0,575* 7,1* 2,6 33 314,507
16 57,3* 30* 0,51* 6,1 2,5 24 326,63
17 48,7* 25* 0,515* 7,1* 2,8 22 304,259
18 45,8* 27* 0,325* 5,5 2,4 18 191,174*
19 58* 34* 0,475* 6,7* 2,5 27 290,678*
20 70,8* 39* 0,55* 7,3* 2,8 33 374,854
21 61,2* 36* 0,55* 7,1* 2,8 34 344,235
22 62* 33* 0,575* 7,6* 2,8 29 239,047*
23 55* 32* 0,56* 7,5* 2,7 28 368,823
24 20,5 18* 0,22 3,6 1,6 1 204,28*
25 36,5* 22* 0,47* 7,7* 3* 19 399,618*
26 65* 40* 0,525* 4,4 1,8 35 400,421*
27 72,5* 38* 0,51* 6,3 2,4 34 437,275*
28 77,2* 41* 0,65* 7,4* 3,1* 35 435,819*
29 60* 36* 0,425* 7,1* 2,2 29 395,051
30 62* 36* 0,525* 7* 2,8 32 298,953
31 68* 37* 0,57* 7* 2,5 34 440,759*
32 34* 16* 0,475* 5,9 2,2 10 89,1363*
33 24,2* 13* 0,275 2,8 1,2 3 97,1667*
34 59,8* 36* 0,435* 6,8* 2,5 31 296,92
35 72* 42* 0,52* 7,2* 2,7 36 439,069*
36 40,5* 27* 0,525* 6,8* 2,5 20 277,185*
37 45,5* 28* 0,35* 5,1 2,2 18 453,517
38 41,8* 26* 0,45* 4,5 2,1 19 283,17*
39 40,3* 24* 0,475* 5,5 2,4 17 236,955*
40 58* 33* 0,525* 6,6* 2,8 30 355,051
41 61* 37* 0,616* 7,8* 3,1* 32 409,725*
42 42* 27* 0,415* 7,8* 3* 25 204,362*
43 46* 30* 0,415* 6,5 2,4 24 178,076*
44 27,2* 17* 0,375* 7,1* 2,6 14 221,985*
45 48,8* 30* 0,475* 6,9* 2,6 28 208,706*
46 60* 36* 0,525* 5,8 3* 30 2994,29*
47 34* 18* 0,325* 3,7 1,3 15 160,26*
48 39* 22* 0,475* 7* 2,6 18 271,381*
49 54,3* 31* 0,425* 6,7* 2,5 26 249,693*
50 58,4* 35* 0,525* 7* 2,3 32 327,675
Rerata Tetua
20,8 9 0,3 6,54 2,93 0 328,826
Betina
σ 2
191,13 56,27 0,08 1,26 0,19 70,77
σ 13,82 7,5 0,09 1,12 0,43 8,41
Keterangan :
* Individu-individu berpotensi diseleksi
tanaman tersebut melebihi rata-rata jumlah daun dari tetuanya. Hasil pengamatan
menunjukkan 50 individu pada populasi P1V1 memiliki potensi jumlah daun
melebihi rerata jumlah daun tetuanya.
Berdasarkan data pengamatan diameter batang (Tabel 1.) diketahui nilai
rata-rata diameter batang populasi tanaman P1V1 yaitu 0,477 cm dengan standar
deviasi 0,09 dan memiliki nilai ragam sebesar 0,08. Rata-rata diameter batang
tanaman tetua betina (Siam Banjar) yaitu 0,3 cm. Besaran diameter batang pada
populasi ini lebih besar dibandingkan rata-rata diameter batang tetuanya. Hasil
pengamatan diperoleh dari 50 individu pada populasi P1V1 yang diamati terdapat
48 individu yang memiliki potensi diameter batang lebih besar dari tetuanya.
Dari hasil pengamatan (Tabel 1.) diketahui rata-rata panjang daun pada
populasi ini sebesar 6,42 cm dengan standar deviasi 1,12 dan memiliki nilai ragam
sebesar 1,26. Rata-rata panjang daun tanaman tetua betina yaitu 6,54 cm,
sedangkan untuk pengamatan lebar daun menunjukkan nilai rata-rata pada
populasi P1V1 yaitu 2,48 cm dengan standar deviasi 0,43 dan ragam sebesar 0,19.
Rata-rata lebar daun tanaman tetua betina sebesar 2,93 cm. Dari hasil pengamatan
pada populasi P1V1 diperoleh 33 individu untuk pengamatan panjang daun dan 7
individu untuk pengamatan lebar daun yang berpotensi melebihi rata-rata panjang
dan lebar daun tetuanya.
Pada pengamatan jumlah duri/pohon individu-individu tanaman F1 yang
memiliki potensi untuk di seleksi adalah individu yang memiliki jumlah
duri/pohon sama dengan atau lebih kecil dibandingkan tanaman tetuanya. Dari
hasil pengamatan pada Tabel 1. diketahui tanaman tetua tidak menunjukkan
adanya duri/pohon, sebaliknya terdapat sejumlah duri/pohon pada individu-
individu populasi tanaman P1V1. Dari hasil pengamatan diketahui sebaran data
pada variable pengamatan jumlah duri/pohon menunjukkan nilai rata-rata yaitu
26,36 dengan standar deviasi 8,41 dan nilai ragam sebesar 70,77. dari hasil
pengamatan tidak diperoleh individu-individu pada populasi tanaman P1V1 yang
berpotensi di seleksi untuk pengamatan jumlah duri/pohon.
Tujuan dari karakterisasi pada daun adalah untuk mendapatkan individu-
individu dari tanaman F1 hasil persilangan yang memiliki sifat morfologi yang
lebih dekat dengan tetua betinanya. Hasil karakterisasi pada pengamatan daun
menunjukkan individu-individu pada tanaman P1V1 tidak menunjukkan adanya
perbedaan dengan tetua betinanya. Dari hasil karakterisasi daun pada populasi
tanaman tetua betina (Lampiran 3.) diperoleh bentuk daun sessile, bentuk helaian
daun elliptic, bentuk tepi daun sinuate, tipe daun tunggal, permukaan daun
berpori.
Hasil karakterisasi pada populasi tanaman P1V1 (Siam Banjar x K.
Satsuma) pada Lampiran 4. baik itu bentuk daun, bentuk helaian daun, bentuk tepi
daun, tipe daun, permukaan daun menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan
tanaman tetua betinanya (Siam Banjar). Untuk pengamatan bentuk tepi daun
terdapat beberapa individu pada populasi tanaman P1V1 yang menunjukkan
karakter berbeda yakni sejumlah 32 individu yang menunjukkan bentuk tepi daun
entire.
Hasil pengamatan karakter jumlah stomata dan analisis t pada tarat 5%
populasi tanaman F1 hasil persilangan antara Siam Banjar x Satsuma (P1V1)
disajikan pada Tabel 1. Dari hasil pengamatan tampak bahwa individu-individu
pada populasi tanaman F1 Siam Banjar x Satsuma (P1V1) untuk pengamatan
kerapatan stomata menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap populasi tanaman
tetuanya (Siam Banjar). Hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi kerapatan
stomata, hal ini terlihat dengan adanya 29 individu pada populasi ini yang
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tanaman tetuanya.
♦ Populasi Tanaman F1 Siam Madu x Satsuma (P2V1)
Data hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
panjang dan lebar daun, jumlah duri/pohon, jumlah stomata populasi tanaman F1
Siam Madu x Satsuma (P2V1) disajikan pada Tabel 2.
Sebaran data pada variabel pengamatan tinggi tanaman menunjukkan nilai
rata-rata papulasi tanaman F1 Siam Madu x Satsuma yaitu 45,30 cm dengan
standar deviasi 12,93 dan memiliki nilai ragam sebesar 167,3. Rata-rata tinggi
tanaman tetua betina (Siam Madu) sebagai kontrol yaitu 29,1 cm. Dari 50
individu pada populasi P2V1 yang diamati untuk pengamatan tinggi tanaman ini
Tabel 2. Data tinggi tanaman (TT), jumlah daun (JD), diameter batang (DB), panjang dan
lebar daun (PD dan LD), jumlah duri/pohon (JDR), dan jumlah stomata (JS)
populasi Siam Banjar x Satsuma (P2V1)

No Tan TT JD DB PD LD JDR JS
1 37,3* 27* 0,475* 5,5 2,3 17 252,779*
2 60,5* 33* 0,625* 6,8 2,7 27 295,176
3 41,5* 28* 0,525* 7,5* 2,8 21 314,484
4 62,4* 37* 0,65* 7,1 2 22 395,425*
5 44* 28* 0,515* 8,5* 3,4* 24 380,306*
6 32,5* 18* 0,475* 7,6* 3 14 219,797*
7 52,8* 31* 0,65* 7,2 2,7 26 315,875
8 35,5* 21* 0,425* 8,4* 3,2* 17 261,383
9 29 19* 0,45* 7,8* 3 12 202,149*
10 48,5* 36* 0,55* 8,3* 3,2* 25 356,309*
11 42* 29* 0,575* 7,5* 2,4 21 236,22*
12 44* 30* 0,475* 8,3* 3 21 354,988*
13 56* 32* 0,5* 9* 3,2* 20 365,942*
14 26,3 18* 0,375* 7,4 2,3 9 217,038*
15 38,5* 26* 0,375* 7 2,4 19 290,241
16 72* 40* 0,73* 7 2,4 32 437,426*
17 33,5* 23* 0,475* 8,6* 2,9 16 258,218*
18 59,4* 40* 0,625* 9* 3,5* 26 528,59*
19 69,2* 41* 0,575* 7,5* 2,6 37 508,748*
20 61* 37* 0,575* 8,6* 3,5* 28 370,253*
21 38,5* 25* 0,35* 7,1 2,6 20 188,931*
22 53,3* 36* 0,425* 6,5 2,6 24 463,666*
23 47* 30* 0,45* 9* 3,4* 26 350,455
24 34* 21* 0,375* 8* 3,4* 18 236,22*
25 46,5* 24* 0,475* 8* 3 20 352,799
26 14,3 8 0,15 3,5 1,5 0 29,44*
27 78,5* 41* 0,625* 6,8 3,4* 39 465,953*
28 52* 37* 0,64* 6,5 2,4 27 374,24
29 54,2* 33* 0,575* 7,8* 3 25 541,512*
30 40,5* 28* 0,425* 7,8* 2,4 24 274,92
31 67* 41* 0,65* 6,5 2,1 36 339,484
32 64,3* 37* 0,625* 6,5 2,5 32 430,563*
33 20,6 10 0,325* 6,2 2,7 1 122,27
34 42,2* 24* 0,575* 8,4* 2,4 16 387,994*
35 39* 23* 0,475* 7,3 2,3 18 306,656
36 47,5* 21* 0,575* 8,5* 3,2* 14 268,129
37 34,6* 22* 0,475* 9* 3,2* 14 324,029
38 45,5* 23* 0,525* 7,2 2,3 19 167,507*
39 37* 20* 0,375* 9,3* 3,3* 15 271,784
40 41,5* 21* 0,42* 7,8* 2,2 18 205,67*
41 50,5* 26* 0,475* 8* 2,8 21 269,06
42 52,5* 26* 0,475* 7,3 2,4 25 314,939
43 42,7* 20* 0,425* 8,7* 3,2* 17 270,749
44 33* 12 0,375* 8,5* 2,5 7 104,432*
45 45,3* 24* 0,425* 9,4* 3,3* 8 261,304
46 39,2* 26* 0,425* 8,7* 3,3* 20 100,913*
47 34* 17* 0,45* 8* 3 12 261,68
48 40,5* 20* 0,475* 9,3* 3,3* 16 295,24
49 43* 22* 0,425* 7,7* 3,3* 17 285,988
50 40,6* 22* 0,35* 8,4* 3 18 308,61
Rerata Tetua
29,1 12,9 7,57 3,21 0,3 299,738
Betina 0,318
σ 2
167,3 66,75 0,01 1,18 0,22 64,35
σ 12,93 8,17 0,11 1,09 0,46 8,02
Keterangan :
* Individu-individu berpotensi diseleksi
terdapat 46 individu yang memiliki potensi tinggi tanaman melebihi tinggi
tanaman tetuanya.
Sebaran data pada variable pengamatan jumlah daun (Tabel 2.)
menunjukkan nilai rata-rata yaitu 26,68 dengan standar deviasi 8,17 dan memiliki
nilai ragam sebesar 66,75. Rata-rata jumlah daun tanaman tetua betina (Siam
Madu) sebagai kontrol yaitu 12,9. Dari hasil pengamatan diketahui individu-
individu pada populasi P2V1 memiliki jumlah daun yang lebih baik dibandingkan
dengan tanaman tetuanya. Dari hasil pengamatan diperoleh 47 individu dari 50
individu yang diamati pada populasi P2V1 yang memiliki potensi jumlah daun
lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya.
Berdasarkan data pengamatan diameter batang (Tabel 2.) diketahui nilai
rata-rata diameter batang populasi tanaman P2V1 yaitu 0,488 cm dengan standar
deviasi 0,11 dan memiliki nilai ragam sebesar 0,01. Rata-rata diameter batang
tanaman tetua betina (Siam Madu ) yaitu 0,318 cm. Dari hasil pengamatan.
diperoleh 49 individu pada populasi P2V1 yang memiliki potensi besaran
diameter batang lebih baik dari rerata tetuanya.
Untuk pengamatan panjang dan lebar daun diketahui rata-rata panjang
daun pada populasi ini sebesar 7,73 cm dengan standar deviasi 1,09 dan memiliki
nilai ragam sebesar 1,18. Rata-rata panjang daun tanaman tetua betina yaitu 7,57
cm, sedangkan untuk pengamatan lebar daun menunjukkan nilai rata-rata pada
populasi P2V1 yaitu 2,21 cm dengan standar deviasi 0,46 dan ragam sebesar 0,22.
Rata-rata lebar daun tanaman tetua betina sebesar 3,21 cm. Dari hasil pengamatan
pada populasi P2V1 diperoleh 32 individu untuk pengamatan panjang daun dan
17 individu untuk pengamatan lebar daun yang berpotensi melebihi rata-rata
panjang dan lebar daun tetuanya.
Tidak berbeda dengan pengamatan pada populasi yang lain, individu-
individu tanaman F1 yang memiliki potensi untuk di seleksi adalah individu yang
memiliki jumlah duri/pohon sama dengan atau lebih kecil dibandingkan tanaman
tetuanya. Dari hasil pengamatan (Tabel 2.) diketahui terdapat sejumlah duri/pohon
pada tanaman tetua, tetapi rata-rata jumlah duri/pohon pada tanaman tetua masih
lebih kecil dibandingkan jumlah duri/pohon pada populasi tanaman P2V1. Dari
hasil pengamatan diketahui sebaran data pada variable pengamatan jumlah
duri/pohon menunjukkan nilai rata-rata yaitu 20,02 dengan standar deviasi 8,02
dan nilai ragam sebesar 64,35. Dari hasil pengamatan diperoleh 1 individu pada
populasi P2V1 yang berpotensi untuk di seleksi.
Hasil karakterisasi pada populasi tanaman P2V1 pada Lampiran 5.
menunjukkan hasil yang tidak berbeda untuk karakter pengamatan daun dengan
hasil pengamatan pada tanaman tetua betinanya (Siam Madu). Hasil karakterisasi
daun pada populasi tanaman tetua betina diperoleh bentuk daun sessile, bentuk
helaian daun elliptic, bentuk tepi daun sinuate, tipe daun tunggal, permukaan daun
berpori. Untuk pengamatan bentuk helaian daun dan bentuk tepi daun terdapat
beberapa individu pada populasi tanaman P2V1 yang menunjukkan karakter
berbeda yakni terdapat 1 individu tanaman yang menunjukkan bentuk helaian
daun lancoelat, dan terdapat 3 individu tanaman yang menunjukkan bentuk tepi
daun entire.
Hasil pengamatan karakter jumlah stomata dan analisis t pada tarat 5%
populasi tanaman F1 hasil persilangan antara Siam Madu x Satsuma (P2V1)
disajikan pada Tabel 2. Dari hasil pengamatan tampak bahwa individu-individu
pada populasi tanaman F1 Siam Madu x Satsuma (P2V1) untuk pengamatan
kerapatan stomata menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap populasi tanaman
tetuanya (Siam Madu). Hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi kerapatan
stomata, hal ini terlihat dengan adanya 27 individu pada populasi ini yang
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tanaman tetuanya.
♦ Populasi Tanaman F1 Siam Mamuju x Satsuma (P4V1)
Data hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
panjang dan lebar daun, jumlah duri/pohon, jumlah stomata populasi tanaman F1
Siam Mamuju x Satsuma (P4V1) disajikan pada Tabel 3.
Sebaran data pada variabel pengamatan tinggi tanaman (Tabel
3.)menunjukkan nilai rata-rata papulasi tanaman F1 Siam Mamuju x Satsuma
yaitu 33,02 cm dengan standar deviasi 9,21 dan memiliki nilai ragam sebesar
84,88. Rata-rata tinggi tanaman tetua betina (Siam Mamuju) sebagai kontrol yaitu
20,9 cm. Hasil pengamatan pada populasi P4V1 menunjukkan bahwa tinggi
Tabel 3. Data tinggi tanaman (TT), jumlah daun (JD), diameter batang (DB), panjang dan
lebar daun (PD dan LD), jumlah duri/pohon (JDR), dan jumlah stomata (JS)
populasi Siam Banjar x Satsuma (P4V1)

No Tan TT JD DB PD LD JDR JS
1 20,4 14* 0,415* 5,4 2,3 4 344,504*
2 29,8* 19* 0,485* 4,5 2 10 271,563
3 35* 19* 0,425* 7,3* 2,2 16 365,648*
4 35* 24* 0,525* 6,7* 2,8 22 362,43*
5 53* 27* 0,675* 7,8* 3,5* 23 285,072*
6 41,3* 23* 0,575* 7,5* 2,9 20 373,867*
7 22* 10* 0,22 7,1* 2,6 6 160,453*
8 21* 10* 0,25 2,8 1,3 5 275,672*
9 45,5* 24* 0,565* 6,2* 2,5 17 351,609*
10 34,2* 22* 0,35* 6,1* 2,4 17 331,44*
11 44,5* 28* 0,525* 7,3* 2,6 23 283,236*
12 35* 24* 0,475* 7* 2,4 17 402,548*
13 36,2* 21* 0,425* 6,6* 2,3 16 255,557*
14 33,7* 20* 0,575* 8,5* 3,4* 13 228,505
15 37,3* 17* 0,525* 8* 2,6 13 246,814*
16 37* 20* 0,425* 7,5* 2,4 14 295,347*
17 33,5* 21* 0,425* 7,4* 2,2 15 252,054*
18 29,8* 17* 0,375* 7,3* 2,5 10 267,395*
19 48* 26* 0,45* 6,9* 2,3 20 281,077
20 31* 12* 0,425* 7* 2,7 8 170,568*
21 26* 12* 0,275* 5,2 2,2 7 74,6424*
22 32,5* 12* 0,475* 7,4* 3 7 221,1
23 26,5* 7 0,325* 7,5* 3,4* 4 167,464
24 27* 13* 0,275* 7* 3,2 8 154,91*
25 47* 29* 0,425* 5,2 2,2 26 424,007*
26 21* 9 0,325* 6,7* 2,2 12 438,115*
27 20,2 20* 0,315* 6* 2,2 9 465,096*
28 19,2* 11* 0,275* 3,4 1,5 5 371,507*
29 34,7* 218 0,45* 5,2 2,4 15 345,775*
30 22,7* 13* 0,325* 5 2 10 264,916*
31 24,6* 18* 0,325* 4,2 1,9 10 354,554*
32 24,3* 17* 0,485* 4,5 1,9 14 361,362*
33 19 10* 0,27* 5 2,2 3 339,475*
34 33,7* 20* 0,575* 4,8 2 14 292,138*
35 25,6* 12* 0,45* 7,5* 2,6 9 328,056*
36 16,5 11* 0,25 7,5* 2,9 4 284,556*
37 48* 30* 0,525* 8* 2,8 26 351,592*
38 32,5* 15* 0,375* 8* 2,8 9 161,816*
39 42,3* 19* 0,45* 8,2* 3,2 19 428,626*
40 39,5* 22* 0,55* 9* 3,3 17 317,961*
41 36* 20* 0,45* 8* 2,9 17 270,585*
42 24,5* 15* 0,225 6,5* 2,8 9 153,831*
43 42* 21* 0,525* 8* 2,8 16 306,177*
44 39,2* 20* 0,425* 6,7* 2,5 17 251,388*
45 33* 21* 0,375* 7,7* 3 14 230,922
46 44* 21* 0,55* 8,6* 3 16 285,259*
47 26* 17* 0,225 6,6* 2,1 6 255,671
48 50* 23* 0,525* 8,3* 3,4* 15 303,533*
49 30,5* 18* 0,325* 5,5 2,6 9 209,905
50 40* 19* 0,45* 6,6* 2,6 19 413,021*
Rerata Tetua
20,9 9,88 0,266 5,61 3,31 0 214,455
Betina
σ 2
84,88 30,65 0,012 1,95 0,23 35,6
σ 9,21 5,54 0,11 1,4 0,49 5,97
Keterangan :
* Individu-individu berpotensi diseleksi
tanaman dari individu-individu tanaman F1 lebih tinggi dibandingkan rata-rata
tinggi tanaman tetuanya. Dari hasil pengamatan diketahui terdapat 45 individu
yang memiliki potensi tinggi tanaman lebih dari tetuanya.
Berdasarkan Tabel 3. diketahui sebaran data pada variable pengamatan
jumlah daun menunjukkan nilai rata-rata yaitu 18,28 dengan standar deviasi 5,54
dan memiliki nilai ragam sebesar 30,65. Rata-rata jumlah daun tanaman tetua
betina (Siam Mamuju) sebagai kontrol yaitu 9,88. Hasil pengamatan
menunjukkan banyaknya jumlah daun pada populasi P4V1 melebihi rata-rata dari
tetuanya. Berdasarkan data pengamatan pada Lampiran 4. diperoleh 48 individu
dari 50 individu yang diamati pada populasi P4V1 yang memiliki potensi jumlah
daun lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya.
Berdasarkan data pengamatan diameter batang (Tabel 3.) diketahui nilai
rata-rata diameter batang populasi tanaman P4V1 yaitu 0,418 cm dengan standar
deviasi 0,11 dan memiliki nilai ragam sebesar 0,012. Rata-rata diameter batang
tanaman tetua betina (Siam Mamuju) yaitu 0,266 cm. Dari hasil pengamatan
diketahui bahwa besaran diameter batang pada tanaman F1 menunjukkan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan rerata tetuanya. Berdasarkan data
pengamatan pada Lampiran 5. diperoleh 45 individu pada populasi tanaman P4V1
yang berpotensi memiliki diameter batang lebih dari tetuanya.
Hasil pengamatan panjang dan lebar daun (Tabel 3.) diketahui rata-rata
panjang daun pada populasi ini sebesar 6,65 cm dengan standar deviasi 1,4 dan
memiliki nilai ragam sebesar 1,95. Rata-rata panjang daun tanaman tetua betina
yaitu 5,61 cm, sedangkan untuk pengamatan lebar daun menunjukkan nilai rata-
rata pada populasi P4V1 yaitu 2,55 cm dengan standar deviasi 0,49 dan ragam
sebesar 0,23. Rata-rata lebar daun tanaman tetua betina sebesar 3,31 cm. Dari
hasil pengamatan pada populasi P4V1 diperoleh 37 individu untuk pengamatan
panjang daun dan 5 individu untuk pengamatan lebar daun yang berpotensi
melebihi rata-rata panjang dan lebar daun tetuanya.
Sama halnya dengan pengamatan pada populasi yang lain individu-
individu tanaman F1 yang memiliki potensi untuk di seleksi untuk variable
pengamatan jumlah duri/pohon adalah individu yang memiliki jumlah duri/pohon
sama dengan atau lebih kecil dibandingkan tanaman tetuanya. Dari hasil
pengamatan diketahui tanaman tetua dari populasi P4V1 tidak menunjukkan
adanya sejumlah duri/pohon. Sebaran data pada variable pengamatan jumlah
duri/pohon (Tabel 3.) menunjukkan nilai rata-rata yaitu 13,1 dengan standar
deviasi 5,97 dan nilai ragam sebesar 35,6. Dari hasil pengamatan pada populasi
P4V1 untuk pengamatan jumlah duri/pohon tidak diperoleh individu-individu
yang memiliki potensi untuk di seleksi.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tujuan dari karakterisasi pada
daun adalah untuk mendapatkan individu-individu dari tanaman F1 hasil
persilangan yang memiliki sifat morfologi yang lebih dekat dengan tetua
betinanya. Dari hasil pengamatan sebagian besar individu-individu pada populasi
tanaman P4V1 (Lampiran 6.) menunjukkan hasil karakterisasi yang sama dengan
tanaman tetua betinanya pada seluruh karakter pengamatan daunnya, kecuali pada
pengamatan bentuk helaian daun dan bentuk tepi daun terdapat beberapa individu
yang menunjukkan karakter berbeda yakni terdapat 3 individu tanaman yang
menunjukkan bentuk helaian daun ovate, dan terdapat 10 individu yang
menunjukkan bentuk tepi daun entire.
Hasil pengamatan karakter jumlah stomata dan analisis t pada tarat 5%
populasi tanaman F1 hasil persilangan antara Siam Mamuju x Satsuma (P4V1)
disajikan pada Tabel 3. Dari hasil pengamatan tampak bahwa individu-individu
pada populasi tanaman F1 Siam Mamuju x Satsuma (P4V1) untuk pengamatan
kerapatan stomata menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap populasi tanaman
tetuanya (Siam Mamuju). Hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi
kerapatan stomata, hal ini terlihat dengan adanya 42 individu pada populasi ini
yang menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tanaman tetuanya.
♦ Populasi Tanaman F1 Siam Pontianak x Satsuma (P6V2)
Data hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
panjang dan lebar daun, jumlah duri/pohon, jumlah stomata populasi tanaman F1
Siam Pontianak x Satsuma (P6V2) disajikan pada Tabel 4.
Sebaran data pada variabel pengamatan tinggi tanaman menunjukkan nilai
rata-rata papulasi tanaman F1 Siam Pontianak x Satsuma yaitu 40,84 cm dengan
Tabel 4. Data tinggi tanaman (TT), jumlah daun (JD), diameter batang (DB), panjang dan
lebar daun (PD dan LD), jumlah duri/pohon (JDR), dan jumlah stomata (JS)
populasi Siam Banjar x Satsuma (P6V2)

No Tan TT JD DB PD LD JDR JS
1 44* 26* 0,575* 8,3* 3,1* 19 289,824
2 55* 32* 0,525* 8,5* 3* 23 366,33*
3 18,3 14* 0,15* 3,2 1,6 4 146,49*
4 26,4* 15* 0,375* 5 1,9 9 274,081
5 46,5* 27* 0,525* 8,4* 3,2* 18 386,635*
6 70* 35* 0,55* 8,5* 3,5* 32 407,7
7 30,4* 20* 0,325 6,8* 2,6 16 204,676*
8 59,5* 34* 0,65* 6,9* 2,4 25 399,265*
9 42,3* 22* 0,35* 6,6 2,7 19 350,322*
10 50,2* 24* 0,55* 7,4* 2,6 25 534,181*
11 52,6* 24* 0,45* 6,1 2,4 32 391,79*
12 42,7* 26* 0,425* 7,1* 2,8 26 373,882*
13 39,2* 22* 0,575* 7,4* 2,8 31 222,889
14 51,5* 28* 0,575* 8* 3,1* 28 750,461*
15 46,2* 26* 0,575* 8,1* 3* 16 154,446*
16 46,2* 28* 0,425* 7,4* 3* 23 442,398*
17 41,4* 21* 0,415* 6,5 2,4 28 247,94
18 45* 25* 0,575* 7,9* 2,9 25 324,34*
19 50* 28* 0,52* 7* 2,8 28 168,084*
20 37* 20* 0,475* 4,3 1,4 15 209,087*
21 37,5* 22* 0,475* 6,5 2,4 17 288,878*
22 33,5* 19* 0,45* 8,7* 3,3* 20 385,901*
23 47,5* 25* 0,675* 8,2* 2,8 21 343,478*
24 32* 18* 0,425* 7* 2,8 12 416,191*
25 45,5* 27* 0,525* 8,8* 3* 22 253,821
26 24,5* 15* 0,375* 6,4 2,5 8 381,684*
27 23* 11 0,25 6,2 2,4 6 157,033*
28 51* 28* 0,675* 7* 2,4 22 166,33*
29 16,8 4 0,175 4,4 1,7 0 342,812*
30 47,5* 30* 0,575* 7* 3,2* 24 215,445*
31 28* 18* 0,35* 7,8* 3* 11 137,734*
32 41,4* 21* 0,45* 8,8* 3,1* 19 145,092*
33 63* 35* 0,675* 7,9* 2,6 30 213,506*
34 48* 25* 0,525* 6,6 3* 23 189,341*
35 59,5* 36* 0,61* 8* 3* 31 380,248*
36 25,5* 17* 0,325 7,4* 2,6 10 117,563*
37 22 12* 0,25 5,2 2,3 6 129,05*
38 53,5* 28* 0,525* 8,5* 2,8 25 400,083*
39 47* 26* 0,575* 8,5* 3* 20 187,421*
40 39,5* 23* 0,57* 8,5* 3* 19 519,185*
41 19 15* 0,225 4,8 1,5 6 60,1088*
42 49* 28* 0,675* 7,7* 2,6 20 238,251
43 25,5* 16* 0,475* 7,8* 3,4* 9 176,428*
44 32,7* 22* 0,425* 6,4 2,2 15 269,733
45 20,5 11 0,225* 5 2 6 118,633*
46 35* 23* 0,475* 6,5 2,8 15 305,572*
47 55,8* 33* 0,725* 6,5 2,2 29 373,613*
48 46,7* 23* 0,425* 4,5 2 17 207,704*
49 38,3* 23* 0,525* 8,8* 3,3* 17 351,496*
50 39* 22 0,475* 8* 2,7 19 320,37*
Rerata Tetua
22,6 11,1 0,325 6,65 3 0 269,917
Betina
σ 2
157,45 46,22 0,019 1,87 0,24 66,03
σ 12,55 6,8 0,14 1,37 0,49 8,13
Keterangan :
* Individu-individu berpotensi diseleksi
standar deviasi 12,55 dan memiliki nilai ragam sebesar 157,45. Rata-rata tinggi
tanaman tetua betina (Siam Pontianak) sebagai kontrol yaitu 22,6 cm. Tidak
berbeda dengan pengamatan pada populasi yang lain, hasil pengamatan
menunjukkan individu pada populasi P6V2 memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan rata-rata tinggi tanaman tetuanya. Dari hasil pengamatan diperoleh
46 individu pada populasi P6V2 yang memiliki potensi tinggi tanaman lebih dari
tetuanya.
Berdasarkan data pengamatan jumlah daun (Tabel 4.) diketahui nilai rata-
rata jumlah daun populasi tanaman P6V2 yaitu 23,06 dengan standar deviasi 6,8
dan memiliki nilai ragam sebesar 46,22. Rata-rata jumlah daun tanaman tetua
betina (Siam Pontianak) yaitu 11,1. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui
jumlah daun pada populasi tanaman P6V2 lebih baik dibandingkan dengan rata-
rata jumlah daun tetuanya. Hasil pengamatan jumlah daun pada populasi tanaman
P6V2 dari 50 individu yang diamati diperoleh 47 individu yang memiliki potensi
jumlah daun lebih banyak dari pada tetuanya.
Berdasarkan data pengamatan (Tabel 4.) diketahui nilai rata-rata diameter
batang populasi tanaman P6V2 yaitu 0,474 cm dengan standar deviasi 0,14 dan
memiliki nilai ragam sebesar 0,019. Rata-rata diameter batang tanaman tetua
betina (Siam Pontianak) yaitu 0,325 cm. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
42 individu tanaman F1 pada populasi P6V2 yang berpotensi memiliki besaran
diameter batang lebih dari tetuanya.
Dari hasil pengamatan panjang dan lebar daun diketahui rata-rata panjang
daun pada populasi ini sebesar 7,06 cm dengan standar deviasi 1,37 dan memiliki
nilai ragam sebesar 1,87. Rata-rata panjang daun tanaman tetua betina yaitu 6,65
cm, sedangkan untuk pengamatan lebar daun menunjukkan nilai rata-rata pada
populasi P6V2 yaitu 2,66 cm dengan standar deviasi 0,49 dan ragam sebesar 0,24.
Rata-rata lebar daun tanaman tetua betina sebesar 3 cm. Dari hasil pengamatan
pada populasi P6V2 diperoleh 32 individu untuk pengamatan panjang daun dan
19 individu untuk pengamatan lebar daun yang berpotensi melebihi rata-rata
panjang dan lebar daun tetuanya.
Tidak berbeda dengan pengamatan pada populasi yang lain, individu-
individu tanaman F1 yang memiliki potensi untuk di seleksi adalah individu yang
memiliki jumlah duri/pohon sama dengan atau lebih kecil dibandingkan tanaman
tetuanya. Dari hasil pengamatan diketahui tanaman tetua tidak menunjukkan
adanya duri/pohon, sebaliknya terdapat sejumlah duri/pohon pada individu-
individu populasi tanaman P6V2 (Tabel 4). Dari hasil pengamatan diketahui
sebaran data pada variable pengamatan jumlah duri/pohon menunjukkan nilai
rata-rata yaitu 18,82 dengan standar deviasi 8,13 dan nilai ragam sebesar 66,03.
Dari hasil pengamatan diperoleh 1 individu untuk pengamatan jumlah duri/pohon
pada populasi tanaman P6V2 yang berpotensi untuk di seleksi.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tujuan dari karakterisasi pada
daun adalah untuk mendapatkan individu-individu dari tanaman F1 hasil
persilangan yang memiliki sifat morfologi yang lebih dekat dengan tetua
betinanya. Sebagian besar individu-individu pada populasi tanaman P6V2
(Lampiran 7.) menunjukkan hasil yang sama dengan tetua betinanya untuk seluruh
karakter pengamatan daun, kecuali pada pengamatan bentuk helaian daun terdapat
2 individu yang menunjukkan hasil berbeda yakni kedua individu tersebut
memiliki bentuk helaian daun obovate.
Hasil pengamatan karakter jumlah stomata dan analisis t pada tarat 5%
populasi tanaman F1 hasil persilangan antara Siam Pontianak x Satsuma (P6V2)
disajikan pada Tabel 4. Dari hasil pengamatan tampak bahwa individu-individu
pada populasi tanaman F1 Siam Pontianak x Satsuma (P6V2) untuk pengamatan
kerapatan stomata menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap populasi tanaman
tetuanya (Siam Pontianak). Hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi
kerapatan stomata, hal ini terlihat dengan adanya 43 individu pada populasi ini
yang menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tanaman tetuanya.
4.2 Pembahasan
Seleksi tanaman merupakan salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman
yaitu dengan memilih salah satu atau beberapa sifat dari suatu populasi yang telah
ada. Dasar pemilihan dalam seleksi adalah penampilan fenotip, dengan harapan
genotip-genotip yang terkandung didalamnya merupakan genotip yang unggul.
Pada tahap seleksi pemilihan tanaman secara individual dilakukan dengan cara
memilih tanaman terbaik. Pada penelitian ini seluruh parameter pengamatan dapat
dipakai untuk seleksi kecuali parameter pengamatan jumlah duri/pohon. Seleksi
individu pada 4 populasi jeruk hasil persilangan terkontrol pada fase pembibitan
ini ditujukan untuk mendapatkan individu terpilih yang memiliki tingkat vigoritas
tinggi, juvenilitas rendah, serta kemiripan dengan tetua betina. Kriteria seleksi
yang digunakan adalah untuk pengamatan vigoritas individu terpilih menunjukkan
hasil lebih tinggi dibandingkan tanaman tetuanya, sedangkan untuk pengamatan
juvenilitas individu terpilih menunjukkan hasil sama dengan atau lebih kecil
dibandingkan tanaman tetuanya, dan untuk pengamatan kemiripan dengan tetua
betina individu terpilih menunjukkan hasil sama dengan masing-masing tetua
betinanya.
4.2.1 Pengamatan Vigoritas
Pertumbuhan tanaman adalah proses dalam kehidupan tanaman yang
mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan menentukan hasil
tanaman. Pertambahan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan ialah hasil dari
pertambahan ukuran bagian-bagian (organ-organ) tanaman akibat dari
pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel (Sitompul
dan Guritno, 1995). Aspek mendasar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
ialah genetik dari tanaman itu sendiri dan lingkungan dimana tanaman tersebut
tumbuh. Dari segi genetik, penurunan sifat suatu tanaman didasarkan atas
hubungan keturunannya. Sedangkan dari segi lingkungan meliputi unsur iklim
disekitar pertanaman, air ataupun tanah. Semua itu dapat menyebabkan respon
tanaman pada hasil dan pertumbuhan tanaman berbeda-beda. Proses pertumbuhan
tanaman dapat diketahui melalui pengamatan terhadap peubah-peubah tanaman
seperti : tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan lain-lain.
Hasil pengamatan vigoritas (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, panjang dan lebar daun) rata-rata populasi tanaman F1 yang diamati
menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan tetua
persilangannya. Berdasarkan nilai standar deviasi, dari keempat populasi tanaman
F1 yang diamati untuk variable tinggi tanaman populasi Siam Mamuju x Satsuma
(P4V1) memiliki tingkat keragaman yang rendah ditunjukkan oleh rendahnya nilai
standar deviasi bila dibandingkan dengan populasi yang lain, sedangkan populasi
Siam Madu x Satsuma (P2V1) dan populasi Siam Pontianak x Satsuma (P6V2)
mempunyai nilai standar deviasi yang tidak berbeda artinya keragaman tinggi
tanaman pada kedua populasi ini tidak berbeda jauh dan nilai standar deviasi yang
paling tinggi untuk pengamatan tinggi tanaman terdapat pada populasi Siam
Banjar x Satsuma. Untuk variable jumlah daun populasi Siam Mamuju x Satsuma
(P4V1) memiliki tingkat keragaman yang rendah ditunjukkan oleh rendahnya nilai
standar deviasi bila dibandingkan dengan populasi yang lain, sedangkan
keragaman jumlah daun yang paling tinggi terdapat pada populasi Siam Madu x
Satsuma (P2V1) ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi bila
dibandingkan dengan populasi yang lain, dan kemudian diikuti oleh populasi
Siam Banjar x Satsuma (P1V1) setelah itu populasi Siam Pontianak x Satsuma
(P6V2).
Untuk variable diameter batang, berdasarkan nilai standar deviasi populasi
Siam Banjar x Satsuma (P1V1) memiliki tingkat keragaman yang rendah
ditunjukkan oleh rendahnya nilai standar deviasi bila dibandingkan dengan ketiga
populasi yang lain, sedangkan populasi Siam Madu x Satsuma (P2V1) dan
populasi Siam Mamuju x Satsuma (P4V1) mempunyai nilai standar deviasi yang
sama artinya kedua populasi ini menunjukkan keragaman diameter batang yang
tidak berbeda, dan nilai standar deviasi yang paling tinggi untuk pengamatan
diameter batang terdapat pada populasi Siam Pontianak x Satsuma (P6V2).
Berdasarkan nilai standar deviasi, untuk variable panjang dan lebar daun
populasi Siam Mamuju x Satsuma (P4V1) memiliki tingkat keragaman yang
tinggi ditunjukkan dengan tingginya nilai standar deviasi bila dibandingkan
dengan ketiga populasi tanaman F1 yang lain, kemudian diikuti oleh populasi
Siam Pontianak x Satsuma (P6V2), populasi Siam Banjar x Satsuma (P1V1) dan
yang menunjukkan nilai standar deviasi yang paling rendah terdapat pada populasi
Siam Madu x Satsuma (P2V1).
Populasi tanaman tetua (kontrol) terlihat rata-rata bibit sudah mengalami
pecah tunas namun kemudian pertumbuhannya terhambat. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan tanaman tetua tidak seragam. Terhambatnya pertumbuhan ini diduga
disebabkan asimilat digunakan untuk memecah tunas yang seharusnya dormansi,
sehingga untuk pertumbuhan tunas selanjutnya membutuhkan energi.
4.2.2 Pengamatan Juvenilitas
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan individu-
individu dari populasi tanaman F1 yang memiliki juvenilitas rendah, adapun
parameter pengamatan untuk juvenilitas ini adalah jumlah duri/pohon.
Berdasarkan nilai standar devisi antara populasi yang satu dengan yang lain tidak
menunjukkan perbedaan nilai standar deviasi yang signifikan artinya keragaman
jumlah duri/pohon antar populasi tanaman F1 yang diamati tidak berbeda jauh.
Kriteria seleksi yang digunakan untuk pengamatan juvenilitas individu terpilih
menunjukkan hasil sama dengan atau lebih kecil dibandingkan tanaman tetuanya,
sedangkan dari hasil pengamatan menunjukkan individu-individu pada tanaman
F1 terdapat sejumlah duri/pohon lebih banyak dibandingkan dengan tanaman
tetuanya. Oleh karena itu, parameter pengamatan jumlah duri/pohon tidak dapat
dijadikan sebagai bahan seleksi pada penelitian ini.
Banyaknya duri/pohon pada populasi tanaman F1 disebabkan karena
berasal dari biji. Semua pohon yang dibiakkan dari biji akan melalui periode
juvenilitas, yaitu interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu
berproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir setelah 1 hingga
45 tahun tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya (Hackett, 1985),
pada jeruk fase juvenile berkisar antara 6-8 tahun. Ciri-ciri fase juvenile ialah,
duri panjang dan pertumbuhan keatas. Duri merupakan salah satu ciri sebagian
besar jenis jeruk, terutama pada fase juvenile yang tumbuh pada batang dan
cabang, sedang pada fase dewasa duri sangat sedikit atau bahkan tidak ada,
kecuali pada jenis-jenis tertentu. Perubahan duri pada jeruk dapat dipakai sebagai
parameter untuk melihat perubahan dari fase juvenile ke dewasa. Pada fase
juvenile umumnya tanaman berduri banyak dan panjang, kemudian mereduksi
menjadi semakin kecil dan menghilang pada fase dewasa. Bibit hasil
penyambungan atau penempelan ada kalanya berduri, tetapi tidak sebesar dan
sebanyak bibit yang berasal dari biji. Usaha memperpendek fase juvenile dapat
dilakukan dengan perlakuan penempelan, penyambungan, stress dan pengeratan
tanaman juvenile (Sugiyarto dan Supriyanto. 1992).
Pertumbuhan tanaman hingga mencapai saat berbunga terdiri dari tiga
masa. Masa embrio dimulai sejak terjadinya persatuan antara gamet jantan dan
gamet betina yang kemudian menghasilkan embrio (zigot). Masa juvenil diawali
sejak perkecambahan biji sampai menjelang berbunga (masa dewasa). Pada masa
ini terlihat pertumbuhan vegetatif yang sangat dominan. Masa juvenil ini disertai
dengan beberapa perubahan bentuk tanaman seperti bentuk daun, karakter
pertumbuhan dan tumbuhnya duri. Masa transisi menjembatani batas antara masa
juvenil dengan masa reproduksi atau masa dewasa. Pada masa transisi ini tanaman
mengalami perubahan bentuk daun, kebiasaan tumbuh serta mulai menunjukkan
respon terhadap rangsangan pembungaan (Ashari, 1995).
4.2.3 Pengamatan Stomata
Individu-individu tanaman F1 pada penelitian ini merupakan tanaman hasil
persilangan antara beberapa varietas jeruk Siam dengan jeruk Satsuma yang
kemudian dilakukan kultur embrio. Melalui kultur embrio akan dapat diperoleh
keragaman genetik akibat media atau subkultur berulang-ulang yang
menyebabkan instabilitas kromosom dari sel-sel tanaman tersebut. Dari hasil
penelitian terdapat variasi kerapatan stomata pada tiap individu-individu tanaman
F1 yang diamati. Sebagian besar individu-individu pada populasi tanaman F1
memiliki jumlah stomata yang bertambah bila dibandingkan dengan jumlah
stomata tanaman tetuanya. Adanya penambahan atau pengurangan jumlah stomata
pada tiap individu-individu tanaman F1 yang diamati bisa disebabkan karena
perbedaan perubahan sifat-sifat genetik tanaman akibat persilangan maupun kultur
embrio sehingga menyebabkan perubahan dalam sel yang berakibat pada
perubahan stomata yang memiliki fungsi fisiologis yang penting bagi tanaman.
Menurut Passioura (1996) bahwa tidak hanya faktor genetik, keadaan luar seperti
lingkungan juga mempunyai andil dalam menentukan karakter stomata tersebut.
Ketersediaan air dan transpirasi pada tanaman tersebut menjadi alasan besar atau
kecilnya ukuran stomata dan kerapatan stomata. Karbondioksida, air dan
ketahanan tanaman sangat berhubungan erat dengan indeks dan ukuran stomata
(lea et al., 1977).
4.2.4 Karakterisasi Daun
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas jeruk siam dapat dilakukan
dengan mengadakan kegiatan persilangan. Kegiatan persilangan merupakan salah
satu usaha untuk meningkatkan keragaman genetik dan menggabungkan sifat-sifat
yang ada pada masing-masing tetua. Dengan melalui kegiatan persilangan akan
diperoleh suatu populasi yang memisah untuk sifat-sifat yang diinginkan, yang
karenanya akan diperoleh keragaman genetik baik untuk sifat kualitatif maupun
kuantitatif sebagai akibat terbentuknya rekombinasi gen-gen baru.
Dari hasil pengamatan karakterisasi daun sebagian besar individu-individu
pada populasi tanaman F1 menunjukkan karakter daun yang sama dengan tetua
betinanya. Hal ini dikarenakan tanaman jeruk pada umumnya bersifat
poliembrioni, sehingga dalam suatu populasi yang berasal dari biji sebagian besar
mempunyai sifat yang identik dengan tanaman induknya (induk betina) (Ashari,
1995).
Pada biji poliembrioni terdapat embrio seksual (embrio zigotik) dan
embrio aseksual (embrio nucellar). Embrio zigotik berasal dari peleburan pollen
dan ovum, sedangkan embrio nucellar merupakan hasil perkembangan dari sel
nuselus tanaman induk. Embrio zigotik dapat tumbuh dan menghasilkan tanaman
baru (Hibrid) yang mempunyai sifat berlainan dengan pohon induknya sedangkan
embrio nucellar akan tumbuh sebagai semai vegetatif yang mempunyai sifat sama
dengan induknya (AAK, 1994). Umumnya tanaman zigotik lebih kecil daripada
nucellar, tetapi tidak semua dapat dibedakan berdasarkan penampakan visualnya.
Pengenalan secara visual menjadi metode yang paling mudah dan efektif apabila
tetua jantan dan betina berbeda secara signifikan.
Dalam usaha perbaikan tanaman (pemuliaan tanaman) embrio zigotik
merupakan sumber variasi genetik yang diperlukan, sedangkan embrio nucellar
diperlukan untuk penyediaan bibit batang bawah karena sifatnya yang seragam.
Embrio nucellar ini dapat dihambat dengan melalui kultur embrio, karena buah
hasil persilangan antara beberapa varietas jeruk Siam (Siam Banjar, Siam Madu,
Siam Mamuju, Siam Pontianak) dengan jeruk Satsuma sudah dapat dipanen pada
umur 10-14 minggu, pada umur tersebut jaringan nuselus masih belum
membentuk embrio (Sutanto dan Purnomo, 2004).

4.2.5 Seleksi Tanaman F1 Jeruk Pada Fase Pembibitan


Persilangan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan keragaman
genetik dan menggabungkan sifat-sifat yang ada pada masing-masing tetua. Pada
penelitian ini jeruk Siam dan jeruk keprok Satsuma yang digunakan sebagai
tanaman tetuanya. Sebagian besar jeruk mempunyai heterosigositas yang tinggi,
oleh sebab itu menghasilkan keturunan zigotik yang beragam. Selain itu
keragaman genetik juga dapat diperoleh melalui kultur in vitro dimana pada
penelitian ini hasil persilangan antara jeruk Siam dengan Jeruk keprok Satsuma
mengalami perlakuan kultur embrio. Variasi genetik sering terjadi melalui kultur
in vitro hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom
mungkin akibat teknis kultur, media atau hormone dan aktifitas subkultur yang
berulang-ulang untuk waktu yang panjang. Watimena (1992) menjelaskan bahwa
keragaman genetik dapat dicapai melalui fase tak berdiferensiasi yang relatif
panjang.
Perbaikan genetik melalui hibridisasi seksual pada jeruk menghadapi
beberapa kendala, salah satunya yakni adanya sifat poliembrioni menyebabkan
embrio zigotik harus berkompetisi dengan jaringan nuselus (Soost dan Roose,
1996). Reproduksi spesies jeruk pada umumnya dicirikan dengan adanya
poliembrioni pada benih (Ballve et al, 1996), sebuah proses apomiktik yang
memungkinkan embrio muncul dari sel nucellus di sekeliling embrio zigotik yang
sedang berkembang (Koltunow et al., 1996) dan kemudian berkembang di dalam
kantung embrio bersama dengan embrio zigotik (Tusa et al., 2002). Oleh sebab
itu, jeruk yang memiliki sifat poliembrioni dapat menghasilkan bibit dari satu
benih (Anonymous, 2003).
Embrio zigotik berasal dari peleburan pollen dan ovum sehingga bibit
yang dihasilkan dari embrio ini tidak sama dengan tanaman induknya, sedangkan
embrio nucellar merupakan hasil perkembangan dari sel nuselus tanaman induk.
Nuselus merupakan suatu jaringan yang terbentuk bersamaan dengan
perkembangan suatu biji tanaman. Sel-sel dari jaringan ini mempunyai sifat
somatik embryogenesis, yaitu sel-sel yang berkembang menjadi kalus kemudian
kalus tersebut dapat berdiferensiasi dan berkembang menjadi tanaman melalui
fase embrio (Devy, Hardiyanto, dan Jati. 2007).
Dengan adanya embrio nuselar berarti hambatan bagi program pemuliaan
tanaman, karena embrio zigotik kemungkinan akan terdesak dan mati, serta
menyulitkan seleksinya. Embrio zigotik diperlukan bagi pemuliaan tanaman
sebagai sumber keragaman genetik untuk menciptakan individu baru. Oleh karena
itu, dalam program pemuliaan tanaman, pertumbuhan embrio nuselar harus dapat
dikontrol demi untuk menyelamatkan embrio zigotik yang mempunyai bahan
genetik berbeda dengan kedua tetuanya. Usaha membedakan dua jenis bibit ini
sangat perlu dan akan menguntungkan bila dapat diterapkan semenjak tanaman
masih berusia muda atau usia dini. Dengan demikian waktu, tenaga dan biaya
dapat diperkecil.
Heterosigositas yang tinggi pada tanaman jeruk, proses kultur in vitro
(kultur embrio) yang terjadi pada tanaman jeruk hasil persilangan pada penelitian
ini serta adanya sifat poliembrioni memungkinkan terjadinya keragaman hal ini
terlihat pada hasil pengamatan jumlah stomata dimana terdapat sejumlah individu-
individu pada tiap populasi tanaman F1 yang menunjukkan adanya penambahan
maupun pengurangan jumlah stomata bila dibandingkan dengan tanaman
tetuanya. Dengan demikian seleksi tanaman F1 menjadi perlu untuk dilakukan.
Hasil seleksi tanaman F1 pada fase pembibitan ini dari 50 individu
tanaman pada tiap populasi tanaman F1 yang diamati untuk seluruh karakter
pengamatan didapatkan sejumlah individu-individu terseleksi (Tabel 5.) yakni
pada populasi tanaman P1V1 (Siam Banjar x K. Satsuma) terdapat 15 individu
yang terseleksi, untuk populasi tanaman P2V1 (Siam Madu x K. Satsuma)
terdapat 16 individu yang terseleksi, populasi tanaman P4V1 (Siam Mamuju x K.
Satsuma) diperoleh 27 individu yang terseleksi dan untuk populasi tanaman P6V2
(Siam Pontianak x K. Satsuma) diperoleh 27 individu yang terseleksi.

Tabel 5. Daftar Individu-individu Terseleksi Pada Tiap Populasi Tanaman F1

No P1V1 P2V1 P4V1 P6V2


1 11 5 3 2
2 13 6 4 5
3 19 10 5 6
4 22 11 6 8
5 25 12 9 10
6 28 13 10 12
7 31 17 11 14
8 35 18 12 15
9 36 19 13 16
10 41 20 15 18
11 42 24 16 19
12 43 27 17 22
13 44 29 18 23
14 45 34 20 24
15 46 40 24 28
16 46 26 30
17 35 31
18 37 32
19 38 33
20 39 34
21 40 35
22 41 38
23 43 39
24 44 40
25 46 43
26 48 49
27 50 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Hasil pengamatan vigoritas (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, panjang dan lebar daun) rata-rata populasi tanaman F1 yang
diamati menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetua
persilangannya.
2. Hasil pengamatan juvenilitas (jumlah duri/pohon) rata-rata individu pada
populasi tanaman F1 yang diamati memiliki jumlah duri/pohon yang lebih
besar dibandingkan dengan tetua persilangannya.
3. Parameter jumlah duri/pohon tidak dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria seleksi pada populasi tanaman F1 jeruk pada penelitian ini.
4. Sebagian besar individu-individu pada populasi tanaman F1 menunjukkan
karakter morfologi yang mirip dengan masing-masing tanaman tetua
betinanya (Siam Banjar, Siam Madu, Siam Mamuju dan Siam Pontianak).
5. Terdapat penambahan maupun pengurangan jumlah kerapatan stomata
pada tiap individu-individu tanaman F1 yang diamati terhadap masing-
masing tanaman tetuanya.
6. Hasil penelitian terpilih yaitu 15 individu untuk populasi P1V1 (Siam
Banjar x K. Satsuma), 16 individu untuk populasi P2V1 (Siam Madu x K.
Satsuma), 27 individu untuk populasi P4V1 (Siam Mamuju x K. Satsuma)
dan 27 individu untuk populasi P6V2 (Siam Pontianak x K. Satsuma).

1.2 Saran
1. Pengamatan jumlah duri/pohon tidak direkomendasikan sebagai parameter
pengamatan untuk penelitian selanjutnya.
2. Teknik analisis genetik diperlukan untuk mengetahui seberapa besar
hubungan kekerabatan antara individu-individu tanaman F1 yang diamati
dengan tanaman tetuanya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahlowalia, B.S. and M. Malusznyski. 2001. Induced Mutation-A New Paradigma


in Plant Breeding. Euphytica (118): 167-173

AAK. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. pp. 49

Agisimanto, D., C. Martasari, A. Supriyanto, H. Mulyanto, dan K. Marta. 2007.


Penyelamatan Embrio Zigotik Intraspesies Siam (Citrus nobilis
Lour.) dan Satsuma (Citrus unshiu Marc.) serta Interspesies Pamelo
(Citrus grandis L. Osbeck). Jurnal Hortikultura. Edisi Khusus (3) :
221-228

Allard, R.W. 1960. Principle of Plant Breeding. Johns Wiley and Sons. New
York. p. 50-99

Anonymous. 2003. Citrus Propagation.


http : /// www. Ushrl. saa. ars. usda. gou / hb / bownan / citrus. html

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press.


Jakarta. p. 121-122

Ballve, Rosa M.L., H.P. Medina-Filho, dan R. Bordignan. 1997. Identification of


Reciprocal Hybrids in Citrus by The Broadness of The Leaf Petiole
Wing. Braz. J. Genet. 20(4) : 697-702

Basuki, N. 1992. Pemuliaan Ubi Jalar. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman


I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia. Komisariat Daerah
Jawa Timur. p. 80-91

Crowder. L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta

Devy, N.F., Hardiyanto, dan Jati. 2007. Pengaruh Macam Media terhadap
Pertumbuhan Kultur Embrio Nuselar Japanese Citroen In Vitro dan
Metode Perbanyakan Planletnya. Jurnal Hortikultura. Edisi Khusus
(3) : 229-238

Hansen, N.J.P. and S.B. Andersen. 1998. In vitro Chromosome Doubling with
Colchicine During Microspore Culture in Wheat (Triticum aestivum
L.). Euphytica (102): 101-108

Kasno, A. 1990. Pemuliaan Tanaman Kacang-Kacangan. Balai Penelitian


Tanaman Pangan. Malang. p. 43
Koltunow, A.M., T. Hidaka, dan S.P. Robinson. 1996. Polyembryony in Citrus.
Accumulation of Seed Storage Proteins in Seed and in Embryos
Cultured in vitro. Plant Physiol. 110(2) : 599-609

Lea, H.Z., Dum G.M., Koch D.W. 1977. Stomatal Diffusion Resistance in Three
Ploidy Levels of Smoots Bromegrass. Crop Science XVII : 91-93. In
Mishra, M.K., 1997. Stomatal Characteristics at Different Ploidy
Levels in Coffea L. Annals of Botani 80: 689-692

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman.


Citra Aditya Bakti. Bandung. pp. 296

Passioura. 1996. Drought and Drought Tolerance. Plant Growth Regulation. 20 :


79-83

Poerwanto, R. 2004. Program Pengembangan jeruk Siam Di Indonesia. Prosiding


Seminar Jeruk Siam Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Jakarta

Poespodarsono, S. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. IPB Bogor. pp.
165

Santoso, U. dan F. Nursandi. 2002. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press.


Malang. pp. 191

Setiawan, Ade Iwan, dan Yani trisnawati. 2003. Peluang Usaha dan
Pembudidayaan Jeruk Siam. Penebar Swadaya. Jakarta

Sitompul, S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadja


Mada University Press. Yogyakarta. P. 411

Song, P., W. Kang, and E.B. Peffley. 1997. Chromosome Doubling of Allium
fistulosum x A. cepa Interspecific F1 Hybrids Through Colchicines
Treatment of Regenerating Callus. Euphytica (93): 257-262

Soost, R.K., and M. Roose. 1996. Citrus. In: J. Jules and J.N. Moore (Eds) Fruit
Breeding: Tree and Tropical Fruits. John Wiley and Sons Inc. New
York. p. 257-323

Sugiyarto, M., A. Supriyanto. 1992. Pemulian Tanaman Jeruk. Prosiding


Simposium Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan
Tanaman Indonesia. Komisariat Daerah Jawa Timur. p. 92-106

Sutanto, A. S. Purnomo. 2004. Penyelamatan Embrio Jeruk Menggunakan Kultur


In Vitro Ovule Buah Muda Hasil Penyerbukan Silang. Prosiding
Lokakarya Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia.
Tusa, Abbate, Ferrante, Luretti dan Scarano. 2002. Identification of Zygotik and
Nucellar, Seedlings in Citrus Interploid Crosses by Mean of
Isozymes, Flow Cytometry, and ISSR-PCR. Proceedings of The
XLVI Italian Society of Agricultural Genetics. Italy.

Vloria, J.W. Grosser and B. Brancho. 2005. Immature Embryo, Culture and
seedling Development of Acid Citrus Fruit Derivide from Interploid
Hybridization. CREC University of Florida

Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Departemen Pendidikan dan


Kebudataan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor. pp. 160

Zuraida, Minantyorini, dan Dimyati. 1994. Seleksi Klon Ubi Jalar berdasarkan
Sifat Kualitatif Umbi dalam Risalah Penerapan Teknologi Produksi
dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agro-Industri Edisi Khusus
Balittan Malang No. 3. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. p.
171-177
Lampiran I.

Denah Percobaan

Siam Banjar x Satsuma

Siam Madu x Satsuma

Siam Pontianak x Satsuma

Siam Musa x Satuma

Tetua

Tetua

Tetua

1. Siam Banjar x Satsuma = 50 tan


2. Siam Madu x Satsuma = 50 tan
3. Siam Pontianak x Satsuma = 50 tan
4. Siam Musa x Satsuma = 50 tan
5. Siam Banjar = 8 tan
6. Siam Madu = 8 tan
7. Siam Pontianak = 8 tan
8. Siam Musa = 8 tan
9. Keprok Satsuma = 8 tan
Lampiran 2.

DEKRIPTOR LIST TANAMAN JERUK

1. Bentuk daun

1. 2. 3.

Keterangan :
1. Sessile (tanpa petiole)
2. Brevipetiolate (petiole lebih pendek dari daun lamina)
3. Longipetiolate (petiole lebih panjang atau sama dari dengan daun
lamina)

2. Bentuk halaian daun

Keterangan :
1. Elliptic 4. Lancoelate
2. Ovate 5. Orbicular
3. Obovate 6. Obcordate
3. Bentuk tepi daun

Keterangan :
1. Crenate
2. Dentate
3. Entire
4. Sinuate

4. Tepi daun
a. Daun Tunggal

b. Trifoliata

5. Permukaan daun
a. Halus

b. Berambut

c. Berpori

d. Kasar
Lampiran 3. Karakterisasi Daun Populasi Tetua (Satsuma)
No Tan Bentuk Daun Bentuk Helaian Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Daun
1 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori

Siam Banjar
No Tan Bentuk Daun Bentuk Helaian Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Daun
1 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori

Siam Madu
No Tan Bentuk Daun Bentuk Helaian Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Daun
1 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori

Siam Mamuju
No Tan Bentuk Daun Bentuk Helaian Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Daun
1 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori

Siam Pontianak
No Tan Bentuk Daun Bentuk Helaian Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Daun
1 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
Lampiran 4. Karakterisasi Daun Populasi P1V1 (Siam Banjar x Satsuma)
No Tan Bentuk Daun Bentuk Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Helaian Daun
1 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
9 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
10 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
11 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
12 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
13 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
14 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
15 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
16 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
17 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
18 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
19 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
20 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
21 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
22 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
23 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
24 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
25 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
26 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
27 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
28 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
29 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
30 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
31 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
32 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
33 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
34 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
35 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
36 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
37 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
38 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
39 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
40 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
41 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
42 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
43 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
44 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
45 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
46 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
47 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
48 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
49 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
50 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
Lampiran 5. Karakterisasi Daun Populasi P2V1 (Siam Madu x Satsuma)
No Tan Bentuk Daun Bentuk Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Helaian Daun
1 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
9 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
10 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
11 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
12 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
13 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
14 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
15 Sessile Lancoelate Sinuate Tunggal Berpori
16 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
17 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
18 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
19 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
20 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
21 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
22 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
23 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
24 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
25 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
26 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
27 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
28 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
29 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
30 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
31 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
32 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
33 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
34 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
35 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
36 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
37 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
38 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
39 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
40 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
41 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
42 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
43 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
44 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
45 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
46 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
47 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
48 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
49 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
50 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
Lampiran 6. Karakterisasi Daun Populasi P4V1 (Siam Mamuju x Satsuma)
No Tan Bentuk Daun Bentuk Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Helaian Daun
1 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
9 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
10 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
11 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
12 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
13 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
14 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
15 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
16 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
17 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
18 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
19 Sessile Ovate Sinuate Tunggal Berpori
20 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
21 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
22 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
23 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
24 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
25 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
26 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
27 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
28 Sessile Ovate Sinuate Tunggal Berpori
29 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
30 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
31 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
32 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
33 Sessile Ovate Entire Tunggal Berpori
34 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
35 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
36 Sessile Elliptic Entire Tunggal Berpori
37 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
38 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
39 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
40 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
41 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
42 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
43 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
44 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
45 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
46 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
47 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
48 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
49 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
50 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
Lampiran 7. Karakterisasi Daun Populasi P6V2 (Siam Pontianak x Satsuma)
No Tan Bentuk Daun Bentuk Bentuk Tepi Daun Tipe Daun Permukaan Daun
Helaian Daun
1 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
2 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
3 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
4 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
5 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
6 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
7 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
8 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
9 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
10 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
11 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
12 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
13 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
14 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
15 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
16 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
17 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
18 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
19 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
20 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
21 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
22 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
23 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
24 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
25 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
26 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
27 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
28 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
29 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
30 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
31 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
32 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
33 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
34 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
35 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
36 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
37 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
38 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
39 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
40 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
41 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
42 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
43 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
44 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
45 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
46 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
47 Sessile Obovate Sinuate Tunggal Berpori
48 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
49 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori
50 Sessile Elliptic Sinuate Tunggal Berpori

Anda mungkin juga menyukai