Anda di halaman 1dari 20

USULAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

UJI ANTAGONIS JAMUR ENDOFIT GARUT PADA PATOGEN KUDIS


(Sphaceloma fawcettii) TANAMAN JERUK DI BALAI PENELITIAN
TANAMAN JERUK DAN BUAH SUBTROPIKA

Oleh :
Ilmi Hardani Ihtiarti
NIM A1L114003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017

1
USULAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

UJI ANTAGONIS JAMUR ENDOFIT GARUT PADA PATOGEN KUDIS


(Sphaceloma fawcettii) TANAMAN JERUK DI BALAI PENELITIAN
TANAMAN JERUK DAN BUAH SUBTROPIKA

Oleh:
Ilmi Hardani Ihtiarti
NIM A1L114003

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Praktik Kerja


Lapangan pada Pendidikan Strata Satu Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017

2
USULAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

UJI ANTAGONIS JAMUR ENDOFIT GARUT PADA PATOGEN KUDIS


(Sphaceloma fawcettii) TANAMAN JERUK DI BALAI PENELITIAN
TANAMAN JERUK DAN BUAH SUBTROPIKA

Oleh:
Ilmi Hardani Ihtiarti
NIM A1L114003

Diterima dan Disetujui


Tanggal :

Mengetahui:
Wakil Dekan Bidang Akademik, Pembimbing,

Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M. P. Dr. Ir. Nur Prihatiningsih, M. S.


NIP. 196011081986011001 NIP. 196105141986012001

3
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan penting dan strategis

yaitu sebagai penghasil bahan – bahan seperti bahan pangan, sandang dan papan

sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Hortikultura merupakan salah satu dari

bagian dari sektor pertanian pemenuh bahan pangan yang mempunyai prospek

yang cukup bagus dimasa yang akan datang, karena produk hortikultura sangat

dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan

semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya nilai gizi,

meningkatnya pendapatan perkapita serta pertumbuhan agroindustri. Tanaman

buah merupakan salah satu jenis hortikultura.

Tanaman jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan yang selalu tersedia

pada sepanjang tahun. Tanaman jeruk tidak mengenal sistem berbunga khusus. Di

samping itu tanaman jeruk dapat ditanam di mana saja, baik di dataran rendah

maupun di dataran tinggi. Tanaman jeruk ini diakui sudah lama tumbuh di

Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Buah jeruk merupakan salah satu

jenis buah yang paling banyak digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu tidak

mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk mengalami perubahan populasi

yang cukup tajam. Pada saat ini sebagian petani buah menyadari bahwa komoditas

buah jeruk memang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Jeruk adalah buah-buahan yang nilai gizinya cukup tinggi dan memberi

penghasilan yang tidak sedikit bila diusahakan secara sungguh-sungguh. Di

4
samping itu buah jeruk merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang

mengandung zat-zat pengatur proses dalam tubuh manusia yang setiap hari

mutlak dibutuhkan dan semakin digemari oleh masyarakat (Joesoef, 1993).

Kesadaran akan kebutuhan gizi yang meningkat, menstimulus petani jeruk

berbudidaya dengan baik. Tata cara budidaya tanaman jeruk sejak zaman purba

sudah diterapkan. Tetapi, dengan adanya perkembangan zaman dan kemajuan di

bidang teknologi, ternyata buah jeruk dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain.

Dengan kenyataan ini kiranya sangat perlu untuk meningkatkan produksi dan

memperbaiki kualitas buah jeruk sistem bercocok tanam yang lebih modern.

Dengan cara demikian kontinuitas pengadaan buah jeruk di pasaran akan selalu

tersedia (AKK,1994).

Berbagai kendala yang sering dijumpai dalam budidaya tanaman jeruk

terutama masalah serangan organisme pengganggu (OPT). Produktivitas tanaman

jeruk yang terserang OPT dapat mengalami penurunan yang drastis bahkan dapat

menyebabkan gagal panen dan kematian pada tanaman. Salah satu OPT penting

yang dapat menyebabkan hal – hal tersebut ialah OPT penyebab penyakit kudis.

Penyakit kudis disebabkan oleh cendawan Sphaceloma fawcettii. Cendawan

S. fawcettii ini dapat menyerang pada daun, batang, dan buah jeruk. Serangan

ditandai dengan adanya bercak kuning kecoklatan yang timbul dan menyebabkan

daun klorosis serta terhambat pertumbuhan tanaman. Pada buah jeruk sendiri

dapat menurunkan estetika penampilan jeruk. Sehingga apabila jeruk mampu

bertahan dari penyakit kudis tersebut nilai jual jeruk tetap akan menurun karena

5
penampilan yang kurang menarik tersebut dan petani jeruk akan mengalami

penurunan pendapatan.

Pengendalian yang sering dilakukan oleh para petani dalam mengatasi

permasalahan kudis ini ialah dengan menggunakan pestisida kimia. Secara nilai

ekonomi dan waktu dalam waktu dekat memang penggunaan pestisida

memberikan dampak positif yang cuku bagus. Namun, untuk jangka panjang

penggunaan pestisida ini akan mengancam keseimbangan ekosistem disekitarnya.

Oleh karena itu, perlu adanya inovasi baru pengendalian patogen kudis dengan

cara alami. Salah satunya ialah dengan mikroba endofit antagonis.

B. Tujuan dan Sasaran Praktik Kerja Lapangan

Tujuan dan sasaran praktik kerja lapangan yang akan dilaksanakan adalah

sebagai berikut :

1. Mengenal secara langsung kondisi, organisasi dan kegiatan utama dari Balai

Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Malang.

2. Mengetahui uji antagonis jamur garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma

fawcettii) pada tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah

Subtropika, Batu, Malang.

3. Mengetahui kendala dan kelebihan pelaksanaan uji antagonis jamur garut

terhadap patogen kudis (Sphaceloma fawcettii) pada tanaman jeruk di Balai

Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Malang.

6
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Manfaat yang diharapkan dari kegiatan praktik kerja lapangan ini antara lain

sebagai berikut :

1. Diperoleh informasi kondisi, organisasi, dan kegiatan utama dari Balai

Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Malang.

2. Diperoleh pengetahuan mengenai uji antagonis jamur garut terhadap patogen

kudis (Sphaceloma fawcettii) pada tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman

Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Malang.

3. Diperoleh pengetahuan mengenai kendala dan kelebihan pelaksanaan uji

antagonis jamur garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma fawcettii) pada

tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu,

Malang.

4. Hasil Praktik Kerja Lapangan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk melaksanakan penelitian.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Botani dan Morfologi Tanaman Jeruk

Tanaman Jeruk yang mempunyai nama latin Citrus sp. merupakan tanaman

tahunan yang berasal dari Asia Tenggara, terutama Cina. Sistematika tanaman

jeruk menurut Soelarso (1996) ialah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Clasis : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus sp.

Tanaman jeruk termasuk ke dalam kelas dicotyledoneae, tanaman biji

berkeping dua yang memiliki bagian tanaman lengkap. Adapun bagian – bagian

tanamannya ialah akar, batang, daun, bunga dan buah.

1. Akar

Tanaman jeruk mempunyai akar tunggang panjang dan akar serabut

(bercabang pendek kecil) serta akar – akar rambut. Bila akar tunggang mencapai

tanah yang keras atau tanah yang terendam air, maka pertumbuhannya akan

terhenti. Tetapi bila tanahnya gembur, panjang akar bisa mencapai 4 meter. Akar

cabang yang mendatar bisa mencapai 6-7 meter. Perakaran jeruk bergantung pada

8
banyaknya unsur hara di dalam tanah dan umumnya di kedalaman 0,15 – 0,50

meter (Soelarso,1996).

2. Batang

Bentuk fisik tanaman jeruk sangat dipengaruhi oleh keadaan batang jika

dibiarkan tumbuh terus tanpa perlakuan pemangkasan. Tanaman jeruk yang tidak

dipangkas akan dapat tumbuh lurus mencapai ketinggian 15 meter atau lebih.

Warna kulit batang berbeda – beda, misalnya untuk jeruk besar berarna hitam

kecoklatan, tetapi ada pula percabangan dan ranting yang berwarna putih

kehijauan. Batang jeruk jenis ini pada permukaan kulit kelihatan kasar, sebab

dekat mata tunasnya adalah bekas tumbuhnya duri – duri yang panjang dan besar.

Duri jeruk jika masih muda berwarna hijau, tetapi jika sudah tua berwarna coklat

yang lama – kelamaan akan lapuk, dan akhirnya mati (AKK,1994).

3. Daun

Daun jeruk berwarna hijau tua dan terkesan tebal. Jika daun itu diremas

akan berbau aroma sesuai dengan jeruk jenisnya. Tulang daun berbentuk menyirip

beraturan, tetapi ada juga yang berselang – seling seperti citrus sinensis dan citrus

paradisi. Tepian daun ada yang bergerigi ada juga yang tidak. Bentuk fisik daun

oval, meruncing, tetapi ada juga oval yang tumpul. Daun jeruk terdiri atas dua

bagian, yaitu lembaran daun besar dan kecil. Lebaran daun kecil letaknya dekat

dengan tangkai daun. Tetapi ada juga daun yang tidak memiliki lembaran kecil

(AKK,1994).

Permukaan daun sekilas kelihatan mengkilap, karena selalu dilapisi oleh

lapisan lilin yang padat dan mengandung sedikit pectin sehingga tetesan air hujan

9
cepat meluncur. Daun jeruk tumbuh pada tunas – tunas batang yang berselang –

seling. Pembentukan daun baru senantiasa muncul dari ujung ranting, dan pada

tiap – tiap mata tunasnya terdapat calon ranting yang masih lunak. Agar tidak

mempengaruhi proses pembuahan, maka kegiatan mewiwil tunas – tunas baru

yang tumbuh sembarangan harus dilakukan secara rutin (AKK,1994).

4. Bunga

Bunga tanaman jeruk tergolong bunga sempurna, yakni dalam satu bunga

terdapat kelamin jantan dan kelamin betina (Cahyono, 2005). Bunga tanaman

jeruk memiliki frekuensi pembungaan jeruk pada setiap tahunnya dapat mencapai

3 – 4 kali. Kebanyakan bunga berbentuk majemuk dalam 1 tangkai. Bunga –

bunga tersebut muncul dari ketiak – ketiak daun atau pucuk – pucuk ranting yang

masih muda. Setelah pucuk daun tumbuh, beberapa hari kemudian akan disusul

putik bunganya (AKK,1994).

5. Buah

Buah jeruk ada yang berbentuk bulat, oval (hampir bulat), atau lonjong

sedikit memanjang. Buah jeruk terdiri dari kulit luar (albedo), kulit dalam

(flavedo), segmen buah (endocarp), yang terdiri dari gelembung – gelembung

kecil berisi cairan dan terbungkus oleh segmen (endocarp), berwarna orange

lunak, teksturnya halus, banyak mengandung air dan rasanya manis sampai agak

asam segar. Dalam satu buah jumlah segmen buah berkiras antara 8 – 15

tergantung pada varietas (Cahyono, 2005).

Tangkai buah rata- rata besar dan pendek. Kulit buah ada yang tebal dan

ulet, tetapi ada juga yang tipis tidak ulet, sehingga kulit mudah dikupas. Dinding

10
kulit buah berpori – pori, terdapat kelenjar yang berisi pectin. Pectin pada buah

jeruk ada 2 macam, yaitu pectin yang bermetoksi tinggi dan pectin bermetoksi

rendah. Metoksi pectin dari kulit jeruk berfungsi sebagai unsur utama pengikat air

(AKK,1994).

B. Ekologi Tanaman Jeruk

Pertumbuhan dan produksi jeruk secara optimal dapat dicapai apabila

lingkungan tumbuhnya sesuai dengan kebutuhan hidup tanaman. Keadaan

lingkungan yang menjadi pokok bahasan adalah keadaan iklim, keadan tanh,

kebutuhan cahaya matahari, kelembaban udara, serta topograsi atai ketinggian

tempat (AKK,1994).

Keadaan iklim merupakan pedoman utama dalam bercocok tanam jeruk di

Indonesia. Sesuai dengan keadaan iklim di Indonesia, tanaman jeruk harus selalu

kecukupan air walaupun tidak berkelebihan. Apabila air terlalu banyak justru

membahayakan. Oleh sebab itu, pemberian air pada tanaman jeruk harus

dilakukan pada saat yang tepat. Pengalaman petani jeruk menunjukkan bahwa jika

pada permulaan musim panas banyak turun hujan, dapat membahayakan tanaman

jeruk karena berbagai penyakit akan mudah muncul, misalnya menyebabkan buah

muda rontok. Demikian juga bila hujan terjadi terus-menerus pada musim

berbunga, dapat mengakibatkan gagalnya pembuahan atau menghambat

pertumbuhan buah. Oleh karena itu, perlu suatu perhitungan (analisis), kapan

tanaman butuh air banyak atau sedikit (Tjitrosoepomo, 2007 dalam Efendi, 2009).

Keadaan iklim ini dibedakan ke dalam beberapa tipe menurut volume curah

hujan dalam satu tahun, dengan pembagian menurut AKK (1994) sebagai berikut:

11
1. Daerah type A : 12 bulan basah 0 bulan kering
2. Daerah type B : 12 – 10 bulan basah 1 – 2 bulan kering
3. Daerah type C : 9 – 8 bulan basah 2 – 4 bulan kering
4. Daerah type D : 7 – 6 bulan basah 4 – 6 bulan kering
5. Daerah type E : 5 – 4 bulan basah 6 – 8 bulan kering

Tanaman jeruk memerlukan 6 – 9 bulan basah (musim hujan), curah hujan

1.000-2.000 mm/th merata sepanjang tahun, air yang cukup terutama di bulan

Juli-Agustus. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara 25 – 30°C,

kelembapan optimum sekitar 70 – 80%. Kecepatan angin lebih dari 40 – 48%

akan merontokkan bunga maupun buah (Soelarso, 1996).

Tanaman jeruk merupakan salah satu jenis tumbuhan yang menyukai tempat

terbuka tanpa naungan selama proses budidayanya, karena sinar matahari

langsung sangat membantu meningkatkan produktivitas tanaman. Jenis tanah

Andosol atau Latosol sangat tepat untuk budidaya jeruk, derajat keasaman tanah

(pH tanah) berkisar 5,5 – 6,5. Air tanah optimum pada kedalaman 150 – 200 cm di

bawah permukaan tanah, sedangkan di musim kemarau 150 cm, musim hujan 50

cm. Tanaman jeruk membutuhkan air yang cukup dan berkandungan garam

kurang dari 10%. Kekurangan air menyebabkan daun jeruk mengering diikuti oleh

gugurnya daun dan bila terjadi pada fase pembuahan, menyebabkan berkurangnya

kandungan air buah, sehingga dapat menurunkan kualitas buah (Efendi, 2009).

Tanah yang cocok untuk tanaman jeruk ialah sandy loam dan clay. Kedaan

tanah harus selalu gembur dan tidak menimpan air terlalu banyak (poreoue).

Kandungan air yang baik adalah pada kedalaman 50 – 150 cm di bawah

permukaan tanah (AKK, 1994).

12
Tanaman jeruk menurut AKK (1994) mempunyai toleransi tumbuh yang

cukup baik, sebab jeruk dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi

(1.400 meter di atas permukaan laut). Berikut dataran tinggi adalah tempat jeruk

dapat dibudidayakan bervariasi dari dataran rendah sampai tinggi tergantung pada

spesies:

1. Jenis Keprok Batu 55, Keprok Garut : 700 – 1.200 m dpl

2. Jenis Keprok Madura, Keprok Tejakula : 1 – 900 m dpl.

3. Jenis Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO : 300 – 800 m dpl.

4. Jenis Siem : 1 – 700 m dpl.

5. Jenis Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung: 1 – 700 m dpl.

6. Jenis Jepun Kasturi, Kumkuat : 1 – 1.000 m dpl.

7. Jenis Purut : 1 – 400 m dpl

C. Penyakit Kudis

Penampilan kulit buah jeruk yang kurang menarik dapat menurunkan

kualitas buah saat dipasarkan. Salah satu ciri kulit buah yang kurang menarik

adalah timbulnya gejala burik kusam pada kulit buah. Gejala burik kusam

didefinisikan sebagai buah yang kulitnya berubah warna sebagian atau semua

menjadi coklat, timbul bintil atau tidak, menjadi lebih kasar dari buah normal dan

menghambat pertumbuhan buah, biasanya gejala burik menjadi permanen sampai

buah tua. Salah satu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) patogen penyakit

penyebab burik kusam adalah Kudis (S. fawcetti Jenkins) (Triwiratno dkk, 2005).

13
Kudis (scab) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jeruk.

Gejala terlihat dengan adanya bercak kecil jernih pada daun dan helaian daun,

kemudian berkembang menjadi semacam gabus berwarna kuning/coklat. Infeksi

hanya terbatas pada salah satu permukaan daun saja. Ukuran bercak lebih besar

daripada kanker jeruk, umumnya menyerang pembibitan dengan batangbawah

jenis JC dan RL. Serangan parah menyebabkan pertumbuhan kerdil dan

deformasi titik tumbuh. Pada tanaman yang sudah berbuah ditemukan serangan

pada jeruk siam berupa bercak kudis yang dimulai buah pentil.

Menurut Bassey (1979; Watanabe, 1937; Barnet dan Hunter, 1998; Samson

dkk, 1995) klasifikasi Sphaceloma sp. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Devisi : Eumycota

Sub devisi : Deuteromycotina

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Melanconiales

Famili : Melanconiaceae

Genus : Sphaceloma

Spesies : Sphaceloma. sp.

Hasil pengamatan secara makroskopis pada media CYA (Czapek Yeast

Extract Agar) selama masa inkubasi 7 hari pada memperlihatkan bentuk yaitu hari

ke 1 miselium seperti kapas tipis berwarna putih, bentuk koloni bulat dengan tepi

rata dan warna balik koloni berwarna putih, pada hari ke 3 bentuk koloni bulat

seperti kapas berwarna putih kemerahan dengan bagian tengahnya menggunung,

14
tepi koloni tidak rata dan warna balik koloni berwarna putih kemerahan, dan pada

hari ke 7 koloni berbentuk bulat dengan tepi rata, seperti kapas halus dengan

bagian permukaan jamur berwarna putih kemerahan dan warna balik koloni

kuning kemerahan.

D. Mikroba Antagonis dan Endofit

Sumber daya mikroba yang terdapat di dalam jaringan tanaman mulai

banyak mendapat perhatian yang dikenal dengan sebutan mikroba endofit. Hal ini

merupakan salah satu alternatif pengendalian non kimiawi yang terus

dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir. Mikroba endofit hidup

bersimbiosis dengan tanaman di dalam jaringan tanaman, apabila mikroba

tersebut mampu menghasilkan suatu agen biologis yang dapat memerangi

penyakit tanaman maka secara langsung tanaman akan terhindar dari penyakit

yang juga disebabkan oleh mikroba lain (Melliawati et al., 2006).

Pengertian agensia hayati (biokontrol) menurut FAO adalah mikroorganisme

alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa

genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk

mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Agensia hayati tidak hanya

meliputi mikroorganisme, tetapi juga organisme yang ukurannya lebih besar dan

dapat dilihat secara kasat mata seperti predator atau parasitoid untuk membunuh

serangga. Dengan demikian, pengertian agensia hayati perlu dilengkapi dengan

kriteria menurut FAO yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti

parasitoid predator, parasit, arthropoda pemakan tumbuhan, dan patogen (Supriadi

2006).

15
Agensia hayati yang termasuk dalam mikroorganisme disebut juga sebagai

mikroba antagonis. Mikroba antagonis adalah organisme yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba penyebab penyakit pada tanaman seperti jamur patogen.

Mikroba antagonis merupakan suatu jasad renik yang dapat menekan,

menghambat dan memusnahkan mikroba lainnya. Dengan demikian mikroba

antagonis berpeluang sebagai agen hayati dalam pengendalian mikroba penyebab

penyakit tanaman (Maela dkk, 2014).

Kelompok jamur endofit adalah mikroba antagonis yang mampu

memproduksi senyawa antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun jamur

patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan. Asosiasi beberapa jamur

endofit dengan tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari

beberapa patogen virulen, baik bakteri maupun jamur (Maela,2014). Khamir

adalah mikroba antagonis golongan fungi, uniseluler eukaryotik yang bersifat

saprofit atau parasit serta memiliki antimkroba dan lebih bisa tahan terhadap stress

lingkungan (Widiastuti et al., 2014).

16
III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan selama kurang lebih 30 hari pada

bulan Januari sampai bulan Februari 2017 yang bertempat di Balai Penelitian

Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Malang.

B. Materi Praktik Kerja Lapangan

Materi atau objek yang dikaji dalam Praktik Kerja Lapangan ini adalah

mengenai uji antagonis jamur garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma

fawcettii) pada tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah

Subtropika, Batu, Malang.

C. Metode Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Metode yang akan digunakan dalam Praktik Kerja Lapangan yaitu :

1. Partisipasi aktif

Praktik kerja lapangan dilaksanakan dengan cara berperan aktif di lapangan

mengenai uji antagonis jamur garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma

fawcettii) pada tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah

Subtropika, Batu, Malang.

2. Observasi

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati secara langsung

peristiwa atau hal – hal yang berhubungan dengan pelaksanaan uji antagonis

17
jamur garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma fawcettii) pada tanaman jeruk di

Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu, Malang.

3. Wawancara

Metode ini dilakukan dengan cara tanya jawab dengan responden.

Responden dalam hal ini adalah pimpinan, pembimbing, staff atau karyawan di

lokasi

4. Metode Pengambilan Data

Data yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan adalah :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari narasumber

dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan secara langsung tentang uji

antagonis jamur garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma fawcettii) pada

tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu,

Malang.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari arsip atau dokumentasi instasi,

literatur, buku dan pustaka lain yang berhubungan dengan uji antagonis jamur

garut terhadap patogen kudis (Sphaceloma fawcettii) pada tanaman jeruk.

18
IV. JADWAL PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan selama ±30 hari pada bulan

Januari samapai bulan Februari 2017 dengan jadwal pelaksanaan seperti pada

tabel 1.

Tabel 1. Jadwal pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan


No Minggu Ke-
Jenis Kegiatan
. 1 2 3 4 5
1. Persiapan Orientasi Lapang
2. Praktik Lapangan
3. Pengumpulan Data
4. Analisis Data dan Penarikan
Kesimpulan

19
DAFTAR PUSTAKA

AKK, 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Kanisius, Yogyakarta.


Cahyono, B., 2005. Budidaya jeruk Mandarin. Yayasan Pustaka Nusantara,
Yogyakarta.
Efendi, M., 2009. Distribusi Hama Kutu Sisik Merah (Aonidiella aurantii) Pada
perkebunan Jeruk Manis (Citrus sinensis) dan Jeruk Keprok (citrus
reticulata). Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Joesoef, M., 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Bhratara, Jakarta.
Rizal, M., dan P. R. Sriwulan, 2015. Perbaikan Teknologi Budidaya Jeruk Keprok
Borneo Prima dan Analisis Usaha Taninya di Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Indonesia. 1
(6) : 1492 – 1496.
Rukmana, R., 2005. Jeruk Besar. Kanisius. Yogyakarta.

Soelarso, R. B., 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai