Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L) merupakan salah satu komoditas holtikultura termasuk jenis sayuran polong, kacang panjang tipe merambat berasal dari daerah tropis dan Afrika, terutama Abbisinia dan Ethiopia. Perkembangan paling pesat di negara beriklim panas tropis seperti Indonesia. Kacang panjang bermanfaat bagi manusia karena banyak mengandung sumber protein, energi dan mineral yang berguna untuk memenuhi gizi (Suryadi, 2003). Kacang panjang dapat tumbuh diberbagai tempat baik dataran rendah maupun dataran tinggi, dengan suhu idealnya 20-30C, pada tempat terbuka (mendapat sinar matahari penuh) dengan iklim kering dan curah hujan antara 6001.500 mm/tahun. Kacang panjang menghendaki tanah yang gembur dan subur dengan pH sekitar 5,5-6,5. Salah satu faktor penghambat dalam meningkatkan hasil adalah serangan hama. Hama tanaman kacang panjang sangat banyak baik sebagai perusak daun, bunga, polong, batang maupun akar. Salah satu diantaranya adalah hama Aphis craccivora yang sering menyerang daun, buah, dan bunga tanaman kacang panjang (Kalshoven, 1981 dalam Irwanto, 2006). Kerugian paling banyak disebabkan oleh kutu daun (Aphis craccivora Koch). Hama ini dapat mengakibatkan kerugian yang cukup luas, karena selain menghisap cairan tanaman inang juga mengekskresikan cairan berupa embun madu, dan cairan ini dapat menyebabkan tumbuhnya cendawan jelaga yang menutupi permukaan daun dapat mengganggu aktifitas fotosintesis. Selain sebagai hama, kutu ini juga dapat berfungsi sebagai vektor virus yang dapat ditularkan

melalui isapannya. Kerugian yang ditimbulkan hama ini secara langsung dapat mencapai 16%, sedangkan sebagai vektor sebesar 44% (Inani, 2006). Untuk menekan kerugian yang disebabkan oleh A. craccivora, dilakukan upaya pengendalian. Pengendalian menggunakan insektisida sintesis menjadi pilihan utama untuk mengendalikan hama A. craccivora karena pengendalian ini relatif singkat dan cepat terlihat hasilnya. Akan tetapi penggunaan insektisida sintesis secara terus menerus memiliki efek negatif yang cukup tinggi antara lain resistensi hama, ledakan hama kedua, matinya musuh alami, terjadinya pencemaran lingkungan, serangan dan organisme lain yang bukan sasaran ikut mati, serta bahaya keracunan pada hewan dan manu sia. Oleh karena itu perlu dicari teknik pengendalian alternatif yang alami, yaitu dengan menggunakan sebagai insektisida nabati. Pemanfaatan bahan alami sebagai pestisida nabati sebagai suatu alternatif pengendalian hama yang murah, praktis dan aman terhadap lingkungan. Tembakau adalah salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati karena mengandung senyawa alkaloid yang disebut nikotin. Daun tembakau dapat digunakan dalam bentuk irisan atau yang sudah dikeringkan, pada daun tembakau kering mengandung 2-8% nikotin. Puntung rokok merupakan bahan pestisida nabati yang dapat

mengendalikan hama. Pada tembakau linting terdapat bahan aktif nikotin. Senyawa nikotin berfungsi sebagai racun kontak,racun saraf, dan racun perut untuk mengendalikan hama dari golongan aphis dan serangga yang lunak tubuhnya (Baehaki, dalam Susilowati, 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Irwanto (2006) konsentrasi 0,8 g/l-1,0 g/l pada semua merek rokok menyebabkan lama mortalitas lebih cepat dan tinggi, mampu menghambat semua nimfa yang dilahirkan dibanding konsentrasi lainnya pada semua merek rokok. Mortalitas dan jumlah A. craccivora membentuk sayap tertinggi terjadi pada konsentrasi 1,0 g/l dan jumlah nimfa paling sedikit yang dilahirkan terjadi pada konsentrasi 0,8 g/l ekstrak puntung rokok tembakau F (Susilowati, 2006). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Limbah Puntung Rokok Tembakau Linting Dan Uji Konsentrasi Untuk Mengendalikan Hama Aphis craccivora Koch Pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sintesis L).

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan ekstrak puntung tembakau linting dari berbagai merek untuk mengendalikan hama Aphis craccivora Koch pada tanaman kacang panjang.

1.3 Hipotesis Puntung tembakau rokok linting mampu mengendalikan hama

A. craccivora Koch pada tanaman kacang panjang.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. daunnya tersususun atas tiga-tiga helaian dengan panjang 6-8 cm, lebar 3-5 cm. bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, panjang kurang lebih 12 cm. buah tanaman ini berbentuk polong, berwarna hijau, dan panjang 15-25 cm. bijinya lonjong, pipih, berwarna coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Suryadi, 2003). Menurut Siemonsma dan Piluek (1994) kacang panjang diperkirakan berasal dari Timur atau Asia Tenggara, kemungkinan dari Cina Selatan. Kacang panjang merupakan salah satu dari 10 jenis sayuran yang penting di wilayah Asia Tenggara, Taiwan, Cina Selatan dan Banglades. Kacang panjang termasuk kedalam Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Bangsa : Rosales, Suku : Leguminosae (Papilionaceae), Marga : Vigna, Jenis : Vigna sinensis L. (Hutapea et al., 1994). Menurut Haryanto et al. (1995) kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim. Daunnya majemuk, tersusun atas tiga helai. Batangnya liat dan sedikit berbulu. Akarnya mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen (N) bebas dari udara. Menurut Haryanto et al. (1995) pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi iklim dan jenis tanah. Unsur-unsur iklim yang perlu diperhatikan dalam pertumbuhan tanaman antara lain ketinggian tempat, sinar matahari

dan curah hujan. Kacang panjang dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi dengan ketinggian antara 0-1500 m diatas permukaan laut (dpl). Kacang panjang dapat ditanam sepanjang musim, baik musim kemarau maupun musim hujan.

2.2 Hama Kutu Daun (Aphis craccivora) Aphis craccivora Koch termasuk dalam Filum: Arthropoda, Sub Filum: Mandibulata, kelas: Insecta, Ordo:Homoptera, Family; Aphididae (Klingauf). Serangan ini bersifat kosmopolit dan polifag yang mempunyai banyak tanaman inang seperti jenis family legiminoceae, Malvaceae, Caricaceae, Solanaceae, Amaranthaceae, dan beberapa tanaman hias lainnya (Kranz et al. 1978, dalam sutikno 2001). Hama ini besifat kosmopolit dan polifag mempunyai banyak tanaman inang seperti jenis famili Leguminoceae, Malvaceae, Caricaceae, Solanaceae, Amaranthaceae, dan beberapa tanaman hias (Jurgent et al, dalam Irwanto, 2006). Aphis craccivora yang baru lahir hialin kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi coklat dan akhirnya warnanya menjadi hitam. Nimfa yang baru lahir panjangnya lebih kurang 0,35 mm dengan lebar 0,18 mm. A. craccivora

koch yang berukuran kecil dan tersebar secara kosmopolitan, merupakan salah satu hama tanaman Leguminoceae di Indonesia. Serangan ini mempunyai kemampuan hidup yang tinggi karena mamapu bereproduksi secara

parthenogenesis vivipar, ada juga fase sexual yang membentuk jantan dan betina yang telurnya menetas diluar tubuh (ovipar). Serangga ini berperan sebagai vektor bermacam-macam virus penyebab penyakit (Kalshoven, 1981).

Tanaman yang terserang A. craccivora akan menjadi kerdil, daun mengeriting, muncul bercak-bercak dan warna daun menguning diikuti kelayuan dan kematian. A. craccivora yang baru lahir hialin kemudian secara berangsurangsur berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi hitam. Nimfa yang baru lahir panjangnya lebih kurang 0,35 mm dengan lebar lebih kurang 0,18 mm.setelah menjadi imago ukurannya menjadi 1.5-2 mm (Sutarjo, 1978 dalam Irwanto, 2006). Aphis craccivora dapat berkembang biak dengan cara partenogenesis (tanpa dibuahi oleh serangga jantan). Sekitar lima hari, kutu yang baru menetas sudah mampu beranak sehingga menghasilkan keturunan-keturunan barua dalam jumlah banyak, Perkembang biakan kutu daun terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk bersayap dan tidak bersayap. Hal ini diyakini ketika terbagi dua koloni dipenuhi dengan kutu daun, beberapa kutu daun akan berubah menjadi bersayap dan terbang kelokasi baru untuk memenuhi sebuah koloni baru. biasanya sejak telur hingga menjadi imago tidak bersayap. Pada kondisi persediaan pakan terbatas, kutu daun akan membentuk sayap untuk berpindah tempat. Hama ini berwarna hitam atau hijau kekuningan dengan panjang 1,8-1,2 mm. larvanya setelah satu minggu menjadi dewas dan mulai menyerang dari balik daun dan kuncup tunas (Insects of Australia CSIRO, 2010).

2.3 Tembakau Sebagai Pestisida Nabati Pestisida alami diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, karena terbuat dari bahan alami atau nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai dialam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang. Salah

satu contoh tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida alami adalah tanaman tembakau (Kardinan, 2004). Tanaman tembakau (Nicotiana tobacum L) merupakan tanaman semak semusim, memiliki batang berkayu yang tingginya mencapai 2 m, dan tunggal, berbulu, bentuk bulat telur, tepi rata, ujung runcing dengan panjang 20-50 cm dan lebar 5-30 cm (Kardinan, 2004). Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut: Famili: Solanaceae, Sub Famili: Nicotianae, Genus: Nicotianae, Spesies: Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica (Cahyono,1998 dalam Susilowati, 2006). Saat ini produksi tembakau di indonesia hanya bermanfaat sebagai industri rokok saja yang sangat berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Sehingga perlu untuk mengeksploitasi lagi manfaat yang lain, misalnya sebagai racun bagi serangga. Tembakau mengandung alkaloid nikotin yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia juga sangat beracun bagi serangga sehingga nikotin dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai inteksida nabati. Nikotin merupakan metabolit skunder dari golongan alkaloid yang disintesis dari asam nikotin dan merupakan senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen dan memiliki sifat fisiologis yang menonjol. Kandungan tertinggi terdapat pada ranting dan tulang daun (Kardinan, 2004). Dari beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati, nikotin merupakan bahan paling mudah diekstrak dengan pelarut air.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium hama tumbuhan fakultas pertanian universitas riau, kampus Bina Widya Kelurahan Simpang Baru Panam. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2011.

3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih kacang panjang varietas Kona 1, serangga A. craccivora, polibag ukuran 12 x 17 cm, top soil, pupuk kandang, tembakau linting merek A: Nomor 11, B: Sinar Matahari, C: Moalboros, D: Daun No.1, E: DJI SAM U, F: Delapan Tujuh. plastik mika, aquades dan kain kasa. Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian antara lain kurungan serangga dari polinet, sungkup kecil (diameter 10 cm, tinggi 20 cm), hand sprayer 1000 ml, lumpang, ayakan, cangkul, kuas, gelas ukur, timbangan analitik dan alat-alat tulis.

3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas 31 perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan tersebut adalah:

1. K1 2. K2 3. K3 4. K4 5. K5 6. K6 7. K7 8. K8 9. K9 10. K10 11. K11 12. K12 13. K13 14. K14 15. K15 16. K16 17. K17 18. K18 19. K19 20. K20 21. K21 22. K22 23. K23 24. K24

: Konsentrasi Tembakau Linting 0 g/l air : Konsentrasi 0,20 g/ l air tembakau linting A : Konsentrasi 0,40 g/ l air tembakau linting A : Konsentrasi 0,60 g/ l air tembakau linting A : Konsentrasi 0,80 g/ l air tembakau linting A : Konsentrasi 1,00 g/ l air tembakau linting A : Konsentrasi 0,20 g/ l air tembakau linting B : Konsentrasi 0,40 g/ l air tembakau linting B : Konsentrasi 0,60 g/ l air tembakau linting B : Konsentrasi 0,80 g/ l air tembakau linting B : Konsentrasi 1,00 g/ l air tembakau linting B : Konsentrasi 0,20 g/ l air tembakau linting C : Konsentrasi 0,40 g/ l air tembakau linting C : Konsentrasi 0,60 g/ l air tembakau linting C : Konsentrasi 0,80 g/ l air tembakau linting C : Konsentrasi 1,00 g/ l air tembakau linting C : Konsentrasi 0,20 g/ l air tembakau linting D : Konsentrasi 0,40 g/ l air tembakau linting D : Konsentrasi 0,60 g/ l air tembakau linting D : Konsentrasi 0,80 g/ l air tembakau linting D : Konsentrasi 1,00 g/ l air tembakau linting D : Konsentrasi 0,20 g/ l air tembakau linting E : Konsentrasi 0,40 g/ l air tembakau linting E : Konsentrasi 0,60 g/ l air tembakau linting E

10

25. K25 26. K26 27. K27 28. K28 29. K29 30. K30 31. K31

: Konsentrasi 0,80 g/ l air tembakau linting E : Konsentrasi 1,00 g/ l air tembakau linting E : Konsentrasi 0,20 g/ l air tembakau linting F : Konsentrasi 0,40 g/ l air tembakau linting F : Konsentrasi 0,60 g/ l air tembakau linting F : Konsentrasi 0,80 g/ l air tembakau linting F : Konsentrasi 1,00 g/ l air tembakau linting F

Model linear Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut: Yij = + i + Dimana: Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan konsentrasi ekstrak tembakau linting ke-i terhadap satuan percobaan pada ulangan ke-j i
ij ij

= Nilai rata-rata umum = Pengaruh perlakuan konsentrasi ekstrak tembakau linting ke-i = Pengaruh perlakuan konsentrasi ekstrak tembakau linting ke-i terhadap galat pada satuan percobaan ulangan ke-j Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik yang menggunakan sidik

ragam. Apabila terdapat perbedaan antara perlakuan pada uji F maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Tanaman Sediaan Untuk Hama a. Penyiapan Media Tanam Media yang digunakan adalah tanah yang diambil dari lahan unit pelaksana teknis (UPT) Fakultas Pertanian Universitas Riau. Tanah yang sudah

11

diambil dikeringkan kemudian dilakukan pengayakan untuk mendapatkan butiran tanah yang seragam. Tanah yang sudah diayak tersebut dicampur dengan pupuk kandang ayam yang telah matang dengan perbandingan 1 : 2 dan dimasukkan kedalam polybag ukuran 12 x 17 cm sebanyak 800 g. Penyediaan tanaman stok dilakukan dimaksudkan untuk stok Hama A. craccivora dan stok pucuk daun sebagai media dan pakan hama yang akan digunakan. Tanaman tersebut ditanam dikebun petanian organik fakultas pertanian universitas riau, dengan mengikuti anjuran penanaman tetapi tanpa menggunakan pestisida sintesis. Tanaman stok ditanam terpisah, dan diberi sungkup untuk menjaga agar hama tidak menyebar. Sungkup ini dibuat menggunakan polynet dengan memakai kerangka tiang empat persegi dengan ukuran 2,5 m 7 m. Tanaman kacang panjang ditanam didalam polybag ukuran 12 x 17 cm. b. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara menunggal benih kacang panjang didalam media tanam yang tersedia, dalam satu polybag ditanam 2 benih kacang panjang dan jarak antar polybag 20 x 30 cm. Selain menanam langsung di polybag, juga dilakukan penyemaian kacang panjang pada wadah khusus yang berfungsi sebagai tanaman pengganti jika tanaman pada polybag ada yang mati. c. Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman tanaman dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak hujan pada pagi dan sore hari. Penyiangan gulma dilakukan jika terdapat tanaman pengganggu baik yang tumbuh pada polybag maupun pada sekeliling polybag.

12

d. Penyulaman Tanaman Penyulaman tanaman dilakukan jika tanaman uji di polybag ukuran 12 x 17 cm ada yang mati. Penyulaman dilakukan sampai 2 minggu setelah tanaman berkecambah.

3.4.2. Perbanyakan Aphis craccivora Perbanyakan A. craccivora dilakukan pada tanaman stok yang telah tersedia. A. craccivora yang akan diinfestasikan ketanaman stok diambil dari tanaman sayuran petani disekitar lokasi penelitian. A. craccivora yang diambil adalah imago yang tidak bersayap, dengan ciri-ciri tubuh berwarna hitam mengkilap, tonjolan antena tidak jelas, daerah yang diantara antena licin dan diantara mata agak kasar, sifunkuli (kornikel) berbentuk silindris menyempit kearah ujung, kaudah berduri dan menyempit keujung, kauda memiliki rambut lima sampai tujuh helai, pada bagian dorsal yang berwarna hitam mengkilap terdapat bercak agak gelap (Blackman and Eastop, 1984 dalam Irwanto 2006). Aphis craccivora diambil dari areal pertanaman kacang panjang petani di jalan kartama, imago A. craccivora dikumpulkan dan dimasukkan kedalam stoples dengan memotong bagian daun yang terserang. Imago A. craccivora yang telah diambil kemudian dipindahkan ketanaman stok tanaman kacang panjang yang berumur 2 minggu. A. craccivora yang telah diinfestasikan diperbanyak ditanaman stok, setelah diperoleh individu baru dipilih A. craccivora instar IV yang telah berumur 7 hari di tanaman stok.

13

3.4.3. Pembuatan Ekstrak dari Limbah Puntung Rokok Tembakau Linting Pembuatan ekstrak tembakau dari tembakau linting dilakukan dengan cara menghaluskan terlebih dahulu masing-masing tembakau linting yeng tersedia sesuai perlakuan. Tembakau linting yang digunakan adalah tembakau linting yang kering yang diperoleh dengan cara membeli dipasar tradisional. Kemudian tembakau linting diambil sebanyak 0, 20 g, 0,40 g, 0,60 g, 0,80 g dan 1 g sesuai dengan konsentrasi perlakuan. Masing-masing merek tembakau linting

(A: Nomor 11, B: Sinar Matahari, C: Moalboros, D: Daun No.1, E: DJI SAM U, F: Delapan Tujuh) tersebut ditimbang sesuai dengan konsentrasi perlakuan, kemudian dihaluskan menggunakan blender dan direndam dalam air sebanyak 1 liter selama 24 jam. Setelah direndam kemudian dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak yang siap digunakan.

3.4.4. Pembuatan Sungkup Pembuatan sungkup saat pengujian dimaksudkan untuk menjaga agar hama A. craccivora tidak pindah dari tempat uji ketanaman uji lainnya. Sungkup dibuat menggunakan plastik mika yang dibentuk menjadi silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm yang berfungsi untuk menutup wadah pucuk kacang panjang. Pada sisi atas sungkup ditutup dengan kain kasa yang sudah dibentuk melingkar.

3.4.5. Penyediaan Tanaman Kacang Panjang Sebagai Tanaman Perlakuan a. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara menunggal benih kacang panjang didalam media tanam yang tersedia, dalam satu polybag ukuran 12 x 17 cm ditanam

14

2 benih kacang panjang. Selain menanam langsung di polybag, juga dilakukan penyemaian kacang panjang pada wadah khusus yang berfungsi sebagai tanaman pengganti jika tanaman pada polybag ada yang mati. b. Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman tanaman dan penyiangan gulma.

Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak hujan pada pagi dan sore hari. Penyiangan gulma dilakukan jika terdapat tanaman pengganggu baik yang tumbuh pada polybag maupun pada sekeliling polybag. c. Penyulaman tanaman Penyulaman tanaman dilakukan jika ada tamanan pada polybag yang mati. Penyulaman berkecambah. dilakukan sampai dengan 2 minggu setelah tanaman

3.4.6 Infestasi Aphis craccivora Aphis craccivora yang diinfestasikan kepucuk daun tanaman kacang panjang adalah A. craccivora yang berumur 7 hari dengan ciri-ciri ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih mengkilap serta memiliki ovipositor. A. craccivora dipindahkan ke tanaman uji yang berumur 2 minggu sebanyak 10 ekor per tanaman dengan cara mengambil A. craccivora yang dikembangkan ditanaman stok menggunakan kuas kecil. A. craccivora yang akan dijadikan serangga uji adalah serangga instar IV yang telah berumur 7 hari.

3.4.7. Pemberian Perlakuan Pemberian perlakuan dilaksanakan sehari setelah A. craccivora

diinfestasikan pada pucuk tanaman kacang panjang dengan tujuan A. craccivora

15

dapat beradaptasi lebih dahulu. Pucuk tanaman kacang panjang yang telah diinfestasikan A. craccivora disemprot dengan ekstrak tembakau linting dengan menggunakan handsprayer ukuran 100 ml. Masing-masing perlakuan

disemprotkan sampai membasahi seluruh pucuk daun kacang panjang dengan volume semprot sebanyak 10 ml.

3.5 Pengamatan 3.5.1. Waktu Muncul Gejala Awal (jam) Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala awal setelah aplikasi ekstrak tembakau linting. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam.

3.5.2.Waktu Gejala Awal Sampai Aphis craccivora Mati (jam) Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan sejak A. craccivora memperlihatkan gejala awal sampai A. craccivora mati. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam.

3.5.3.Lethal Time (LT50) (jam) Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan dari perlakuan yang ada untuk mematikan 50% A. craccivora. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam.

3.5.4. Persentase Mortalitas Harian Aphis craccivora (%) Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari A. craccivora diberi perlakuan sampai A. craccivora mati. Pengamatan dilakukan dengan menghitung

16

jumlah nimfa A. craccivora mati setiap hari. Persentase mortalitas serangga harian dihitung dengan rumus yang mengacu pada Natawigena (1993) sebagai berikut:

MH = Persentase mortalitas nimfa harian a b = Jumlah serangga yang diuji = Jumlah serangga uji yang hidup

3.5.5. Jumlah Aphis craccivoraMembentuk Sayap (ekor) Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menghitung jumlah

A. craccivora setelah diberi perlakuan yang membentuk sayap.

3.5.6. Jumlah Nimfa Yang Dilahirkan (ekor) Pengamatan dilakukan setiap jam dengan menghitung jumlah nimfa yang dilahirkan dihitung kemudian dimatikan. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar (Lup).

3.5.7. Persentase Mortalitas Total (%) Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase total A. craccivora yang mati setelah diaplikasikan ekstrak puntung rokok linting yang dihitung pada akhir pengamatan. Persentase mortalitas total A. craccivora dihitung dengan rumus yang mengacu pada Natawigena (1993) sebagai berikut:



17

Dimana: MT = Persentase mortalitas Total a b = Jumlah Serangga Uji = Jumlah Serangga yang mati

3.5.8. Perubahan Tingkah Laku dan Morfologi Aphis craccivora Pengamatan dilakukan setiap jam dengan melihat perubahan perubahan yang terjadi pada A. craccivora setelah diberi perlakukan hingga mati. Data pengamatan di analisis secara artistik deskriptip.

3.5.9. Suhu dan kelembaban Ruangan Pengamatan pendukung penelitian ini adalah melakukan pengamatan terhadap suhu dan kelembaban ruangan dengan menggunakan Thermohygrometer, dilakukan pagi dan sore. Data disajikan dalam bentuk tabel.

DAFTAR PUSTAKA

Endah, J.H dan Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Agro Media Pustaka. Jakarta. Haryanto, E., T. Suhartini dan E. Rahayu. 1995. Budi daya Kacang Panjang. Penebar Swadaya. Jakarta. 69 hal. Hendro, S. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Bogor. Hutapea, J.R., 1994, InventarisTanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta. Irwanto. 2006. Pemanfaatan Limbah Puntung Rokok Filter Untuk Mengendalikan Hama Aphis craccivora Koch. Pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, fakultas Pertanian, Universitas Riau. Pekanbaru. Irianti, ATP, FX Wagiman, T. Martorjo. 2001. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Patogenesitas Beauveria bassiana Terhadap Hama Bubuk Buah Kopi (Hypotenemushampei). Jurnal Agrosains, Volume 14 (3), September 2001. Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati Ramuan & Aplikasi. Penebar Swadaya. Bogor. Kusnadi dan Sanjaya. 2003. Pengujian Efektifitas Starter Jamur B. bassiana Terhadap Mortalitas Hypothenemus hampei. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Volume 9, No. 2, 2003; 87-101. Natawigena, H. 1993. Dasar- Dasar Perlindungan Tanaman. Trigenda Karya. Bandung. Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Salatiga. Siemonsma, J. S. And K. Piluek. 1994. PROSEA: Plant Resources of South-East Asia (Vegetables). Prosea Foundation. Bogor. Indonesia. Sutikno, A. 2001. Populasi dan Persebaran A. craccivora Koch Ditanaman Kacang Tanah Pada Berbagai Kondisi Air Tanah. Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang. Susilowati. E.Y. 2006. Identifikasi Nikotin Dari Daun Tembakau (Nicotiana tabacum) Kering Dan Uji Efektivitas Ekstrak Daun Tembakau Sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi (Scirpophaga innonata). Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Semarang.

19

Suryadi, dkk. 2003. Karakteristik dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran : Lembang. Buletin Plasma Nutfah vol. 9 No. 1 th. 2003.

20

Lampiran 1. Jadwal Penelitian No 1 2 Kegitan Persiapan bahan dan alat Dilapangan - Persiapan lahan - Persemaian - Penyapihan - Pemeliharaan - Observasi Di laboratorium - Penghitung alat - Pembiakan A.craccivora - Pembuatan ekstrak tembakau - Aplikasi perlakuan Pengamatan Penyusunan dan pengolahan data Penulisan Laporan Bulan 1 1 2 3 4 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Bulan 2 Bulan 3 1 2 3 4 1 2 3 4

21

Lampiran 2.Denah Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL)

22

Lampiran 3. Gambar sugkup Tanaman Uji

Anda mungkin juga menyukai