Anda di halaman 1dari 18

I. PENDAHULUAN Alang-alang [Imperata cylindrica (L.

) Raeuschel] merupakan gulma penting di berbagai negara tropik dan sub-tropik, terutama di daerah yang memiliki curah hujan tinggi di Asia Tenggara dan Afrika Barat. Gulma tersebut umumnya tumbuh di areal pertanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit dan kelapa; pertanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai;dan pertanaman industri seperti kapas. Di Indonesia informasi tentang luas lahan alang-alang sangat bervariasi, namun diperkirakan berkisar antara 7.5-65 juta hektar. Lahan alang-alang tersebut umumnya terbentuk sebagai akibat dari pembukaan hutan yang tidak segera ditanami atau dikelola secara intensif. Alang-alang mempunyai tingkat kebutuhan unsur hara cukup randah sehingga mampu tumbuh secara baik pada areal yang tidak subur, tanah berpasir dan rawa. Di Indonesia, gulma tersebut masih dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian mencapai 2.600 meter di atas permukaan laut. Alang-alang merupakan tumbuhan pioner yang memiliki daya adaptasi tinggi sehingga sering mendominasi daerah-daerah bukaan baru bekas hutan, semak belukar dan areal pertanaman yang tidak dipelihara secara intensif. Kebakaran lahan sering menyebabkan matinya serta hilangnya kompetisi gulma lain sehingga alang-alang secara cepat dan mudah mendominasi areal tersebut. Apabila alang-alang telah mendominasi suatu areal, maka areal tersebut cenderung menjadi lahan alang-alang murni sebagai akibat terjadinya kebakaran secara berulang. Padang alang-alang dapat berubah menjadi lahan semak belukar hanya apabila tidak terjadi kebakaran. Populasi alang-alang di lahan yang tidak diolah dapat mencapai 3-5 juta pupus per hektar dengan biomassa daun 7-18 ton dan rimpang 3-11ton per hektar. Tingginya produksi rimpang tersebut menyebabkan alang-alang sulit diberantas dengan cara konvensional sehingga petani sering meninggalkan lahannya hanya beberapa tahun setelah menggarapnya. 1.1 Pembentukan Lahan Alang-alang Untuk memenuhi kebutuhan akan lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman, para pendatang atau transmigran membuka hutan. Pembukaan hutan tersebut menyebabkan perubahan lingkungan dari keadaan tertutup menjadi lingkungan yang terbuka, sehingga mendorong tumbuhnya alang-alang. Alang-alang termasuk ke dalam golongan tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhannya, dengan kata lain alang-alang dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang terbuka. Pada tahun pertama setelah pembukaan hutan, para transmigran menanam tanaman

pangan seperti padi, jagung, kacang tanah, kedelei, ketela pohon dan lain-lain. Pada tahun-tahun awal hasil tanaman pangan yang diperoleh sangat menggembirakan petani, namun setelah 4 tahun ditanami tanaman pangan secara terus-menerus produksinya menurun. Karena produksinya telah menurun, maka mereka meninggalkan lahan tersebut sebagai lahan 'bero' untuk mencari lahan yang baru lagi. Lahan yang ditinggalkan petani (diberokan) inilah yang akan ditumbuhi alang-alang. Penurunan produksi tanaman pangan tersebut disebabkan karena tidak adanya pengembalian bahan organik. 1.2 Kerugian Ekonomi yang Ditimbulkan Alang-alang Alang-alang menduduki urutan ketujuh diantara 10 jenis gulma terburuk di dunia dan dilaporkan menjadi masalah serius pada 35 jenis pertanaman, diantaranya kentang, kapas, karet, padang rumput dan hutan, di 70 negara. Alang-alang memiliki kemampuan bersaing yang sangat kuat sehingga sering menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, antara lain: Mengakibatkan kematian tanaman muda Menghambat pertumbuhan dan menunda masa produksi tanaman tahunan, masa matang sadap tanaman karet dapat tertunda selama 3 tahun Menyaingi tanaman pokok dalam pemanfaatan unsur hara dan air, terutama pada musim kering Kegagalan secara total pengusahaan suatu pertanaman (umumnya tanaman perkebunan) sebagai akibat terjadinya kebakaran Menekan pertumbuhan beberapa tanaman pangan seperti padi sebagai akibat dihasilkannya zat allelopati oleh daun dan rimpang, baik yang masih segar maupun yang telah membusuk Sebagai contoh, kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh alang-alang pada pertanaman karet secara umum dapat digambarkan pada Gambar 1. Pengendalian alangalang harus dilakukan secara terus menerus untuk mencegah terjadinya kebakaran dan memperoleh pertumbuhan tanaman yang baik.

Kondisi tanaman karet sebagai akibat terjadinya kebakaran alang-alang

Alang-alang yang tidak dikendalikan secara baik mengakibatkan tanaman terhambat pertumbuhannya

Gambar 1. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh alang-alang pada pertanaman karet 1.3 Kegunaan Alang-alang Dalam suatu kondisi tertentu alang-alang tidak dipandang sebagai gulma karena secara ekonomis memberikan manfaat bagi kepentingan manusia. Sebagai contoh, daun alang-alang kadang-kadang dimanfaatkan sebagai bahan atap rumah dan rimpangnya dipakai sebagai obat tradisional. Sedangkan daun yang masih muda dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Alang-alang dapat juga berperan dalam aspek lingkungan karena gulma tersebut dapat menekan atau mencegah terjadinya erosi tanah pada daerah-daerah yang relatif tidak datar (Gambar 2). selain itu alang-alang juga dapat memperbaiki struktur dan siklus hara terutama pada tanah-tanah yang tidak subur, menstabilkan tanah pada saluran-saluran air, tebing-tebing jalan kereta api dan berfungsi sebagai pengikat tanah berpasir di daerah pantai dan gurun.

Gambar 2. Pada kondisi tertentu tanah yang terbuka tanpa vegetasi (alang-alang) mudah tererosi oleh air.

II. BIOLOGI ALANG-ALANG 2.1. Deskripsi Alang-alang tergolong jenis rumput tahunanyang memiliki akar dan rimpang, tingginya berkisar antara 50-200 cm. Panjang daunnya dapat mencapai 150 cm dan lebar antara 4-18 mm. Batangnya memiliki diameter hingga 8 mm, terdiri atas1-4 ruas yang pada ujungnya membentuk bunga dengan panjang 3-20 cm dan jarang mencapai 60 cm. Rimpang alang-alang berdiameter 2-4, 5 mm dan tumbuh menjalar pada kedalaman 1520 cm dari permukaan tanah, atau lebih dari 20 cm pada tanah berpasir atau gambut. Pada setiap ruas rimpangnya terdapat tunas kecil yang suatu saat mampu berkembang dan tumbuh menjadi individu alang-alang baru. Oleh sebab itu potongan rimpang alangalang mempunyai arti yang sangat penting dalam sistem perkembangbiakan atau penyebaran gulma tersebut.

Gambar 3. Tumbuhan alang-alang, Imperata cylindrica (L.) Raeuschel 2.2. Perkembangbiakan Alang-alang berkembang biak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan rimpang. Tumbuhan ini dapat menghasilkan 3000 biji per tanaman sehingga memungkinkan untuk menyebar serta mendominasi daerah-daerah lain yang cukup jauh. Pembungaan umumnya terjadi pada musim kering dan/atau setelah mengalami stres seperti adanya kebakaran, penebasan atau kekeringan. Bijinya dapat berkecambah dalam waktu 1 minggu dan mampu bertahan hidup selama 1 tahun. Perkecambahan biji dirangsang oleh cahaya matahari dan pH < 5. Alang-alang yang tumbuh dari biji umumnya belum membentuk atau mempunyai rimpang selama 4 minggu pertama.

Alang-alang umumnya menyebar dengan rimpang yang di dalam tanah membentuk tajuk baru setiap panjang rimpang 25-50 cm. Potongan-potongan rimpang pada pengolahan tanah secara cepat dapat merangsang pembentukan rimpang yang leih banyak. Sebagai contoh, potongan rimpang sepanjang 15 cm dapat menghasilkan 350 alang-alang baru hanya dalam waktu 6 minggu. Jumlah rimpang yang terbentuk dalam kondisi terbuka (banyak sinar matahari) dapat mencapai 2-3 kali lebih banyak dibandingkan dengan alang-alang yang tumbuh dalam kondisi ternaung. Kemampuan rimpang untuk membentuk alang-alang baru semakin berkurang dengan menungkatnya ke dalam tanah dan semakin pendek potongan rimpang. Bobot kering rimpang mulan-mula turun sewaktu pembentukan daun, tetapi kemudian meningkta pada periode 3-4 minggu berikutnya. Informasi ini sangat bermanfaat sebagai dasar dalam pengendalina alang-alang, yaitu pada saat pengolahan tanah, mula-mula akar rimpang dipotong pendek-pendek untuk merangsang pertumbuhannya dan kemudian dilakukan pengolahan tanah atau pembenaman kembali potongan-potongan rimpang tersebut sewaktu cadangan makanannya sangat rendah.

Potongan rimpang yang akan tumbuh menjadi alang-alang

Tunas pada rimpang yang mulai berkembang menjadi pupus baru

Gambar 4. Perkembangbiakan alang-alang secara vegetatif dengan rimpang 2.3. Pengaruh Naungan Alang-alang merupakan tumbuhan yang tidak tahan terhadap naungan sehingga pertumbuhannya sangat tertekan dalam kondisi ternaung seperti pada pertanaman karet dewasa (menghasilkan) yang tajuknya telah saling menutup. Namun demikian gulma tersebut masih mampu tumbuh kembali sewaktutajuk tanaman karet terbuka sebagai akibat adanya serangan penyakit gugur daun dan/atau gugur daun alami selama musim kering. Naungan juga dapat menurunkan biomassa daun dan akar rimpang alang-alang

serta mengurangi kemampuan gulma tersebut untuk bersaing dengan tanaman pokok dalam pemanfaatan unsur hara dan air. 2.4. Varietas Alang-alang Varietas alang-alang yang telah diidentifikasi ada lima, yaitu l. cylindrica var. major, europa, latifolia, africana, dan condensata. Diantara kelima varietas tersebut, alang-alang var. major mempunyai daerah penyebaran paling luas dan merupakan gulma yang terpenting di Asia. Berdasarkan sifat-sifat morfologi dan hasil analisa iso enzim diketahui bahwa alang-alang var. major di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga kelompok klon, yaitu klon Irian, Sulawesi dan Kalimantan dan klon Jawa dan Sumatra. Penampilan dan perbedaan-perbedaan morfologi diantara klon tersebut diduga berhubungan erat dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya.

III. PEMBUKAAN LAHAN Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain. Lahan alang-alang dikategorikan sebagai lahan yang telah terdegradasi atau kondisi tanahnya tidak subur lagi sehingga perlu usaha untuk merehabilitasi agar menjadi lahan yang lebih produktif. Dalam upaya pembukaan lahan padang alang-alang, usaha-usaha untuk mereklamasi alang-alang telah banyak dilakukan oleh petani baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil tergantung dari kemampuan petani. Pada dasarnya ada dua cara yang digunakan oleh petani untuk membersihkan lahannya dari alang-alang yaitu:
1. Tanpa pengolahan tanah.

Dilakukan dengan menggunakan bahan kimia berbahan aktif glyphosate atau dikenal sebagai herbisida. Cara ini biasa dilakukan petani yang mempunyai modal dan dalam skala yang besar misalnya untuk penanaman kelapa sawit dan sengon, karena dianggap lebih hemat. Herbisida diaplikasikan pada alang-alang muda yang tumbuh setelah pembakaran lahan atau ditebas-angkut. Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu herbisida kontak dan sistemik.
a. Herbisida kontak, seperti paraquat, mematikan daun alang-alang secara cepat,

sehingga herbisida tersebut sangat bermanfaat apabila waktunya sangat terbatas dan penanaman tanaman harus segera dilakukan. Namun demikian, alang-alang akan tumbuh kembali secara relatif cepat, dalam waktu 2 minggu, sehingga penekanan atau pengendaliannya hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, herbisida kontak kurang efektif untuk mengendalikan alang-alang (Gambar 5). b. Herbisida sistemik, seperti glifosat, sulfosat dan imazapyr, menyebar dari daun alang-alang ke rimpang sehingga mematikan tunas-tunas yang ada di dalam tanah dan menghambat pertumbuhan kembali gulma tersebut. Alangalang baru akan muncul atau tumbuh dari rimpang yang tidak terjangkau oleh herbisida dan tidak disemprot sebagai akibat tertutupnya daun alang-alang oleh vegetasi lainnya.

B. HERBISIDA KONTAK

A. HERBISIDA SISTEMIK

Daya kerja herbisida kontak sangat cepat sehingga 2 hari setelah penyemprotan, daun alang-alang telah mati

Daya kerja herbisida sistemik lambat sehingga 2 hari setelah penyemprotan, daun alang-alang masih hijau

Herbisida kontak tidak diserap oleh akar rimpang alang-alang

Herbisida sistemik diserap oleh alang-alang sampai ke rimpangnya

35 hari setelah disemprot, alang-alang mulai tumbuh kembali karena rimpangnya tidak mati

35 hari setelah disemprot, alang-alang belum tumbuh kembali karena rimpangnya telahmati

Gambar 5. Perbandingan efektifitas dan cara kerja antara herbisida sistemik dan kontak dalam pengendalian alang-alang. Dimana (A) herbisida kontak tidak efektif untuk mengendalikan alang-alang.

2. Dengan pengolahan tanah.

Pengolahan tanah untuk membersihkan alang-alang dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul atau bajak, atau secara mekanis dengan menggunakan traktor (Gambar 6). Teknik pembersihan dengan cara manual ini biasanya dilakukan oleh petani yang tidak bermodal dan hanya untuk keperluan penanaman tanaman pangan seperti jagung, kedelei dan kacang tanah. Petani memilih membersihkan alang-alang menggunakan cangkul atau bajak dengan alasan pengolahan tanah yang dilakukan tidak terlalu dalam sehingga lapisan "krokos" (konkresi besi) yang berada pada lapisan dalam tidak ikut tercampur dengan lapisan atas. Sedangkan pengolahan dengan traktor dapat membalik tanah sampai pada kedalaman sekitar 50 cm sehingga lapisan bawah yang berkrokos muncul di permukaan. Kegiatan ini dilakukan sewaktu pertumbuhan alang-alang masih cukup rendah, apabila tingginya telah mencapai 75 cm atau lebih, sebaiknya alang-alang tersebut ditebas atau dibakar terlebih dahulu. Tanah harus diolah hingga kedalaman 20-25 cm dan dibalik (permukaan tanah diletakkan di bagian bawah) agar rimpang alang-alang menjadi kering terkena panas matahari selama 1 minggu. Bongkahan-bongkahan tanah yang besar akan melindungi rimpang dari terik matahari sehingga harus dipecah menggunakan cangkul dan bajak. Pembajakan dan pencangkulan akan memotong rimpang alang-alang di dalam tanah dan mengangkatnya ke permukaan tanah sehingga akan kering dan mati terkena sinar matahari. Namun demikian, pengolahan tanah dapat menimbulkan erosi sehingga dapat merusak perakaran tanaman. Pengolahan tanah perlu dilakukan beberapa kali agar semua rimpang kering dan mati; apabila tidak, rimpang tersebut akan tumbuh menjadi alang-alang baru. Pada lahan yang diolah dengan sistem bajak, pembajakan kedua dilakukan 2-3 minggu setelah pembajakan pertama dan penggaruan dilaksakan 5-10 hari setelah masing-masing pembajakan (pertama dan kedua). Pembajakan kedua dilakukan dengan arah memotong (silang) arah pembajakan pertama. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, pembajakan kedua sebaiknya dilaksanakan sewaktu potonganpotongan rimpang telah tumbuh mnjadi alang-alang dengan junlah daun 2-4 helai daun. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menguras atau menghabiskan cadangan makanan yang ada dalam rimpang sehingga alang-alang tesebut akan cepat mati.

Dalam pembukaan lahan pada tanah padang alang-alang yang perlu diperhatikan adalah menghilangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, berupa akar-akar atau rhizoma. Ada dua cara pembukaan lahan dengan pengolahan tanah ini yaitu secara langsung dan tidak langsung. a. Secara langsung Pada cara ini tanah diolah secara dalam dan langsung dilakukan pengambilan akar-akar atau rhizoma untuk kemudian dikumpulkan dan dibakar b. Secara tidak langsung Tanah diolah sedalam 20-30 cm dilanjutkan pengambilan akar-akar atau rhizoma. Satu sampai dua minggu kemudian setelah akar-akar bagian bawah tumbuh dilakukan pengolahan tanah yang kedua dengan cara membalik tanah tersebut, dan dilakukan pengambilan dan pengumpulan akar atau rhizoma. Demikian seterusnya hingga pengolahan tanah dapat dilakukan sampai tiga kali.
A. Cara Manual

B. Cara Mekanis

Gambar 6. Pembukaan lahan padang alang-alang menggunakan cara (A) manual dan (B) mekanis

Pembukaan lahan padang alang-alang yang dilakukan oleh petani umumnya didahului dengan pembakaran atau penebasan, terutama pada lahan yang beralang-alang padat untuk mempermudah pengolahan selanjutnya. Dalam penggunaan sistem pembakaran lahan alangalang ini dapat menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya kebakaran. Secara skematis pembukaan lahan alang-alang yang biasa dilakukan petani disajikan pada Gambar 7.
TebasPengumpulan -BakarCangkul (tpbc) BakarCangkul ( bc) Bakar ( jika padat)(Herbisida)Hewan ( bhh ) HerbisidaHewan ( hh) Mekanis 50% Hewan (>90%) Traktor (<10%) TebasDikumpulkan (Bakar)- Hewan 0.25 ha/3 hari Dua kali bajak

Kecil 60-70%

Manual

Maksimum 0.25-0.5 ha/kel/th, dikerjakan pada Juli - Oktober

Modal

Herbisida 50% Besar 30-40%

0.25 ha/3 hari ( bekerja hanya setengah hari)

Gambar 7. Cara pembukaan lahan beralang-alang oleh petani.

Masalah yang dihadapi pada lahan alangalang adalah cara membuka dan mengelolanya sehingga menjadi lahan pertanian produktif secara berkesinambungan. Lahan alang-alang tidak produktif karena hanya memberikan manfaat minimal berupa biomassa penutup tanah sebagai pencegah erosi. Namun dengan masukan teknologi dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat, potensi lahan ini dapat diperbaiki dan ditingkatkan menjadi lebih produktif.

IV. PENGENDALIAN ALANG-ALANG SECARA TERPADU Didasarkan pada permasalahan modal bagi petani kecil dan demi terpeliharannya kesuburan tanah serta untuk menghindari bahaya kebakaran yang mungkin timbul, maka dilakukan berbagai usaha konservatif dengan tujuan untuk mengendalikan pertumbuhan alang-alang. Pengendalian alang-alang secara total, meskipun lebih baik, tidak diperlukan untuk mendapatkan produksi maksimum di berbagai jenis tanaman perkebunan. Pengendalian setempat di barisan atau piringan tersebut cukup lebar. Sayangnya, areal alang-alang tetap merupakan daerah rawan kebakaran yang dapat menghancurkan atau secara serius mengakibatkan kerusakan tanaman. Oleh karena itu pengelolaan alang-alang di daerah pertanaman tersebut perlu dilakukan secara baik. IV.1 Beberapa Contoh Pengendalian Alang-Alang Secara Terpadu a. Pengolahan tanah minimum dan penggunaan herbisida Penyemprotan dilakukan terhadap alang-alang yang sedang tumbuh aktif dengan suatu herbisida sistemik dengan dosis sesuai rekomendasi. Tanaman ditanam dalam barisan atau pada setiap lubang tanam (Gambar 8). Apabila digunakan herbisida yang tidak memiliki residu dalam tanah, seperti glifosfat, penanaman dapat dilakukan pada hari yang sama dengan waktu aplikasi herbisida. Pupuk fosfat diberikan pada saat tanam dan pupuk lainnya sesuai dengan dosis rekomendasi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman guna menutupi pertumbuhan kembali alang-alang.

3-4 minggu setelah penyemprotan alangalang direbahkan untuk memudahkan penanaman

Tanaman langsung ditanam dengan sistem tugal

Penampilan pertumbuhan tanaman pada lahan yang sebelumnya ditumbuhi alangalang

Gambar 8. Penanaman tanaman pangan pada areal alang-alang yang disemprot dengan herbisida Tanaman yang ditanam dengan biji seperti padi dan kacang-kacangan tumbuh lebih cepat apabila alang-alang direbahkan menjauhi tempat penanaman. Perebahan alang-alang yang tumbuh di antara barisan tanaman 2-3 minggu setelah perlakuan secara lebih lanjut menghambat pertumbuhan alang-alang dan gulma lain. Pertumbuhan awal tanaman yang ditanam dengan biji di lahan tanpa olah tanah umumnya lebih lambat dibanding dengan sistim olah tanah, tetapi produksinya tidak berbeda. Keuntungan-keuntungan dari pengelolaan lahan alang-alang dengan sistin olah tanah minimum meliputi: b. Pengurangan tenaga kerja untuk penyiapan lahan penanaman Memperkecil erosi tanah Kemungkinan kerusakan perakaran tanaman sebagai akibat pengolahan Konservasi air tanah oleh mulsa alang-alang dan penyerapan air hujan Menghambatpertumbuhan alang-alang dan jenis gulma lainnya Dalam jangka panjang, meningkatkan kesuburan dan kandungan bahan Rehabilitasi lahan alang-alang melalui peningkatan kesuburan tanah

tanah diperkecil yang lebih baik

organik tanah. Lembaga Potash dan Phospate telah berhasil merehabilitasi areal alang-alang menjadi lahan pertanian yang produktif dengan cara sebagai berikut. Vegetasi alang-alang diberantas dengan cara dibakar atau menggunakan herbisida

Pemberian (penaburan) fosfat alam dengan dosis 1 ton/ha untuk

meningkatkan atau memperbaiki kekurangan unsur hara kalsium dan fosfat di dalam tanah. Penanaman tanaman leguminosa yang menjalar dan cepat pertumbuhannya seperti Mucuna cochinensis untuk mencegah pertumbuhan gulma, memobilisasi unsur hara dan menekan erosi tanah. Tanaman penutup tanah leguminosa Mucuna akan mati setelah 6 bulan dengan kondisi lahan relatif bebas gulma dan banyak mulsa. 4.2 Pemeliharaan Piringan dan Barisan Tanaman Piringan dan barisan tanaman dapat dipertahankan bebas alang-alang dengan cara mencabut daun dan rimpangnya secara hati-hati. Piringan dengan diameter 1-1.5 m dibersihkan dari alang-alang pada saat tanam menggunakan cangkul atau herbisida, dan ukuran piringan ditingkatkan selebar tajuk dengan bertambahnya umur tanaman. Gulma umum dikendalikan denagan cara menebasnya hingga permukaan tanah dengan cara pengolahan tanah dangkal untuk memperkecil kerusakan perakaran tanaman. Alang-alang beserta rimpangnya harus dicabut secara hati-hati dengan garpu. Tanah digemburkan untuk mempermudah pengambilan rimpang. Kegiatan atau perlakuan tersebut harus dilakukan sebagaimana diperlukan, sekurang-kurangnya setiap 3-4 bulan. Cara tersebut dapat dikombinasikan dengan pemberian pupuk. 4.3 Pengendalian Minimal Dengan Sumber Daya yang Terbatas

Apabila sumber daya petani tidak mencukupi untuk mengendalikan alang-alang pada keseluruhan lahan, pengendalian difokuskan pada daerah dekat pertanaman. Untuk tanama karet, penyemprotan barisan tanaman selebar 2 m dengan glifosat mengurangi jumlah herbisida menjadi sepertiga dari kebutuhan untuk 1 hektar penuh. Sedangkan pengendalian alang-alang dalam piringan tanaman kelapa dengan diameter 2 m menekan kebutuhan herbisida menjadi seperlimanya. Biaya pengolahan secara manual juga berkurang dengan proporsi yang sama. Meskipun kompetisi terhadap tanaman oleh alang-alang berkurang, resiko kehilangan total atau kemungkinan kerusakan tanaman sebagai akibat kebakaran tetap tinggi sehingga pengelolaan alang-alang di antara barisan tanaman sangat penting dilakukan. Sistem tersebut masih

memmungkinkan penyebaran alang-alang, namun biaya pengelolaannya relatif rendah dengan sdikit dampak negatif terhadap tanaman.
4.4

Pengendalian Alang-Alang Dengan Pola Agroforesti

Praktek agroforestri yang dikenal di lingkungan masyarakat, biasanya berhubungan erat dengan komponen pohon, semak, tanaman semusim, ternak dan padang penggembalaan. Kombinasi penanaman beberapa spesies pada lahan yang sama biasanya membentuk sebaran kanopi yang lebih rapat bila dibandingkan dengan yang dijumpai pada perkebunan (Gambar 9). Dengan demikian akan mengurangi cahaya yang masuk dan menekan pertumbuhan alang-alang atau gulma lainnya. Petani kecil dapat melaksanakan dengan mudah sistem agroforestri baik yang intensif maupun yang kompleks. a Pola agroforestri dengan berbagai jenis tanaman kayu
Sengon (Paraserianthes falcataria).

Pada awalnya petani membuka lahan yang beralang-alang dengan menggunakan herbisida dan dibajak. Selanjutnya ditanami sengon (Paraserianthes falcataria) dengan jarak tanam 2 x 2 atau 2 x 2.5 atau 2 x 4 m 2. Pada tahun pertama, di antara tanaman sengon ditanami padi gogo dan pada tahun ke-2 sampai ke-4 ditanami ketela pohon. Naungan dari sengon kurang begitu rapat, sehingga setelah panen tanaman pangan harus dilakukan penyiangan atau pembajakan di antara barisan kayu. Menurut Tjitrosemito dan Soerjani (1991) pada sengon yang berumur antara 5-8 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah antara 18-28% dari total cahaya penuh. Pada intensitas ini, alang-alang dapat ditekan pertumbuhannya, tetapi masih mampu untuk tumbuh kembali.
Akasia (Acasia mangium).

Akasia yang ditanam dengan jarak tanam 2 x 4 m2 (1.250 tanaman ha-1) dengan basal area 23 cm2 m-2 pada umur 4 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah hanya 10%, sehingga cukup baik digunakan untuk merehabilitasi alang-alang.

Petaian (Peltophorum dasyrrachis) P. dasyrrachis yang ditanam di antara alang-alang dapat menghambat pertumbuhan alang-alang tersebut (Agroforestree Database; Van Noordwijk and Rudjiman, 1997). Berdasarkan penelitian ICRAF-BMSF, biomasa alang-alang

setelah satu tahun dinaungi dengan P. dasyrrachis adalah 0,252 Mg ha-1. Biomasa ini lebih kecil bila dibandingkan dengan alang-alang yang tanpa naungan yaitu 1,755 Mg ha-1.
Gamal (Gliricidia sepium)

G. sepium termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan alang-alang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa biomasa alang-alang setelah satu tahun dinaungan G. sepium adalah 0,045 Mg ha-1, jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan alang-alang tanpa naungan yaitu 1,755 Mg ha-1.

Gambar 9. Ssistem agroforestri yang baru terbentuk

DAFTAR PUSTAKA

Bagnall-Oakeley H, Conroy C, Faiz A, Gunawan A, Gouyon A, Penot E, Liangsutthissagon S, Nguyen HD and C Anwar. 1996. Pengelolaan Alang-alang di Lahan Petani. Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sumbawa. Jakarta. Kathleen S. Friday, M. Elmo Drilling dan Dennis P. Garrity diterjemahkan oleh: Widianto, Sunaryo, Didik Suprayogo dan Kurniatun Hairiah. 2000. Rehabilitasi Padang Alangalang menggunakan Agroforestri dan Pemeliharaan Permudaan Alam. Universitas Brawijaya, Malang. Purnomosidhi P, S. Rahayu. 1998. Pengendalian Alang-alang dengan Pola Agroforestri. ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea). Diakses tanggal 4 April 2011 Van Noordwijk M and Rudjiman. 1997. Peltophorum dasyrhachis (Miquel) Kurz. In Faridah Hanum I & van der Maesen LJG (Eds.): Plant Resources of South-East Asia No. 11. Auxiliary Plants. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 207-209.

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH DASAR-DASAR AGRONOMI PEMBUKAAN LAHAN ALANG-ALANG

Disusun Oleh :

Edy Faisal Imania Saptarini Surya Dwi Kusuma D Nurul Izzati Shifa

( (

) )

(11266) (10928)

JURUSSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Anda mungkin juga menyukai