Wartabalitbang (Revisi) 33
Wartabalitbang (Revisi) 33
Warta Balitbang
majalah dwi bulanan
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly Kepala Balitbang Kemendiknas
Dari Redaksi
Assalamualaikum wr.wb., Dewan Redaksi dan seluruh jajaran Warta Balitbang (WB) dengan rendah hati memberitakan bahwa terhitung mulai Volume VII / Edisi 1 Maret 2010 WB hadir dengan wajah baru. Ukuran kertas A4 dengan layout sampul majalah, sehingga lebih tebal daripada edisi sebelumnya. Isi WB ditingkatkan dari 12-14 halaman menjadi sekitar 24-30 halaman, memuat rubrik yang lebih luas dari edisi lama dengan memasukkan hasil penelitian ilmiah tetapi tetap mempertahankan bahasa populer sebagai ciri sebuah majalah berita. Semua ini dimaksudkan agar para peneliti dan perekayasa di lingkungan Balitbang Kemendiknas dapat menuangkan tulisannya baik berupa hasil penelitian, gagasan, pemikiran, atau apapun sepanjang berada pada ranah pendidikan nasional. WB tahun 2010 direncanakan akan terbit dalam 6 edisi penuh sehingga makna majalah dwi bulanan tidak lagi terbatas pada semangatnya tetapi sejatinya demikian. Hal ini dimungkinkan atas kebijakan dan komitmen Kepala Balitbang, Prof. Dr. H. Mansyur Ramly bahwa Balitbang melalui WB akan lebih dikenal dan asas kemanfaatan WB semakin dirasakan perlu. Di dalam edisi Maret 2010 ini dimuat berbagai berita besar dari kegiatan awal tahun 2010, beberapa diantaranya adalah Rembuk Nasional 2010 yang digelar di gedung Pusdiklat Kemendiknas di Bojongsari, Depok, selama tiga hari (2-4 Maret 2010), peserta membahas salah satu isu penting bagi keberadaan bangsa Indonesia ke depan: Pendidikan Karakter. Melalui forum Rembuk ini kita ingin mengembangkan kurikulum pendidikan yang selaras dengan pembangunan karakter bangsa ke depan, kata Dodi Nandika, Sesjen Kemendiknas. Menurut Mansyur Ramly, Ka Balitbang, Rembuk Nasional Pendidikan diharapkan akan melahirkan pola-pola baru dalam pendidikan di Indonesia yang bisa disepakati bersama lalu diimplementasikan di sekolahsekolah. Misalnya soal isu atau tema tentang Pendidikan Karakter. Permasalahan ujian nasional (UN) sampai saat ini tidak kunjung selesai, ujian nasional tahun 2009/2010 yang akan dilaksanakan akhir Maret semoga terselenggara dengan sukses, kredibel, dan penuh kejujuran. Oleh sebab itu, Pimpinan Kemendiknas menganggap penting membahas aspek-aspek perilaku yang berkaitan dengan karakter seperti budi pekerti dan kesantunan, terutama di kalangan peserta didik, yang belakangan ini menjadi sorotan masyarakat. Mendiknas menyatakan, bagaimanapun ujian nasional harus diselenggarakan dengan penuh kejujuran. Sebab jika tidak, konsekuensi yang harus ditanggung adalah pemidanaan. Menurut Mendiknas ujian nasional merupakan salah satu bagian dari agenda nasional. Sejumlah artikel yang tidak kalah menariknya akan tersaji dalam edisi ini, antara lain : Mendiknas sahkan pakta kejujuran UN, Pemanfaatan hasil ujian nasional untuk perbaikain mutu pendidikan dan Informasi kebijakan yang berkaitan dengan PP No.17/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu, Redaksi WB mengajak pembaca berpartisipasi aktif membumikan WB sebagai salah satu sumber informasi yang perlu dibaca. Wassalamualaikum, wr.wb., Selamat membaca.
Penanggung Jawab
Dr. Siskandar,M.A, Dr. Burhanuddin Tola,M.A, Drs.Ade Cahyana,M.Sc, Dra.Diah Harianti,M.Psi, Dr. Nugaan Yulia Wardhani S, M.PSi
Pembina
Dewan Redaksi
Redaksi Pelaksana
Drs. Hermansyah,M.M, Hafidz Muksin, S.sos
Sekretariat Kepala Balitbang Kemendiknas Gedung E Lt.2 Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Telp. 021-5725031, Fax. 021-5721245, Email: warta-balitbang @depdiknas.go.id, dan warta_balitbangdiknas @yahoo.com
Redaksi menerima tulisan dari lingkungan Balitbang Kemendiknas dan mitra kerja berupa berita, wawasan, gagasan, dll. Redaksi mengajak para peneliti / perekayasa untuk memanfaatkan WB sebagai media curah gagasan dan kreatifitas keilmuan. Redaksi dapat meringkas dan mengedit tulisan sesuai keperluan. Isi artikel wawasan dan hasil penelitian di luar tanggung jawab redaksi.
ISSN 1979 - 3553
VII 01 03 2010
DAFTAR ISI
Berita Utama
Pendidikan Karakter Warnai Rembuknasdik 2010 ....... 4 Mendiknas Sahkan Pakta Kejujuran UN ............................. 6
15
Kegiatan
Menghubungkan Pendidikan, Ketenagakerjaan, dan Kewirausahaan . .................................................................... 10
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam Sarasehan Nasional................................................................................ 11 Puskur Latih 1000 Orang Master Trainer................................................................................................................................. 15 Puskur Kaji dan Monitor Implementasi Standar Isi............................................................................................................... 17
Hasil Penelitian
Pendidikan Kejuruan dalam Penyiapan Tenaga Kerja........ 18 Padatiweb Perkuat Sarana Pengelolaan Data Pendidikan di Daerah................................................................ 23
31
Kerjasama
APEC Senior Official Meeting Steering Committee on ECOTECH (APEC SOM SCE 1)............................................. 25 46,84% SMA Telah Terakreditasi A......................................... 26 PNF, Solusi Inovatif kemajuan dunia pendidikan................ 27
25
Kebijakan
PP No.17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Tuntaskan Amanat UU Sisdiknas..................................... 29 Pemerintah Tetap Selenggarakan UASBN 2009/2010......................................................... 31 Pendidikan Kedinasan Pasca PP No.14/2010....................................................... 32 Ujian Nasional : Prestasi dan Kejujuran...... 33
Agenda APEC Senior Official Meeting Steering Committee on ECOTECH (APEC SOM SCE 1)
Simposium Nasional Penelitian 2010........... 36
Berita Utama
ementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menggelar Rembuk Nasional Pendidikan (Rembuknasdik) tanggal 2 sampai dengan 4 Maret 2010 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (Pusdiklat Pegawai) Bojongsari, Depok. Acara ini dibuka secara resmi oleh Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, hadir pula Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Djalal, pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemendiknas, dan 769 peserta yang mewakili stakeholders pendidikan. Juga, Rembuknasdik kali ini menghadirkan beberapa narasumber nasional, yakni Yuwono Sudarsono, Rhenald Kasali, dan Permana Agung. Dalam paparan singkatnya, Yuwono menyampaikan pentingnya pendidikan nasional dalam pembangunan karakter bangsa. Sementara itu, Rhenald Kasali lebih menyoroti pentingnya sinergi pendidikan nasional dengan dunia kerja, dan Permana Agung menyoal tentang strategi pelaksanaan reformasi birokrasi pendidikan. Rembuknasdik dilatarbelakangi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota. PP ini mengharapkan adanya sinergi pemerintahan baik pusat maupun daerah dalam pemenuhan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan keterjaminan layanan pendidikan. Untuk itulah perlu disepakati kebijakan pembangunan pendidikan sebagai acuan bagi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), provinsi, kabupaten dan kota untuk merencanakan dan melaksanakan program yang menjadi prioritas nasional. Inilah yang menjadi nilai strategis diselenggarakannya Rembuknasdik 2010. Selain itu, Rembuknasdik bertujuan mengevaluasi capaian kinerja pembangunan pendidikan Tahun 2005-2009; memantapkan rancangan kebijakan dan program pembangunan pendidikan tahun 2010 yang difokuskan pada peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; pemerataan dan perluasan akses yang lebih adil dan seimbang; dan penguatan tata kelola (good governance).
Rembuknasdik 2010 dibagi dalam lima komisi. Komisi 1 membahas akselerasi pemerataan pembangunan pendidikan dan strategi operasional SPM serta SNP. Selama proses persidangan terungkap berbagai permasalahan yang terkait standar nasional pendidikan (SNP) dan standar pelayanan minimal (SPM), misalnya belum adanya pemetaan mutu sekolah yang berpedoman pada kriteria yang sama dan belum terdapat sistem pemetaan sekolah yang secara luas diterapkan pada semua daerah secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu segera diterapkan krirteria yang sama dalam penentuan mutu sekolah yang berlaku secara nasional dan perlu menjadikan SPM dan SNP sebagai tolok ukur mutu pendidikan di daerah. Komisi 2 memba-
Berbagai masalah yang mengemuka adalah masih terjadi disparitas mutu guru antar berbagai daerah; sistem rekrutmen tenaga pendidikan dan kependidikan belum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan; kurangnya anggaran untuk peningkatan mutu tenaga pendidik dan kependidikan. Oleh karena itu, perlu pengaturan sistem seleksi dan pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan yang standar dan dapat diterapkan di semua daerah dan perlu disediakan anggaran secara proporsional untuk peningkatan mutu tenaga pendidik dan kependidikan. Komis 3 membahas penyelarasan pendidikan untuk membangun manusia yang berdaya saing. Komisi 4 membahas penguatan peran pendidikan dalam upaya peningkatan ahlak mulia dan pembangunan karakter bangsa. Aspek-aspek perilaku yang berkaitan dengan karakter seperti budi pekerti dan kesantunan, terutama di kalangan peserta didik, belakangan ini telah menjadi sorotan masyarakat. Melalui forum ini, pemerintah ingin mengembangkan kurikulum pendidikan yang selaras dengan pembangunan karakter bangsa kedepan. Komisi 5 membahas strategi pembiayaan pendidikan untuk menjamin keterjangkauan layanan pendidikan. Ditemui di sela-sela kegiatan, Mansyur Ramly mengharapkan, Rembuknasdik akan melahirkan suatu pola-pola baru dalam pendidikan di Indonesia yang bisa disepakati bersama lalu diimplementasikan sampai di tingkat sekolah, misalnya soal tema tentang pendidikan karakter.
ter building inilah yang saya anggap baru dalam Rembuk Nasional Pendidikan 2010 ini,
Lebih lanjut, Mansyur Ramly berkeinginan nantinya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat mencanangkan suatu gerakan untuk pengembangan pendidikan karakter bangsa. Keinginan ini dilatarbelakangi oleh makin maraknya perilaku negatif anak-anak usia sekolah, bahkan perilaku ini tidak jarang dilakukan di lingkungan sekolah. Ada murid yang berani menentang guru, melecehkan guru, termasuk melakukan kekerasan terhadap guru, kita tentu ingat, bagaimana presiden pertama RI, Bung Karno begitu peduli dengan nation character building. Nah nation character building inilah yang saya anggap baru dalam Rembuk Mansyur Ramli Nasional Pendidikan 2010 ini, ungkap Mansyur.
Prof. Dr.
kita tentu ingat, bagaimana presiden pertama RI, Bung Karno begitu peduli dengan nation character building. Nah nation charac
Masih menurut Mansur, selaras dengan character building, kita menginginkan adanya school culture atau budaya di sekolah berdasarkan norma agama, budaya, Pancasila, cinta tanah air dan bela Negara. School culture dikembangkan oleh sekolah sebagai nilainilai yang menjadi milik bersama. Nilai budaya itu menjadi kunci keunggulan sekolah dan menjadi daya saing, serta menjadi pembeda dengan sekolah lainnya. Walaupun ada nilai school culture yang berbeda, tentu ada juga nilai yang sama, seperti budaya disiplin, bersih, dan jujur, tambah Mansyur. (HM)
Berita Utama
ntuk menyukseskan pelaksanaan ujian nasional (UN), Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh, mengajak seluruh Kepala Dinas Pendidikan di Indonesia berkomitmen menjaga kejujuran. Bentuk komitmen itu dengan penandatanganan pakta kejujuran yang dilakukan di
tahun sebelumnya bermacam-macam, antara lain dengan membocorkan naskah soal ujian. Padahal naskah ujian itu dokumen rahasia negara. Begitu dia melakukan kebocoran atau berurusan dengan rahasia negara, maka sanksinya pidana. Kami ingin menegaskan betul, barang siapa yang terbukti melakukan taruhlah pembocoran rahasia negara, maka kami tidak segan-segan atau ragu-ragu,katanya. Koordinator Tim Pemantau Independen (TPI) tingkat nasional, Haris Supratno, mengatakan pihaknya menghimbau kepala dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, dan masyarakat untuk berkomitmen dalam pakta kejujuran, sehingga UN menjadi jujur dan kredibel serta tidak mencederai pelaksanaan UN. Pasalnya, tahun lalu banyak terjadi kecurangan secara sistematis dalam pelaksanaan UN. Ia menjelaskan, tingkat kejujuran hasil ujian peserta UN yang dipantau oleh perguruan tinggi yang terlibat sebagai TPI UN 2009 atau kelompok putih (kelompok jujur), hanya 17 persen. kelompok hitam atau kecurangan UN hampir terjadi diseluruh daerah di Indonesia, kecuali Yogyakarta masih tergolong kelompok putih, kata Haris yang juga Rektor Universitas Negeri Surabaya yang ditemui di sela-sela Rembuk Nasional 2010.
Sebagai koordinator TPI, dia menghimbau dan memotivasi para kepala dinas pendidikan sebagai puncak pimpinan pendidikan didaerahnya berkomitmen menjaga kejujuran UN, sehinggga akan diikuti oleh para jajarannya, sekolah, kepala sekolah, dan guru. Maka bukan mustahil hasil UN bisa digunakan untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi. PengaMendiknas, Mohammad Nuh didampingi Wakil Mendiknas Fasli Djalal, dan Ka. Balitbang Mansyur Ramly saat penandatanganan pakta wasan yang akan dilakukan TPI dalam UN, kejujuran UN bersama BSNP, Perguruan Tinggi dan Dinas Pendidikan, menurut Haris Supratno mulai dari master naskah soal UN, pencetakan, pendistribuDepok (4/3 2010) sian naskah soal ke kabupaten/kota pada H-7, pendistribusian ke polsek setempat Pusdiklat Pegawai Kementerian Pendidikan Nasional pada H-2. Selain itu anggota TPI juga mengawasi dan pada Rembuk Nasional Pendidikan 2010. Pada kes- memantau pelaksanaan UN di setiap sekolah. empatan rembuk ini kami mendeklarasikan (kejujuran) dengan seluruh kepala dinas pendidikan. Oleh jika satu sekolah peserta ujiannya banyak, pemankarena itu akan diteken pakta kejujuran antara dinas tauan dilakukan dua anggota TPI, tapi, jika peserta pendidikan dan BSPN, kata M. Nuh. ujian misalnya hanya memakai lima ruangan, hanya dapat ditempatkan satu anggota TPI. Semua anggota Lebih lanjut M. Nuh mengatakan, ketidakjujuran pemantau independen dosen dari perguruan tinggi, dalam pelaksanaan ujian nasional terjadi pada tahun- tutur Haris. (dari berbagai sumber).
jian nasional merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk memacu peningkatan mutu pendidikan. Ujian nasional berfungsi mengukur dan menilai pencapaian kompetensi lulusan dalam mata pelajaran tertentu dan sebagai peta mutu pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Selain itu, ujian nasional dapat dijadikan sebagai motivator bagi pihak terkait untuk bekerja lebih keras guna mencapai hasil ujian yang lebih baik. Agar dapat memenuhi fungsi-fungsi tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan telah melakukan analisis terhadap lembar jawaban siswa dalam ujian nasional yang tertuang dalam buku Panduan Kebijakan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional Untuk Perbaikan Mutu Pendidikan. Hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk statistik
deskriptif, grafik, informasi peringkat, serta daya serap kemampuan peserta didik pada tiap sekolah, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Data hasil analisis tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait sebagai umpan balik dan dasar dalam memperbaiki mutu pendidikan secara berkelanjutan. Sebagai contoh pemanfaatan data hasil ujian nasional adalah statistik deskriptif yang menyajikan informasi mengenai nilai rata-rata, nilai tertinggi, nilai terendah, standar deviasi, dan distribusi nilai untuk mata-mata pelajaran yang diujikan untuk tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Dari statistik deskriptif dapat diperoleh gambaran, misalnya, mengenai kemampuan sekolah. Contoh statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Statistik Deskriptif Hasil Ujian Nasional Provinsi A Tahun 2009/2010 Nilai Ujian Klasifikasi Rata - rata Terendah Tertinggi Standar Deviasi Bahasa Indonesia C 6.30 2.40 8.60 1.16 Bahasa Inggris C 5.51 2.20 8.60 1.29 Matematika B 6.68 1.50 9.00 1.34 IPA C 6.03 3.00 8.50 1.28 Jumlah Nilai C 24.52 13.10 33.00 3.27
Data di atas menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika termasuk klasifikasi baik (B). Pencapaian secara keseluruhan termasuk kategori sedang (C). Dilihat dari rata-rata nilai, banyak siswa mendapat nilai < 5.5 pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Untuk memperbaiki hasil mata pelajaran tersebut, pemerintah provinsi tersebut perlu memberikan perhatian pada upaya-upaya untuk memperbaiki pembelajarannya. Misalnya, mengadakan pelatihan bagi guru-guru mata pelajaran tersebut tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang lebih efektif, membantu perbaikan atau penambahan sarana dan prasarana yang relevan dengan pembelajaran. Bentuk penyajian data lainnya adalah daftar yang memuat informasi tentang peringkat provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah pada
tingkat nasional, provinsi dan rayon (kabupaten/ Kota). Pengambil kebijakan dapat melihat kabupaten/kota, dan sekolah mana yang peringkatnya masih di bawah rata-rata. Contoh daftar peringkat adalah seperti pada tabel 2. Dari daftar tersebut terlihat ada beberapa kota/ kabupaten yang tingkat ketidaklulusannya cukup besar, seperti Tanah Laut (9,18%), Hulu Sungai Utara (8,68%), dan Banjar (8,69%). Mata pelajaran yang pencapaian nilai rata-ratanya paling rendah pada ketiga Kota/Kabupaten tersebut umumnya adalah Bahasa Inggris. Sehubungan dengan data tersebut maka Pemerintah Pusat maupun provinsi perlu memberikan perhatian, khususnya kepada ketiga daerah tersebut misalnya dengan melakukan sosialisasi yang lebih intensif dan lebih awal, melakukan pembinaan guru, dan berbagai upaya lain untuk memperbaiki pencapaian hasil dan
Warta Balitbang Vol. VII / Edisi 1 - Maret 2010
Wawasan
mutu pendidikan di daerah tersebut. Pemerintah provinsi yang bersangkutan juga perlu melakukan upaya-upaya yang lebih terarah dan terencana untuk memperbaiki pencapaian hasil ujian nasional dan mutu pendidikan di wilayahnya. Informasi lain yang dapat diperoleh dari data hasil ujian nasional adalah informasi mengenai daya serap yang memuat proporsi atau persentase jawaban benar sebagai gambaran tentang kemampuan peserta didik
bahwa pada butir soal no.36 dengan materi volume tabung, jawaban yang benar dari sekolah tersebut adalah 26,04%. Pada tingkat rayon (kabupaten/kota) 47,51% dan pada tingkat provinsi 57,04%, pada tingkat nasional 64,69%. Dalam kasus ini ada kemungkinan siswa terkecoh dalam memilih jawaban karena salah memahami konsep yang ditanyakan. Kesalahan memahami konsep antara lain dapat disebabkan guru salah menjelaskan konsep tersebut. Rendahnya daya serap bisa juga disebabkan guru kurang memahami kon-
Tabel 2. Daftar Kota/Kabupaten, Jenjang SMP/MTs/SMPT Berdasarkan Jumlah Nilai Ujian Nasional SMP/MTs Tahun Pelajaran 2008/2009
dalam penguasaan indikator dari kompetensi/pokok bahasan mata pelajaran yang diujikan dalam masingmasing nomor soal ujian nasional. Informasi daya serap yang disajikan meliputi daya serap provinsi, daya serap rayon atau kab/kota, dan daya serap pada masing-masing sekolah. Contoh hasil data daya serap adalah seperti pada tabel 3. Informasi yang dapat dibaca dari data di atas adalah
sep dengan baik, sehingga salah menjelaskan konsep tersebut pada siswa. Berdasarkan informasi ini, guru dan kepala sekolah perlu mengambil langkah-langkah kebijakan lebih sistematis agar proses pembelajaran di masa yang datang menjadi lebih baik sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang benar tentang dan cara menghitung besarnya volume. Informasi lain yang dapat dibaca dalam data daya
serap butir soal 36 bahwa baik pada tingkat rayon maupun pada tingkat provinsi dan nasional, daya serap hanya berkisar pada 50-an %. Oleh karena itu, baik pada tingkat rayon maupun provinsi, pejabat yang berwenang perlu mengambil langkah-langkah perbaikan. Misalnya, dalam pelatihan guru mata pelajaran matematika perlu diberi penekanan pada materi volume tabung dan perhitungan besarnya volume.
Secara umum dapat disimpulkan analisa data hasil ujian nasional merupakan peta atau kondisi pendidikan. Peta tersebut merupakan informasi yang perlu dikaji secara mendalam oleh para pengambil kebijakan pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/ kota, dan satuan pendidikan sebagai salah satu masukan atau dasar dalam memperbaiki mutu pendidikan. (DH)
Tabel 3. Persentase Penguasaan Materi Soal Matematika Ujian Nasional SMP/MTs Tahun Pelajaran 2008/2009 Propinsi Rayon Sekolah No. Soal A-B 36-32 37-33 : 12 Lampung (90444 siswa) : 03 Lampung Tengah (13792 siswa) : 061 SMPN 1 Kotagajah (192 siswa) Kemampuan yang diuji Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan volume tabung Menghitung volume benda yang terbentuk dari dua bangun ruang sisi lengkung Menentukan besar sudut segitiga dari gambar segitiga dan besar sudutnya yang dinyatakan dengan variabel dan konstanta Sekolah 26.04 26.56 Rayon 47.51 39.77 Prop 57.04 52.58 Nas 64.69 59.03
28-24
31.25
43.92
59.85
67.89
Kegiatan
selaras dengan dunia kerja menyebabkan banyaknya lulusan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi menjadi penganggur terbuka. Masalah pengangguran tidak akan pernah selesai, apabila lulusan terdidik hanya menjadi pegawai, karyawan, atau buruh di suatu perusahaan. Ciputra (pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center), mengatakan jika ingin mempercepat pertumbuhan ekonomi, idealnya Indonesia membutuhkan 4,4 juta pengusaha. Untuk mencapai jumlah ideal tersebut, kuncinya ada pada dunia pendidikan, khususnya pendidik (guru atau dosen) dengan meningkatkan kualitas pendidikan melalui pendidikan kewirausahaan sejak dini. Menurut Ciputra, sistem pendidikan Indonesia saat ini tidak sinkron dengan dunia kerja karena sekolah hanya mencetak para pencari kerja, bukan lulusan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Sampai tahun 2025 nanti, kualitas angkatan kerja di Indonesia masih didominasi angkatan kerja dengan pendiPara Pembicara pada Seminar Kewirausahaan dikan rendah, sementara lulusan diploma dan sarjana mayoritas masih memilih menjadi Seminar Daya Tawar Pemuda dalam Dunia Kerja: pegawai kantoran ketimbang bekerja mandiri, katanya.
Selanjutnya ditekankan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional perlu melakukan penyelarasan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja di sektor formal maupun informal, sebab fakta di lapangan menunjukkan dari 42,1 juta penduduk usia kerja, sebesar 21,1 juta merupakan angkatan kerja dan 4,1 juta diantaranya merupakan pengangguran. Berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional atau Sakernas 2009, mayoritas lulusan perguruan tinggi (74 persen) dan lulusan SMA (64 persen) menjadi pegawai, karyawan, atau buruh. Hasil ini menunjukkan lulusan terdidik - terutama lulusan perguruan tinggi- rela menganggur hanya untuk menunggu kesempatan menjadi pegawai, tidak berniat mencoba terjun ke dunia usaha. Para wirausahawan yang tampil sebagai pembicara dalam seminar mengungkapkan sejumlah kunci keberhasilan dapat digugah sejak masa di bangku sekolah. Sebagai titik awal perlu dimiliki suatu pola pikir, bahwa jiwa kewirausahaan tidak semata identik dengan transaksi atau jual beli belaka. Pendidikan kewirausahaan perlu dipahami sebagai bagian dari pendidikan yang membangun karakter; mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari. Hasil seminar ini diharapkan dapat menjadi pencerahan dalam mengembangkan program pendidikan yang sepatutnya bagi pengembangan karakter sejalan dengan jiwa kewirausahaan. Semoga (ym/ yw)
10
mengingat dan memahami; (4) Tega terhadap orang sakit harus digeser menjadi tidak tega; (5); Kesediaan belajar dari orang lain; dan (6) Pendidikan tidak boleh dibiarkan lepas dari budaya. Sejalan dengan itu, mantan mendiknas Yahya Muhaimin yang tampil sebagai pembicara pertama dari tiga pembicara utama menyatakan bahwa bangsa kita memiliki karakter yang sangat kuat jauh sebelum kemerdekaan, kita ambil contoh Teuku Umar dan tokohtokoh lainnya. Karakter sangat menentukan eksistensi suatu bangsa. Eksistensi ditentukan oleh struktural yaitu sistem politik pemerintahan, dan kultural yaitu nilai-nilai yang ditradisikan yang tercermin dalam cara berfikir dan akhlak yang sesuai dengan normanorma yang berlaku. Kita tidak perlu memperdebatkan mana yang lebih penting, struktural atau kultural,
Warta Balitbang Vol. VII / Edisi 1 - Maret 2010
11
Kegiatan
yang penting bagaimana kita membangun karakter yang menunjukkan eksitensi kita. Kita bisa belajar dari kemenangan Rusia melawan Bonaparte, karakter bangsa Jepang. Bangsa-bangsa tersebut memiliki kekuatan eksistensi karena memiliki kekuatan karakter, kepribadian, dan moral. Menurut Yahya Muhaimin, nilai-nilai dasar yang perlu ditanamkan adalah jujur, amanah, kebersamaan, peduli pada orang lain, adil, demokrasi yang perlu menjadi core value nasional yang dikembangkan di setiap satuan pendidikan sesuai dengan lokal wisdom (local value) dan semua mengacu pada national core value. Local wisdom tidak perlu diseragamkan atau dibakukan, seperti cara menghormati, sopan santun, dan pemberian sanksi. Local wisdom tidak berubah karena perubahan sosial karena perubahan sosial tidak mengubah subtansi. Bangsa Jepang tetap menjaga local wisdom, biarpun rambut mereka diwarnai, namun kepribadian mereka tetap mencerminkan budaya Jepang asli. Ke mana arah bangsa ini ?. Jika kita melupakan karakter building yang pernah menjadi kunci bagi Soekarno, bangsa Indonesia akan terhapus dari muka bumi demikian ungkapan Frans Magnis Suseno yang tampil sebagai pembicara kedua. Lebih jauh Romo Magnis menyatakan bahwa jika pembangunan karakter tidak berhasil, maka bangsa kita akan menjadi bangsa kuli. Saya ikut merasakan kekhawatiran ini, setelah 64 ta-
sebagainya, melainkan karena masyarakat kita terutama secara kolektif tidak tau disiplin, tidak tau apa itu fairness, tidak biasa berpikir panjang, berperasaan picik sektarian dan keseukuan, lemah dalam kepedulian sosial. Betul, kalau kita ketemu muka, kita masih menemukan sopan santun, dan etika tradisional, kesediaan membantu, rakyat tidak beyond hope tetapi begitu mereka berada di luar konteks tradisional, mereka lalu dapat menjadi keras secara massal, tidak bertanggung jawab, brutal dan kejam, melakukan hal-hal yang kemudian mereka sendiri merasa malu, lanjut Magnis. Budaya ada pada bangsa dan karakter ada pada orang pada orang. Bangsa dalam cara bicara saya tidak mempunyai karakter melainkan budaya. Karakter justeru sifat seseorang, individu. Dalam hal ini karakter sifat dan kepribadian seseorang dibedakan antara kekuatan dan orientasinya. Orientasi diperoleh karakter dari lingkungan kebudayaannya, nilai-nilai yang dipatenkan itulah yang mengarahkan karakter. Kekuatan karakter adalah kuat lemahnya tingkat individu itu. Bila kita menyebut seseorang punya karakter kuat sama artinya dengan mengakatan bahwa ia punya karakter. Orang tersebut memiliki keyakinan dan sikap, dan ia bertindak menurut keyakinan dan sikapnya itu. Keyakinan itu termasuk kejujuran, kesetiaan terhadap dirinya sendiri, perasaan spontan bahwa ia memiliki harga diri, dan harga diri itu akan turun apabila ia menjual diri. Ia tau apa itu tanggung jawab, ia bersedia mempertanggungjawabkan perbuatannya, ia bukan orang bendera yang selalu mengikuti arah angin. Ia bisa saja fleksibel, tawar menawar, ia juga mau belajar dan berkembang dalam wawasannya tetapi ia tidak menjual diri. Ia akan menyesuaikan diri tapi ada batasnya. Ia dapat mengatakan tidak, ia dapat mengambil sikap sendiri berbeda dari lingkungan, berbeda dari teman-teman, dan berbeda dari keluarganya, lanjut Magnis. Peranan Pendidikan Semua pembicara sepakat bahwa nilai-nilai budaya harus ditanamkan sejak dini. Menurut Magnis, kalau si pendidik mau membuat anak menjadi manutan, dengan nilai-nilai paling penting membawa diri baikbaik, teposeliro, bertenggang rasa, tidak membantah tanpa mengembangkan cara berpikir yang benar sebagaimana layaknya sebagai manusia, bagaimana karakter anak itu akan berkembang? Ia dipuji justru ketika ia tidak menunjukkan karakternya. Feodalisme para pendidik tidak memungkinkan anak-anak didik berkembang dengan semestinya. Jika kita ingin anak-anak berkembang karakternya, ia harus diberi semangat, ia harus didukung menjadi pemberani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif, berani mengemukakan pendapat yang berbeda, Ia harus diajak untuk berpikir sendiri, berpikir secara kritis untuk sendiri mencoba apa yang wajar misalnya dalam suatu situasi konflik. Ia harus dipuji ketika ia menunjukkan
Para siswa SMA 1 Sijunjung sedang mempraktikan tata cara meminang dalam tradisi budaya Minangkabau ketika belajar Muatan lokal hun sesudah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia masih memprihatinkan, saya berpendapat bahwa tanggung jawab ini terletak pada elit-elit bangsa yang tidak dapat menunjukkan format yang diharapkan, yang sejak semula tidak berhasil keluar dari feodalisme. Tentunya, segenap bangsa dan rakyat juga tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab ini. Apakah situasi kita parah?, sekurang-kurangnnya cukup parah bukan hanya karena ancaman narkoba dan
12
sikapnya secara argumentasi. Ia harus didorong supaya seperlunya melawan dan tentunya ia juga harus didorong untuk mau terbuka dan belajar, untuk tidak takut belajar sesuatu yang baru, belajar untuk keluar dari pikiran yang picik, demikian tegas Magnis.
Di kalangan pendidik di Pesantren, pendidikan budaya dan karakter menjadi fokus utama. Guru mendidik santri atau murid, sekaligus mendidik dirinya sendiri. Pendidikan adalah apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang dirasakan, dan apa yang dikerjakan oleh anak sehari-hari, mulai dari pelajaran, pendidikan olah raga, bangun dan doa, sampai pada kebersamaan dan sebagainya merupakan sebuah hal yang mendidik. Dari situ akan tercipta sebuah kegiatan atau miliu yang mendidik, demikian ungkap Dr. KH Syukri Zarkasyi, pengasuh Pesantren Gontor yang tampi sebagai pembicara ke-3.
Bagaimana menciptakan miliu yang mendidik itu?, itu semua harus diatur dalam sebuah organisasi akademis dan non akademis. Menurut Zarkasyi, semua itu harus mencakup totalitas kehidupan santri (murid). Totalitas tentunya ada prioritas, dari kehidupan yang sedemikian total akan tercipta suatu dinamika kehidupan. Mulai dari bangun pagi, baca Al Quran, olah raga, kegiatan organisasi, kepemipinan, ada gesekangesekan antara santri, gesekan sengaja Para siswa SD ini dengan fasih menjelaskan tentang proyek mereka kepada pengun- kita ciptakan untuk melatih memahami jung eksibisi dalam kegiatan Science fair di salah satu sekolah di Tangerang. Ini orang lain seperti perbedaan pendapat, semerupakan salah cara untuk menanamkan rasa percaya diri, kreatifitas, dan tata karma bab kebersamaan tanpa gesekan tidak enak berbicara dalam mempresentasikan. juga. Dinamika akan menciptakan suatu militansi, militansi akan menciptakan etos kerja. Dari sinilah akan dibuat suatu watak. Namun Kualitas dan warna karakter ditentukan oleh nilai-nilai semua itu tidak mudah. yang diyakini dan merupakan komitmennya, dan itu diperoleh dari kebudayaanya. Nilai-nilai apa yang kita harapkan yang menjadi unsur dalam karakter anak bangsa, tentu nilai yang membuat mereka lebih kuat untuk mempertahankan karakter luhur, akhlak mulia, tahan terhadap segala tarikan dan godaan yang tidak dapat dihindari, kejujuran, kesetiaan untuk bertanggung jawab, keberanian termasuk keberanian untuk mempertahankan keyakinan dan sikap moral termasuk apabila lingkungan dan teman-teman atau massa cenderung berbuat lain. Keberanian yang secara berani dapat menentukan apa yang harus dipertahankan, di sini termasuk untuk tidak menyakiti orang lain, tidak memaksakan keyakinannya pada orang lain. Kejujuran untuk melihat dan mengakui jika kita bersalah, keterbukaan yang mau diminta pertanggung jawaban, fairness, kedailan dalam arti kita sadar secara mendalam, bahwa memperlakukan orang lain Para siswa ini merangkai janur, berbagai nilai-nilai dapat ditanamkan dalam satu kegiatan belajar, kreatifitas, cinta budaya, kewisecara tidak adil adalah tidak benar. Nilai-nilai yang rausahaan, percaya diri dan sebagainya. harus menjadi orientasi bagi generasi muda kita sudah termuat dalam pancasila, relgiositas terbuka, kemaGontor menggunakan berbagai metode pendidikan, nusiaaan, komitmen pada bangsa, melawan feodalantara lain: Pertama: keteladanan; keteladanan meruisme dan solidaritas bagi mereka yang menderita dan pakan uswatun khasanah mulai dari Kyai, guru dan dalam bahaya tersingkir dan tertindas.
13
Kegiatan
santri. Santri itupun suatu teladan. Keteladanan tidak hanya manusiawi dan moralitas dan amal-amal saja, melainkan juga mencakup produktivitas. Sebagai teladan kita juga harus produktif, karena menjadi pemimpin harus mampu berbuat. Ada juga orang baik, moralnya tapi tidak mampu apa-apa. Ini juga tidak baik. Kedua, penugasan; para santri ditugasi untuk memimpin sebuah organisasi, termasuk organisasi pelajaran seperti: olahraga, sekretaris, kantin, dapur. Semua diatur santri, Gontor 1 ada 4500 orang santri dan Gontor 2 ada 2000 orang santri dan semuanya diberi tugas yang bermacam-macam dalam rangka melatih dan menumbuhkan kemandirian. Itulah yang dilakukan oleh Gontor termasuk 16 cabang Gontor di seluruh Indonesia. Penugasan tidak hanya berkaitan dengan pelajaran, tetapi bermacam - macam kegiatan secara totalitas. Deklarasi Sarasehan ini menghasilkan sejumlah kesepakatan. Catatan terpenting yang diperoleh melalui sarasehan ini adalah adanya kesepakatan semua pihak secara nasional berkaitan dengan komitmen pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, ini menjadi sumber energi baru bagi Pusat Kurikulum dan unit terkait lain yang ditugasi secara langsung untuk menidaklanjutinya melalui kegiatan-kegiatan yang lebih operasional ungkap Diah Harianti, Kepala Pusat Kurikulum dalam penyampaian pidato penutupan kegiatan ini selaku penanggung jawab operasional yang
didampingi Dr. Muchlas Samani, Direktur Ketenagaan Ditjen Dikti selaku koordinator penyelenggaraan sarasehan nasional ini.
Diah Harianti (kanan), didampingi oleh Prof. Dr. S. Hamid Hasan, pada saat finalisasi bahan ajar Pendidikan karakter dan Budaya bangsa .
Lebih lanjut Diah Harianti mengungkapkan, dalam rangka mewujudkan semua ini, Pusat Kurikulum telah mempersiapkan panduan materi dan panduan pembelajaran dengan pendekatan belajar aktif sebagai tools untuk memberdayakan pendidikan budaya dan karakter bangsa ini. Semua dokumen diharapkan selesai di akhir Januari ini, satu paket dengan penyiapan dokumen, Pusat Kurikulum juga telah mempersiapkan TOT secara nasional katanya. (ZA)
14
Warta Balitbang
Master Trainers
ada akhir bulan Januari 2010 yang lalu, Pusat Kurikulum telah merampungkan dua dokumen utama yang menjadi program 100 hari Kementrian Pendidikan Nasional, yaitu: (1) Buku Panduan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa; (2) Metodologi Belajar Aktif. Kedua buku tersebut menjadi bahan dalam program pelatihan calon Master Trainers tingkat nasional. Master Trainers ini akan disebar ke seluruh provinsi untuk duberdayakan di masing-masing provinsi
aktif dan kegiatan-kegiatan lain seperti pengembangan diri, ekstra kurikuler dan muatan lokal. Hal terpenting yang harus ditanamkan kepada calon master trainers adalah bagaimana mereka membimbing guru mengimplementasikan hal tersebut namun tidak menambah beban pelajaran, terutama kepada siswa. Sekolah diharapkan mampu membangun budaya (school culture) yang mampu menaungi berbagai kegiatan dan semua itu berlangsung secara menyenangkan bagi yang mengikutinya.
Drs. Sutjipto, M.Pd. Kabid PNF Pusat Kurikulum memberikan pengarahan pada rapat persiapan Bimbingan Teknis Pusat Kurikulum
dalam rangka meningkatkan kemampuan guru di masing-masing satuan dalam melaksanakan pembelajaran yang efsien dan efektif, ungkap Diah Harianti, Kepala Pusat Kurikulum dalam rapat persiapan di Pusat Kurikulum beberapa waktu yang lalu. Pembekalan sejumlah 1.000 calon Master Trainers ini direncanakan dilaksanakan sebelum pertengahan tahun 2010 ini. Unsur-unsur yang dilibatkan adalah semua unit utama di lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional, LPMP, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Tim Pengembang Kurikulum. Para calon Master Trainers diharapkan mampu melakukan pelatihan dan bimbingan teknis kepada satuan pendidikan di daerah masing-masing. Dalam perencanaanya, 1.000 orang calon tersebut akan dibagi menjadi 4 angkatan masing-masingnya 250 orang, penyelenggaraanya di bagi menjadi 4 region. Materi pokok pembekalan tersebut adalah penyusunan kurikulum yang menerapkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui proses pembelajaran
Sekolah Model dan Bantuan Teknis bagi Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Setelah dilatih, 1.000 orang master trainer ini diharapkan dapat terlibat secara aktif dan membantu Pusat Kurikulum menularkan kepada semua satuan pendidikan di daerah. Di samping itu, Pusat Kurikulum juga telah memprogramkan untuk melakukan pembinaan secara langsung di beberapa sekolah model di 33 kabupaten/kota di 33 provinsi. Sekolah model ini diarahkan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan model kurikulum yang menerapkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Di samping itu, Pusat Kurikulum juga telah memprogramkan kegiatan bantuan teknis sebagai kelanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan bantuan teknis profesional bagi tim pengembang kurikulum di daerah merupakan bagian dari rangkaian kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Pusat Kurikulum dalam melaku-
15
Kegiatan
kan pelayanan profesional pengembangan kurikulum, silabus dan pembelajaran, melaksanakan penyusunan bahan koordinasi jaringan pengembangan kurikulum dan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, serta Pemantauan penerapan Standar Isi dan Standar Proses. Keluaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya dan meningkatnya kemampuan tim pengembang kurikulum di daerah dalam membantu satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai kondisi, kebutuhan dan karakteristiknya serta menerapkan kurikulum secara efisien dan efektif dalam kegiatan pembelajaran, sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Semua ini juga tidak terlepas dari penyebaran implementasi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pelatihan Profesional Staf Puskur Untuk mengantispasi dan menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan bantuan teknis ke daerah, Pusat Kurikulum juga melakukan pembekalan kepada semua staf teknis melalui kegiatan Pengembangan Profesionalisme. Kegiatan peningkatan kemampuan profesional staf dalam pengembangan kurikulum sangat penting untuk menunjang tugas dan fungsi Pusat Kurikulum. Kegiatan ini mencakup penguatan kompetensi pengembangan kurikulum, pengelolaan jaringan pengembangan kurikulum dengan berbagai pihak, mengelola sistem informasi kurikulum, pengembangan model dan inovasi kurikulum aktual yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan karakteristik satuan pendidikan, secara efektif dan efisien. Keluaran dari
Kegiatan ini akan menghasilkan terselenggaranya 4 paket workshop pelatihan: pelatihan untuk tenaga pengembang kurikulum, pelatihan untuk tim administrasi/pendukung kurikulum, pelatihan untuk workshop jabatan fungsional perekayasa/peneliti pendidikan, dan workshop kurikulum di luar negeri (negara OECD) yang melibatkan berbagai keahlian dan latar belakang mata pelajaran serta tenaga pendukung yang ditingkatkan secara terus menerus kemampuan profesionalnya dalam pengembangan kurikulum, penilaian dan pembelajaran sehingga mampu melakukan bantuan profesional pengembangan kurikulum kepada TPK provinsi/kabupaten/kota dan mendampingi satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum sesuai kondisi dan kebutuhan dan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan serta menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien. Penyiapan Jaringan Informasi dan Komunikasi Pada tahun 2010 ini, Pusat Kurikulum telah memprogramkan peningkatan jaringan informasi dan komukasi. Kegiatan ini dilakukan agar hasil Pusat Kurikulum dapat diakses, diseminasi, diperoleh secara mudah oleh berbagai pihak terkait dengan pengembangan dan penerapan kurikulum/pembelajaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan serta dapat berjalan secara efektif dan efisien dan diharapkan dapat membantu guru/pendidik dalam mengembangkan kurikulum/bahan ajar dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik, daerah dan satuan pendidikan masing-masing. Koordinasi Dengan Daerah Perencanaan kegiatan dan Koordinasi dengan tenaga Pusat dan Dinas Pendidikan Daerah, meliputi kegiatan penyusunan program kerja, dan penyusunan materi dalam rangka penyiapan daerah dan tenaga pusat dalam pelaksanaan pemberdayaan TPK kabupaten/ kota yang mewakili PAUD, pendidikan dasar dan menengah baik formal maupun non formal. Peserta dan fasilitator meliputi keahlian satuan pendidikan SD, SMP, SMA, SMK, PLB, stakeholder lainnya (unit utama terkait dan komite sekolah), keahlian kurikulum pengembangan diri dan muatan lokal. Nara sumber meliputi pengambil kebijakan pendidikan, ahli kurikulum, dan ahli evaluasi pendidikan. Melibatkan peserta dari LPTK, LPMP, P4TK, dinas daerah dan tenaga lain sebagai TPK Pusat. Hasil kegiatan berupa naskah program kerja, panduan kegiatan, kumpulan materi kurikulum, dan hasil inventarisasi kebutuhan dan kondisi satuan pendidikan di daerah dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. (za).
Bermain Peran, salah satu bentuk penerapan belajar aktif dalam kegiatan pelatihan Staf Pusat Kurikulum kegiatan ini adalah dihasilkannya tenaga pengembang kurikulum dan tenaga pendukungnya yang profesional dan kompeten sesuai bidang tugasnya.
16
17
Hasil Penelitian
Pendahuluan
Berbagai kebijakan strategis telah ditetapkan pemerintah, di antaranya terkait dengan peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan (SNP). SNP merupakan acuan dalam mengembangkan mutu dan relevansi dan telah dijabarkan ke dalam delapan standar, empat di antaranya terkait dengan studi ini yaitu Standar Isi (SI), Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Fokus studi ini adalah pada pendidikan menengah kejuruan. Terkait dengan SNP, sampai saat ini pencapaian mutu SMK berdasarkan SNP belum banyak diketahui, padahal pendidikan kejuruan berperan penting dalam mempersiapkan siswanya untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dalam mempersiapkan lulusannya, SMK kerap menemui masalah. Permasalahan yang dihadapi diantaranya kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan serta kesenjangan antara kompetensi yang dihasilkan SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha/dunia industri (DU/ DI). Salah satu indikasi kesenjangan adalah rendahnya daya serap tenaga kerja lulusan SMK oleh DU/DI. Selain keterbatasan lapangan pekerjaan, kondisi tersebut cenderung mengakibatkan terjadinya pengangguran terbuka. Berbagai permasalahan terkait mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan yang dihadapi SMK perlu dicarikan alternatif pemecahannya agar para pemangku kepentingan yang terkait dan berwenang dapat melaksanakan perannya masingmasing. Secara umum penelitian ini bertujuan mendapatkan bahan kebijakan dalam upaya meningkatkan mutu rel-
evansi, dan daya saing pendidikan SMK dalam rangka penyiapan tenaga kerja. Secara lebih operasional penelitian ini bertujuan : untuk, pertama, memperoleh informasi tentang pencapaian SNP oleh SMK terkait dengan (i) kesesuaian struktur kurikulum yang diterapkan di SMK dengan struktur kurikulum di Standar Isi, (ii) tingkat pencapaian SKL, (iii) kesesuaian pelaksanaan pembelajaran yang mencakup perencanaan, proses pembelajaran, dan penilaian dengan Standar Proses, (iv) pencapaian kualifikasi akademik pendidik dan tenaga kependidikan. Kedua, relevansi kompetensi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK yang diindikasikan oleh daya serap, kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan. Ketiga, tingkat daya saing lulusan yang diindikasikan oleh cara memperoleh pekerjaan.
Metode Penelitian
Lingkup penelitian ini adalah mata pelajaran produktif, terutama dalam menganalisis kesesuaian struktur kurikulum dan pencapaian SKL. Penelitian ini mengambil delapan provinsi sebagai sampel dan pada setiap provinsi diambil satu kabupaten dan satu kota. Pada setiap kabupaten/kota dipilih tiga SMK yang memiliki program keahlian Teknik Mekanik Otomotif (TMO). Jumlah sekolah sampel terpilih adalah 48 SMKN dan SMKS terbaik menurut Dinas Pendidikan setempat kecuali 3 SMK di Kabupaten Agam, Kota Samarinda dan Kendari. Penentuan sampel provinsi dan kabupaten/kota dilakukan dengan mempertimbangkan keberadaan program keahlian TMO. Provinsi dan kabupaten/kota terpilih adalah Sumatera Utara (Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang), Sumatera Barat (Kota Padang, Kabupaten Agam), Jawa Barat (Kota dan Kabupaten Bandung), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten Jombang),
18
Bali (Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan), Kalimantan Timur (Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara), Sulawesi Selatan (Kota Makassar, Kabupaten Gowa), Sulawesi Tenggara (Kota Kendari, Kabupaten Kolaka). Data penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 48 Wakil Kepala SMK Bidang Humas yang menangani Bursa Kerja Khusus (BKK) dan kepala SMK. Wawancara dilakukan terhadap 48 kepala SMK dan ketua program keahlian TMO serta satu orang pengawas SMK dari setiap kabupaten/ kota. Adapun data sekunder diperoleh melalui pengkajian dokumen sekolah antara lain silabus, RPP, prestasi siswa dan profil sekolah.
b) Pengelompokan mata pelajaran Masih terdapat SMK di Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Tabanan, yang belum mengelompokkan mata pelajaran produktif ke dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan. Hal ini terjadi di SMK yang berkategori baik dan RSBI. Kenyataan bahwa di sekolah dengan kategori baik pun masih belum memahami atau mengikuti pengelompokan tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat pemahaman pihak sekolah terhadap SI. Rendahnya tingkat pemahaman SMK yang berkategori RSBI mengindikasikan penerapan kriteria pemilihan RSBI yang tidak secara murni dan konsekuen. c) Pengelompokan dan materi mata pelajaran Kewirausahaan Semua sekolah menggolongkan mata pelajaran Kewirausahaan ke dalam kelompok adaptif, kecuali 2 sekolah di Kabupaten Bandung yang mengelompokkan ke dalam kelompok mata pelajaran produktif dan muatan lokal. Kesalahan konseptual dalam memasukkan mata pelajaran Kewirausahaan ke dalam muatan lokal mengindikasikan kekurangpahaman pihak sekolah terhadap SI. Sementara itu, memasukkan Kewirausahaan ke kelompok produktif adalah sesuai dengan struktur kurikulum, namun tidak sesuai dengan penjelasannya. Penjelasan SI (spesifik) tempatnya di bawah struktur kurikulum SMK menyebutkan bahwa Kewirausahaan termasuk dalam kelompok adaptif. Hal ini menunjukkan ketiadaan konsistensi antara tabel struktur kurikulum dalam SI dengan penjelasannya. Belum terdapat keterkaitan materi Kewirausahaan dengan program keahlian TMO, kecuali di 4 SMK di 3 kabupaten/kota. Materi Kewirausahaan yang tidak terkait tersebut misalnya membuat telur asin, menjual sampo dan deterjen, menjual oli, mencuci sepeda motor. Materi Kewirausahaan yang terkait misalnya membuka usaha bengkel perbaikan dan pemeliharaan sepeda motor dan mobil serta unit produksi komponen sepeda motor. Belum terkaitnya materi Kewirausahaan dengan materi program keahlian mengindikasikan rendahnya pemahaman pihak sekolah terhadap konsep Kewirausahaan. 2. Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan Pada pengukuran pencapaian SKL, indikator yang digunakan adalah hasil uji kompetensi yang digunakan sebagai syarat kelulusan, artinya walaupun nilai UN bagus, namun kalau tidak lulus uji kompetensi siswa dinyatakan tidak lulus ujian. Akibatnya, kelulusan pada uji kompetensi terkesan dipaksakan, artinya hasil uji kompetensi dari sekolah dibuat sedemikian rupa, sehingga apabila dirata-rata dengan nilai UN akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari syarat minimal kelulusan. Sebagai contoh di Kabupaten Kolaka, rata-rata nilai uji kompetensi pada tahun 2006/2007 adalah 7,32,
Warta Balitbang Vol. VII / Edisi 1 - Maret 2010
Temuan
Temuan studi ini secara garis besar terdiri dari 3 bagian yaitu pencapaian SNP oleh SMK, relevansi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK, dan tingkat daya saing lulusan sebagaimana diindikasikan oleh cara memperoleh pekerjaan. Uraiannya disajikan pada tulisan berikut ini. Pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh SMK 1. Kesesuaian struktur kurikulum yang digunakan di SMK dengan struktur kurikulum di Standar Isi Dalam hubungannya dengan kesesuaian struktur kurikulum yang digunakan di SMK dengan struktur kurikulum di SI, ada 3 hal yang didiskusikan yaitu pengalokasian jam pelajaran, pengelompokkan mata pelajaran, serta pengelompokkan dan materi kewirausahaan. Penjabarannya disajikan pada uraian berikut ini. a) Pengalokasian jam pelajaran Masih terdapat sekolah yang memiliki alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan lebih rendah dibandingkan dengan alokasi waktu yang terdapat pada struktur kurikulum SMK pada SI. Namun untuk mata pelajaran Kompetensi Kejuruan, semua SMK telah mengalokasikan waktunya sesuai SI. Di sebagian besar SMK, jumlah alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan sama dengan atau lebih besar dari 140 jam pelajaran sesuai dengan SI. Di sebagian besar SMK, jumlah alokasi jam pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan sama dengan atau lebih besar dari 140 jam pelajaran sesuai dengan SI. Ada kemungkinan hal ini disebabkan rendahnya tingkat pemahaman pihak SMK terhadap SI.
19
Hasil Penelitian
sedangkan rata-rata nilai UN adalah 5,24, atau selisih sebesar 37,36 persen. Dengan demikian nilai gabungan UN dan uji kompetensi adalah 6,34 yang berarti lulus. 3. Pencapaian Standar Proses Pencapaian standar proses diindikasikan oleh 5 hal berikut yaitu: (i) jumlah rombongan belajar (rombel) dan jumlah siswa per rombel, (ii) pelaksanaan praktik, (iii) sarana pembelajaran, (iv) penilaian hasil belajar dan (v) beban kerja guru. Penjelasannya dipaparkan pada tulisan berikut ini. a) Jumlah rombel dan jumlah siswa per rombel Jumlah Rombel untuk kelas I, II dan III yang terbanyak ada pada SMK di kota Bandung, yaitu 6 Rombel di setiap tingkat. Sementara untuk jumlah Rombel yang paling sedikit ada pada SMK di Kota Kendari (semua SMK sampel memiliki 1 rombel pada setiap tingkat) dan Kabupaten Kolaka kebanyakan 1 rombel pada masingmasing tingkat. Mengacu pada Permendiknas no. 41 tahun 2007 yang menyatakan bahwa jumlah maksimal peserta didik pada setiap rombongan belajar adalah 32 orang, ditemukan bahwa 79 persen SMK memiliki jumlah peserta didik per rombel kelas I melebihi ketentuan pada Permendiknas tersebut, untuk kelas II dan kelas III masing-masing 73 persen. Sebanyak 81 persen kabupaten/kota sampel, jumlah peserta didik per rombelnya lebih tinggi dari ketentuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kebijakan Mendiknas yang dijabarkan dalam surat edaran Dirjen Mandikdasmen no.2669/C.C5/MN/2009 yang diantaranya menyatakan bahwa dinas pendidikan kabupaten/kota tidak diperkenankan membatasi jumlah lulusan SMP/MTs dan yang sederajat yang akan melanjutkan studi ke SMK baik negeri maupun swasta, yang berkategori RSBI maupun SMK yang belum RSBI. b) Pelaksanaan praktik Jumlah peserta didik terbanyak mencapai 43 orang (34 persen lebih tinggi dari SNP) per rombel ada pada SMK sampel di Kabupaten Jombang, dan jumlah peserta didik paling sedikit yaitu 19 orang (lebih rendah 41 persen dari SNP) ada di Kota Kendari. Untuk pelaksanaan praktik peserta didik dalam satu rombel dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing jumlahnya berkisar antara 5 sampai 20 orang. Pengelompokan ini disesuaikan dengan ketersediaan peralatan praktik yang dimiliki sekolah. Dengan demikian, kurangnya peralatan praktik terkesan sudah dapat diatasi oleh semua SMK dengan cara membagi peserta didik menjadi kelompok yang lebih kecil. Ketika kelompok pertama sedang melaksanakan praktik, maka kelompok lainnya melaksanakan praktik yang lain atau mengikuti pembelajaran tatap muka. c) Sarana Pembelajaran Sarana pembelajaran yang dibahas di sini meliputi buku dan peralatan praktik. Buku terdiri dari buku teks dan peralatan praktik. Buku terdiri dari buku teks dan
modul. Rasio buku per peserta didik di lebih dari 50 persen kabupaten/kota sampel mencapai 1:1. Walaupun demikian kepemilikan buku oleh peserta didik sebagian besar berupa fotokopi, bukan buku atau modul asli karena jumlah yang dimiliki oleh sekolah umumnya sangat terbatas. Rasio yang paling rendah ada pada Kabupaten Agam yaitu mencapai 1:10 untuk buku-buku yang bukan buku teks. Di luar itu, koleksi buku atau modul di perpustakaan yang berkaitan dengan Otomotif di SMK sampel juga sangat terbatas. Pada sekolahsekolah yang memiliki koleksi buku dalam jumlah besar, koleksi buku otomotifnya sangat sedikit. Peralatan praktik di bengkel terdiri dari berbagai macam alat dan mesin, dari obeng dan alat-alat kecil lainnya sampai mesin yang sangat kompleks seperti katrol digital untuk mengangkat mobil atau melepas bodi dari chasisnya. Jumlah peralatan tersebut di masing-masing SMK sangat beragam. Peralatan praktik di bengkel terdiri dari berbagai macam alat dan mesin, dari obeng dan alat-alat kecil lainnya sampai mesin yang sangat kompleks seperti katrol digital untuk mengangkat mobil atau melepas bodi dari dari chasisnya. Jumlah peralatan tersebut di masing-masing SMK sangat beragam. Rasio peralatan praktik atau peralatan bengkel dihitung dengan membagi jumlah alat dengan jumlah siswa per rombongan praktik. Satu rombongan belajar bisa dibagi menjadi 2 sampai 6 rombongan praktik. Rasio peralatan per rombongan praktik yang tertinggi mencapai 1:1 dan terendah mencapai 1:18. Untuk peralatan kecil, seperti obeng, gunting dan lain-lain, rasionya berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Untuk peralatan besar rasionya berkisar antara 1:4 sampai 1:18. Dengan demikian ketika praktik, hanya sebagian siswa yang benar-benar melaksanakan praktik menggunakan alat atau mengoperasikan peralatan/mesin. d) Penilaian hasil belajar Penilaian pembelajaran mata pelajaran teori dan praktik dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Untuk pembelajaran teori, penilaian dilaksanakan melalui ulangan harian, tengah semester dan akhir semester. Ada beberapa daerah yang melaksanakan penilaian hanya melalui ulangan harian dan akhir semester, namun ada pula yang melaksanakan ulangan harian dan ulangan tengah semester saja. Ulangan harian dilakukan secara periodik setelah peserta didik menyelesaikan 1 kompetensi dasar atau lebih. Pada beberapa daerah ulangan harian disebut dengan ulangan mingguan atau reviu. Di beberapa daerah reviu lisan atau tertulis tetap dilakukan setiap minggu walaupun satu kompetensi dasar belum selesai dibahas. Namun demikian ditemukan pula penyelenggaraan penilaian yang dilakukan satu bulan sekali, setelah lebih dari satu Kompetensi Dasar selesai. Nampaknya penggunaan sistem ulangan harian, tengah semester dan akhir semester ini tidak sesuai den-
20
gan sistem kompetensi. Pada sistem kompetensi siswa tidak boleh mempelajari kompetensi berikutnya sebelum kompetensi sebelumnya dikuasai. Artinya pada akhir semester ketika KD terakhir dipelajari maka siswa sudah diukur dan ternyata menguasai semua kompetensi yang mendahuluinya. Jadi pada akhir semester penilaian yang dilakukan hanya untuk mengukur KD terakhir saja. Penilaian praktik dilakukan melalui penilaian unjuk kerja (performance test). Di beberapa daerah untuk mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan tidak dilakukan tes praktik. Sedangkan untuk mata pelajaran Kompetensi Kejuruan ada tes praktiknya. Tes dilakukan beberapa Kompetensi Dasar dengan menggunakan lembar kerja. Biasanya sebelumnya siswa diminta menggambarkan apa yang akan dipraktikkan terlebih dahulu. e) Beban kerja guru Beberapa SMK di Kota Surabaya dan Kabupaten Jombang, serta Kabupaten Kutai Kartanegara belum memenuhi ketentuan Permendiknas nomor 39 tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Namun beban kerja ini belum memperhitungkan beban guru tersebut pada SMK lain. Sementara itu di SMK di kabupaten dan kota sampel lainnya sudah mencapai ketentuan tersebut, bahkan ada yang melebihi ketentuan maksimal 44 jam per minggu yaitu pada SMK di Kota Kendari. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Para guru TMO baik yang PNS, honorer maupun pegawai tetap yayasan sudah memenuhi standar kualifikasi akademik sesuai PP No.19/2005 pasal 29 ayat 6. PP tersebut menyatakan antara lain pendidikan minimum guru SMK adalah diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan tenaga laboratorium/bengkel TMO umumnya masih berpendidikan tertinggi sekolah menengah. Sebagian besar SMK menyatakan jumlah guru mata pelajaran produktif masih belum memadai. Rata-rata jumlah guru TMO yang dimiliki oleh satu SMK sampel yaitu 11 orang dan menurut kepala sekolah, rata-rata masih membutuhkan 9 orang. Relevansi kompetensi yang dibutuhkan DU/DI dengan kompetensi yang dihasilkan SMK diindikasikan oleh waktu tunggu dan kesesuaian program keahlian yang dipelajari di SMK dengan bidang pekerjaan lulusan. Responden adalah ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) atau wakil kepala sekolah bidang Humas. Tentang waktu tunggu lulusan, hanya 52,5 persen responden yang menyatakan bahwa waktu tunggu lulusan untuk memperoleh pekerjaan adalah 5 bulan atau lebih pendek. Dengan demikian sedikit responden yang menyatakan, bahwa waktu tunggu lulusannya
adalah 6 bulan atau lebih lama. Mengenai kesesuaian, hanya 5 persen responden menyatakan bahwa semua lulusannya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa tingkat relevansi SMK dengan DU/ DI masih relatif rendah. Tingkat Daya Saing Lulusan sebagaimana Diindikasikan oleh Cara Memperoleh Pekerjaan Responden untuk mendapatkan data tingkat daya saing adalah ketua Bursa Kerja Khusus (BKK) atau wakil kepala sekolah bidang Humas. Data ini diperoleh responden dari hasil penelusuran lulusan dan informasi dari lulusan yang sudah bekerja. Persentase cara lulusan SMK memperoleh pekerjaan untuk 3 tahun berturut-turut (2005/2006 2007/2008) yaitu sebagai berikut: (i) melamar sendiri (39,28 ; 35,11 ; dan 36,06), (ii) disalurkan oleh BKK (18,88 ; 22,91 ; dan 22,11), (iii) dipesan oleh DU/DI saat praktik kerja industri atau prakerin (11,06 ; 12,61 ; dan 14,49), (iv) sudah dipesan sebelum lulus (12,5 ; 12,86 ; dan 12,76), dan (v) lainnya, misalnya melalui saudara atau alumni yang sudah bekerja (21,92 ; 26,01; dan 23,31). Secara umum data memperlihatkan, bahwa persentase tertinggi adalah melamar sendiri diikuti oleh cara lain dan disalurkan oleh BKK. Sementara persentase lulusan yang dipesan pada saat prakerin paling rendah. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya sekolah untuk membangun jejaring dengan DU/DI yang antara lain disebabkan kurangnya kepercayaan DU/DI terhadap sekolah. Salah satu indikatornya adalah tidak adanya tanggapan terhadap proposal yang diajukan sekolah dalam rangka menjalin kerjasama. SMK yang mempunyai daya saing tinggi lulusannya cenderung sudah banyak dipesan oleh DU/DI pada saat prakerin dan/ atau sebelum lulus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daya saing lulusan SMK masih kurang. Temuan memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah perusahaan yang meminta lulusan selama 3 tahun berturut-turut (2005/2006 2007/2008) yaitu 13, 13, dan 14 perusahaan. Rata-rata jumlah lulusan yang diminta perusahaan untuk bekerja selama 3 tahun berturutturut (2005/2006 2007/2008) sebanyak 66, 68, dan 64 orang. Persentase lulusan yang dapat dipenuhi oleh SMK berturut-turut sebanyak 84, 85%, 64,71%, dan 64,06%. Belum dapat dipenuhinya permintaan DU/DI salah satunya disebabkan oleh kurangnya kualifikasi lulusan sesuai yang dibutuhkan DU/DI. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingkat daya saing lulusan masih kurang. Saran Berdasarkan temuan tersebut secara umum disarankan agar SMK meningkatkan kualitasnya secara menyeluruh baik dari segi input, proses, output, dan kerjasama dengan DU/DI agar DU/DI percaya dan
Warta Balitbang Vol. VII / Edisi 1 - Maret 2010
21
Hasil Penelitian
selalu tertarik untuk merekrut lulusan mereka menjadi tenaga kerja. Secara khusus disarankan kepada berbagai pihak yang relevan untuk melakukan berbagai hal berikut. 1. Untuk meningkatkan pemahaman pihak SMK terhadap struktur kurikulum dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pelatihan dan workshop tentang KTSP baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, MGMP maupun sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini disarankan pula agar Pemerintah dan Pemerintah Daerah meningkatkan kepeduliannya terhadap kegiatan KTSP, antara lain dengan mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan sosialisasi dan diklat tentang KTSP. 2. SMK perlu meningkatkan kerja sama dengan DU/ DI dengan fasilitasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/kota, khususnya dalam mengembangkan KTSP sampai dengan penempatan lulusan. 3. BSNP disarankan untuk mengevaluasi kembali posisi mata pelajaran Kewirausahaan pada SI, akan dimasukkan ke kelompok mata pelajaran adaptif atau produktif dengan mempertimbangkan berbagai implikasinya, kebijakan Pemerintah, dan kondisi yang senyatanya berkembang di lapangan. Selanjutnya perlu diciptakan konsistensi antara struktur kurikulum dengan penjelasannya. 4. SMK perlu membentuk tim pengajar Kewirausahaan yang berlatar belakang pendidikan relatif sesuai dan membekali mereka dengan kompetensi serta materi yang dibutuhkan. Selain itu, diantara tim pengajar minimal satu orang gurunya berpengalaman mengelola usaha. 5. SMK diharapkan memfasilitasi siswa yang memiliki bakat dan kompetensi berwirausaha dengan cara antara lain memberi pelatihan Kewirausahaan dan mencarikan bantuan biaya agar mereka dapat belajar untuk mandiri. 6. Pihak DU/DI disarankan untuk menjalin kerjasama yang positif demi kepentingan DU/DI dan SMK antara lain dengan memberikan penilaian yang objektif dalam penyelenggaraan uji kompetensi. 7. Pemerintah, pemerintah daerah, dan SMK disarankan meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana (buku-buku teks, modul, dan alat praktik) dan prasarana. Dalam hal kuantitas terutama sebagai upaya agar minimal siswa memperoleh kesempatan yang sesuai dengan standar alokasi waktu dalam menggunakan alat praktik. Dalam hal kualitas sebagai upaya agar sarana di SMK tidak terlalu jauh ketinggalan dengan peralatan yang ada di DU/DI. Prasarana, terutama ruang kelas disarankan untuk ditingkatkan jumlahya
terutama pada SMK yang jumlah siswa/rombelnya melebihi standar. 8. Bagi KD yang disyaratkan penguasaannya untuk KD berikutnya, sistem ulangan harian, tengah semester, dan akhir semester kurang tepat. Sebelum membuat silabus, disarankan sebelum membuat silabus guru memetakan KD yang berurutan dan tidak berurutan. Untuk yang berurutan disarankan menerapkan sistem penilaian per kompetensi. 9. Menambah jumlah guru dengan latar belakang pendidikan yang sesuai kebutuhan, baik guru PNS, honorer maupun guru tetap yayasan. 10. SMK mempersiapkan mental dan kompetensi siswa yang akan praktik di DU/DI agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan lingkungan kerja di tempat prakerin. Di sisi lain agar tempat prakerin memberikan apresiasi kepada siswa terutama yang memiliki potensi untuk bekerja di perusahaan tersebut. 11. SMK disarankan meningkatkan komunikasi secara intensif dengan para alumni baik yang sudah maupun yang belum bekerja, dengan melakukan pendataan/ penelusuran secara berkala. (yw) Daftar Pustaka Depdiknas. 2005, Rencana Strategis Departemen Pendidi kan Nasional 2005-2009. Jakarta: Departemen Pendi dikan Nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Ja karta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendik nas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendik nas) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kom petensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Na sional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendik nas) Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Stan dar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: De partemen Pendidikan Nasional. Sugiono. 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif d an R & D. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
22
http://www.padatiweb.depdiknas.go.id/
23
Hasil Penelitian
tahun 2008-2009, salah satu faktor utama yang mempengaruhi pelaksanaan pendataan di daerah terutama kaitannya dengan implementasi Padatiweb adalah belum optimalnya kinerja SDM pendataan di daerah. Terdapat korelasi yang cukup kuat antara kualitas sumber daya manusia pendataan dengan pemahaman terhadap sistem aplikasi yang dapat menimbulkan penilaian sistem yang sangat subjektif yang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan skill responden/pengguna terhadap sistem tersebut Selain itu, proses pendataan dengan Padatiweb belum merupakan pekerjaan yang mendapat prioritas tinggi meskipun tugas entri data merupakan salah satu tugas pokok disamping tugas-tugas lain di luar pendataan pendidikan. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa dukungan pimpinan dalam pendataan pendidikan khususnya dengan menggunakan Padatiweb lebih menga-
rah kepada usaha untuk memenuhi target pekerjaan pendataan namun kurang dalam upaya meningkatkan mutu SDM pendataan dan alokasi dana pendataan yang memadai. Di samping itu, terjadinya mutasi pegawai, termasuk staf yang menangani pendataan cukup mengganggu proses pengelolaan data di daerah. Dari hasil interview dengan beberapa pemangku jabatan yang bertanggung jawab atas pendataan pendidikan, diperoleh informasi bahwa terjadinya mutasi pegawai karena kebijakan pimpinan yang berwenang. Sering terjadi pergantian staf pada saat staf tersebut belum mantap dan harus mengajarkan kembali kepada staf yang baru. Dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa, peran Padatiwebdalam mendukung pengelolaan data pendidikan di daerah sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan sumber daya manusia pendataan yang memadai baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Harapan ke depan, Padatiweb sebagai sarana pengelolaan data pendidikan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh stakeholder sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Di satu sisi, aplikasi harus betulbetul mengacu kepada kebutuhan mereka, dan mereka harus mengisi data mereka tidak semata-mata untuk kebutuhan pusat tapi karena mereka benar-benar membutuhkannya. Di sisi lain, masalah sumber daya pendataan khususnya di daerah harus dicarikan jalan keluarnya, mengingat SDM merupakan salah satu komponen inti dalam proses pendataan pendidikan dengan menggunakan Padatiweb (Retno Wibowo PSP Balitbang)
Dalam alam globalisasi yang serba cepat ini, kabijakan-kebijakan pembangunan pendidikan harus segera menyesuaikan diri dengan tuntutantuntutan perubahan yang serba cepat pula. Dengan demikian, perilaku tata kelola pemerintahan dalam pengambilan keputusan, perencanaan, implementasi, dan penilaian kebijakan pendidikan memerlukan dukungan data dan informasi yang akurat, tepat guna, dan tepat waktu. Untuk menjawab tantangan inilah Pangkalan Data dan Informasi Pendidikan berbasis Web (PadatiWeb) dikembangkan. Prof. Dr. H. Mansyur Ramly, Kepala Balitbang Depdiknas
24
APEC Senior Official Meeting Steering Committee on ECOTECH (APEC SOM SCE 1) Hiroshima, 23-34 Pebruari 2010
adalah menjembatani antara anggota negara maju dan negara berkembang. Berkaitan dengan kendala dalam merancang proyek tersebut, Sekretariat APEC mengadakan sesi pelatihan mengenai kualitas proyek serta merevisi Guidebook on APEC Projects. Yang tidak kalah pentingnya adalah permintaan anggota APEC agar Sekretariat APEC mempertimbangkan dampak serta mengevaluasi proyek yang dijalankan negara anggota. Agenda lain yang dibahas dalam pertemuan para pejabat senior kali ini adalah Upgrading Status of Task Force on Emergency Preparedness (TFEP) yaitu peningkatan status TFEP menjadi working Group. Hampir seluruh anggota menyepakati peningkatan tersebut mengingat emergency preparedness berkaitan dengan human security atau keselamatan manusia yang merupakan salah satu prioritas dalam APEC. Pembahasan agenda ini menghasilkan beberapa masukan antara lain perlunya kejelasan apakah emergency preparedness (kesiapan menangani keadaan darurat) juga mencakup terorisme atau hanya bencana alam saja sehingga duplikasi kegiatan dapat dihindari. Masukan lainnya adalah agar kegiatan emergency preparedness difokuskan pada bencana sebagai akibat dari pemanasan global (global warming). Sebagai anggota kerja sama negara APEC, Indonesia perlu terus memonitor perkembangan kerangka kerja ECOTECH yang didalamnya termasuk penyusunan proposal proyek. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan arah mengenai kegiatan peningkatan kapasitas apa yang dapat dikembangkan dan diusulkan dalam proposal proyek sehingga Indonesia dapat mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari kerja sama negara Asia Pasifik ini. Berkaitan dengan peningkatan TFEP menjadi working group, Indonesia menyambut baik hal tersebut dan perlu mempersiapkan program yang lebih efektif dan bersifat jangka panjang dalam penanganan bencana.
ertemuan pertama APEC Senior Official Meeting Steering Committee on ECOTECH (SOMSCE 1) telah diselenggarakan di Hiroshima, Jepang pada tanggal 23-24 Februari 2010. Pertemuan diketuai oleh Amerika Serikat sebagai calon tuan rumah APEC 2011, didampingi oleh Wakil Ketua SCE yaitu Jepang dan diikuti oleh seluruh anggota. Dalam kesempatan ini Kepala Balitbang Kemendiknas, Prof. Dr. Mansyur Ramly, hadir sebagai salah satu anggota Delegasi Republik Indonesia. Pertemuan SOM-SCE 1 memiliki agenda antara lain SCE Work Plan 2010 dan Status of TASK Force for Emergency Preparedness (TFEP). Hasil pembahasan agenda SCE Work Plan 2010 secara umum seluruh anggota menyambut baik rencana SCE tahun 2010 dengan masukan antara lain perlunya kejelasan/klarifikasi mengenai metode dalam me-rangking dan persetujuan proposal proyek. Terkait dengan bagaimana merancang proposal proyek yang baik, Cina menilai selama ini masih terjadi gap antara negara anggota yaitu ada beberapa anggota yang tidak mampu untuk merancang proyek yang baik sehingga proposal proyek yang diajukan untuk mendapat persetujuan pendanaan oleh APEC berasal hanya dari anggota-anggota tertentu saja sehingga kegiatan Economic and Technical Cooperation (ECOTECH) belum dapat dirasakan secara maksimal oleh seluruh anggota terutama anggota negara berkembang padahal tujuan ECOTECH
25
Kerjasama
http://www.ban-sm.or.id
lah/madrasah) dilakukan oleh para asesor yang sudah mempunyai sertifikat sebagai asesor yang dikeluarkan oleh BAN-S/M. Akreditasi yang dilaksanakan oleh BAN-SM ini meliputi seluruh sekolah/madrasah dari TK/RA, SD/MI, SMP/MTs sampai dengan SMA/MA, dan SMK serta SLB pada seluruh provinsi. Tahapan pelaksanaan akreditasi dimulai dengan pendataan oleh BAP-S/M melalui pengiriman instrumen akreditasi kepada sekolah/madrasah Selanjutnya BAP-S/M menilai kelayakan sekolah/madrasah terse-
RA
A 530 28.79% 48 20.51% 1,856 10.31% 280 10.17% 1,548 41.58% 160 14.91% 808 46.84% 127 17.52% 1,54 43.61% 33 19.30% 6,935 20.53%
Peringkat Akreditasi B C 803 389 43.62% 21.13% 126 42 53.85% 17.95% 9,327 5,133 51.83% 28.53% 1,562 744 56.76% 27.03% 1,438 579 38.62% 15.55% 519 277 48.37% 25.82% 575 245 33.33% 14.20% 291 207 40.14% 28.55% 1,439 410 40.67% 11.59% 74 50 43.27% 29.24% 16,159 8,078 47.84% 23.92%
Jumlah TT 119 6.46% 18 7.69% 1,678 9.33% 166 6.03% 158 4.24% 117 10.90% 97 5.62% 100 13.79% 146 4.13% 14 8.19% 2,614 7.74% 1,841 234 17,994 2,752 3,723 1,073 1,725 725 3,538 171 33,76
but untuk diakreditasi. Penilaian pada tahap ini menghasilkan kriteria apakah sekolah/madrasah dimaksud layak atau tidak layak untuk diakreditasi. Terhadap sekolah/madrasah yang belum layak untuk diakredi-
26
tasi tidak dilakukan visitasi. Sedangkan terhadap sekolah/madrasah yang layak untuk diakreditasi dikirim tim penilai yang terdiri dari dua asesor untuk dilakukan visitasi. Penilaian oleh asesor dilakukan dengan mendatangi langsung lokasi di mana sekolah/madrasah berada yang disebut dengan visitasi. Setelah asesor selesai melakukan penilaian, hasil penilaian diserahkan kepada BAPS/M untuk diolah dan dianalisis oleh Tim BAP-S/M. Penentuan hasil akreditasi dilakukan melalui pleno BAP-S/M yang dihadiri oleh anggota BAN-S/M. Akreditasi yang dimulai pada tahun 2005 dilaksanakan setiap tahun. Pada tahun 2009 telah dilakukan pendataan terhadap sejumlah Sekolah/madrasah target. Dari hasil isian oleh sekolah/madrasah yang dikembalikan kepada BAP-SM terdapat 33.776 sekolah/ madrasah yang layak untuk diakreditasi. Setelah dilakukan visitasi oleh tim asesor yang ditunjuk ternyata 20,53% mendapatkan peringkat A; 47,84% mendapatkan peringkat B; 23,92% mendapatkan peringkat C; dan sisanya sebesar 7,74% mendapat predikat tidak terakreditasi (TT). Informasi lengkap tentang hasil akreditasi dapat dilihat pada website http://www. ban-sm.or.id (DD)
yang mereka ikuti dan menjadikan mereka manusia yang mandiri dan berdaya guna. Selain itu program PNF juga menjadi pelengkap bagi mereka yang telah memiliki pendidikan formal sehingga menjadi nilai tambah bagi mereka dalam memasuki dunia kerja. Penyelenggaraan PNF juga mampu menjawab kebutuhan akan pendidikan seumur hidup karena penyelenggaraan PNF memiliki jangkauan yang luas dari segi usia yaitu mulai dari usia dini 0-6 tahun, usia produktif, hingga usia senja 60-70 tahunan. Dari gambaran di atas PNF dapat dikatakan telah menjadi pendidikan alternatif yang menawarkan solusi inovatif untuk kemajuan dunia pendidikan pada umumnya dan sesuai dengan pilar pembangunan pendidikan, khususnya mengenai peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan maka diperlukan proses akreditasi bagi program dan atau satuan PNF. Untuk menjamin penyelenggaraan PNF, perlu dilakukan akreditasi lembaga penyelenggara Akreditasi adalah melakukan penilaian dengan membandingkan apa yang ada dan apa yang dituntut dalam standar yang telah ditetapkan dalam upaya menjaga dan menjamin mutu sehingga program-program yang ditawarkan PNF sesuai dengan perkembangan dan dinamika pasar kerja di masyarakat. Untuk melaksanakan akreditasi terhadap PNF maka dibentuklah Badan Akreditasi Nasional (BAN PNF) pada tahun 2005 berdasarkan Permendiknas Nomor 30 tahun 2005 BAN PNF baru berjalan secara efektif sebagai salah satu gugus kendali mutu pendidikan nonformal pada tahun 2007. Pada tahun-tahun awal kegiatan BAN PNF lebih banyak melakukan penyiapan kebijakan, sistem dan mekanisme akreditasi, pengembangan instrumen, serta penyiapan asesor. Pelaksanaan akreditasi pada satuan dan program PNF baru dapat dilakukan pada tahun 2008 dan tahun 2009 Pada tahun anggaran 2008, BAN PNF telah melakukan akreditasi pada 12 program yang dilaksanakan di 15 provinsi dengan target 491 program dalam satuan PNF. Dari target tersebut , telah terakreditasi sebanyak 323 Program PNF dan sisanya masih tertunda status akreditasinya. Sedangkan, pada tahun anggaran 2009, BAN PNF juga melakukan akreditasi pada 12 program yang dilaksanakan di 20 provinsi dengan target berjumlah 565 program dalam satuan PNF. Dari target tersebut telah terakreditasi oleh BAN PNF sebanyak 333 Program PNF dan sisanya masih tertunda status akreditasinya. Kedua belas program yang telah terakreditasi tahun 2008 dan 2009 tersebut adalah Program Paket A ,Program Paket B, Program Paket C, Program PAUD, Program Kursus Akupunktur, Program Kursus Bahasa Inggris, Program Kursus Komputer, Program Kursus Menjahit, Program Kursus Otomotif, Program Kursus Sekretaris , Program Kursus Tata
Warta Balitbang Vol. VII / Edisi 1 - Maret 2010
PNF,
enyelenggaraan pendidikan tidak hanya dilaksanakan di sekolah dalam bentuk pendidikan formal tetapi juga dilaksanakan di luar sekolah dalam bentuk pendidikan non formal yang dahulu dikenal dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Program pendidikan nonformal meliputi Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, serta Program PAUD dan kursus-kursus keterampilan seperti bahasa, komputer, kecantikan, otomotif, dan lainnya. Program dan atau satuan PNF memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat dalam memenuhi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan secara aktual. Banyak peserta program PNF seperti kursus komputer, bahasa Inggris, menjahit, merasakan manfaat dari program
27
Kerjasama
Kecantikan Kulit, dan Program Kursus Tata Kecantikan Rambut. Di tahun 2010 ini Pelaksanaan akreditasi PNF memiliki target sebanyak 560 program dan satuan (lembaga) PNF yang tersebar di 33 provinsi. Akreditasi dilakukan pada 3 satuan PNF (PKBM, PAUD, Lembaga Kursus) dan 14 program PNF yang memiliki ijin operasional penyelenggaraan PNF. Adapun 14 Program dalam satuan PNF adalah : Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, Program PAUD, Program Kursus Akupunktur, Program Kursus Akuntansi, Program Kursus Bahasa Inggris, Program Kursus Komputer, Program Kursus Menjahit, Program Kursus Otomotif, Program Kursus Sekretaris, Program Kursus Tata Kecantikan Kulit, Program Kursus Tata Kecantikan Rambut, dan Program Kursus Tata Rias Pengantin. Sampai saat ini BAN PNF telah mengakreditasi sebanyak 656 program dalam satuan PNF dan telah dikeluarkan Sertifikat Akreditasinya. Selain pelaksanaan akreditasi, kegiatan - kegiatan yang akan dilaksanakan BAN PNF pada tahun 2010 ini adalah : 1) Lokakarya dan Sosialisasi BAN PNF; bertujuan menyebarkan informasi secara langsung tentang kebijakan dan kinerja BAN PNF sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat tentang
apa yang dilakukan BAN PNF. Kegiatan ini akan dilaksanakan di 15 propinsi masing-masing di 2 (dua) kabupaten/kota yaitu di Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Bali, NTT, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Maluku Utara, Papua. 2) Surveilen Lembaga yang Telah Terakreditasi Oleh BAN PNF. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi di lapangan tentang audit kecukupan dan ketidaksesuaian serta upaya tindakan perbaikan yang dilakukan lembaga terhadap program terakreditasinya, sehingga dapat diketahui apakan status program tersebut tetap diberikan atau dicabut. Kegiatan ini dilaksanakan di 20 provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Riau, lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo. 3) Desk Asessment yang bertujuan mengaudit dokumen terhadap 560 Program dalam satuan PNF dan lembaga pemohon akreditasi yang telah melengkapi borang. Desk asesement dilakukan oleh 210 asesor yang ditugaskan BAN
PNF, selanjutnya hasil audit dokumen dipergunakan untuk rencana pelaksanaan visitasi ke lembaga. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Maret, Juni dan September. Pada bulan Maret 2010 BAN PNF telah melaksanakan desk assessment yang pertama oleh 69 asesor untuk 165 borang yang telah dilengkapi oleh lembaga PNF. 4) Validasi, Verifikasi dan Rekomendasi Kegiatan dilaksanakan setelah tim asesor mengirimkan laporan visitasi ke BAN PNF. Validasi dan verifikasi dilakukan oleh asesor BAN PNF (selected assesor) yang mendapat tugas untuk memeriksa laporan visitasi. Kemudian hasil validasi dan verifikasi tersebut di verifikasi oleh anggota BAN PNF dan selanjutnya hasil verifikasi anggota BAN PNF tersebut diberi rekomendasi oleh Komisi Pelaksana Akreditasi dan dibawa ke Sidang Pleno BAN PNF untuk mendapatkan status akreditasi. 5) Rekrutmen dan Pelatihan Calon Asesor; Kegiatan rekrutmen dan pelatihan calon asesor akan dilaksanakan dengan 200 peserta dari 13 provinsi baru dan 100 asesor dari 20 propinsi lama, dan dapat mengajukan calon dari Kantor Dinas Pendidikan Provinsi / Kab / Kota dan lulus seleksi, dengan demikian BAN PNF akan memiliki asesor di 33 provinsi.
28
Kebijakan
Kelahiran peraturan ini mungkin adalah Peraturan Pemerintah (PP) yang paling ditunggu. Alasannya karena PP inilah pengumpul terbanyak pasal dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang harus dijabarkan. Karenanya PP ini memiliki lingkup pembahasan paling komprehensif menyangkut semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan di negeri ini. Juga tentang peran masyarakat sebagai stakeholder. Ketebalan PP yang terbit ke enam ini mencapai 222 pasal. Bandingkan dengan 5 PP sebelumnya, yakni PP 19 tentang SNP, PP 55 tentang pendidikan Agama, PP 47 tentang Wajar Dikdas, PP 48 tentang Pendanaan Pendidikan, serta PP No 14 tentang Pendidikan Kedinasan, yang jumlah pasal masing-masing berkisar antara 12 hingga 100 pasal. Dengan PP No 17 ini maka lengkaplah seluruh amanat pasal dalam UU No 20 yang menugasi Pemerintah untuk menyusun PP. Beda antara Pengelolaan dan Penyelenggaraan Agar tidak terjebak dalam kebingungan, ada baiknya PP ini dibaca sejak bab Ketentuan Umum. Dijelaskan bahwa pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan. Adapun penyelenggaraan pendidikan merupakan kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Di ranah pengelolaan oleh Pemerintah, misalnya, Menteri dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional menetapkan kebijakan nasional pendidikan yang akan dipedomani oleh semua pihak terkait dengan pendidikan. Pemerintah dalam hal itu bertugas mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi mengkoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional. Untuk mendukung semua itu, Pemerintah juga akan mengembangkan sistem informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang difasilitasi oleh jejaring informasi nasional yang terhubung dengan sistem informasi pendidikan di departemen lain atau lembaga
pemerintah non departemen yang menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua provinsi, dan sistem informasi pendidikan di semua kabupaten/kota. Penyelenggaraan Pendidikan Formal Pada jalur ini, pendidikan dasar, menengah, dan tinggi diatur secara lengkap. Menyangkut juga beberapa ketentuan yang sering dilanggar, misalnya mengenai usia paling rendah siswa SD/MI yang seharusnya berusia 6 tahun. Kini kalangan yang masih ngotot ingin menyekolahkan anaknya pada usia sebelum itu diperbolehkan bila disertai rekomendasi tertulis dari psikolog profesional. Kalau psikolog tidak ada, rekomendasi dapat dikeluarkan oleh dewan guru, sejauh daya tampung memungkinkan. Penerimaan siswa juga tidak boleh didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk seleksi lain. Hal demikian karena semua SD/MI diwajibkan menerima warga negara berusia 7 sampai 12 tahun. Untuk SMA/MA kini dibagi dalam berbagai program studi. Penjurusan ini untuk SMK/MAK dinamakan bidang studi keahlian. Adapun penerimaan calon siswanya diserahkan secara mandiri kepada rapat dewan guru dengan terlebih dulu didasarkan pada hasil Ujian Nasional, serta dapat disertai tes skolastik sebagai tambahan. Ketentuan penerimaan siswa ini mirip dengan pola Pendidikan tinggi. Selain memenuhi persyaratan kepemilikan ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya, calon mahasiswa diharuskan memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan, yang tidak menduplikasi materi ujian nasional pendidikan menengah. Hal baru dalam aturan perguruan tinggi yang lain, misalnya bahwa semua perguruan tinggi kini dapat menyelenggarakan program S-1/D-IV kependidikan bagi guru tetap dalam jabatan. Pelaksanaannya dapat menggunakan fasilitas pusat kegiatan kelompok kerja guru atau musyawarah guru mata pelajaran. Ada juga ketentuan standar penjaminan mutu penelitian. Kini persyaratan lebih diperketat, yakni selain harus disetujui dosen pembimbing juga harus diuji di hadapan paling sedikit 3 (tiga) dosen penguji bagi mahasiswa untuk memenuhi persyaratan lulus program magister; atau disetujui dosen pembimbing dan diuji di hadapan
29
Kebijakan
paling sedikit 5 dosen penguji bagi mahasiswa untuk memenuhi persyaratan lulus program doktor. Penyetaraan Hasil Pendidikan luar negeri, nonformal, dan Informal Peserta didik jalur nonformal kini bisa bernafas lega karena regulasi penyetaraan mereka dengan pendidikan formal semakin jelas bentuknya. PP ini menandaskan bahwa siswa nonformal dapat diterima di sekolah formal setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. Demikian pula untuk peserta didik pendidikan dasar jebolan luar negeri dapat pindah di sekolah sederajat di Indonesia setelah menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang dipersyaratkan dan lulus tes kelayakan/penempatan. Demikian pula pendidikan informal. Menurut PP ini, hasil pendidikan informal dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. Pendidikan Jarak Jauh, khusus, dan layanan khusus Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan jenis ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, yang didukung oleh karakter pembelajaran yang lebih terbuka, mandiri, tuntas, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Adapun pendidikan khusus adakalanya merupakan pendidikan yang dikhususkan bagi peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial. Ada jenis lain yakni pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa yang wujudnya berupa (1) program percepatan; dan (2) program pengayaan. Pendidikan khusus jenis pertama dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan dasar dan menengah. Sementara itu, Pendidikan layanan khusus merupakan layanan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, yang mengalami bencana alam; masyarakat adat terpencil; yang mengalami bencana sosial; atau tidak mampu dari segi ekonomi. Pendidikan Bertaraf Internasional dan yang berbasis keunggulan lokal Gelora SBI (sekolah bertaraf Internasional) sudah
membahana di jagad Indonesia sejak UU No 20 disahkan tahun 2003. Banyak sekolah sudah bersiap diri atau bahkan memproklamirkan menjadi SBI. Tetapi aturan yang rinci sesungguhnya baru nyata sejak PP ini terbit. Pemerintah, Pemerintah daerah, atau masyarakat dapat mengembangkan sekolah/madrasah agar menjadi bertaraf internasional atau menjadi berbasis keunggulan lokal dengan 2 persyaratan, yakni: (a) memenuhi Standar Nasional Pendidikan sejak sekolah/madrasah berdiri; dan (b) berpedoman pada Penjaminan Mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Pendidikan Perwakilan Negara Asing Dan Kerja Sama Asing-Indonesia Perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diizinkan menyelenggarakan pendidikan bagi warga negaranya atas persetujuan Pemerintah RI. Namun pendidikan jenis ini dilarang menerima peserta didik warga negara Indonesia. Adapun yang didasarkan pada kerjasama dengan Indonesia dipersayaratkan pendidikan asing terakreditasi/ diakui di negaranya. Pendidikan semacam ini harus memperoleh izin Menteri, mengikuti SNP, mengikuti Ujian Nasional bagi WNI, terakreditasi oleh badan akreditasi nasional; dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Peran masyarakat Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Peran ini secara khusus disalurkan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Hal paling menarik dari aturan baru adalah adanya larangan baik bagi perseorangan maupun kolektif jika menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; dan memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan pendidikan. Lain-lain PP No. 17 ini sebenarnya masih memuat beberapa hal lain yang juga penting. Misalnya aturan menyangkut bagaimana mendirikan satuan pendidikan, serta tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Dari semua hal baru yang ada, yang menarik adalah adanya larangan bagi pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan. (KF)
30
UASBN 2010 rencanaya akan dilaksanakan pada pada minggu pertama Mei 2010, sedangkan UASBN susulan dilaksanakan satu minggu setelah UASBN utama. Mata pelajaran yang diujikan pada UASBN adalah Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Jumlah soal untuk Bahasa Indonesia adalah 50 butir, Matematika 40 butir, dan IPA 40 butir. Masing-masing mata pelajaran tersebut harus dikerjakan peserta dalam waktu 120 menit. Jadwal UASBN selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Spesifikasi dan naskah soal disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan UASBN (SKLUASBN). SKLUASBN merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/subpokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2004, dan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Standar Isi. Setiap paket soal UASBN terdiri atas 25% soal yang ditetapkan BSNP dan berlaku secara nasional, serta 75% soal yang ditetapkan oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi berdasarkan kisi-kisi soal UASBN tahun pelajaran 2009/2010 yang ditetapkan oleh BSNP. Soal UASBN yang ditetapkan oleh BSNP dipilih dan dirakit dari Bank Soal yang dikembangkan dan dikelola oleh Pusat Penilaian Pendidikan 2) mendorong tercapainya target wajib belajar pendipada Badan Penelitian dan Pengembangan, Departedikan dasar yang bermutu. Selain itu, hasil UASBN men Pendidikan Nasional. Soal-soal tersebut disusun dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan sesuai dengan kisi-kisi soal UASBN Tahun Pelajaran untuk: 1) pemetaan mutu program dan/atau satuan 2009/2010. Sedangkan soal UASBN yang ditetapkan pendidikan, 2) dasar seleksi masuk jenjang pendidioleh penyelengara tingkat provinsi No Hari dan Tanggal Jam/Waktu Mata Pelajaran disusun oleh guru perwakilan tiap kabupaten/kota yang sudah dilatih. Kriteria kelulusan UASBN ditetapkan oleh setiap sekolah/madrasah UASBN Susulan: yang peserta didiknya mengikuSenin, 10 Mei 2010 ti UASBN. Kriteria kelulusan ini ditetapkan melalui rapat dewan 2 UASBN Utama: Rabu, 08.00 10.00 Matematika guru dengan mempertimbangkan: 5 Mei 2010 1) nilai minimum setiap mata peUASBN Susulan: Selajaran yang diujikan, dan 2) nilailasa, 11 Mei 2010 rata-rata ketiga mata pelajaran yang diujikan. Kelulusan UASBN digu3 UASBN Utama: Ka08.00 10.00 Ilmu Pengetahuan nakan sebagai salah satu pertimmis, 6 Mei 2010 Alam (IPA) bangan penentuan kelulusan dari UASBN Susulan: sekolah/madrasah. Pengumuman Rabu, 12 Mei 2010 hasil UASBN dilakukan bersamaan dengan penentuan kelulusan secara serentak di sekolah/madrasah penyelenggara. Waktu kan berikutnya, 3) penentuan kelulusan peserta didik pengumuman UASBN selambat-lambatnya minggu dari satuan pendidikan, dan 4) dasar pembinaan dan ketiga bulan Juni 2010. (DH) pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Warta Balitbang Vol. VII / Edisi 1 - Maret 2010
Se-
08.00- 10.00
Bahasa Indonesia
31
Kebijakan
terselenggara berdasarkan suatu kebutuhan departemen? Yang perlu diketahui adalah bahwa hampir seluruh pendidikan kedinasan yang ada adalah sedarajat S-1. Strata ini pada umumnya selalu menyedot minat mahasiswa. Sehingga pantas, pendidikan kedinasan yang seharusnya diperuntukkan mahasiswa berkategori PNS atau calon PNS pada suatu departemen, yang terjadi justru banyak siswa dari luar departemen yang berminat masuk pendidikan kedinasan. Berangkat dari fenomena ini UU Sisdiknas No 20 lalu mendefinisikan pendidikan kedinasan dengan perubahan sangat signifikan. Disebutkan bahwa Pendidikan kedinasan haruslah berupa pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai negeri dan calon pegawai negeri. Jika pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana, maka satuan pendidikan kedinasan adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan profesi di lingkungan kerja Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan,
32
baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal. Lalu bagaimana dengan nasib pendidikan di bawah S1 yang diselenggarakan departemen selain departemen pendidikan dan dianggap unik serta perlu diselenggarakan seperti selama ini. Ditutup? Diserahkan ke Kemendiknas? Ternyata tidak. Sejalan dengan telah disahkannya UU No.19/2008 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP), maka pendidikan kedinasan yang selama ini ada dan tetap akan berlanjut atau membuka program strata S-1, solusinya harus berubah menjadi BHP. Intinya bahwa dengan BHP, pemerintah telah membentuk lembaga pendidikan dengan sistem perwakilan pemerintah di dalam pengelolaannya. Akan lebih jelas bila kita membaca aturan peralihan dalam PP 14 Pasal 24, yakni bahwa satuan pendidikan kedinasan yang diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional wajib diubah dengan memilih salah satu alternatif sebagai berikut
b. Untuk pendidikan kedinasan yang peserta didiknya bukan pegawai negeri dan bukan calon pegawai negeri, tersedia 3 (tiga) alternatif penyesuaian: 1. pendidikan kedinasan yang bersangkutan dialihstatuskan menjadi badan hukum pendidikan, yang kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan sebagai pendiri memiliki representasi dalam organ representasi pemangku kepentingan, untuk memenuhi kebutuhan sektoral yang berkelanjutan dan memerlukan pengawasan dan penjaminan mutu yang ketat dari kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan; pendidikan kedinasan yang bersangkutan diinte-
2.
a. Untuk pendidikan kedinasan yang peserta didiknya pegawai negeri dan calon pegawai negeri, baik pusat maupun daerah, tersedia 4 (empat) alternatif penyesuaian: 1. pendidikan pendidikan kedinasan yang bersangkutan dijadikan pendidikan dan pelatihan pegawai yang diselenggarakan oleh Kementerian, kementerian lain, atau LPNK yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. pendidikan kedinasan yang bersangkutan dipertahankan tetap menjadi pendidikan kedinasan yang memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam sumber : http://profiles.friendster.com/81373440 Peraturan Pemerintah ini, untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan profesi, spesialis, dan keahlian khusus lainnya; grasikan dengan perguruan tinggi negeri tertentu 3. pendidikan kedinasan yang bersangkudan setelah integrasi diadakan kerja sama dengan tan dialihstatuskan menjadi badan hukum kemasan khusus untuk memenuhi kebutuhan pendidikan,yang kementerian lain atau LPNK sektoral yang bersifat temporer dan memerlukan yang bersangkutan sebagai pendiri memiliki pengawasan dan penjaminan mutu yang ketat dari representasi dalam organ representasi pemangkementerian lain atau LPNK yang bersangkutan; ku kepentingan, untuk memenuhi kebutuhan 3. pendidikan kedinasan yang bersangkutan diinteakan pendidikan menengah, pendidikan tinggi grasikan dengan perguruan tinggi negeri tertentu vokasi, dan pendidikan tinggi akademik; atau diserahkan kepada pemerintah daerah jika 4. pendidikan kedinasan yang bersangkukebutuhan akan pengawasan dan penjaminan tan dialihstatuskan menjadi badan hukum mutu yang ketat dari kementerian lain atau LPNK pendidikan,yang kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan rendah. (KF). yang bersangkutan sebagai pendiri memiliki representasi dalam organ representasi pemangku kepentingan, untuk memenuhi sekaligus semua kebutuhan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), angka 2), dan angka 3).
33
Kebijakan
34
Bimte
k Pen
ulisan
Karya
Tulis Il
miah
35
Simposium 2010
Meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan informasi berbasis riset dalam rangka mendukung Misi Pendidikan Nasional (5K): Ketersediaan, Keterjangkauan, Kualitas dan Relevansi, Kesetaraan serta Kepastian memperoleh layanan pendidikan
Peserta Peneliti dan Perekayasa dari lembaga penelitian di perguruan tinggi, lembaga penelitian pemerintah dan swasta/lembaga swadaya masyarakat, peneliti mandiri (dosen, guru), pemerhati pendidikan, dan lembaga/ badan-badan internasional dalam bidang pendidikan Jakarta Selasa - Kamis, 3 - 5 Agustus 2010 Pengumuman : Penerimaan makalah dari calon peserta melalui e-mail panitia : simposiumpendidikan2010@puslitjaknov.org Makalah dengan abstrak dari para calon peserta dikirim melalui e-mail dan diterima panitia paling lambat 26 Mei 2010 untuk kemudian diikutkan dalam seleksi. Pemberitahuan hasil seleksi disampaikan melalui e-mail.
Agenda 26 Mei 2010: Batas akhir waktu penerimaan makalah oleh panitia untuk diseleksi. 1 Mei - 16 Juni 2010: Proses Seleksi 19 Juni 2010: Pemberitahuan makalah yang diterima tanpa perbaikan, diterima dengan perbaikan, dan tidak diterima, melalui website 20 Juli 2010: Batas waktu penyerahan power point dan konfirmasi keikutsertaan, melalui website. Download Pengumuman Simposium 2010 (dalam format PDF) secara lengkap pada http://www.puslitjaknov.org