Anda di halaman 1dari 9

how to make a tropical fruit juice

ingredients -4 slices (400 gr) papayas -1 slices (100 gr) pineapple -1 tablespoon red syrup -1 piece(300 gr) soursoup -1 tablespoon vanilla syrup -some ice cubes Steps: 1. put the slices of papaya, pineapple, red syrup together with some ice cubes into a blender and blend on high for one minute. 2. next, do the some to the reamaining soursoup, vanilla syrup and some ice cubes. 3. finally, pour the juice into some glasses, the white juice is on the bottom and the red juiceis on the top

cara membuat jus buah-buahan tropis bahan -4 Iris (400 gr) pepaya -1 Iris (100 gr) nanas -1 Sdm sirup merah -1 Sepotong (300 gr) soursoup -1 Sendok makan sirup vanili -beberapa es batu langkah-langkah: 1. menempatkan irisan pepaya, nanas, sirup merah bersama-sama dengan beberapa es batu ke dalam blender dan blenderyang tinggi selama satu menit. 2. selanjutnya, lakukan beberapa ke soursoup reamaining, sirupvanili dan beberapa es batu. 3. Akhirnya, tuangkan jus ke dalam beberapa gelas, jus putih di bagian bawah dan juiceis merah di atas

Demokrasi

Demokrasi memungkinkan rakyat menentukan pemimpinnya melalui pemilihan umum.

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani (dmokrata) "kekuasaan rakyat",yang dibentuk dari kata (dmos) "rakyat" dan (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat).Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnyamendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak. Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka. Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriterlainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja.Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu.

Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut.

Sejarah demokrasi
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM diMesopotamia. Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat. Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen.[12] [3] Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi.[3] Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung.[13] Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalahSolon, seorang penyair dan negarawan. [3] Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.[3] Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorangbangsawan Athena.[3] Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan.[14] Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.[8] Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM. [9] Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.[14]

Bentuk-bentuk demokrasi

Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.

Demokrasi langsung Demokrasi perwakilan

Prinsip-prinsip demokrasi

Rakyat dapat secara bebas menyampaikanaspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial.

Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalamkonstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.[15] Prinsipprinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".[16]Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:[16]
1. Kedaulatan rakyat;

2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;


3. Kekuasaan mayoritas; 4. Hak-hak minoritas; 5. Jaminan hak asasi manusia;

6. Pemilihan yang bebas dan jujur;


7. Persamaan di depan hukum;

8. Proses hukum yang wajar;


9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional; 10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; 11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat. [sunting]Asas

pokok demokrasi

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan

yang sama dalam hubungan sosial.[17] Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:[17]
1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-

wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
2. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan

pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

Ciri-ciri pemerintahan demokratis

Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik

Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.[4] Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:[4]
1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan

keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan). 2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah. 7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. 8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat. 9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).

NEGARA DEMOKRASI INDONESIA

Amzulian Rifai,SH.LLM.Ph.D Dosen Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sriwijaya Hampir setiap negara di dunia apapun asasnya selalu mengaku sebagai negara demokrasi. Tak soal apakah senyatanya mereka itu aliran komunis, sosialis, kapitalis ataupun liberal. Indonesia, selama lebih dari tiga dekade bermain sandiwara dalam soal demokrasi ini. Kita mengaku negara yang bersifat demokratis, tapi Presidennya ingin berkuasa seumur hidup atau memaksa untuk dipilih berkali-kali. Kita mengaku negara berasaskan demokrasi, tetapi diharamkan berdiskusi tentang Undang-undang Dasar negeri sendiri. Kita juga main sandiwara yang tanpa malu mengaku menjalankan PEMILU dengan asas JURDIL (jujur dan adil), tapi senyatanya pemilu dijalankan dengan berbagai prilaku curang. Berbagai cara intimidasi dipraktekkan mulai dari yang halus dengan cara memberikan iming-iming hingga ke cara kasar dengan memaksa orang lain untuk memilih atau tidak memilih partai tertentu. Begitulah kita berhasil memainkan sandiwara negara demokrasi itu selama puluhan tahun [...] Pada 5 Juli 2004 bangsa Indonesia telah membuktikan kepada dunia bahwa negara ini tidak lagi bersandiwara dalam soal demokrasi. Tengok saja masyarakat berbondong-bondong menuju TPS untuk memberikan suaranya. Ada pendapat bahwa diatas 90% pemilih Indonesia memberikan suaranya, suatu persentase yang amat tinggi. Di banyak negara yang tidak menganut sistem wajib memberikan suara, persentase rakyat menggunakan haknya tidak sebesar Indonesia. Akibatnya, negara seperti Australia mewajibkan rakyatnya untuk mengikuti PEMILU. Setiap warga negara Australia yang memenuhi persyaratan

untuk mendaftar, antara lain telah berusia 18 tahun, wajib mendaftarkan diri sebagai calon pemilih paling lambat 21 hari setelah yang bersangkutan mencapai usia tersebut. Siapa saja yang melanggar ketentuan ini dikenakan hukuman denda. Disamping adanya kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai calon pemilih, setiap orang Australia juga harus menggunakan hak pilihnya dengan ancaman hukuman apabila tidak menggunakan hak pilih tersebut. Sejarah tentang sandiwara demokrasi Indonesia memang terkenal kelam. Bagaimana tidak pemilu dilakukan tetapi harus dengan hasil sesuai dengan harapan pemerintah. Akibatnya, para petugas KPS kebat-kebit kalau-kalau di tempat mereka partai musuh pemerintah justru menang. Demikian juga lembaga pelaksana pemilu telah memiliki target bahwa partai pemerintah harus menang lagi. Mereka faham apa akibatnya bila partai penguasa itu kalah. Akibatnya, petugas menjalankan pekerjaan dengan tekanan sementara rakyat pemilih menggunakan hak suaranya dengan tingkat kecurigaan tinggi. Sejarah tentang sandiwara demokrasi di Indonesia telah berlalu. Kini kita dapat dengan bangga mengatakan bahwa Indonesia telah benar-benar demokratis dalam menjalankan pemilihan umum. Paling tidak ada tiga alasan untuk menyatakan bahwa Indonesia adalah negara Demokrasi. Pertama, Indonesia telah memiliki lembaga pelaksana pemilu yang independent. Kedua, pemilihan umum berlangsung secara jujur dan adil. Ketiga, Indonesia memiliki suatu peradilan yang khusus menangani sengketa hasil pemilihan umum. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara untuk melaksanakan pemilihan umum secara fair adalah ketiadaan lembaga penyelenggaranya yang mendapat kepercayaan dari rakyat. Selama ini lembaga pelaksana pemilu di Indonesia tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai institusi yang mampu berlaku netral dari kepentingan penguasa. Akibatnya, apapun hasil pemilu, masyarakat telah menanamkan sikap tidak menerima terlebih dahulu. Katakanlah para pelaksana telah bekerja maksimal, namun tetap saja dianggap tidak memiliki kredibilitas untuk lepas dari kontrol pemerintah. Buah reformasi kemudian melahirkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang keanggotaannya dari berbagai unsur yang dipercaya mampu bertindak netral, lepas dari tunggangan pemerintah. Katakanlah masih banyak kekurangan KPU, terutama di daerah, namun paling tidak wajah pelaksana pemilu yang satu ini mulai mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat. Terbukti dengan relatif kecilnya sengketa masyarakat dengan KPU. Alasan kedua untuk bangga menyatakan Indonesia sebagai negara demokrasi karena pemilu telah berlangsung dengan fair, sekalipun dengan berbagai keterbatasan. Padahal selama ini salah satu alasan kita main sandiwara demokrasi adalah karena Indonesia adalah negara dengan penduduk banyak yang membuat kita sulit menerapkan sistem pemilu yang demokratis. Prestasi demokratis Indonesia yang besar adalah kemampuan mengadakan pemilu secara langsung tiga kali dalam setahun. Bulan April 2004 kita memilih wakilwakil rakyat yang kemudian dilanjutkan pada Juli 2004 memilih Presiden dan Wakilnya. Besar kemungkinan kita akan memberikan suara lagi pada pemilu putaran kedua pada tahun yang sama. Dengan berpedoman pada Pasal 6A (Ayat 3 dan 4) UUD 1945 dinyatakan bahwa pasangan calon yang mendapat suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu, dengan sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, akan langsung dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal tidak ada yang memenuhi syarat itu, maka dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua mengikuti putaran kedua yang akan berlangsung 20

September 2004. Sebagian besar pengamat percaya bahwa pemilu Presiden ini akan berlangsung dua tahapan. Mungkin sulit mencari tandingan negara Demokrasi Indonesia yang melangsungkan pemilu akbar tiga kali dalam setahun. Bangsa Indonesia patut diberikan selamat karena telah berhasil beralih dari negara otoriter ke negara demokrasi hanya dalam waktu 6 tahun demikian pujian dari mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter yang menjadi salah seorang pemantau pemilu 5 Juli lalu. Pemilihan umum yang teratur dan fair saja tidak cukup, karena walau bagaimanapun akan tetap saja ada kemungkinan sengketa terhadap hasil pemilu. Oleh karenanya harus ada lembaga yang khusus menangani soal sengketa pemilu. Indonesia telah siap dengan itu. Oleh karenanya kita memiliki Mahkamah Konstitusi. Tidak banyak negara demokrasi di dunia ini yang mempunyai Mahkamah Konstitusi. Mahkamah ini dibentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah tersebut berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dengan jumlah pemilih yang mendekati angka 147 juta, dan memiliki lebih dari 5.000 kecamatan, belum lagi apabila kondisi geografis dan demografis yang diperhitungkan. Secara geografis, mungkin banyak orang geleng-geleng kepala karena banyak TPS yang hanya dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan udara atau angkutan sungai. Keterbatasan SDM, dana dan fasilitas sebetulnya harus pula dikedepankan untuk melengkapi rumitnya pelaksanaan demokrasi berupa pemilu di Indonesia. Begitulah, nampaknya sudah cukup alasan untuk membuktikan Indonesia sebagai negara demokratis. Tidak ada lagi alasan dunia barat menyatakan kita sebagai negara otoriter, negara yang pemilunya sandiwara belaka. Justru sepantasnya negara lain belajar dari kita. Kini tak lagi sungkan kita menyebut Negara Demokrasi Indonesia.

CONTOH DEMOKRASINYA :

Anda mungkin juga menyukai