Anda di halaman 1dari 15

1

Pendahuluan
Trauma toraks mengambil 10% kasus trauma dan dapat berhubungan dengan luka pada organ-organ yang lain. Luka orthopedic dan kepala merupakan hal yang biasa dan utama pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Luka dapat secara luas dibagi atas 2, yaitu yang disebabkan karena trauma tumpul atau karena trauma tembus. Pada banyak kasus seperti saat polisi ingin mengatasi massa, menurut aturan bahwa polisi akan melumpuhkan orang banyak dengan senjata api. Banyak dari korban yang mati secara cepat dan bahkan sedikit kesempatan untuk bertahan hidup. Di negara berkembang justru yang lebih sering disebabkan oleh luka tumpul yang sering terjadi sebagai kecelakaan lalu lintas dan di lokasi konstruksi. Pada kebanyakan kasus, pasien tidak ditangani dengan baik. Bantuan medis jarang tersedia. Bahkan jika memang tersedia, itupun tidak lebih dari sekedar pertolong pertama pada kecelakaan. Satu masalah lagi adalah tempat dimana pasien pertama kali dirujuk tidak diperlengkapi dengan kemampuan untuk mengatasi perdarahan hebat dan kegagalan napas. Pasien trauma toraks dapat menyebabkan penurunan kesadaran yang mana disebabkan oleh terganggunya fungsi pernapasan dan selanjutnya juga dapat disebabkan oleh disfungsi cardiac. 1 Tujuan dari pengelolaan kasus trauma toraks adalah untuk merestorasi fungsi jantung paru kembali normal, mengontrol perdarahan, dan mencegah terjadinya sepsis. Pernyataan ini terdengar sederhana tetapi membutuhkan beberapa langkah yang harus dilakukan. Sayangnya, beberapa kasus kematian disebabkan oleh tersumbatnya jalan napas (airway), gangguan fisiologis yang dapat disebabkan oleh hemotoraks, pneumotoraks, dengan atau tanpa flail chest. Sekitar 15% pasien membutuhkan intervensi tindakan berupa operasi. Pengetahuan akan hal-hal yang dibutuhkan untuk mendukung ventilasi pasien mampu memperlambat waktu yang diperlukan untuk mengantar pasien ke pusat rujukan yang dituju. Pipa trakeostomi dan ambu bag dapat menyelamatkan banyak pasien. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TORAKS Anatomi : Dinding dada. Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.
1

Dasar torak Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus Isi rongga torak. Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis. Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior. Fisiologi torak : Inspirasi : dilakukan secara aktif Ekspirasi : dilakukan secara pasif Fungsi respirasi : Ventilasi : memutar udara. Distribusi : membagikan Diffusi : menukar CO2 dan O2 Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan. Patofisiologi trauma torak. Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari : 1. Kegagalan ventilasi 2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar. 3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS). Klasifikasi trauma Trauma tumpul Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus. Anatomi Rongga Dada / Torak
2

Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ; 1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan ) 2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri) 3. Rongga dada tengah (mediastinum). Rongga Mediastinum Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi : 1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya : Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch. Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4 Lateral : Pleura mediastinalis Anterior : Manubrium sterni. Posterior : Corpus Vth1 - 4 2. Mediastinum inferior terdiri dari : a. Mediastinum anterior (gbr. 2) b. Mediastinum medius (gbr. 3) c. Mediastinum Posterior.(gbr. 4 ) a. Mediastinum Anterior batasnya : Anterior : Sternum ( tulang dada ) Posterior : Pericardium ( selaput jantung ) Lateral : Pleura mediastinalis Superior : Plane of sternal angle Inferior : Diafragma. b. Mediastinum Medium batasnya : Anterior : Pericardium Posterior ; Pericardium Lateral : Pleura mediastinalis Superior : Plane of sternal angle Inferior : Diafragma c. Mediastinum posterior, batasnya : Anterior : Pericardium Posterior : Corpus VTh 5 12 Lateral : Pleura mediastinalis
3

Superior : Plane of sternal angle Inferior : Diafragma. Anatomi Pleura Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru paru : Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ; 1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru paru. 2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada. Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut MEKANISME TRAUMA TORAKS Trauma Tumpul Tiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah kompresi, robekan, dan ledakan. Trauma kompresi toraks seperti fraktur iga terjadi tekanan yang menumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks. Area dinding dada yang paling lemah ditemukan didaerah 60 dari sternum, dimana iga iga didaerah tersebut lebih datar dan kurang ditopang. Seringkali kompresi tulang iga akan mengalami fraktur di dua tempat; satu di daerah 60 dari sternum dan bagian posterior. 2 Kompresi antero-posterior dapat pula menyebabkan gangguan costochondral, yang menghasilkan suatu keadaan sterna flail. 3 Robekan akan menyebabkan cedera jaringan dan vascular. Sebagai respon terhadap percepatan dan perlambatan, jaringan dan pergerakan vascular organ dibatasi oleh gabungan anatomi dan perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan regang dari keseluruhan jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan atau ruptur. Kemampuan untuk menahan regangan inilah yang bertanggung jawab atas satu-satunya cedera toraks yang mematikan: transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh ligamentum arteriosum dan oleh tulang vertebra di bawahnya, maka penghubung yang membuat aorta dapat lebih mobile dan statisnya aorta desenden menjadi lokasi tersering yang mengalami gangguan. Robekan yang terjadi di dalam parenkim paru dapat berupa laserasi, hematoma, kontusio, atau pneumatocele.4 Cedera ledakan paru primer terjadi ketika tekanan gelombang yang meghantam dinding dada dan menciptakan suatu perbedaan tekanan antara udara-jaringan sekitarnya. Semakin besarnya perbedaan tekanan, maka akan semakin besarnya kekuatan tekanan yang akan ditransmisikan ke paru paru. Berat ringannya cedera
4

paru adalah bergantung jarak jauh dekatnya korban dari sumber ledakan.5 Ledakan dalam ruang tertutup lebih parah, karena tekanan gelombang dipantulkan kembali ke pasien, yang malah memperhebat stimulus aslinya. Karakteristik patologi dari cedera ledakan pada paru adalah suatu kontosio dengan adema dan perdarahan alveoli.6,7Cedera ledakan sekunder dihasilkan dari beberapa objek yang berhamburan akibat ledakan hebat, yang kemudian mengenai pasien. cedera tersier disebabkan oleh individu yang sedang dipindahkan. Cedera yang berhubungan dengan luka bakar, agen yang terinhalasi, dan yang berhubungan dengan tergencet bangunan yang kolaps secara sekunder.8 Trauma Tembus Mayoritas adalah luka tusuk atau luka tembak. 85% luka tembus dada dapat ditanggulangi dengan tube thoracostomy dan terapi suportif. Luka yang masuk atau keluar dari putting atau bagian bawah skapula akan menyebabkan perforasi dari kubah diafragma. Jenis luka tembus yang seperti ini harus dipikirkan adanya kemungkinan keterlibatan organ2 di abdomen.9 Mekanisme cedera dapat dikategorikan sebagai berikut yang kecepatan rendah, sedang, dan tinggi. Kecepatan rendah termasuk penusukan (misalnya, luka tusuk karena pisau), yang hanya mengenai struktur jaringan sekitar yang ditusuk. Kecepatan sedang, seperti luka tembus karena peluru dari sebagian besar jenis pistol dan senapan angin yang mana ditandai dengan gambaran dekstruksi jaringan yang lebih ringan jika dibandingkan cedera karena kecepatan tinggi. Cedera akibat kecepatan tinggi yaitu seperti cedera yang diakibatkan oleh rifle dan dari senjata api militer.10 Kedua trauma tumpul maupun tembus dapat menyebabkan cedera di dada; seperti PNEUMOTORAKS SEDERHANA Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara didalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya
5

jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. 11 Ketika penumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada lesi yang terkena dan pada perkusi hipersonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. 11 Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihbungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan penumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatf yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life threatening tension pneumothorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif diberikan. Toraks penderita harus didekompresi sebelum penderita di transportasi/rujuk. 11 TENSION PNEUMOTORAKS Tension pneumotoraks berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura an tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan intrapleural akan meninggi, paru paru menjadi kolaps , mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return) , serta menekan paru kontralateral.11 Penyebab tersering dari tension pneumotoraks adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura visceral. Tension pneumotoraks dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan di parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumotoraks, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occlusive dressing) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumotoraks juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension pneumotoraks
6

ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension pneumotoraks ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernapasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara napas, pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumotoraks dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara napas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumotoraks dapat membedakan keduanya. Tension pneumotoraks membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midklavikular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumotoraks menjadi pneumotoraks sederhana (catatan: kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaksilaris.11 PNEUMOTORAKS TERBUKA Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cendereung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi yang terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.11 Langkah awal adalah menutup luka dengan kassa steril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa menutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh isi luka akan menyebabkan tension pneumotoraks kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.11

FLAIL CHEST

Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru dibawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan flail chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernapasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristaloid intravena harus lebih hati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar benar optimal. Terapi definitive ditujukan untuk mengembangkan paru paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penelitian hati hati dari frekuensi pernapasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernapasan akan memberikan suatu indikasi timing/waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.11 HEMOTORAKS

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hematoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
11

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.11 Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan.11 HEMOTORAKS MASIF Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat menyebabkan gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru paru dan menghambat ventilasi yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat akan lebih mempercepat timbulnya hipotensi dan syok dan akan dibahas lebih lanjut pada bagian sirkulasi.11 Hemotoraks massif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat > 1500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumotoraks. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara napas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks massif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi
9

10

rongga pleura. Dimulai dengan infuse cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infuse, sebuah selang dada (chest tube) no.38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks massif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1500 cc, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.11 Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar <1500 cc, tetapi perdarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfuse darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal.11 FRAKTUR IGA, STERNUM DAN SKAPULA Iga merupakan komponen dari dinding toraks yang paling sering mengalami trauma. Perlukaan yang terjadi pada iga sering bermakna. Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding toraks secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelektasis dan pneumonia meningkatkan secara bermakna dengan disertai timbulnya penyakit paru-paru.11 Iga bagian atas (iga ke 1 sampai ke 3) dilindungi oleh struktur tulang dari lengan bagian atas. Tulang skapula, iga pertama dan kedua atau sternum harus curiga akan adanya trauma yang luas yang meliputi kepala, leher, medula spinalis, paru-paru dan pembuluh darah besar. Karena adanya trauma-trauma penyerta tersebut, mortalitas akan meningkat menjadi 35%. Konsultasi bedah harus dilakukan.11 Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung. Kontusio paru dapat menyertai fraktur sternum. Trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada fraktur sternum. Terapi operasikadang diindikasikan untuk fraktur sternum atau skapula. Dislokasi sternoklavikula jarang menyebabkan bergesernya kaput klavikula ke arah mediastinum dengan mengakibatkan obstruksi dari vena superior. Bila ini terjadi reduksi segera dibutuhkan.11 Yang paling sering mengalami trauma adalah iga bagian tengah (iga ke 4 sampai ke 9). Kompresi anteroposterior dari rongga toraks akan menyebabkan lengkung iga akan lebih
10

11

melengkung lagi ke arah lateral dengan akibat timbulnya fraktur pada titik tengah (bagian lateral) iga. Trauma langsung pada iga akan cenderung menyebabkan fraktur dengan pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke dalam rongga pleura dan potensial menyebabkan trauma intratorakal seperti pneumotortaks. Seperti kita ketahui pada penderita dengan usia muda dinding dada lebih multipel pada penderita usia muda memberikan informasi pada kita bahwa trauma yang terjadi sangat besar dibandingkan bila terjadi trauma yang sama terjadi pada orang tua. Patah tulang iga (ke 10 sampai ke 12) harus curiga kuat adanya trauma terhadap hepatosplenik.11 Akan ditemukan nyeri tekan pada palpasi dan krepitasi pada penderita dengan trauma iga. Jika teraba atau terlihat adanya deformitas, harus curiga fraktur iga. Foto toraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan trauma intratorakal dan bukan untuk mengidentifikasi fraktur iga. Teknik khusus untuk visualisasi iga selain harganya mahal, tidak dapat mendeteksi seluruh iga, posisi yang dibutuhkan untuk pembuatan x-ray tersebut menimbulkan rasa nyeri dan tidak mengubah tindakan, sehingga pemeriksaan ini tidak dianjurkan. Plester iga, pengikat iga dan bidai eksternal merupakan kontra indikasi. Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas dengan baik. Blok interkostal, anestesi epidural dan analgesi sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri.11

KONTUSIO PARU Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulang-ulang.11 Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jamjam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventulasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intuvasi endotrakheal atau ventilasi mekanik.11
11

12

Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.11 TAMPONADE JANTUNG Tamponade jantung disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. 11 Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosis klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri, dan suara jantung yang menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit dinilai jika ruang UGD dalam keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan jika keadaan penderita hipovolemi dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia. Pulsus paradoksus yaitu keadaaan fisiologis dimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain dari tamponade jantung. Tanda Kusssmaul (peningkatan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya tamponade jantung. Pemeriksaan USG dengan Echocardiography merupakan metode invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang tinggi yaitu sekitar 50%. 11 Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah dengan melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.11
12

13

Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan cardic output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated-needle atau insersi teknik Seldinger merupakan cara yang paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring EKG dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia. 11 TRAUMA DIAFRAGMA Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan. Sementara itu adanya usus, gaster atau selang diagnostik mempermudah mendeteksi pada hematortaks kiri. Prevalensi sesungguhnya (untuk kejadian sisi kiri atau kanan) belum diketahui. Trauma tumpul menghasilkan robekan besar yang menyebabkan timbulnya herniasi organ abdomen. Sedangkan trauma tajam menghasilkan perforasi kecil yang sering memerlukan waktu bisa sampai tahunan untuk berkembang menjadi hernia diafragmatika.11 Perlukaan ini bisa terlewatkan pada awalnya jika salah menginterpretasikan foto toraks sebagai elevasi diafragma, dilatasi gaster akut, penumohemotoraks lokal atau hematom subpulmonal. Jika curiga adanya laserasi pada diafragma kiri, selang gaster harus dipasang. Bila selang gaster tampak didalam rongga toraks pada foto toraks, maka tidak diperlukan pemeriksaan spesial dengan kontras. Kadang, diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan foto ronsen ataupun setelah pemasangan selang dada pada hemitoraks kiri. Pada keadaan ini pemeriksaan gastrointestinal bagian atas dengan kontras harus dilakukan jika diagnosis masih ragu-ragu/tidak jelas. Bila ditemukan cairan peritoneum keluar dari selang dada juga dapat mengkonfirmasi diagnosis. Prosedur minimal invasif endoskopi (torakoskopi) dapat membantu dalam mengevaluasi diafragma pada kasus-kasus yang diagnosisnya sulit ditegakkan.11 Ruptur diafragma kanan jarang terdiagnosa pada periode awal setelah trauma. Hepar sering mencegah terjadinya herniasi dari organ abdominal lainnya masuk ke rongga toraks. Gambaran elevasi diafragma kanan pada x-ray toraks mungkin dapat ditemukan. Ruptur

13

14

diafragma sering ditemukan secara kebetulan, karena operasi untuk trauma abdominal lain. Terapinya adalah penjahitan langsung.11

DAFTAR PUSTAKA
1. Gopinath N, Invited Arcticle Thoracic Trauma, Indian Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148. 2. Viano D, Lau I, Asbury C. Biomechanics of the human chest, abdomen and pelvis in lateral impact. Accid Anal Prev 1989;21:553 74. 3. Kleinman PK, Schlesinger AE. Mechanical factors associated with posterior rib fractures: laboratory and case studies. Pediatr Radiol 1997;27:87 91. 4. S. Wanek, J.C. Mayberry. Blunt thoracic trauma: f lail chest, pulmonary contusion, and blast injury Crit Care Clin 20 (2004). Pg. 7181. 5. Zuckerman S. Experimental study of blast injuries to the lungs. Lancet 1940;2:219 24. 6. Hooker DR. Physiological effects of air concussion. Am J Physiol 1924;67(2):219 74.
14

15

7. Wightman JM, Gladish SL. Explosions and blast injuries. Ann Emerg Med 2001;37:664 78. 8. Wanek, J.C. Mayberry. Blunt thoracic trauma: f lail chest, pulmonary contusion, and blast injury Crit Care Clin 20 (2004). Pg. 7181. 9. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007 10. Dave Lloyd, MD. Thoracic Trauma. www.doh.wa.gov/hsqa/emstrauma/OTEP/thoracictrauma.ppt 11. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. 1997

15

Anda mungkin juga menyukai