Anda di halaman 1dari 14

KLIPING TENTANG CERITA RAKYAT NUSANTARA

Disusun Oleh:
NAUFAL NUGROHO ALFATAH SRI NURHAJJAH NISA YULIANA WALIYUNI HAIRA JOHAN


Penerjemah : NAUFAL NUGROHO Murajaah : NAUFAL NUGROHO

Kementrian agama

1429 2011

ASAL-USUL WAMENA ( papua )


Menurut cerita dari beberapa tokoh masyarakat Wamena, Ahumpua merupakan salah satu tempat yang memiliki lembah luas, tanah subur, makmur, dan indah yang dikelilingi oleh sungai Ahumpua dengan pegunungan-pegunungan yang tinggi menjulang mengelilingi menyelimuti daerah tersebut. Konon pemberian nama Ahumpua berdasarkan kepada pemikiran bahwa tempat tersebut merupakan pusat kepercayaan mereka (animisme) yang menolong masyarakat Ahumpua pada waktu itu. Banyak orang yang tinggal dan menetap di Ahumpua karena pandangan masyarakat setempat bahwa tempat tersebut penuh dengan berkat dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tempat tersebut juga sebagai pusat kegiatan utama untuk masyarakat seperti berkebun / bercocoktanam, bertempat tinggal,dan memelihara ternak babi (wam). Ahumpua disimbolkan sebagai badan manusia, yang dapat diartikan bahwa Ahum berarti perut (pusat), kepala dibagian timur, kaki dibagian barat, tangan dibagian selatan, dan tangan kanan dibagian utara dari daerah Ahumpua. Itulah pengertian Ahumpua menurut cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun. Keadaan masyarakat pada waktu itu dalam situasi perang antar kampung setiap malam. Diakhir perang itu masyarakat selalu makan dagung manusia. Manusia makan manusia, yang berarti makanan utama dalam kehidupan mereka adalah daging. Masyarakat Aumpua menganut kercayaan animisme, yaitu kepercayaan pada hal-hal gaib dan roh-roh halus. Dalam kehidupannya sehari-hari anak-anak wanita diberi tugas khusus untuk menjaga anak babi. Mereka menjaga anak- anak babi itu setiap hari. Dari sinilah kisah ini berawal. Pada suatu hari gadis-gadis Ahumpua seperti biasanya menjaga anak-anak babi. Diantara gadis-gadis itu hanya ada satu gadis yang berani melakukan sesuatu dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.Tempat dimana mereka menjaga babi adalah di pinggir kali Ahumpua (sekarang kali Baliem). Mereka menjaga anak-anak babi itu dari pagi, pada siang harinya gadis-gadis ini mandi di kali Ahumpua. Tapi sebelum mandi tiba-tiba ada orang berkulit putih muncul di pinggir kali Aumpua. Gadis-gadis itu terkejut dan berteriak,Eyeeyeeye,ap huluan ap huluan (eye artinya minta tolong untuk menyelamatkan diri, ap huluan adalah orang berkulit putih. Jadi artinya adala tolong ada orang kulit putih). Gadis-gadis itu langsung melarikan diri ke hutan karena takut melihat orang kulit putih. Hanya ada satu orang gadis yang berani mengadapi ap huluan, ia tidak peduli apa yang terjadi nanti. Ap huluan tahu kalau gadis-gadis tadi takut kepadanya. Ia pun menjaga jarak dan memberikan salam dari jauh pada gadis pemberani itu. Salam yang disampaikan Ap huluan adalah bahasa isyarat dengan cara menggerak-gerakkan tangan yang berarti jangan takut jangan takut,

namun gadis ini tidak mengerti. Akhirnya, Ap huluan mendekati si gadis dan memberikan salam dengan menjabat tangan gadis itu. Gadis itu membalas jabatan tangan tersebu t. Setelah berjabat tangan, Ap huluan bertanya pada si gadis, apakah nama tempat ini?. Ketika Ap huluan menanyakan nama tempat, bertepatan pula muncullah seekor anak babi, dan secara spontan si gadis berkata tu wamena. yang artinya ini anak babi (tu adalah ini, ena adalah anak, dan wam adalah babi). Ap huluan segera mengerti dan mencatat dalam buku agendanya. Jadi, arti dari Wamena adalah anak babi. Telah terjadi kesalahpahaman antara Ap huluan dan si gadis, dan kesalahan tersebut tidak disadari oleh keduanya. Percakapan kemudian berlanjut masih dengan menggunakan gerakan-gerakan tangan. Setelah itu, Ap huluan memberikan salam dan segera berjalan kaki kearah Ahumpua bagian timur. Sekarang arah Ap huluan ini disebut Wamena Timur. Setelah Ap huluan pergi, si gadis segera berlari ke rumahnya sambil memanggil teman-temannya yang sedang bersembunyi ketakutan. Kemudian dengan menangis si gadis bercerita kepada orang tuanya. Mendengar cerita si gadis ini ada yang percaya dan ada yang tidak. Bagi yang percaya, mereka segera menyiapkan alat-alat perang dan segera mengejar Ap huluan untuk membunuhnya. Namun beruntunglah, Ap huluan tidak ditemukan. Peristiwa ini merupakan awal proses pembangunan di daerah tersebut. Suatu ketika lewatlah pesawat yang ditumpangi oleh orang-orang berkebangsaan Belanda dan mendarat di daerah Ahumpua dengan suara yang menakutkan. Berturut-turut kemudian pesawat-pesawat lain mendarat di daerah tersebut selama kurang lebih satu minggu. Akirnya, daerah Ahumpua dikuasai oleh Belanda. Orang-orang Belanda mulai menetap di Ahumpua. Mulailah orang-orang tersebut membangun rumah dengan atap dari seng. Nama daerah yang dulunya Ahumpua diganti menjadi kota Wamena, yang berarti anak babi. Pemberian nama ini akibat kesalahpahaman percakapan antara Ap huluan dengan si gadis. Itulah cerita asal mula kata Wamena.

ASAL-USUL WAMENA ( papua )

CERITA DARI YAPEN TIMUR ( papua )

Di daerah Yapen Timur, tempatnya di daerah Wawuti Revui terdapat sebuah gunung bernama Kemboi Rama. Masyarakat berkumpul dan berpesta di gunung itu. Di gunung itu juga tinggal seorang raja tanah atau Dewa bernama Iriwo Nowai. Dewa itu memiliki sebuah tipa atau Gendang yang diberi nama Sokirei Atau Soworai, jika Gendang itu berbunyi orang-orang akan berdatangan dan berkumpul karena pada kesempatan itulah mereka dapat melihat Gendang itu. Akan tetapi, yang dapat melihat Gendang itu hanya orang-orang Tud bekekuatan Gaib. Dewa Irowonawi mempunyai sebuah dusun yang banyak ditumbuhi tanaman Sagu, Yaitu Aroempi. Sagu merupakan makanan pokok daerah Wawutu Revui. Akan tetapi sagu itu, lama kelamaan berkuran. Dewa marah, kemudian tanaman Sagu itu dipindah ke daerah pantai disana mereka mendirikan daerah baru yang diberi nama Randuayaivi, setelah itu Kamboi Rama hanya tingal Iriwonawai dan sepasang Suami Istri bernama irimiami dan Isoray. Pada suatu pagi, Isoray duduk diatas batu untuk menjemer diri, beberapa saat kemudian, batu yang didudukinya mengeluarkan Awan gumpalan (Awan Panas) sehingga dia tidak tahan duduk di batu itu. Kemudian Irimiami menduduki batu itu ternyata apa yang di rasakan Irimiami sama dengan yang dirasakan Isoroy. Setelah itu, Irimiami mengambil daging rusa dan diletakan diatas batu itu, tidak lama kemudian, daging rusa itu di angkat dan di makan ternyata daging Rusa itu terasa enak. Sejak itu, irimiami dan Isoray selalu meletakan makanan diatas batu itu. Pada suatu hari, Irimiami dan Isoray mengosok buluh bambu di batu itu, tidak lama kemudian buluh bambu putus dan gosokan buluh bambu mengeluarkan percikan api. Irimiami dan Isoray heran, kemusian mereka mulai mengadakan percobaan diatas batu itu. Keesokan harinya, mereka mengumpulkan rumput dan daun kering, rumput dan daun kering itu diletakan diatas batu itu tidak lama kemudian, rumput dan daun kering itu mengeluarkan gumpalan Awan seperti mereka pernah lihat. Irimiami dan Isoray menamakan batu iru keramat mereka mulai memuja batu itu. Pada siang hari ketika Matahari memancarkan sinarnya, Irimiami dan Isoray mencoba meletakan ruput, daun dan ranting bambu diatas batu keramat itu mereka menunggu apa yang terjadi ternyata keluarlah awan merah yang sangat panas mereka ketakutan dan memohon kepada Dewa Iriwonawai agar memadamkan awan merah itu, permohonan mereka terkabul dan awan merah itu padam. Hari berikutnya mereka mengumpulkan rumput, daun, dan kayu lebuh banyak. Benda-benda itu mereka letakan diatas batu keramat asap tebal mengepul di puncak gunung Kambol Rama selama enam hari Gedang pun berbunyi, masyarakat berkumpul ingin menyaksikan Gendang Soworai. Irimiami dan Isorai menyambut baik kedatangan penduduk kampung Randuayaivui, mereka pun menceritakan peristiwa itu dan asal mula di temukan batu keramat. Penduduk tercengung mendengar cerita mereka, apabila mereka mencicipi makanan yang dipanaskan diatas batu keramat, oleh karena itu Irimiami dan isoray ingin ingin supaya diadakan paeta adapt. Keesokan harinya, pesta adapt dimulai penduduk kampung Randiayaivibekumpul membawa pebekalan seperti, Sagu, Keladi, Daging dan makanan lainnya mereka bekumpul mengelilingi batu

keramat, sambil meletakan rumput diatas batu itu, tidak lama kemudian keadaan sekitar gunung Kambi Rama menjadi sangat cerah dengar sinar api yang keluar dari batu keramat. Pesta adat berlangsung selama 3 hari 3 malam, dalam pesta itu Irimiami dan Isoray memperhatikan peristiwa-peristiwa yang pernah mereka alami, kemudian Irimiami dan Isoray memerintahkan masyarakat yang hadir di pesta itu untuk mengelilingi batu keramat sambil menari dan memuja batu itu Inilah legenda masyarakat Irian Jaya yang sampai sekaran mengerematkan batu api penemuan Irimiami dan Isoray. Mereka juga percaya bahwa Irimiami dan Isoray adalah orang pertama menemukan api, sekali di lakukan upacara pemuja terhadap batu keramat itu.

CERITA DARI YAPEN TIMUR ( papua )

BURUNG KASUARI DAN BURUNG PIPIT ( papua )

Tersebutlah pada jaman dahulu di daerah Sentani diceritakan,bahwa burung Kasuari dulunya bersayap dan pandai sekali terbang. Ia dapat terbang tinggi dan jauh ke mana saja dikehendaki. Kegemaran Kasuari ini terutama ia suka sekali makan burung-burung kecil di hutan. Bilamana sang Kasuari datang,burung-burung kecil itupun bterbangan mencari perlindungan. Hidupnya terganggu karena selalu dikejar-kejar oleh Kasuari. Pada suatu hari berkumpul-lah burung-burung kecil ini untuk bermufa-kat. Dalam pertemuan ini burung yang tertua meng-anjurkan agar masing-masing memberikan pendapatnya. Pertama-tama pendapat yang disetujui bersama ialah mematahkan sayap burung Kasuari sehingga dengan demikian ia tidak dapat lagi terbang di angkasa. Untuk mencapai tujuan ini perlu dipikirkan suatu cara dan kepada siapakah di antara mereka yang berani melaksanakan tugas ini. Tiba-tiba suasana menjadi sepi sebab tidak ada yang menjawab. Mereka menjadi takut dan sedih karena tubuhnya kecil bila di bandingkan dengan tubuh Kasuari yang besar. Tiba-tiba burung Pipit yang terkecil itu memberanikan diri untuk mengemukakan suatu pendapat,antara lain : Penganugrahan sebuah kalung wasiat peninggalan nenek moyangnya kepada sang Kasuari. Selain itu ia menyatakan sanggup melaksanakan sendiri. Semua kawan-kawannya heran dan bertanya dalam hati: Dapatkah ia mengalahkan Kasuari? Setelah disetujui bersama,ia pergi mendapatkan Kasuari serta memberitahukan tentang penganugerahan kalung wasiat. Kasuaripun setuju dan berterima kasih atas kehormatan yang diberikan oleh burung Pipit. Keesokan hari si pipit menyuruh teman-temannya beserta Kasuari untuk berkumpul ke sebuah bukit yang indah pemandangannya. Semua burung memperhatikan dengan hati yang berdebar-debar apa gerangan yang akan terjadi. Dari jauh datanglah burung pipit sambil membawa kalung wasiat yang berwarna kuning kemerah-merahan pada paruhnya. Kedatangan burung pipit ini disambut dengan sorak sorai dan suaranya kedengaran bagaikan gemuruh bagaikan guntur yang menggema di langit. Setiba di tempat upacara penganugerahan,kalung wasiat itupun segera dikalungkan pada leher sang Kasuari. Kemudian diciumnya beberapa kali sehingga Kasuari tidak menduga

sesuatu

apapun

terhadap

si

pipit.

Setiap ciuman yang diberikan dipergunakannya untuk mencotok kedua mata sang Kasuari. Semula Kasuari merasa pedih di matanya,tetapi itu dianggap hanya diakibatkan oleh sayap burung pipit. Lama kelamaan kesakitan yang terasa di matanya semakin bertambah parah. Oleh sebab itu ia bermaksud menghindarkan diri ke sebuah pohon yang lebih tinggi. Tetapi rupanya penglihatannya kabur,akhirnya ia kurang hati-hati lalu jatuh terjerambat ke tanah. Akibatnya patahlah kedua sayapnya. Sejenak suasana menjadi sepi.... kemudian semua burung menjadi takjub melihat kenyataan kejadian itu. Bukan main gembira hatinya, karena si pipit telah mengalahkan Kasuari yang jahat itu. Pada saat itu burung pipit disanjung-sanjung dan tersiarlah namanya kemana-mana karena jasanya. Kini ketentraman hidup dan rukun telah tercapai. Jaman kejayaan,keangkuhan dan kesombongan Kasuari telah punah. Sekarang Kasuari tidak berdaya lagi untuk terbang dan sebagai imbalan akibat perbuatannya, patutlah ia menerima balasannya,yaitu berkelana di bawah pepohonan dan memakan buahbuahan yang dijatuhkan oleh burung-burung kecil. Sejak kejadian itu sang Kasuari hanya mempunyai sayap kecil yang tidak dapat dipergunakan lagi sampe sekarang.

TARI PATUDDU (SULAWESI )


Alkisah, pada zaman dahulu, di daerah Mandar Sulawesi Barat, hiduplah seorang Anak Raja di sebuah pegunungan. Di sana ia tinggal di sebuah istana megah yang dikelilingi oleh taman bunga dan buah yang sangat indah. Di dalam taman itu terdapat sebuah kolam permandian yang bersih dan sangat jernih airnya. Pada suatu hari, saat gerimis tampak pelangi di atas rumah Anak Raja. Kemudian tercium aroma harum semerbak. Si Anak Raja mencari-cari asal bau itu. Ia memasuki setiap ruangan di dalam rumahnya. Namun, asal aroma harum semerbak itu tidak ditemukannya. Oleh karena penasaran dengan aroma itu, ia terus mencari asalnya sampai ke halaman rumah. Sesampai di taman, aroma yan dicari itu tak juga ia temukan. Justru, ia sangat terkejut dan kesal, karena buah dan bunga-bunganya banyak yang hilang. ?Siapa pun pencurinya, aku akan menangkap dan menghukumnya!? setengah berseru Anak Raja itu berkata dengan geram. Ia kemudian berniat untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang telah berani mencuri bunga-bunga dan buahnya tersebut. Suatu sore, si Anak Raja sengaja bersembunyi untuk mengintai pencuri bunga dan buah di tamannya. Tak lama, muncullah pelangi warna-warni yang disusul tujuh ekor merpati terbang berputar-putar dengan indahnya. Anak Raja terus mengamati tujuh ekor merpati itu. Tanpa diduganya, tiba-tiba tujuh ekor merpati itu menjelma menjadi tujuh bidadari cantik. Rupanya mereka hendak mandimandi di kolam Anak Raja. Sebelum masuk ke dalam kolam, mereka bermain-main sambil memetik bunga dan buah sesuka hatinya. Anak Raja terpesona melihat kencantikan ketujuh bidadari itu. ?Ya Tuhan! Mimpikah aku ini? Cantik sekali gadis-gadis itu,? gumam Anak Raja dengan kagum. Kemudian timbul keinginannya untuk memperistri salah seorang bidadari itu. Namun, ia masih bingung bagaimana cara mendapatkannya. ?Mmm...aku tahu caranya. Aku akan mengambil salah satu selendang mereka yang tergeletak di pinggir kolam itu,? pikir Anak Raja sambil mengangguk-angguk. Sambil menunggu waktu yang tepat, ia terus mengamati ketujuh bidadari itu. Mereka sedang asyik bermain sambil memetik bunga dan buah sesuka hatinya. Mereka terlihat bersendau-gurau dengan riang. Saat itulah, si Anak Raja memanfaatkan kesempatan. Dengan hati-hati, ia berjalan mengendap-endap dan mengambil selendang miliki salah seorang dari ketujuh bidadari itu, lalu disembunyikannya. Setelah itu, ia kembali mengamati para bidadari yang masih mandi di kolam. Setelah puas mandi dan bermain-main, ketujuh bidadari itu mengenakan selendangnya kembali. Mereka harus kembali ke Kahyangan sebelum pelangi menghilang. Pelangi adalah satu-satunya jalan kembali ke Kahyangan. Namun Bidadari Bungsu tidak menemukan selendangnya. Ia pun tampak kebingungan mencari selendangnya. Keenam bidadari lainnya turut membantu mencari selendang adiknya. Sayangnya, selendang itu tetap tidak ditemukan. Padahal pelangi akan segera menghilang. Akhirnya keenam bidadari itu meninggalkan si Bungsu seorang diri. Bidadari Bungsu pun menangis sedih. ?Ya Dewa Agung, siapa pun yang menolongku, bila laki-laki akan kujadikan suamiku dan bila perempuan akan kujadikan saudara!? seru Bidadari Bungsu. Tak lama berseru demikian, terdengar suara halilintar menggelegar. Pertanda sumpah itu didengar oleh para Dewa. Melihat Bidadari Bungsu tinggal sendirian, Anak Raja pun keluar dari persembunyiannya, lalu menghampirinya. "Hai, gadis cantik! Kamu siapa? Mengapa kamu menangis?" tanya Anak Raja pura-pura tidak tahu. "Aku Kencana, Tuan! Aku tidak bisa pulang ke Kahyangan, karena selendangku hilang, "jawab

Bidadari Bungsu. "Kalau begitu, tinggallah bersamaku. Aku belum berkeluarga," kata Anak Raja seraya bertanya, "Maukah kamu menjadi istriku?" Sebenarnya Kencana sangat ingin kembali ke Kahyangan, namun selendangnya tidak ia temukan, dan pelangi pun telah hilang. Sesuai dengan janjinya, ia pun bersedia menikah dengan Anak Raja yang telah menolongnya itu. Akhirnya, Kencana tinggal dan hidup bahagia bersama dengan Anak Raja. Kencana dan Anak Raja dikaruniai seorang anak laki-laki. Maka semakin lengkaplah kebahagiaan mereka. Mereka mengasuh anak itu dengan penuh perhatian dan kasih-sayang. Selain mengasuh dan mendidik anak, Kencana juga sangat rajin membersihkan rumah.

Pada suatu hari, Kencana membersihkan kamar di rumah suaminya. Tanpa sengaja ia menemukan selendang miliknya yang dulu hilang. Ia sangat terkejut, karena ia tidak pernah menduga jika yang mencuri selendangnya itu adalah suaminya sendiri. Ia merasa kecewa dengan perbuatan suaminya itu. Karena sudah menemukan selendangnya, Kencana pun berniat untuk pulang ke Kahyangan.Saat suaminya pulang, Kencana menyerahkan anaknya dan berkata, ?Suamiku, aku sudah menemukan selendangku. Aku harus kembali ke Kahyangan menemui keluargaku. Bila kalian merindukanku, pergilah melihat pelangi!? Saat ada pelangi, Kencana pun terbang ke angkasa dengan mengipas-ngipaskan selendangnya menyusuri pelangi itu. Maka tinggallah Anak Raja bersama anaknya di bumi. Setiap ada pelangi muncul, mereka pun memandang pelangi itu untuk melepaskan kerinduan mereka kepada Kencana. Kemudian oleh mayarakat setempat, pendukung cerita ini, gerakan Kencana mengipas-ngipaskan selendangnya itu diabadikan ke dalam gerakan-gerakan Tari Patuddu, salah satu tarian dari daerah Mandar, Sulawesi Barat. *** Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Salah satu pesan moral yang terkandung di dalamnya adalah anjuran meninggalkan sifat suka mengambil barang milik orang lain. Sifat yang tercermin pada perilaku ketujuh bidadari dan Anak Raja tersebut sebaiknya dihindari. Ketujuh bidadari telah mengambil bunga-bunga dan buah-buahan milik si Anak

Raja tanpa sepengetahuannya. Demikian pula si Anak Raja yang telah mengambil selendang salah seorang bidadari tanpa sepengetahuan mereka, sehingga salah seorang bidadari tidak bisa kembali ke Kahyangan. Sebaliknya, Anak Raja harus ditinggal pergi oleh istrinya, Bidadari Bungsu, ketika si Bungsu menemukan selendangnya yang telah dicuri oleh suaminya itu. Itulah akibat dari perbuatan yang tidak dianjurkan ini. Mengambil hak milik orang lain adalah termasuk sifat tercela. Bahkan dalam ajaran sebuah agama disebutkan, mengambil dan memakan harta orang lain dengan cara semena-mena, sama artinya dengan memakan harta yang haram. Ada banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengambil dan memakan harta orang lain secara tidak halal, di antaranya mencuri, merampas, menipu, kemenangan judi, uang suap, jual beli barang yang terlarang dan riba. Kecuali yang dihalalkan adalah pengambilan dan pertukaran harta dengan jalan perniagaan dan jual-beli yang dilakukan suka sama suka antara si penjual dan si pembeli, tanpa ada penipuan di dalamnya. Setiap agama menganjurkan kepada umatnya agar senantiasa menjunjung tinggi, mengakui dan melindungi hak milik orang lain, asal harta tersebut diperoleh dengan cara yang halal. Oleh karena itu, hendaknya jangan memakan dan mengambil harta orang lain dengan jalan yang tidak halal

PUTRI TANDAMPALIK (SULAWESI)


Dahulu, terdapat sebuah negeri yang bernama negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur. Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan nelayan. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu. Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan membuat rakyat menderita. Meskipun berat akibat yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk menerima pinangan itu. "Biarlah aku dikutuk asal rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu. Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, seperti yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum bisa memberikan jawaban menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya. Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain. Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau marah pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya. Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira. Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tandampalik

terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak. Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu bisa berada di tempat seperti ini?" tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya. Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik. "Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ?" pikir putra Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap," rasanya dialah pemuda yang ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati. Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah cantik itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik. Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh

semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu. Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.

KARANG BOLONG ( SULAWESI )

Beberapa abad yang lalu tersebutlah Kesultanan Kartasura. Kesultanan sedang dilanda kesedihan yang mendalam karena permaisuri tercinta sedang sakit keras. Pangeran sudah berkali-kali memanggil tabib untuk mengobati sang permaisuri, tapi tak satupun yang dapat mengobati penyakitnya. Sehingga hari demi hari, tubuh sang permaisuri menjadi kurus kering seperti tulang terbalutkan kulit. Kecemasan melanda rakyat kesultanan Kartasura. Roda pemerintahan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Hamba sarankan agar Tuanku mencari tempat yang sepi untuk memohon kepada Sang Maha Agung agar mendapat petunjuk guna kesembuhan permaisuri," kata penasehat istana. Tidak berapa lama, Pangeran Kartasura melaksanakan tapanya. Godaan-godaan yang dialaminya dapat dilaluinya. Hingga pada suatu malam terdengar suara gaib. "Hentikanlah semedimu. Ambillah bunga karang di Pantai Selatan, dengan bunga karang itulah, permaisuri akan sembuh." Kemudian, Pangeran Kartasura segera pulang ke istana dan menanyakan hal suara gaib tersebut pada penasehatnya. "Pantai selatan itu sangat luas. Namun hamba yakin tempat yang dimaksud suara gaib itu adalah wilayah Karang Bolong, di sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang," kata penasehat istana dengan yakin. Keesokannya, Pangeran Kartasura menugaskan Adipati Surti untuk mengambil bunga karang tersebut. Adipati Surti memilih dua orang pengiring setianya yang bernama Sanglar dan Sanglur. Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya mereka tiba di karang bolong. Di dalamnya terdapat sebuah gua. Adipati Surti segera melakukan tapanya di dalam gua tersebut. Setelah beberapa hari, Adipati Surti mendengar suara seseorang. "Hentikan semedimu. Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi harus kau penuhi dahulu persyaratanku." Adipati Surti membuka matanya, dan melihat seorang gadis cantik seperti Dewi dari kahyangan di hadapannya. Sang gadis cantik tersebut bernama Suryawati. Ia adalah abdi Nyi Loro Kidul yang menguasai Laut Selatan.

Syarat yang diajukan Suryawati, Adipati harus bersedia menetap di Pantai Selatan bersama Suryawati. Setelah lama berpikir, Adipati Surti menyanggupi syarat Suryawati. Tak lama setelah itu, Suryawati mengulurkan tangannya, mengajak Adipati Surti untuk menunjukkan tempat bunga karang. Ketika menerima uluran tangan Suryawati, Adipati Surti merasa raga halusnya saja yang terbang mengikuti Suryawati, sedang raga kasarnya tetap pada posisinya bersemedi. "Itulah bunga karang yang dapat menyembuhkan Permaisuri," kata Suryawati seraya menunjuk pada sarang burung walet. Jika diolah, akan menjadi ramuan yang luar biasa khasiatnya. Adipati Surti segera mengambil sarang burung walet cukup banyak. Setelah itu, ia kembali ke tempat bersemedi. Raga halusnya kembali masuk ke raga kasarnya. Setelah mendapatkan bunga karang, Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya kembali ke Kartasura. Pangeran Kartasura sangat gembira atas keberhasilan Adipati Surti. "Cepat buatkan ramuan obatnya," perintah Pangeran Kartasura pada pada abdinya. Ternyata, setelah beberapa hari meminum ramuan sarang burung walet, Permaisuri menjadi sehat dan segar seperti sedia kala. Suasana Kesultanan Kartasura menjadi ceria kembali. Di tengah kegembiraan tersebut, Adipati Surti teringat janjinya pada Suryawati. Ia tidak mau mengingkari janji. Ia pun mohon diri pada Pangeran Kartasura dengan alasan untuk menjaga dan mendiami karang bolong yang di dalamnya banyak sarang burung walet. Kepergian Adipati Surti diiringi isak tangis para abdi istana, karena Adipati Surti adalah seorang yang baik dan rendah hati. Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya untuk pergi bersamanya. Setelah berpikir beberapa saat, Sanglar dan Sanglur memutuskan untuk ikut bersama Adipati Surti. Setibanya di Karang Bolong, mereka membuat sebuah rumah sederhana. Setelah selesai, Adipati Surti bersemedi. Tidak berapa lama, ia memisahkan raga halus dari raga kasarnya. "Aku kembali untuk memenuhi janjiku," kata Adipati Surti, setelah melihat Suryawati berada di hadapannya. Kemudian, Adipati Surti dan Suryawati melangsungkan pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia di Karang Bolong. Di sana mereka mendapatkan penghasilan yang tinggi dari hasil sarang burung walet yang semakin hari semakin banyak dicari orang.

Anda mungkin juga menyukai