Anda di halaman 1dari 18

JABATAN kejuruteraan awam

TUGASAN 2
RIBA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MASYARAKAT
NAMA : NURUL AZUREEN BT AB AZIZ SITI MUNIRAH BT GHAZALI NO.MATRIK : 04DKA10F1119 04DKA10F1079

DISEDIAKAN UNTUK : PN. MARIANI

Isi kandungan

TAJUK :
PENGHARGAAN PENDAHULUAN: MAKSUD RIBA DALAM ALQURAN DEFINISI RIBA RIBA DALAM PANDANGAN

MUKA SURAT 3 4 7 7 7 8 9 11 12 14

AGAMA PANDANGAN MAZHAB TERHAPAD RIBA JENIS-JENIS RIBA HUKUM RIBA MENURUT QURAN LARANGAN RIBA DALAM

ALAL-

QURAN SEJARAH RIBA ISI:

RIBA DAN IMPLIKASI TERHADAP MASYARAKAT LAMPIRAN KESIMPULAN RUJUKAN

16 17 18

PENGHARGAAN
Beribu-ribu kesyukuran kami panjatkan pada Ilahi kerana dengan izinNYA dapat kami siapkan tugasan tamadun islam yang diberikan iaitu RIBA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MASYARAKAT. Melakukan kerja dalam kumpulan 2

seramai dua orang amat memudahkan kami untuk melakukan kajian mengenai riba ini. Kami juga turut mendapatkan bantuan daripada rakan-rakan kuliah untuk mendapatkan lebih banyak maklumat dan pengisian mengenai amalan riba. Rakanrakan kuliah yang lain juga diberikan tugasan masing-masing dengan tajuk yang diberikan bagi merungkai persoalan mengenai perkembangan tamadun islam. Tidak dilupakan kepada orang tua kami yang turut sama terlibat secara tidak langsung dalam menyiapkan tugasan ini. Peranan dan komitmen mereka tidak boleh dilupakan. Sedikit sebanyak idea mereka mampu diolah dan dirungkaikan bagi menjelaskan permasalahan mengenai riba. Kepada tenaga pengajar kami selaku pensyarah bagi subjek TAMADUN ISLAM semester tiga, Puan Mariani. Sekalung ucapan terima kasih kami ucapkan kerana memberikan kami pendedahan tentang masalah riba ini. Sedikit sebanyak melalui pendedahan ini dapat mendedahkan kami mengenai riba dan implikasinya terhadap masyarakat. Sejuta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam melancarkan kerja kami bagi menyudahkan tugasan RIBA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MASYARAKAT.

PENDAHULUAN

Maksud Riba dalam al-Quran Kata riba dari segi bahasa berarti kelebihan. Sehingga bila kita hanya berhenti kepada arti kelebihan tersebut, logika yang dikemukakan kaum musyrik di atas cukup beralasan. Walaupun Al-Quran hanya menjawab pertanyaan mereka dengan menyatakan Tuhan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS 2:275), pengharaman dan penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan tanpa adanya sesuatu yang membedakannya, dan sesuatu itulah yang menjadi penyebab.keharamannya. Dalam Al-Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat, yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Nisa, dan Al-Rum. Tiga surat pertama adalah Madaniyyah (turun setelah Nabi hijrah ke Madinah), sedang surat Al-Rum adalah Makiyyah (turun sebelum beliau hijrah). Ini berarti ayat pertama yang berbicara tentang riba adalah Al-Rum ayat 39: Dan sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia menambah kelebihan pads harts manusia, maka riba itu tidak menambah.pads.sisi.Allah. Selanjutnya Al-Sayuthi, mengutip riwayat-riwayat Bukhari, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun kepada Rasulullah saw. adalah ayat-ayat yang dalam rangkaiannya terdapat penjelasan terakhir tentang riba, iaitu ayat 278-281 surah Al-Baqarah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman. 4

Selanjutnya Al-Zanjani, berdasarkan beberapa riwayat antara lain dari Ibn Al-Nadim dan kesimpulan yang dikemukakan oleh Al-Biqai serta orientalis Noldeke, mengemukakan bahwa surat Ali Imran lebih dahulu turun dari surat Al-Nisa. Kalau kesimpulan mereka diterima, maka berarti ayat 130 surat Ali Imran yang secara tegas melarang memakan riba secara berlipat ganda, merupakan ayat kedua yang diterima Nabi, sedangkan ayat 161 Al-Nisa yang mengandung kecaman atas orangorang Yahudi yang memakan riba merupakan wahyu tahap ketiga dalam rangkaian pembicaraan Al-Quran.tentang riba. Menurut Al-Maraghi dan Al-Shabuni, tahap-tahap pembicaraan Al-Quran tentang riba sama dengan tahapan pembicaraan tentang khamr (minuman keras), yang pada tahap pertama sekadar menggambarkan adanya unsur negatif di dalamnya (Al-Rum: 39), kemudian disusul dengan isyarat tentang keharamannya (AlNisa: 161). Selanjutnya pada tahap ketiga, secara eksplisit, dinyatakan keharaman salah satu bentuknya (Ali Imran: 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan secara total dalam berbagai.bentuknya(Al-Baqarah:278). Dalam menetapkan tuntutan pada tahapan tersebut di atas, kedua mufassir tersebut tidak mengemukakan suatu riwayat yang mendukungnya, sementara para ulama sepakat bahwa mustahil mengetahui urutan turunnya ayat tanpa berdasarkan suatu riwayat yang shahih, dan bahwa turunnya satu surat mendahului surat yang lain tidak secara otomatis menjadikan seluruh ayat pada surat yang dinyatakan terlebih dahulu turun itu mendahului seluruh ayat dalam surat yang dinyatakan turun kemudian. Atas dasar pertimbangan tersebut, kita cenderung untuk hanya menetapkan dan membahas ayat pertama dan terakhir menyangkut riba, kemudian menjadikan kedua ayat yang tidak jelas kedudukan tahapanturunnya.sebagai.tahapan.pertengahan. Hal ini tidak akan banyak pengaruhnya dalam memahami pengertian atau esensi riba yang diharamkan Al-Quran, karena sebagaimana dikemukakan di atas, ayat Al-Nisa 161 merupakan kecaman kepada orang-orang Yahudi yang melakukan praktek-praktek riba. Berbeda halnya dengan ayat 130 surat Ali Imran yang menggunakan redaksi larangan secara tegas terhadap orang-orang Mukmin agar tidak melakukan praktek riba secara adhafan mudhaafah. Ayat Ali Imran ini, baik dijadikan ayat tahapan kedua maupun tahapan ketiga, jelas sekali mendahului turunnya ayat Al-Baqarah ayat 278, serta dalam saat yang sama turun setelah turunnya ayat Al-Rum 39. Di sisi lain, ayat Al-Rum 39 yang merupakan ayat pertama yang berbicara tentang riba, dinilai oleh para ulama Tafsir tidak berbicara tentang riba yang 5

diharamkan. Al-Qurthubi dan Ibn Al-Arabi menamakan riba yang dibicarakan ayat tersebut sebagai riba halal. Sedang Ibn Katsir menamainya riba mubah. Mereka semua merujuk kepada sahabat Nabi, terutama Ibnu Abbas dan beberapa tabiin yang menafsirkan riba dalam ayat tersebut sebagai hadiah yang dilakukan oleh orang-orang yang mengharapkan.imbalan.berlebih. Atas dasar perbedaan arti kata riba dalam ayat Al-Rum di atas dengan kata riba pada ayat-ayat lain, Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan menafsirkan sebab perbedaan penulisannya dalam mush-haf, yakni kata riba pada surat Al-Rum ditulis tanpa menggunakan huruf waw [huruf Arab], dan dalam surat-surat lainnya menggunakannya [huruf Arab]. Dari sini, Rasyid Ridha menjadikan titik tolak uraiannya tentang riba yang diharamkan dalam Al-Quran bermula dari ayat Ali Imran.131. Kalau demikian, pembahasan secara singkat tentang riba yang diharamkan Al-Quran dapat dikemukakan dengan menganalisis kandungan ayat-ayat Ali Imran 130 dan Al-Baqarah 278, atau lebih khusus lagi dengan memahami kata-kata kunci pada ayat-ayat tersebut, yaitu (a) adhafan mudhaafah; (b) ma baqiya mi al-riba; dan (c) fa lakum ruusu amwalikum, la tazhlimuna wala tuzhlamun. Dengan memahami kata-kata kunci tersebut, diharapkan dapat ditemukan jawaban tentang riba yang diharamkan Al-Quran. Dengan kata lain, apakah sesuatu yang menjadikan.kelebihan.tersebut.haram. Apabila memperkatakan tentang perniagaan secara Islam, salah satu elemen yang perlu kita perhatikan ialah riba. Walaupun Allah mengharamkan riba sebagaimana arak atau judi diharamkan, ia masih kurang diberi perhatian oleh kebanyakan orang Islam. Masih terdapat di antara mereka yang menganggap ia sebagai isu yang remeh dan tidak perlu diberi perhatian yang berat seperti dosa-dosa besar yang lain. Kurangnya pemahaman tentang takrifan dan hikmah pengharaman riba menyebabkan ianya dipandang sebelah mata sahaja oleh orang Islam sendiri. Pada masa sekarang, riba merupakan sinonim dengan interest atau faedah yang diamalkan oleh institusi kewangan konvensional. Amalan riba oleh bank dilakukan apabila bank membayar faedah kepada penyimpan dan mengenakan bunga kepada peminjam di mana perbezaan antara kedua-duanya merupakan keuntungan. kepada.bank.

Definisi Riba 6

Riba bererti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga bererti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Riba dalam pandangan agama Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

PANDANGAN MAZHAB-MAZHAB TERHADAP

RIBA

Di kalangan keempat-empat mazhab dalam Islam tidak terdapat perbezaan mengenai larangan dan bentuk riba yang melibatkan hutang atau pinjaman. Kesemua mereka bersetuju bahawa setiap hutang yang menghasilkan lebihan adalah riba. Walau bagaimanapun terdapat sedikit perbezaan pendapat mereka di dalam beberapa perkara yang ada kaitan dengan riba seperti sama ada orang Islam dibenarkan untuk melibatkan diri dengan urusniaga yang mempunyai unsur-unsur riba dengan orang bukan Islam. Menurut pakar perundangan Islam, urusniaga yang dilakukan oleh orang Islam ini mungkin dilakukan di tiga wilayah yang berlainan iaitu Dar al-Salam, Dar al-Harb dan Dar al-Sulh. Mazhab Hanafi membenarkan orang Islam memasuki wilayah bukan Islam dan menjalankan urusniaga berdasarkan unsure-unsur riba termasuk dengan orang yang memeluk 7

Islam tetapi tidak berpindah ke Negara Islam. Golongan Syiah juga berpendapat bahawa orang Islam tidak boleh memberi tetapi dibolehkan mengambil riba dariapda orang bukan Islam (Homoud, 1985). Kesemua mazhab Shafie, Maliki dan Hambali tidak bersetuju dengan pendapat tersebut dan percaya tidak ada perbezaan dari segi wilayah di dalam menentukan larangan untuk riba. Orang Islam dilarang memberi atau menerima riba sesama Islam dan juga dengan orang bukan Islam (Homoud, 1985).

Jenis-Jenis Riba Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasiah. Riba Qardh

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).

Riba Jahiliyyah

Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Riba Fadhl

Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

Riba Nasiah

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Hukum Riba menurut Alquran Al-Quran menjelaskan tentang riba, pada surat Al-baqarah:275 dan ayat inilah yang menjadi hukum mengenai status riba Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (AlBaqarah:275). Riba itu ada dua macam: nasiah Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang dan fadhl. oleh orang yang

disyaratkan

meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.. Maksudnya: orang yang mengambil riba syaitan. tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan

Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah . Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa .(Al-Baqarah:276) Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah 9

memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah:278) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran:130) Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasiah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasiah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (ArRum:39)

10

LARANGAN RIBA DALAM

AL-QURAN

Islam telah melarang riba ummahnya mengambil apa jua jenis riba dan larangan ini dinyatakan dengan jelas di dalam Al-Quran dan As-Suunah. Larangan yang terdapat di dalam Al-Quran diturunkan Allah secara berperingkat-peringkat. Larangan pertama dibuat melalui Surah Ar Rum ayat 39 yang berbunyi: Riba yang kamu berikan dengan tujuan menambah zakat manusia, sebenarnya ia tidak menambah di sisi Allah; (tetapi) zakat yang kamu keluarkan dengan maksud mendapat keredhaan Allah adalah mereka yang mendapat pahala berlipat ganda. Ayat ini diturunkan di Mekah yang pada ketika itu merupakan sebuah bandar yang maju dan mewah disebabkan aktiviti perdagangan dan perniagaan. Peniaga-peniaga di sana pada masa itu bukan sahaja terlibat di dalam perniagaan barangan tetapi mereka juga di dalam urusniaga pinjaman dan spekulasi. Amalan riba ini yang menyebabkan ayat ini diturunkan. Umat Islam disuruh mencari keuntungan melalui usaha sendiri dan bukan dengan cara menindas dan menekn orang lain. Larangan kedua pula melalui Surah An Nisa ayat 161 yang bermaksud: Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan kerana mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil, Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. Ayat ini diturunkan di Madinah dan telah menimbulkan orang Yahudi Surah Al-Imran kepada Allah di ayat Madinah Larangan ketiga terkandung di 130: kamu mendapat kejayaan. salah faham di kalangan bijak pandai sama ada ianya ditujukan kepada orang Islam ataupun dalam bertaqwa

Hai orang-orang yang beriman; jangan kamu makan riba berganda-ganda dan supaya Larangan di atas diturunkan sesudah Perang Uhud iaitu pada tahun ketiga Hijrah dan meliputi semua bentuk dan jenis riba. Perkataan berganda-ganda membawa maksud walau sedikitpun riba adalah haram apatah lagi kalau berganda-ganda. Pada peringkat keempat, Allah telah menurunkan ayat 275 281 Surah Al Baqarah yang bermaksud: Orang-orang yang memakan (mengambil) riba itu tidak dapat berdiri betul melainkan seperti berdirinya orang yang dirasuk syaitan dengan terhoyong-hayang kerana sentuhan (syaitan) itu. Yang demikian ialah disebabkan mereka mengatakan: Bahawa ssungguhnya berjual beli itu sama sahaja seperti riba. 11

SEJARAH

RIBA

Amalan pengambilan riba bermula sejak tahun 3000 Sebelum Masihi semasa tamadun Sumerian lagi. Pada zaman itu wujud sistem kredit yang sistematik di mana pinjaman berasaskan gandum adalah berdasarkan kuantiti dan pinjaman logam perak berdasarkan berat. Pinjaman berasaskan gandum dikenakan kadar faedah 33.33% setahun manakala pinjaman untuk perak adalah 20% setahun. Pada zaman Babylon pula iaitu sekitar 1900-732 Sebelum Masihi Raja Hammurabi (kira-kira 1800 Sebelum Masihi) telah memperkenalkan satu peraturan dikenali sebagai Code of Hammurabi yang mengiktiraf kadar faedah dan menjadikannya kadar yang sah di sisi undang-undang Babylonian dan digunapakai hampir 1200 tahun lamanya. (Homer 1977). Amalan mengambil faedah ini berterusan pada zaman Assyrian (732-625 Sebelum Masihi), Neo-Babylonian (625-539 Sebelum Masihi), Parsi (539-333 sebelum Masihi), Yunani (500-100 Sebelum Masihi) dan Romawi (500- 90 Sebelum Masihi). Bermula kurun ketiga Masihi iaitu pada zaman Permulaan Kristian amalan pengambilan faedah ini mendapat tentangan daripada pihak gereja dan paderi-paderi. Selain daripada itu, terdapat juga bukti-bukti yang menunjukkan bahawa pinjaman yang dikeluarkan pada zaman pemerintahan beraja di negara-negara Eropah adalah juga berdasarkan faedah ( Homer, 1977). Pengambilan faedah juga diharamkan di England beberapa abad yang lalu. Salah satu sebab kaum Yahudi dihalau daripada England adalah kerana isu pengambilan faedah kerana mereka mengenakan faedah yang terlalu tinggi. Hanya pada tahun 1545, pengambilan faedah ini dibolehkan di England di mana Akta 1545 digubal bagi memastikan pengambilan faedah yang tidak terlalu tinggi dan telah ditetapkan pada kadar 10% setahun. Riba mula dikaitkan dengan perbankan pada era medieval dan dilakukan oleh saudagar emas. Saudagar emas membenarkan orang ramai menyimpan emas dan perak dengan mereka dan mengenakan bayaran. Mereka kemudiannya mengeluarkan resit kepada penyimpan untuk menunjukkan emas dan perak yang disimpan oleh mereka. Resit ini boleh digunakan untuk menuntut barangan tersebut pada bila-bila masa. Bagaimanapun apabila keyakinan orang ramai mula tinggi kepada saudagar emas, sesetengah daripada mereka menggunakan resit tersebut sebagai perantara pertukaran bayaran tanpa menebus barangan mereka setiap kali membuat bayaran. Perlahan-lahan resit diterima sebagai wang dan duit emas dan perak menjadi simapanan atau rezab bagi resit 12

tersebut. Selepas beberapa ketika, saudagar emas mula sedar bahawa orang ramai menyimpan wang lebihan di dalam bank dan menggunakan resit sebagai bayaran kepada orang lain. Saudagar emas yang kemudiannya menjadi pemilik bank setelah memerhatikan paten ini sekian lama, mula mengeluarkan resit tambahan dan memberikannya sebagai pinjaman kepada pelanggan yang memerlukan. Pelanggan kemudiannya dikenakan bayaran sebagaimana mereka menyimpan emas dan perak. Oleh itu, apabila bermulanya sejarah penubuhan dan perkembangan bank moden pada abad keenam belas, segala operasinya adalah berdasarkan faedah. Pemberian faedah sukar untuk dipisahkan daripada amalan system bank kerana ianya akan menyebabkan sistem bank tidak akan berjalan dan ekonomi tidak akan berkembng (Mannan,1986).

13

ISI

RIBA: PENGERTIAN DAN KESANNYA KEPADA MASYARAKAT DAN NEGARA Apabila memperkatakan tentang perniagaan secara Islam, salah satu elemen yang perlu kita perhatikan ialah riba. Walaupun Allah mengharamkan riba sebagaimana arak atau judi diharamkan, ia masih kurang diberi perhatian oleh kebanyakan orang Islam. Masih terdapat di antara mereka yang menganggap ia sebagai isu yang remeh dan tidak perlu diberi perhatian yang berat seperti dosa-dosa besar yang lain. Kurangnya pemahaman tentang takrifan dan hikmah pengharaman riba menyebabkan ianya dipandang sebelah mata sahaja oleh orang Islam sendiri. Pada masa sekarang, riba merupakan sinonim dengan interest atau faedah yang diamalkan oleh institusi kewangan konvensional. Amalan riba oleh bank dilakukan apabila bank membayar faedah kepada penyimpan dan mengenakan bunga kepada peminjam di mana perbezaan antara kedua-duanya merupakan keuntungan.kepada.bank KESAN RIBA KE ATAS MASYARAKAT Islam mengharamkan amalan riba ini kerana ia mempunyai implikasi yang besar ke atas kehidupan manusia. Menurut Al- Maududi riba keburukan riba boleh dilihat dari segi akal, dari segi sosial , dari segi akhlak dan dari segi ekonomi a)Dari.segi.akal Riba tumbuh di dalam diri manusia dan menjadikan mereka mempunyai sifat rakus, gelojoh, tamak, kedekut, ego dan sebagainya. Sifat-sifat ini akan menebal dan akhirnya menjadi darah akhlak daging yang sukar untuk dikikis lagi.

b) Dari segi sosial dan

Amalan riba akan merosakkan kemaslahatan dunia. Riba mendorong pemakannya hidup senang-lenang tanpa bekerja dan berusaha sedangkan Islam menggalakkan 14

umatnya untuk berusaha dan bekerja. Ia juga merupakan penindasan terhadap orang-orang miskin di mana pihak pemberi hutang akan bertambah kaya sementara penerima hutang akan bertambah miskin dan tertekan. Ini akan mewujudkan ketidaksaman di dalam masyarakat. Selain itu, amalan riba boleh menyebabkan kasih-sayang, sikap tolong-menolong dan mengasihani antara satu sama lain akan hilang. Riba boleh merosak dan merenggang hubungan antara orang kaya pemakan riba dengan orang miskin dan menimbulkan perasaan benci dan iri hati di kalangan mereka. Konflik boleh berlaku akibat ketidakpuasan hati di kalangan peminjam seperti rompakan, pembunuhan dan lain- lain. Ini boleh mengganggu gugat kestabilan masyarakat c) Dari segi ekonomi Riba yang tinggi memusnahkan daya penarik pelabur, menyebabkan kekurangan pekerjaan dan pendapatan. Ia juga merosakkan perkembangan ekonomi dan mengakibatkan kan inflasi. Riba diperoleh tanpa mengusahakan sesuatu dan meletakkan kesemua risiko ke atas bahu peminjam. secara.keseluruhan.

BAHAYA DALAM KEMASYARAKATAN DAN SOSIAL

Riba memiliki implikasi buruk terhadap sosial kemasyarakatan, karena masyarakat yang bermuamalah dengan riba tidak akan terjadi adanya saling bantu-membantu dan seandainya adapun karena berharap sesuatu dibaliknya sehingga kalangan orang kaya akan berlawanan dan menganiaya yang tidak punya.

Kemudian dapat menumbuhkan kedengkian dan kebencian di masing-masing individu masyarakat. Demikian juga menjadi sebab tersebarnya kejahatan dan penyakit jiwa. Hal ini disebabkan karena individu masyarakat yang bermuamalah dengan riba bermuamalah dengan sistem menang sendiri dan tidak membantu yang lainnya kecuali dengan imbalan keuntungan tertentu, sehingga kesulitan dan kesempitan orang lain menjadi kesempatan emas dan peluang bagi yang kaya untuk mengembangkan hartanya dan mengambil manfaat sesuai hitungannya. Tentunya ini akan memutus dan menghilangkan

15

persaudaraan dan sifat gotong-royong dan menimbulkan kebencian dan permusuhan diantara mereka.

Seorang dokter ahli penyakit dalam bernama dr. Abdulaziz Ismail dalam kitabnya berjudul Islam wa al-Thib al-Hadits (Islam dan kedokteran modern) menyatakan bahwa Riba adalah sebab dalam banyaknya penyakit jantung. (Al-Riba Wa Muamalat al-Mashrofiyah hal)

16

KESIMPULAN
Pengharaman riba masih merupakan elemen yang penting dalam perniagaan Islam untuk mewujudkan sebuah ekonomi yang bertanggungjawab secara sosial. Sejak beberapa dekad yang lalu, menurut satu laporan oleh Institut Perbankan dan Insurans Islam, sebanyak 150 institusi perbankan Islam telah mengurus $100 bilion di dalam Negara-negara Islam dan luar Negara. Minat kepada pelaburan secara Islam meningkat, di mana pasaran saham antarabangsa telah melancarkan indeks pasaran secara Islam mengikut panduan yang diberi Al Quran. Ini berkaitan dengan pengaruh etika Islam yang menekankan kepada konsep keadilan sosial dan keadilan di dalam pembahagian kekayaan melalui pengharaman riba. Apabila Quran mengharamkan urusniaga yang melibatkan riba tujuannya adalah untuk melindungi mereka yang tidak berkemampuan daripada mereka yang kaya yang mungkin mengambil kesempatan daripada mereka. Oleh itu, pengharaman riba oleh Islam hendaklah dilihat sebagai satu usaha untuk memperbaiki etika manusia bahawa semua manusia mestilah dilayan dengan adil, bukannya sebagai halangan kepada perniagaan.

17

RUJUKAN
1. Abdulaziz Sachedina. (tanpa tarikh). The Issue of Riba In Islamic Faith and Law. (atas talian) http.www.virgnia.edu. 2. Abdul Rahman Nawas, Nawawee Mohammad, Omardin Hj Ashaari, Arip Saaya. 1995. Tamadun Islam.Kuala Lumpur. Pustaka Haji Abdul Majid.

3. Azlan Khalili Shamsuddin. 2000. Riba: Alternatifnya dalam sistem bank Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

4. Bilal Dannoun. (tanpa tarikh). Prohibition of Riba. (atas talian). http.www.asj.com. 5. Mat Hassan Abu Bakar. 2003. Apa itu Ekonomi Islam. Bentong: PTS Publications. 6. Mustafa Hj Daud. Lumpur: Dewan 1989. Pemikiran Politik dan Ekonomi Al-Maududi. Kuala Dan Pustaka.

Bahasa

7. Nor Mohamed Yakcop. 1996. Teori, amalan dan prospek system kewangan Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Utusan Publicators and distributors Sdn Bhd. 8. Sudin Haron.1996. Prinsip dan Operasi perbankan Islam Edisi Kedua. Kuala

Lumpur: Berita Publishing Sdn Bhd. 9. Syed Mohd Ghazali Wafa Syed Adwam Wafa, Hj. Muhammad Nasri hj Md Hussain, 10. Mohd Nizam Hanafiah. 2005. Pengantar Perniagaan Islam.Petaling Jaya:

18

Anda mungkin juga menyukai