Setelah mendengarkan membumikan langit kita harus memahami Al-qur’an dari sisi historisnya karena semua itu ada proses-prosesnya. Seperti halnya orang yang menganggap khamr itu haram, pasti orang tersebut melihat dari satu ayat saja padahal di dalam Al-Qur’an terdapat 4 ayat yang berbicara mengenai khamr. Dan kedalam 4 ayat tersebut terdapat berbeda-beda dalam pengharaman khamr. Kalau dilihat dari ayat pertama Al-Baqarah ayat 219 khamr itu diharamkan bagi mereka yang mengetahui proses pengharamannya.Karena tahapannya sampai ayat yang keempat. Untuk ayat yang ketiga membicarakan jangan kamu mendekati khamr saat kamu mendekati sholat, dalam artian apabila waktu mabuk 2 jam. Kita mabuk pukul 10 maka pukul 12 kita diperbolehkan untuk sholat. Hal itu digunakkan bagi orang yang tidak bisa tidak mampu menahan mabuk. Jadi dalam ayat ini apakah Islam membolehkan kita mabuk jawabannya boleh namun apakah kita boleh mabuk jawabannya salah, bisa salah dalam penafsiran karena itu adalah proses yang harus kita pahami tahap-tahapnya dan saya percaya Al-qur’an kalau dipahami secara rasional, historis, kontekstual tidak ada ayat- ayat yang bertentangan. QS. Ali-Imran: 130 yang turun di Madinah pada tahun 625 M. Inti dari ayat ini adalah jangan mengambil riba yang berlebihan, karena pada tahun 625 M terjadi perang uhud dan banyak orang yang meninggal. QS. Al-Baqarah: 275, pada ayat ini ketika kita sedang bertransaksi dengan orang lain terdapat prinsip tidak mendzolimi dan tidak didzolimi. Islam mengajarkan kita pinjaman yang baik. Jadi, prinsip tidak mendzolimi dan tidak didzolimi itu benar-benar yang meminjami yang merasakannya. Dengan demikian, riba itu bukan semata-mata transaksi yang menguntungkan. Artinya islam itu mengajarkan kita untuk melihat sisi substansinya dan sifat-sifatnya. Terdapat 3 jenis ayat dari qital. Pertama, QS. Al-Hajj: 39-40 yang turun di Madinah pada tahun 2 H. Kedua, QS. Al-Baqarah: 190-192, ayat ini turun ketika umat islam ingin mengqada umrah yang kedua, umrah yang pertama tidak terjadi lalu umrah yang kedua ingin dilaksanakan. Ketiga, QS. At-Taubah: 29 yang turun pada tahun 9 H dalam keadaan respon Romawi yang waktu ayat ini turun saat terjadi perang Tabuk. Uniknya pada ayat- ayat qital ini tidak disebutkan suatu kelompok tertentu missal Yahudi atau Nasrani, yang ada hanya ciri-ciri yakni mereka yang syirik kepada Allah swt, mereka yang kufur pada Allah swt. Jadi, pada ayat-ayat ini yang dibahas itu sifat buruknya bukan siapanya.
2. Statemen orisinil, bidang Tafsir.
Setelah saya mendengarkan membumikan kalam langit ini ternyata pengetahuan saya masih sangat mendasar dan di membumikan kalam langit ini saya belajar banyak diantaranya menganai cara menyikapi tentang riba, minuman khamr yang berdasarkan pandangan dari Al-Qur’an. Dalam hal ini membumikan kalam langit ini mempelajari lebih dalam lagi dan memberi perspektif tersendiri. Dan saya mengambil inti yang sangat penting seperti halnya disekitar menit 35, dapat saya simpulkan bahwa agama (Islam) itu fleksibel. Yang artinya tidak ada batasan-batasan khusus. Materi yang disampaikan sangat membuat saya menjadi lebih mempelajari suatu ayat yang berkaitan dengan ayat yang lain agar tidak terjadi kesalahan dalam menyimpulkannya. Selain itu saya sedikit tertipu dengan ayat yang menyatakan bahwa khamr itu diperbolehkan, tetapi ternya itu hanya proses pertama dari pengharaman khamr. Secara spiritual saya menganggap apa yang saya pelajari selama ini hanyalah mengacu pada satu ayat yang ternyata masih ada proses- prosesnya yang tidak langsung menyimpulkan bahwa khamr itu haram, riba itu dilarang. Saya merasa bahwa saya ini terlalu cukup puas sebelum mendengarkan audio ini karena anggapan saya tetang apa yang dilarang dan apa yang dibolehkan. Dan selain itu saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga bagi saya, seperti halnya yang disampaikan bapak Ahmadi yaitu “jangan sampai menilai seseorang karena kita lebih tinggi” dan disini saya mengambil kesimpulan bahwa setinggi-tingginya pengetahuan seseorang disisi lain ada orang yang lebih tinggi di hal yang mungkin dia belum menguasainya. Dan menurut saya kepintaran itu subyektif sih, jadi tidak bisa semua orang kamu pukul rata. Sebagai contoh jika si A tidak menguasai hal ini berarti bodoh, si B bisa menguasai hal ini berarti dia pintar, akan tetapi dibalik itu ada hal yang mungkin bisa dikuasai si A yang belum tentu si B menguasainya. Terimakasih Bapak Ahmadi.