KELOMPOK
AKUNTANSI A2
Semester 1
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam dengan judul
“IJTIHAD DAN TAQLID” tepat pada waktunya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainya.
Oleh karena itu, jika terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman
Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat,
tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu
apa yang kita kenal dengan masa taqilid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa
periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan), ijtihad mulai dibuka kembali.
Karena tidak bias dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan
kehidupan yang semakin kompleks problematikanya.
B. Rumusan Masalah
C. TujuanPenulisan
Ijihad secara harfiah berasal dari kata al jahd yang berarti usaha keras, tekut atau
sungguh-sungguh. Kata al jahd mempunyai implikasi pada masalah-masalah yang
didalamnya terdapat unsur memberatkan, dan tidak tepat jika digunakan pada masalah-
masalah berimplikasi ringan dan mudah. Di dalam Al-Qur’an, kata al jahd dapat
ditemukan pada tiga tempat. Pada ketiga tempat itu, al jahd mengandung arti badzlu al-
was’i wa al-thaqati, “ memcurahkan kemampuan atau upaya sungguh-sungguh”. Seperti
terdapat dalam surat an-Nuur (24), ayat 53 :
Pengutusan Mu’adz bin Jabal sebagai Gubernur Yaman menjadi peristiwa penting bagi
ijtihad. Sebab, saat itulah legitimasi diperbolehkanya ijtihad, yakni ketika Al-Quran dan
Sunnah tidak memberikan jawabanya. Dalil yang menjadi hukum sah Ijtihad adalah
sebagai berikut :
َ يَا َأيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا اللَّ َه وَ َأ ِطيعُوا الرَّ سُو َل وَ ُأو ِلي اَأْلمْ ِر ِم ْن ُك ْم ۖ َفِإنْ تَنَ ازَ عْ تُ ْم ِفي
ش يْ ٍء َف رُ دُّو ُه
ِإلَى اللَّ ِه وَ الرَّ سُو ِل ِإنْ ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ ِباللَّ ِه وَ ا ْليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ يْرٌ وَ َأ ْحسَنُ َتْأ ِوي ًل
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nissa; 59).
C. Syarat-syarat Ijtihad
Sahnya Ijtihad itu terletak pada diketahuinya dasar-dasar syariat serta enam syariat lainya,
yaitu :
Apabila syarat-syarat ini lengkap pada diri mujtahid, maka Ijtihadnya dalam segala
hukum dianggap sah, keadilan tidak menentukan kesahihan Ijtihad seorang mujtahid, ia
dipandang ketika menetapkan hukum dan fatwa, karena itu tidak dibenarkan meminta
fatwa kepada orang yang fasik.
Umar bin Khathab adalah seorang sahabat yang pernah disebut Rasulullah Saw.
sebagai orang yang paling mungkin menjadi utusan Tuhan seandainya Rasulullah
SAW sendiri bukanlah seorang Rasul terakhir. Dalam kitab tafsir juga disebutkan
bahwa terdapat beberapa ayat suci yang turun tidak untuk mendukung gagasan
Rasulullah Saw., melainkan pendapat Umar bin Khathab. Figur Umar bin
Khathab yang mengesankan dapat pula kita lihat, dan ini merupakan salah satu
keistimewaannya dibandingkan dengan para sahabat yang lain, hal-hal berikut :
PENUTUP
Daftar pustaka
Referensi: https://tafsirweb.com/6181-surat-an-nur-ayat-53.html
Referensi: https://tafsirweb.com/1591-surat-an-nisa-ayat-59.html