Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


IJTIHAD DAN TAQLID

KELOMPOK

1. Junita Purbawati (19101021229)


2. Laili Nor Fida (19101021183)
3. Putri Setyaningsih (19101021178)
4. Ratna Ayu Kurniawati (19101021195)
5. Wardatul Munawaroh (19101021225)

AKUNTANSI A2
Semester 1

UNIVERSITAS WAHID HASYIM


2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam dengan judul
“IJTIHAD DAN TAQLID” tepat pada waktunya.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainya.
Oleh karena itu, jika terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Semarang, 1 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman
Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat,
tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu
apa yang kita kenal dengan masa taqilid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa
periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan), ijtihad mulai dibuka kembali.
Karena tidak bias dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan
kehidupan yang semakin kompleks problematikanya.

Sekarang, banyak ditemukan perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum islam yang


itu disebabkan dari ijtihad. Misalnya bisa dipetakan islam kontenporer seperti islam
liberal, fundamental, ekstrimis, moderat, dan lain sebagainya. Semuanya itu tidak lepas
dari hasil ijtihad dan sudah tentu masing-masing mujtahid berupaya untuk menemukan
hokum yang terbaik. Justru dengan ijtihad, islam menjadi luas, dinamis, fleksibel, cocok
dalam segala lapis waktu, tempat dan kondisi. Dengan ijtihad pula syariat islam menjadi
“tidak bisu” dalam menghadapi problematika kehidupan yang semakin kompleks.

B. Rumusan Masalah

a. Apa Pengertian dari Ijtihad?


b.Apa Pengertian dari Taqlid?

C. TujuanPenulisan

a. Mengetahui Pengertian Ijtihad


b. Mengetahui Pengertian Taqlid
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad

Ijihad secara harfiah berasal dari kata al jahd yang berarti usaha keras, tekut atau
sungguh-sungguh. Kata al jahd mempunyai implikasi pada masalah-masalah yang
didalamnya terdapat unsur memberatkan, dan tidak tepat jika digunakan pada masalah-
masalah berimplikasi ringan dan mudah. Di dalam Al-Qur’an, kata al jahd dapat
ditemukan pada tiga tempat. Pada ketiga tempat itu, al jahd mengandung arti badzlu al-
was’i wa al-thaqati, “ memcurahkan kemampuan atau upaya sungguh-sungguh”. Seperti
terdapat dalam surat an-Nuur (24), ayat 53 :

‫سمُوا ِباللَّ ِه َج ْه َد َأ ْيمَا ِن ِه ْم‬


َ ‫وَ َأ ْق‬

Pengertian ijtihad menurut istilah adalah mengarahkan segala kemampuan


dalam menggali hukum-hukum syariat atau pengarahan segenap
kemampuan yang dilakukan oleh seorang ahli fikih untuk mendapatkan
suatu tahap dugaan kuat terhadap adanya sebuah ketetapan syariat.
B. Landasan Hukum

Pengutusan Mu’adz bin Jabal sebagai Gubernur Yaman menjadi peristiwa penting bagi
ijtihad. Sebab, saat itulah legitimasi diperbolehkanya ijtihad, yakni ketika Al-Quran dan
Sunnah tidak memberikan jawabanya. Dalil yang menjadi hukum sah Ijtihad adalah
sebagai berikut :

َ ‫يَا َأيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا اللَّ َه وَ َأ ِطيعُوا الرَّ سُو َل وَ ُأو ِلي اَأْلمْ ِر ِم ْن ُك ْم ۖ َفِإنْ تَنَ ازَ عْ تُ ْم ِفي‬
‫ش يْ ٍء َف رُ دُّو ُه‬
‫ِإلَى اللَّ ِه وَ الرَّ سُو ِل ِإنْ ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ ِباللَّ ِه وَ ا ْليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ يْرٌ وَ َأ ْحسَنُ َتْأ ِوي ًل‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nissa; 59).

C. Syarat-syarat Ijtihad

Sahnya Ijtihad itu terletak pada diketahuinya dasar-dasar syariat serta enam syariat lainya,
yaitu :

a. Mujtahid harus mengetahui bahasa Arab


b. Mujtahid harus mengetahui dari kitab Allah SWT
c. Mujtahid harus mengetahui kandungan sunnah berupa ketentuan-ketentuan
hukum
d. Mujtahid harus mengetahui perkataan-perkataan sahabat dan Tabi’in tentang
berbagai hukum, serta sebagian besar fatwa fukaha agar kepatutan hukumnya
tidak berlawanan dengan pendapat-pendapat mereka, sehingga ia terpelihara dari
tindakan yang melawan ijmak.
e. Mujtahid harus mengetahui qias, dasar-dasar yang boleh dicari illatnya yang tidak
boleh dicari illatnya, serta sifat-sifat yang boleh dijadikan illat dan yang tidak
boleh dijadika illat, juga urusan dalil yang satu dengan yang lainya dan kaidah-
kaidah pertarjihan atau sesamanya.
f. Mujtahid harus seorang yang stiqah (sangat kuat ingatanya) dan dipercaya, serta
tidak memandang mudah terhadap masalah-masalah agama.

Apabila syarat-syarat ini lengkap pada diri mujtahid, maka Ijtihadnya dalam segala
hukum dianggap sah, keadilan tidak menentukan kesahihan Ijtihad seorang mujtahid, ia
dipandang ketika menetapkan hukum dan fatwa, karena itu tidak dibenarkan meminta
fatwa kepada orang yang fasik.

D. Peristiwa-Peristiwa Penting dalam Ijtihad

 Ijtihad Umar bin Khathab

Umar bin Khathab adalah seorang sahabat yang pernah disebut Rasulullah Saw.
sebagai orang yang paling mungkin menjadi utusan Tuhan seandainya Rasulullah
SAW sendiri bukanlah seorang Rasul terakhir. Dalam kitab tafsir juga disebutkan
bahwa terdapat beberapa ayat suci yang turun tidak untuk mendukung gagasan
Rasulullah Saw., melainkan pendapat Umar bin Khathab. Figur Umar bin
Khathab yang mengesankan dapat pula kita lihat, dan ini merupakan salah satu
keistimewaannya dibandingkan dengan para sahabat yang lain, hal-hal berikut :

a. Kecintaannya terhadap Al-Qur’an. Mengenai ini dapat dilihat sikapnya yang


menentang penulisan hadits, dan gagasannya untuk membukukan Al-Qur’an
dalam satu mushaf.
b. Keberaniannya dalam berijtihad (ijtihad bi ar-ra’y), walaupun terkadang
tampak bertentangan dengan ketentuan Al-Qur’an ataupun hadits. Peristiwa
ini, misalnya, terjadi ketika Umar bin Khathab berseteru dengan Bilal bin
Rabah (sang Mu’adzin Islam kesayangan Rasulullah Saw.) dalam urusan
pembagian tanah rampasan perang sebagai harta ganimah, hukuman potong
tangan bagi pencuri, ataupun ijtihadnya mengenai talak tiga, denda bagi
peminum khamar.
c. Menjadi salah satu pemimpin umat Islam, yaitu khalifah kedua dari
kepemimpinan khulafatur rasyidun. Posisi sebagai khalifah ini mempunyai
arti yang signifikan bagi Umar bin Khathab, karena pada saat ia menjadi
khalifah-lah semua gagasannya dapat berjalan dengan efektif.
Antusiasme Umar bin Khathab terhadap Al-Qur’an dapat dilihat dari konsepsinya
mengenai kitab umat Islam tersebut. Bagi Umar bin Khathab, Al-Qur’an
merupakan kata-kata suci, yang melalui kata-kata itu, Allah Swt. mewahyukan
kehendak-Nya kepada manusia. Sekilas apa yang dilakukan oleh Umar bin
Khathab tampak menyimpang dengan yang diperbuat oleh Rasulullah Saw.
Namun, dengan selalu beranjak dari integgritas keislaman dan komitmennya
kepada Al-Qur’an tentu dapat dipastikan bahwa Umar bin Khathab bukanlah
tipologi orang yang mengabaikan Al-Qur’an, apalagi bertindak berlawanan
secara diametral dengan Al-Huda tersebut.

Lebih lanjut, semangat pembaharuan dan menyeleraskan dengan


kehidupan masyarakat yang dilakukan oleh Umar bin Khattab berkaitan erat
dengan tujuan-tujuan hukum islam pada prinsipnya mengupayakan tujuan-tujuan
evolusi sosial Al-Qur’an yang berorientasi pada kemaslahatan. Dari berbagai
kasus yang dihadapi dan dipecahkannya,terdapat alasan-alasan yang
melatarbelakangi perubahan hukum dalam ijtihad Umar bin Khattab, baik sebagai
pemikiran mengenai implikasi teks(nash) ataupun pemikiran yang berkenaan
dengan kejadian-kejadian ketika absennya teks-teks itu secar langsung, memang
terlihat dengan jelas bahwa pada akhirnya pertimbangan khalifah kedua itu
senantiasa bertumpu pada kemaslahatan.

Pemahaman yang total terhadap pesan-pesan al-Qur’an dan sunah telah


membawa Umar bin Khattab pada suatu proyek perubahan hukum yang liberal.
Betapapun perubahan itu telah terjadi, tetapi tidak berarti ia meninggalkan,
apalagi membatalkan, nash-nash al-Qur’an. Usaha-usaha yang dilakukan Umar
bin Khattab tersebut, dalam banyak hal, merupakan fondasi yang kuat bagi
lahirnya model ijtihad liberal yang dianut dan diikuti oleh para pemikir
kontemporer. Pada semngat ini yang dilakukan oleh Umar bin Khattab itulah
syariat islam dapat tegak dan dirasakan oleh segenap makhluk Tuhan di muka
bumi tanpa harus ada klaim-klaim tertentu yang mengarah pada diskriminasi,
ketidakadilan, dan berbagai tindakan-tindakan negatif lainnya.

E. Beberapa Model Ijtihad dalam Khazanah Islam


1. ijtihad Rasionalis-Individualistis
Ijtiha,atau usaha intelektua yang bersifat individual,merupakan kekuatan
penting dalam mengertikulasikan dan menafsirkan hukum islam,atau
syariat.ijtihad merupakan term teknis didalam hukum islam,didalam makna
terbatas,digunakan untuk metode penalaran dengan analogi. Salah satu bukti
kedekatan antara ijtihad dengan ar-ra’y adalah seperti yang diilustrasikan
dalam T’arikh al-Fiqh al-Islami yaitu:

“Ijtihad sahabat ,mencakup penngistimbatan hukum dari kitab dan


sunnah, juga mencakup pengambilan hukum atas dasar pertimbangan yang
benar, baik pertimbangan itu didasarkan pada qiy’as, penyamaan hukum
suatu yang tidak disebutkan teksnya kepada selainnya, termasuk penetapan
hukum atas dasar mashalahah. Oleh karena itu, ar-ra’y adalah bagian dari
ijtihad, dan qiy’as bagian dari ar-ra’y.”
BAB III

PENUTUP
Daftar pustaka

Referensi: https://tafsirweb.com/6181-surat-an-nur-ayat-53.html

Referensi: https://tafsirweb.com/1591-surat-an-nisa-ayat-59.html

Anda mungkin juga menyukai